Anda di halaman 1dari 5

Prosedur Audit

Terdapat beberapa prosedur yang perlu anda lakukan di dalam audit. Prosedur ini selain
membantu proses audit juga dibutuhkan untuk mendeteksi kecurangan dan kesalahan yang
mungkin terjadi saat pemeriksaan dilakukan. Prosedur audit secara umum bisa anda simak
dibawah ini :
1. Tahap Pertama: Perikatan Audit
Yakni kesepakatan antara pihak auditor dengan perusahaan. Surat perikatan menjadi bentuk
perikatan antara keduanya dimana klien menyerahkan audit laporan keuangan kepada auditor.
Dari sudut pandang sendiri adanya perikatan ini yang disepakati keduanya mengisyaratkan
bahwa auditor menyanggupi untuk melakukan audit laporan keuangan sesuai dengan
kompetensinya.
2. Tahap Kedua: Perencanaan
Dalam tahap ini, auditor merencanakan bagaimana proses audit akan dilakukan. Auditor perlu
memahami bagaimana kegiatan perusahaan tersebut untuk memahami bisnis dari perusahaan
anda. Dalam tahap perencanaan sendiri juga terdapat beberapa tahapan seperti
mempertimbangkan risiko bawaan. Dalam tahap ini auditor mempertimbangkan risiko salah saji
yang melekat pada saldo akun. Selanjutnya ada tahap pengembangan strategi audit awal terhadap
asersi kemudian mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi saldo awal. Auditor juga perlu
mempertimbangkan tingkat materialitas dan melaksanakan prosedur dan analitis.

3. Tahap Ketiga: Pengujian


Pada tahap pengujian audit, auditor melakukan pengujian analitik, pengendalian dan pengujian
substantif. Pengujian substantif adalah prosedur untuk menemukan kesalahan yang mampu
memberikan dampak langsung pada laporan keuangan. Pengujian analitik sendiri merupakan
kegiatan untuk mempelajari data-data serta membandingkan data dengan informasi lainnya.
Pengujian pengendali ialah tindakan verifikasi efektivitas pengendalian internal klien. Dalam
tahap ini, auditor melakukan tahap pemetaan tentang masalah yang muncul dari proses observasi
tersebut.
4. Tahap Keempat: Pelaporan
Pada tahap ini, auditor telah mendapatkan hasil dan tanggung jawab sebagai auditor telah
dilakukan. Pada tahap ini mungkin saja auditor menemukan kesalahan dari laporan keuangan
yang diaudit atau malah sebaliknya. Pada umumnya, semakin besar suatu perusahaan, maka
resiko penyimpangan keuangan juga akan semakin besar. Auditor biasanya akan melakukan
klarifikasi ulang dan mencocokkan hasil auditor dengan auditor lainnya untuk memastikan
kesalahan keuangan tersebut apakah benar terjadi atau tidak. Setelah itu, barulah auditor akan
menyusun hasil evaluasinya berupa laporan yang akan diserahkan kepada pihak perusahaan. Di
dalam laporan hasil evaluasi tersebut, auditor menulis rekomendasi perkembangan yang dicapai
dan memberikan opininya.
Bukti Audit
Bukti audit didefinisikan sebagai semua informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menentukan apakah informasi yang diaudit telah disajikan sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Informasi ini beragam tergantung pada tingkat pengaruhnya terhadap keputusan
auditor mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum, apakah kinerja auditan telah sesuai dengan yang diharapkan, atau tujuan audit
lainnya. Bukti audit mencakup informasi yang tingkat pengaruhnya tinggi seperti hasil
perhitungan auditor terhadap persediaan, dan juga informasi yang kurang berpengaruh seperti
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan auditor kepada auditan.
Kompetensi bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat dengan efektivitas
pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian internal klien semakin kompeten
catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti audit yang berupa informasi penguat
tergantung pada beberapa factor, yaitu:

1. Relevansi
2. Sumber bukti
3. Ketepatan waktu
4. Objektivitas

Risiko Audit
Risiko audit (audit risk) merupakan Risiko kesalahan auditor dalam memberikan pendapat wajar
tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang salah saji secara material.
Risiko dalam auditing berarti bahwa auditor menerima suatu tingkat ketidakpastian tertentu
dalam pelaksanaan audit. Risiko audit yaitu risiko bahwa auditor secara tidak sadar gagal untuk
menyesuaikan pendapatnya atas laporan keuangan yang salah saji secara material. Auditor
menyadari bahwa risiko tersebut ada karena adanya hal-hal sebagai berikut, misalnya
ketidakpastian mengenai kompetensi bukti, efektivitas struktur pengendalian intern klien, serta
ketidakpastian apakah laporan keuangan memang telah disajikan secara wajar setelah audit
selesai.

Seorang auditor yang efektif menyadari bahwa risiko-risiko di atas ada dan akan menanganinya
dengan tepat, walaupun kebanyakan dari risiko tersebut sukar diukur dan memerlukan
penanganan yang hati-hati dan seksama. Misalkan kalau auditor menyadari bahwa bidang
industri klien mengalami perubahan teknologi besar-besaran, tidak saja akan mempengaruhi
klien tetapi juga pelanggannya. Hal ini pun dapat menyebabkan usangnya persediaan klien dan
mempengaruhi kolektibilitas piutang usaha, bahkan kesinambungan usahanya.

