Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

“Diabetes Mellitus”

Disusun oleh:

Windi Aditya Hasanah 1604015085

Amilia Citra Sari 1604015091

Kelompok : 3

Kelas : A1

Dosen : Nora Wulandari, M.Farm., Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRO.DR.HAMKA
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun
lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan penderita
setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Diabetes merupakan serangkaian gangguan
metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin, sehingga
menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (Infodatin, 2014; Sarwono, dkk, 2007).
Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 sebesar 5,7%. Riskesdas juga melaporkan bahwa penderita
diabetes mellitus di provinsi Riau berada di urutan nomor tiga tertinggi di Indonesia
(Balitbangkes, 2008). Prevalensi DM tertinggi di Kalimantan Barat dan Maluku Utara
yaitu 11,1%, kemudian Riau sekitar 10,4% sedangkan prevalensi terkecil terdapat di
Provinsi Papua sekitar 1,7% (PERKENI, 2015). Soewondo dan Pramono (2011),
melanjutkan penelitian dari Riskesdas, dari 5,7% total penderita diabetes di Indonesia,
sekitar 4,1% kategori diabetes mellitus tidak terdiagnosis dan 1,6% diabetes mellitus.
Pada pasien DM tipe-II umumnya bertubuh gemuk dan proses terjadinya lebih
dipengaruhi oleh lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan. Karena, sel-sel sasaran
(otot dan lemak tubuh) yang seharusnya mengambil gula dengan adanya insulin, tidak
memberikan respon normal terhadap insulin. Jenis diabetes ini sering tanpa disertai
keluhan, dan jika ada gejalanya lebih ringan daripada DM tipe-I. Karena itu, DM tipe-II
pada usia dewasa seringkali dapat diatasi hanya dengan diet dan olahraga (Soegondo,
dkk, 2005; Hartono, 1995).
Depresi semakin banyak terjadi pada kondisi pasien yang mengalami kondisi kronik
menahun seperti stroke, diabetes, kanker serta gangguan nyeri yang kronis. Banyak
orang yang memandang diabetes hanya dari segi klinisnya saja. Diabetes dan depresi 4
dapat saling memicu sehingga penderita diabetes memiliki risiko tinggi mengalami
depresi. Depresi dapat mempengaruhi kadar gula dalam darah. Efek depresi dapat
menyebabkan produksi epinefrin naik, memobilisasi glukosa, asam lemak dan asam
nukleat. Naiknya gula darah disebabkan meningkatnya glikogenolisis dihati oleh
peningkatan glukagon terhambat pengambilan glukosa oleh otot dan berkurangnya
pembentukan insulin pankreas. Dampak lain yaitu insomnia, pergerakan usus (konstipasi
dan diare), selain itu juga dapat melepaskan hormon adrenalin secara berlebihan, yang
membuat jantung berdetak cepat sehingga meningkatkan tekanan darah yang dapat
menyebabkan penyakit jantung, stroke sehingga memperberat penyakit DM tesebut.

B. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan Pemantauan Terapi Obat pada pasien Diabetes Mellitus
2. Menjelaskan tentang Patofisiologi dan Patologi klinik penyakit (Etiologi, manifestasi klinis,
interprestasi data laboratorium dan patogenesisnya)
3. Menjelaskan algoritma terapi penyakit Diabetes Mellitus
4. Melakukan tahap-tahap identifikasi DRP pada pasien Diabetes Mellitus
5. Mampu memberikan rekomendasi dari DRP yang ditemukan dan monitoring yang harus
dilakukan untuk pasien Diabetes Mellitus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah kelompok gangguan metabolisme yang ditandai oleh
hiperglikemia dan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Ini hasil dari cacat
dalam sekresi insulin, sensitivitas insulin, atau keduanya. Dapat terjadi komplikasi
mikrovaskuler, makrovaskular, dan neuropatik kronis (Dipiro7th 2009, hlm 210).