Dalam perencanaan audit auditor harus mempertimbangkan risiko audit tersebut serta membatasi
risiko audit serendah mungkin, artinya bahwa kemungkinan kekeliruan auditor yang telah
memberikan pendapat wajar terhadap suatu laporan keuangan padahal laporan keuangan tersebut
sebenarnya terdapat salah saji yang material, sekecil mungkin. Adapun cara auditor menangani
masalah risiko dalam tahap perencanaaan pengumpulan bahan bukti adalah dengan
menggunakan model risiko audit (audit risk model).

Untuk memudahkan pelaksanaan audit dan aplikasi model risiko audit ini, auditor biasanya
menggunakan pendekatan siklus yaitu laporan keuangan dikelompokkan dalam kelompok-
kelompok transaksi dan saldo-saldo akun yang saling berhubungan dalam suatu segmen, seperti
transaksi-transaksi penjualan, retur penjualan, transaksi penerimaan kas, merupakan satu siklus
dengan saldo piutang usaha

Laporan keuangn dibagi menjadi 5 (lima) siklus, yaitu:


1. Siklus penjualan dan penagihan (sales & collection cycle)
2. Siklus pembelian dan pembayaran (acquisition & payment cycle)
3. Siklus penggajian dan kepegawaian (payroll & personnel cycle)
4. Siklus persediaan dan pergudangan (inventory & warehousing cycle)
5. Siklus perolehan dan pembayaran kembali modal (acquisitioan & repayment cycle)

MATERIALITAS

Materialitas merupakan dasar penerapan dasar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua
aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas Adit
dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempeertimbangkan materialitas dalam
(1) perencanaan audit, dan (2) penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara
keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

Konsep Materialitas
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang
dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan perubahan atas suatu pengaruh
terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi itu, karena
adanya penghilangan atau salah saji itu. Hal itu mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan
keadaan yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan
kepercayaan atas laporan keuangan auditan.

Contohnya, jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu mungkin tidak
material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda.
Maka, auditor dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas akun modal kerja lebih rendah
bagi perusahaan yang berada dalam situasi bangkrut bila dibandingkan dengan suatu perusahaan
yang memiliki current ratio 4 : 1.

Mengapa Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan keuangan?


Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan (guarantee)
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah
akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang
dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan
berikut ini :
1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah
dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi.
2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk
memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa
laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji
material karena kekeliruan dan kecurangan.
Aad dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:

1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh auditor agar
pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut.
2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya
atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Pertimbangan Awal tentang Materialitas
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya
yang disebut materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang
digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit
karena (1) keadaan yang melingkupi berubah (2) informasi tambahan tentang klien dapat
diperoleh selama berlangsungnya audit.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif berkaitan dengan


hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan
kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak
material dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.

Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor adalah,

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
1. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
2. Total aktiva dan ekiutas pemegang saham dalam neraca
2. Faktor kualitatif seperti:
0. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum dan kecurangan
1. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang mengharuskan klien
untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada tingkat minimum tertentu.
2. Adanya gangguan dalam trend laba
3. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan
Sebagai contoh, auditor memutuskan kombinasi salah saji berjumlah 8 % dari laba bersih
sebelum pajak dipandang material untuk laporan laba-rugi, dengan memperhatikan faktor
kualitatif dalam salah saji tersebut. Oleh karena itu, jika kombinasi salah saji kurang dari 3 %,
auditor akan memandang sebagai salah saji yang tidak material, dengan memperhatikan faktor
kualitatif dalam salah saji tersebut. Salah saji berada diantara 3 % dan 8 % memerlukan
pertimbangan auditor untuk memutuskan materialitasnya. Jika misalnya, laba bersih sebelum
pajak yang dipakai sebagai jumlah kunci berjumlah Rp 100 juta, maka batas materialitas
(materiality border) untuk laporan laba-rugi berada dalam kisaran :
Rp 3.000.000 sampai Rp 8.000.000

Batas bawah dihitung 3% x Rp100.000.000 dan batas dihitung 8% x Rp 100.000.000.

Contoh berikut ini menunjukan batas materialitas yang ditentukan oleh auditor :

1. Untuk total aktiva dalam neraca Rp 41 juta s.d Rp 100 juta


2. Untuk aktiva lancar Rp 25 juta s.d Rp 60 juta
3. Untuk total ekuitas pemegang saham dalam neraca Rp 15 juta s.d Rp 45 juta
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat laporan
keuangan, karena pendapat auditor atas lapoaran sebagai keseluruhan dan tingkat saldo akun,
karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan menyeluruh atas
kewajaran laporan keuangan.

Materialitas pada tingkat Laporan Keuangan


Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas yaitu:

Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, dengan membuat estimasi
materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang
dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk
menyatakan kewajaran laporan keuangan.
Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.
Contoh panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :

1. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5 % sampai
10 % dari laba sebelum pajak.
2. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ %
sampai 1 % dari total aktiva.
3. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1 % dari
total pasiva.

Materialitas pada Tingkat Saldo akun


Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam
saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo
akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.

Alokasi Materialitas laporan Keuangan ke Akun


Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji
dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut.

Anda mungkin juga menyukai