B. Epidemiologi
DM ditandai dengan kurangnya insulin, kurangnya insulin, atau resistensi insulin.
Cacat ini mengakibatkan ketidakmampuan untuk menggunakan glukosa untuk energi.
DM mempengaruhi sekitar 20,8 juta orang di Amerika Serikat, atau 7% dari populasi.
Sementara sekitar 14,6 juta orang telah didiagnosis, 6,2 juta orang yang menderita DM
tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Di seluruh dunia, jumlah
orang dengan DM diperkirakan akan meningkat menjadi 35% pada tahun 2025.
Prevalensi DM meningkat dengan bertambahnya usia dari sekitar 2% individu yang
berusia 20 hingga 39 tahun menjadi 20,9% individu yang berusia lebih dari 60 tahun.
Seiring bertambahnya usia populasi, insiden DM diper kirakan akan meningkat (Dipiro
2008, hlm 644).

C. Patofisiologi (Dipiro9th 2015, hlm 161)


1. DM tipe 1 (5% -10% dari kasus
biasanya berkembang di masa kanak-kanak atau dewasa awal dan hasil dari
penghancu ran sel β pankreas yang dimediasi autoimun, yang mengakibatkan
defisiensi insulin absolut. Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan limfosit T
dengan autoantibodi terhadap anti gen sel-B (misalnya, antibodi sel pulau, anti
bodi insulin)
2. DM tipe 2 (90% kasus)
ditandai dengan kombinasi be berapa derajat resistensi insu lin dan defisiensi insulin
relatif. Resistensi insulin dimanifestasikan oleh peningkatan lipolisis dan produksi
asam lemak be bas, peningkatan produksi glu kosa hati, dan penurunan penyerapan
otot rangka glukosa.
3. Penyebab diabetes yang ti dak umum (1% -2% kasus)
termasuk gangguan endokrin (mi salnya, akromegali, sindrom Cushing), diabetes
mellitus gestasional (GDM), penyakit pada pankreas eksokrin (misalnya,
pankreatitis), dan obat-obatan (misalnya, gluko kortikoid , pentamidin, niasin, α-in
terferon).
4. Komplikasi mikrovaskular meliputi retino pati, neuropati, dan nefropati.
Komplikasi makrovaskular termasuk penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit
pembuluh darah perifer

D. Tanda dan Gejala (Dipiro9th 2015, hlm 161)


1. Tipe 1 Diabetes Mellitus
Gejala awal yang paling umum adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan, dan kelesuan disertai dengan hiperglikemia. Individu seringkali kurus
dan cenderung mengalami ketoasidosis diabetik jika insulin ditahan atau dalam
kondisi stres berat. Antara 20% dan 40% pasien datang dengan ketoasidosis
diabetikum setelah beberapa hari poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan.
2. Tipe 2 Diabetes Mellitus
Pasien seringkali asimptomatik dan dapat di diagnosis sekunder dengan tes darah
yang tidak berhubungan.
Kelesuan, poliuria, nokturia, dan polidipsia dapat terjadi. Penurunan berat badan
yang signifikan lebih jarang terjadi lebih sering pasien kelebihan berat badan atau
obesitas.

E. Diagnosa (Dipiro9th 2015, hlm 161)


1. Tes HbA1C
Pengukuran gula darah jangka panjang. Tes diagnosis diabetes mellitus ini
memungkinkan dokter tahu berapa rata-rata nilai gula darah Anda dalam beberapa
bulan terakhir. A1C sebesar 6,5% atau lebih
2. Tes gula darah sewaktu
Tes GDS bisa dilakukan kapan saja tanpa perlu mempertimbangkan waktu makan
terakhir Anda.
Glukosa plasma dua jam 200 mg/dL (11,1 mmol / L) atau lebih selama tes toleransi
glukosa oral (OGTT) menggunakan muatan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrat yang dilarutkan dalam air.
3. Tes gula darah puasa
(tanpa asupan kalori selama minimal 8 jam) glukosa plasma 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
atau lebih
4. Tes toleransi gula darah oral
Dibandingkan ketiga tes sebelumnya, metode diagnosis diabetes mellitus ini terbilang
kurang umum kecuali jika Anda sedang hamil.
Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau lebih dengan gejala
klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemik.

F. Pemeriksaan Penunjang (PERKENI 2015, hlm 15)


Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya (menurun
atau tidak).
2. Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering yang tidak
normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa juga terapa
lembek. Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk
mencegah terjadinya ulkus.
G. Algoritma Terapi

(Dipiro 2008, hlm 652)


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


Praktikum dilakukan di Laboratorium Farmakoterapi Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka pada tanggal 29 Oktober 2019.

B. Judul Praktikum
Diabetes Mellitus

C. Resep dan Pertanyaan


KASUS

Tn. US, usia 45 tahun, 160 cm, 80 Kg dengan riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu datang
ke dokter dengan keluhan badan lemah, pegal-pegal, kaki sering kesemutan dan terdapat
gangrene dikaki. Data klinik menunjukkan TD 140/90 mmHg, suhu 38ᵒC.
Hasil pemeriksaan laboratorium:
GDP 220 mg/dL,
GD 2 jam PP 490 mg/dL,
HbA1c 11%,
HDL 35 mg/dL,
LDL 210 mg/dL,
Kolesterol total 285 mg/dL,
TGA 278 mg/dL.
Riwayat pengobatan sebelumnya: Glibenklamid, Metformin, Simvastatin
Diagnosa: DM tipe 2-neuropati dan ulkus di kaki.
Obat yang digunakan pasien sekarang adalah :
R/ Captopril 12,5 mg R/ Novorapid flex pen
S2dd1 tab S2dd 16 unit
R/ Furosemide tab R/ Lantus flex pen
S1dd1 tab S1dd 5 unit
R/ Metformin 500 mg R/ Lipitor
S3dd1 tab S1dd1 tab
Pertanyaan
1. Lakukan pemantauan obat dengan metode SOAP!
2. Isi formulir pelayanan dan lakukan konseling obat pada pasien diatas dengan metode
3 prime question!
3. Jelaskan penggunaan insulin dengan alat peraga!
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil diskusi praktikum farmakoterapi kali ini tentang kasus Diabetes Mellitus
kali ini bahwa dapat dinyatakan pasien tersebut mengalami DM tipe 2. Pasien tersebut
memiliki BB 80 Kg sedangkan tingginya 160 cm. Hasil kalkulasi BMI dari pasien tersebut
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Ternyata hasil hitung nilai BMI dari pasien tersebut didapat 31,3 kg/m2, penjelasan
tentang nilai BMI tersebut termasuk ke dalam resiko yang tinggi terutama untuk penyakit
diabetes tipe 2 akan mengalami peningkatan.
Pada pasien tersebut juga terlihat nilai abnormal pada data klinik dari pasien tersebut
yaitu tekanan darah, nilai GDP, nilai GD 2 jam PP, nilai HbA1c, nilai LDL, nilai HDL, nilai
kolesterol total dan nilai TGA.
Tabel 1. Analisa SOAP

Karakteristik
Pasein S O Nilai Normal Terapi Obat DRP

Tn. US, usia 4 Mengeluh ba da Data klinik m 1. TD : 90/60 1. Captopril 12, 1. Improper
5 tahun, 160 c n lemah, pe gal- enunjukkan T mmHg hi 5 mg (2xseha drug selection
m, 80 Kg (B pegal, kaki serin D 140/90 mm ngga 120/80 ri 1tab) Furosemid
MI 31,3, obe g kesemu tan da Hg, suhu 38ᵒC. mmHg 2. Furosemid (1 (Dipiro9th
sitas) n terdapat gangre Hasil pemeriks 2. GDP :<108 xsehari 1tab 2015, hlm 91)
ne dikaki. aan labora tori mg/dl 3. Metformin 2. Overdosage
Riwayat pengo um: GDP 220 3. GDS 2 jam s 500 mg (3xse Lantus (PER
batan sebelum mg/dL, GD 2 j etelah ma hari 1tab) KENI 2015,
nya: Glibenklam am PP 490 mg/ kan: <180m 4. Novorapid (2 hlm 40)
id, Metformin, dL, HbA1c 11 g/dL xsehari 16 3. Lama peng
Simvastatin %, HDL 35 4. HbA1c: unit) gunaan Met
mg/dL, LDL <6% 5. Lantus flex formin (DIH
210 mg/dL, 5. HDL: ≥ 40 pen (1xsehari ed 17, hlm 79
Kolesterol to mg/dL 15 unit) 6)
tal 285 mg/dL, 6. LDL :<100 6. Lipitor (1xse
TGA 278 mg/dL hari 1tab)
mg/dL. 7. Kolesterol T
otal:<200mg
Diagnosa: DM /dL
tipe 2-neuropati 8. TGA :<150
dan ul kus di ka mg/dL
ki.

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus (PERKENI, hlm 14)


Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.

Pada kasus ini pasien tersebut diberikan beberapa obat untuk tujuan penatalaksanaan
Diabetes Mellitus tersebut. Dari hasil diskusi kami menemukan beberapa DRP (Drug Related
Problem) yang terdapat dalam resep pasien tersebut. Pertama pada obat Furosemid dimana
tujuan obat tersebut kemungkinan untuk mengatasi diuresisnya yang bisa menyebabkan
hipertensi. Tetapi pada nilai tekanan darah pasien tersebut baru termasuk ke dalam golongan
hipertensi tingkat I, yang mana belum perlu penggunaan Furosemid pada kasus ini. Sehingga
penggunaan Furosemid tidak sesuai dengan indikasinya. Dengan situasi hipertensi tingkat
satu satu tersebut, penggunaan captopril (ACE inhibitors) sudah dapat mencakup terapi
dengan tingkatan hipertensi I tersebut. (Dipiro9th 2015, hlm 91).
Kedua penggunan Lantus pada resep obat pasien tersebut over dosis. Menurut
PERKENI DM 2015, hlm 40 bahwa untuk terapi kombinasi seharusnya penggunaan dosis
antara 6-10 unit. Maka dari itu direkomendasikan agar penurunan dosis pada lantus yang
terdapat pada resep tersebut dari 15 unit menjadi 10 unit. Untuk waktu penggunaanya pada
Novorapid (Rapid acting) dapat digunakan pagi hari 10 menit setelah makan (Dipiro9th
2015, hlm 163). Sedangkan untuk waktu penggunaan Lantus (Long acting) sebaiknya
diberikan sebelum tidur untuk menghasilkan hipoglikemia lebih sedikit pada malam hari.
Selanjutnya DRP ketiga lama penggunaan Metformin kurang tepat, seharusnya
penggunaan Metformin untuk pasien DM tipe 2 hanya 2xsehari (DIH17th, hlm 796).
Pada pasien tersebut juga terdapat diagnosa terkait ulkus/luka di kaki. Berikut edukasi
perawatan kaki menurut PERKENI DM 2015, hlm 18 :
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air
2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas,
kemerahan, atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim
pelembab pada kulit kaki yang kering.
5. Potong kuku secara teratur.
6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi.
7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-ujung
jari kaki.
8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur.
9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi.
11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk menghangatkan kaki.
Selanjutnya kami juga merekomendasikan agar pasien tersebut dapat menurunkan
berat badannya karena dilihat dari hasil hitung BMI pasien tersebut. Kemungkinan bila tidak
adanya tindakan yang lebih lanjut dapat menyebabkan resiko keparahan terhadap DM nya
maupun dapat memicu penyakit komplikasi yang tidak diinginkan. Salah satu caranya pasien
bisa mengkonsumsi makanan yang kaya akan serat dan vitamin serta diselingi dengan
olahraga yang teratur.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi keompok kami terkait kasus penyakit pasien Diabetes
Mellitus tipe 2 tersebut bahwa ditemukan DRP (Drug Related Problem) pada resep pasien
tersebut. Yang pertama tentang kurang tepat obat pada pemberian Furosemid, yang keduaa
over dosis dari obat Lantus (Long acting), dan yang terakhir kurang tepatnya waktu
penggunaan dari Metformin. Kami merekomendasikan dari DRP tersebut dengan
menghilangkan Furosemid, menurunkan dosis dari Lantus serta mengurangi waktu
penggunaan dari metformin menjadi 2xsehari. Beberapa terapi penunjang yang perlu
dilakukan pasien tersebut yaitu pengurangan berat badan dan juga perawatan kaki karena
pasien tersebut juga menderita ulkus di kaki.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


2008. Laporan Nasional 2007: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dipiro, Joseph T et al. 2015.
Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies. Hlm. 161-
175

Dipiro, Joseph T et al. 2017. Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition. The McGraw-Hill
Companies. Hlm.

Drugs.com, 2019, Prescription Drug Information, Interactions & Side Effects, Terdapat di:
https://www.drugs.com/drug_interactions.html [Diakses pada November 11, 2019].

Infodatin. 2014. Waspada Diabetes: Eat Well Live Well. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.

Medscape.com, 2019, Drug Interaction Checker, Terdapat di:


https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker [Diakses pada November 11,
2019].

PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di


Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai