Robert A. Berg, Chair; Robin Hemphill; Benjamin S. Abella; Tom P. Aufderheide; Diana
M. Cave; Mary Fran Hazinski; E. Brooke Lerner; Thomas D. Rea; Michael R. Sayre;
Robert A. Swor
Bantuan hidup dasar (BHD) adalah dasar dari penyelamatan jiwa pada keadaan
henti jantung. Yang termasuk aspek dasar BHD adalah pengenalan dini keadaan
henti jantung mendadak (sudden cardiac arrest-SCA) dan aktivasi sistem respons
tanggap darurat, resusitasi kardiopulmoner secepat mungkin (CPR), dan
defibrilasi cepat dengan menggunakan defibrillator eksternal otomatis (Automated
External Defibrillator – AED). Pengenalan awal dan respons untuk menangani
serangan jantung dan stroke juga menjadi bagian dari BHD. Bab ini membahas
pedomen BHD dewasa yang ditujukan untuk para petugas lapangan dan pelayan
kesehatan. Perubahan beberapa hal dan poin kunci yang dikembangkan dari
pedoman BHD tahun 2005 adalah sebagai berikut :
1
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
keluar dari rumah sakit setelah mengalami henti jantung akibat fibrillasi ventrikel
(VF).2 Sayangnya, kebanyakan harapan hidup dari kebanyakan kasus diluar-
rumah-sakit dan didalam-rumah-sakit tidak setinggi yang diharapkan. Misalnya,
kemungkinan harapan hidup setelah kejadian henti jantung akibat fibrillasi
ventrikal dapat bervariasi dari sekitar 5% menjadi 50% baik pada kondisi diluar-
rumah-sakit maupun didalam-rumah-sakit. 3,4 Hasil yang bervariasi ini merupakan
gambaran bahwa dapat terjadi peningkatan harapan pada berbagai kondisi.
3
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Penyadaran dini dan aktivasi sistem tanggap darurat, CPR dini, dan
defibrillasi cepat (ketika diperlukan) merupakan tiga alur BHD dasar pada
penanganan “rantai penyelamatan” dewasa. Tindakan BHD pada kondisi diluar-
rumah-sakit biasanya diberikan oleh seorang penjaga yang mungkin hanya pernah
melakukan usaha resusitasi sekali seumur hidup. Karena itu, untuk menciptakan
suatu strategi yang efektif dalam menerjemahkan teori BHD menjadi sebuah
praktik dilapangan mengalami berbagai hambatan. Bab ini mengupdate pedoman
BHD dengan tujuan utama memberikan informasi ilmu pengetahuan yang baru
sambil menjawab berbagai tantangan pengaplikasiannya di kehidupan nyata.
Setiap orang, terlepas dari apakah ia terlatih atau berpengalaman, dapat menjadi
seorang penolong nyawa.
4
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Sisa bab ini disusun dalam bentuk subbab yang menjelaskan mengenai
sistem respons tanggap darurat, langkah-langkah BHD dewasa, keterampilan-
keterampilan BHD dewasa, cara penggunaan AED, kondisi-kondisi resusitasi
khusus, dan kualitas BHDnya. Bagian “langkah-langkah BHD dewasa”
memberikan gambaran umum dan versi singkat dari langkah-langkah BHD.
Bagian “Keterampilan BHD dewasa” memberikan detail menyeluruh mengenai
bagaimana keterampilan CPR individual dan lebih banyak informasi tentang cara
CPR yang “Hands-only” (Kompresi saja). Bagian “kondisi Resusitasi khusus”
menjelaskan mengenai sindrom-sindrom koroner, stroke, hipotermia, dan
obstruksi saluran nafas oleh benda asing. Karena terdapat peningkatan
ketertarikand alam memonitoring dan memastikan kualitas CPR kita, bagian
terkahir dari bab ini akan memfokuskan mengenai bagaimana kualitas BHD.
5
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Untuk menolong para saksi mata dalam menyadari kondisi henti jantung,
para saksimata harus ditanyai mengenai adaya kondisi hilang kesadaran pasien
dan bagaimana kualitas pernafsannya (normal atau tidak normal). Para saksimata
harus diedukasi secara speisifik untuk mengenali bagaimana pernafasan yang
abnormal itu, agar ia dapat mengetahui bahwa nafas terengah-engah itu tidak
normal dan adanya suatu henti jantung (kelas I, LOE B). Perlu dicatat, para saksi
mata harus menyadari bahwa adanya kejang umum dapat merupakan suatu tanda
awal dari kejadian henti jantung.26,27 Para pemberi pesan harus merekomendasikan
CPR pada semua korban yang tidak berespons yang tidak bernafas normal, karena
kebanyakan kondisi itu adalah suatu tanda dari keadaan henti jantung dan tingkat
kerusakan akibat kompresi dada pada pasien yang sebenarnya tidak mengalami
henti jantung sangatlah minimal (Kelas I, LOE B).28 Sebagai kesimpulan, dalam
mengaktivasi responder professional kegawatdaruratan, para penyampai pesan
harus menanyakan berbagai pertanyaan langsung mengenai apakah pasien sadar
atau apakah pasien bernafas normal atau tidak untuk segera mengidentifikasi
apakah pasien menderita henti jantung atau tidak. Para penyampai pesan juga
harus memberikan instruksi CPR untuk membantu para saksi mata dalam
memulai CPR ketika kondisi henti jantung diduga terjadi.
Karena lebih mudah bagi para penolong untuk tetap mengangkat telepon
dan menerima instruksi CPR sambil melakukan CPR “Hands-only” (CPR yang
hanya terdiri dari kompresi dada) daripada sambil melakukan CPR konvensional
(CPR yang terdiri dari kompresi dada dan pernafasan bantuan), para penyampai
pesan harus menginstruksikan para penolong yang tidak terlatih untuk
memberikan tindakan CPR “Hands-only” pada korban dewasa yang mengalami
henti jantung mendadak (Kelas I, LOE B).29 Karena instruksi CPR “Hands-only”
memiliki aplikasibilitas yang luas, maka instansi tersisa ketika pernafasan
penolong menjadi sangat penting. Para penyampai pesan harus memasukkan
proses penolongan nafas pada instruksi CPR melalui teleponnya ke para saksi
mata yang mengobati korban dewasa dan anak-anak dengan kecenderungan besar
terjadinya henti jantung akibat asfiksia (misalnya, tenggelam).30
6
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Langkah-langkah BHD terdiri dari beberapa seri penilaian dan aksi berurutan,
yang diilustrasikan pada algoritma BHD baru yang di sederhanakan (gambar 1).
Tujuan dari algoritma tersebut adalah untuk menggambarkan langkah-langkah
BHD secara logis dan berurutan yang mudah dimengerti, di ingat, dan dilakukan
oleh seluruh kalangan petugas kesehatan.
Aksi ini dulunya telah ditampilkan dalam bentuk langkah-langkah berbeda untuk
menolong yang beraksi sendirian untuk memprioritaskan aksi mana yang lebih
dulu ia lakukan. Akan tetapi, pada berbagai tempat, dan kebanyakan EMS dan
tindakan resusitasi didalam—rumah-sakit melibatkan beberapa penyedia
kesehatan berbentuk tim yang harus melakukan beberapa tindakan secara simultan
(yaitu, satu penolong mengaktivasi sistem respons tanggap darurat, sementara itu
yang lainnya memulai kompresi dada, dan anggota ketiga menyiapkan ventilasi
atau menyediakan bag-mask untuk menolong pernafasan, anggota ke empat dan
selebihnya menyiapkan defibrillator).
Bila ada satu orang penolong tunggal yang menemukan seorang pasien
dewasa tidak berespons (yaitu, tidak ada gerakan atau respons terhadap stimulasi)
atau menyakiskan seseorang yang tiba-tiba pingsan, setelah memastikan bahwa
lingkungan sekitar telah aman, sang penolong harus mengecek respons pasien
dengan menepuk pasien di daerah pundak dan berteriak memanggil pasien
tersebut. Seorang penolong yang terlatih atau tidak terlatih harus – setidaknya-
melakukan aktivasi sistem respons tanggap darurat (yaitu menelepon 911, atau
bila kejadiannya berada dalam satu institusi dengan sistem tanggap darurat, segera
7
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
menelepon respons emergensi fasilitas tersebut). Bila korban juga tidak bernafas
atau memiliki pernafasan abnormal (hanya terengah-engah), maka penolong
tersebut harus menganggap bahwa korban tersebut sedang mengalami henti
jantung (Kelas 1, LOE C).19,24,34
Cek Pulsasi
CPR Dini
Kompresi dada
Kompresi dada terdiri dari beberapa kali penekanan teratur dan kuat pada bagian
bawah sternum. Kompresi ini akan menghasilkan aliran darah dengan cara
meningkatkan tekanan intrathoraks dan juga penekanan langsung ke jantung. Hal
9
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
ini akan menghasilkan aliran darah dan mengantarkan oksigen pada myokardium
dan otak.
Menyelamatkan Pernafasan
Perubahan pada pedoman CPR dan ECC AHA 2010 adalah terdapat
rekomendasi untuk melakukan kompresi awal sebelum melakukan ventilasi.
Sementara ini tidak ada bukti penelitian pada manusia maupun hewan yang
menunjukkan bahwa memulai CPR dengan kompresi 30 kali lebih dulu baru
melakukan ventilasi 2 kali dapat memperbaiki hasil CPR, tapi sudah jelas bahwa
aliran darah sangat tergantung oleh kompresi dada. Karena itu, segala
keterlambatan dan interupsi yang dapat menganggu kompresi dada harus
diminimalisir selama keseluruhan proses resusitasi. Lebih lanjut, kompresi dada
harus segera dilakukan secepat mungkin, sambil memposisikan kepala,
10
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Ketika kompresi dada telah dimulai, seorang penolong yang telah etrlatih
harus memberikan pernafasan mulut ke mulut atau menggunakan bag-mask untuk
memberikan oksigenasi dan ventilasi, sebagai berikut :
Urutan Defibrillasi
- Nyalakan AED
- Ikut pola gambaran AED
11
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Bagian ini berisi kesimpulan dari langkah-langkah intervensi CPR yang harusnya
dilakukan idealnya oleh tiga orang penolong setelah mereka mengaktifkan sistem
respons tanggap darurat. Langkah-langkah spesifik yang harus dilakukan (CPR
Hands-only, CPR konvensional dengan pernafasan bantuan, Penggunaan CPR dan
AED) tergantung dari tingkat keahlian penolong.
Bila seorang penolong lapangan tidak terlatih melakukan CPR, maka penolong
harus memberikan pertolongan CPR Hands-only (hanya kompresi dada saja),
dengan menekankan metode “tekan dalam dan cepat,” atau terus mengikuti
instruksi dari operator telepon saluran tanggap darurat. Para penolong harus terus
melakukan CPR Hands-only hingga alat AED tiba dan siap digunakan atau telah
datang petugas kesehatan untuk mengambil alih penanganan pasien (Kelas Iia,
LOE B).
Petugas Kesehatan
Langkah pertama yang paling penting dalam menangani henti jantung adalah
segera mengenali keadaannya. Saksi mata mungkin menyaksikan seseorang tiba-
13
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
tiba pingsan atau menemukan seseorang yang tampak sekarat. Pada waktu
tersebut, beberapa langkah harus langsung dilakukan. sebelum mendekati korban,
para penolong harus memastikan apakah kondisi disekitar korban aman dari
gangguan, setelah segera lakukan pengecekan respons korban. untuk melakukan
ini, tepuk-tepuklah korban di bahunya dan berteriaklah “apakah kamu baik-baik
saja?” bila korban merespons, maka ia akan menjawab, atau bergerak atau
mengerang. Bila korban tidak responsif, maka penolong lapangan harus segera
mengaktifkan sistem respons tanggap darurat. Petugas kesehatan juga harus
langsung mengecek apakah pasien tidak bernafas atau bernafas dengan cara yang
tidak normal (hanya terengah-engah) sambil mengecek responsnya; bila petugas
kesehatan menemukan bahwa korban tidak berespons dan tidak bernafas atau
tidak bernafas normal (hanya terengah-engah), maka penolong harus menganggap
bahwa korban ini berada dalam kondisi henti jantung dan harus segera
mengaktifkan sistem respons tanggap darurat (kelas I, LOE C19,24,34). Pedoman
AHA 2010 mengenai CPR dan ECC ini akan menekankan pada pentingnya
mengecek pernafasan. Para petugas kesehatan dan penolong lapangan mungkin
tidak dapat menentukan secara akurat mengenai ada atau tidak adanya pernafasan
normal pada pasien yang tidak berespons.35,56 sebab jalan nafasnya tidak terbuka 57
atau karena korban hanya terengah-engah, yang sering terjadi pada menit-menit
pertama setelah kejadian henti jantung akut, hal ini dapat dianggap sebagai nafas
normal oleh orang yang tidak mengetahui. Nafas terengah-engah tidak
memberikan ventilasi yang cukup. Penolong harus segera menolong korban yang
bernafas terengah-engah seakan-akan dia korban yang tidak bernafas (Kelas I,
LOE C). Latihan CPR, baik latihan formal didalam kelas maupuan latihan
“mendadak” seperti yang diberikan melalui operator telepon tanggap darurat,
harus menekankan cara mengenali pernafasan terengah-engah dan harus
menginstruksikan penolong untuk memberikan CPR bahkan ketika korban yang
tidak berespons masih bernafas terengah-engah (Kelas I, LOE B).
Pedoman AHA 2010 mengenai CPR dan ECC ini juga menekankan bahwa
pengecekan pulsasi adalah mekanisme untuk mengidentifikasi kondisi henti
14
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
15
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
matrasnya merupakan matras berisi angin, maka harus dikempiskan dulu sebelum
CPR.64,65
Penolong harus meletakkan satu tumit telapak tangan pada bagian tengah
dada pasien (yang berada disetengah bawah sternum) dan tumit telapak tangan
lainnya diatas tangan pertama sehingga tangan saling bertumpu dan paralel (Kelas
Iia, LOE B66-69). Kompresi dada yang benar membutuhkan keterampilan yang
penting dikuasai. Sternum pasien harus ditekan setidaknya sedalam 2 inci (5 cm)
(Kelas Iia, LOE B70-73), waktu kompresi dada dan waktu relaksasinya
16
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
diusahakan sama (kelas IIb,LOE C 74,75). Hal ini memberikan kesempatan pada
dada untuk kembali mengembang diantara setiap kompesi (Kelas Iia, LOE B76-
80). Pada studi CPR diluar81 dan di dalam rumah sakit78-80 waktu pengembangan
dada biasanya tidak cukup, hal ini terutama terjadi ketika para penolong sudah
kelelahan.78,81 Pengembangan paru yang tidak sempurna selama proses BHD CPR
akan menyebabkan peningkatan tekanan intrathorakal dan secara signifikan
menurunkan hemodinamika, termasuk menurunkan perfusi aliran pembuluh darah
koroner, indeks kardiak, aliran darah myokardial, dan perfusi serebral. 76,82 Penting
untuk diperhatikan bahwa insidens pengembangan dada yang tidak sempurna
dapat diturunkan selama CPR dengan cara menggunakan alat elektronik perekam
yang memberikan feedback real-time.80 studi pada manekin manyatakan bahwa
mengangkat tumit tangan sedikit, namun komplit, dari dada dapat meningkatkan
pengembangan dada.77,81
Total jumlah kompresi dada yang diberikan pada korban adalah kecepatan
kompresi dada dan proporsi waktu kompresi dada yang diberikan tanpa interupsi.
Kecepatan kompresi tergantung dari kecepatan kompresi, bukan jumlah kompresi
yang diberikan permenit. Jumlah kompresi dada sesungguhnya yang diberikan
permenit ditentukan oleh kecepatan kompresi dan jumlah serta durasi interupsi
yang terjadi untuk membuka jalan nafas, memberikan pernafasan bantuan, dan
waktu untuk analisis AED.83,84 Jumlah kompresi yang diberikan per menit adalah
penentu penting kembalinya sriskulasi spontan (ROSC) dan kemungkinan
survival status neurologisnya.6,85
Terdapat satu studi pada pasien yang mengalami henti jantung di dalam
85
rumah sakit studi ini menunjukkan bahwa pemberian 80 kali kompresi / menit
biasanya dapat memberikan ROSC. Estrapolasi data dari studi observasional
6
diluar rumah sakit Menunjukkan peningkatan kemungkinan survival setelah
dikeluarkan dari rumah sakit; studi ini juga menggambarkan bahwa peningkatan
survival dapat tejradi bila kompresi dada setinggi 120/menit. Karena itu sangat
penting untuk para penolong lapangan dan petugas kesehatan untuk memberikan
17
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
kompresi dada dewasa dengan kecepatna setidaknya 100 kompresi per menit
(Kelas IIa, LOE B).
jantung diluar rumah sakit dengan pemberian kompresi dengan ventilasi yang
meningkatkan kualitas kompresi dan meminimalisasi waktu “lepas tangan”.2,99
Pada saat ini terdapat sedikit bukti untuk menunjang tidak perlunya ventilasi dari
CPR yang diberikan oleh petugas EMS. Para penolong yang kelelahan dapat
menyebabkan kecepatan atau kedalaman kompresi yang tidak memadai.104-106
Kelelahan yang berat dan kompresi yang dangkal sering terjadi pada 1 menit
setelah CPR, meskipun penolong mungkin tidak menyadari bahwa ia menjadi
lemah setelah 5 menit,105 bila terdapat dua atau lebih penolong yang tersedia
maka sebaiknya dilakukan penggantian orang dalam melakukan kompresi dada
setiap 2 menit (atau setiap 5 siklus kompresi dan ventilasi pada rasio 30:2) untuk
mencegah penurunan kualitas kompresi (Kelas IIa, LOE B). Pertimbangan untuk
mengganti orang yang mengkompresi sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
jenis interupsi lain dalam kompresi dada (misalnya ketika AED membawa alat
Shock). Setiap usaha harus dilakukan dalam penggantian ini dalam 5 detik. Bila 2
penolong berposisi dimasing-masing sisi pasien, satu penolong akan selalu siap
dan menunggu untuk mengambil giliran mengkompresi dada setiap 2 menit.
CPR Hands-only
Hanya sekitar 20-30% orang dewasa yang mengalami henti jantung diluar rumah
29,48–51,112,113
sakit yang mendapatkan CPR oleh orang disekitarnya. CPR Hands-
only (kompresi saja) oleh orang disekitar secara substansial dapat meningkatkan
kemungkinan survival korban henti jantung diluar rumah sakit dibandingkan yang
tidak diberikan CPR.29,48–51 Studi observasional pada korban henti jantung dewasa
yang ditangani oleh penolong lapangan menunjukakn survival rate yang sama saja
dengan para korban yang mendapatkan CPR Hands-only bila dibandingkan
29,48–51
dengan CPR konvensional yang di barengi dengan nafas bantuan. Karena
114–116 116,117
itu, beberapa petugas kesehatan dan petugas lapangan menyatakan
bahwa adanya keengganan untuk melakukan ventilasi buatan mouth-to-mouth
untuk korban henti jantung secara teoritikal dan menjadi kemungkinan tidak
20
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
21
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perubaha signifikan pada pedoman ini
adalah mengenai penekanan pentingnya segera memulai kompresi dada sebelum
melakukan ventilasi (CAB, bukan ABC). Perubahan ini disebabkan oleh
meningkatnya bukti yang menunjukkan pentingnya kompresi dada dan kenyataan
yang menyatakan bahwa memasang alat bantu nafas itu mengambil banyak waktu.
Pola pikir ABC dapat membentuk ide bahwa kompresi dada harus menunggu
hingga ventilasi diberikan. Pola pikir ini dapat terjadi bahkan ketika jumlah
penolong lebih dari satu, sebab “Airway dan Breathing lebih duluan daripada
ventilasi/Circulation” sudah sangat tertanam di benak kebanyakan penolong.
Pedoman terbaru ini menekankan pada pentingnya pola CAB untuk
mengklarifikasi bahwa manufer jalan nafas harus dilakukan secara cepat dan
efisien sehingga interupsi kompresi dada dapat diminimalisir dan kompresi dada
harus menjadi prioritas utama dalam resusitasi pada orang dewasa.
Penolong lapangan yang terlatih dan merasa percaya diri bahwa ia dapat
melakukan baik kompresi dan ventilasi harus membuka jalan nafas menggunakan
manufer head-tilt-chin lift (Kelas IIa, LOE B). Untuk penolong yang hanya bisa
memberikan CPR Hands-only, tidak terdapat cukup bukti untuk
merekomendasikan pemberian jalan nafas pasif (seperti hiperekstensi leher untuk
memberikan ventilasi pasif).
22
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Seorang petugas kesehatan harus menggunakan manuver head tilt-chin lift untuk
membuka jalan nafas korban yang tidak ada tanda-tanda trauma kepala atau leher.
Meskipun manufer head tilt-chin lift sesungguhnya dikembangkan untuk
membantu pasien yang tidak sadar, atau lumpuh dan belum pernah diteliti
1130 131,132
kegunaannya pada pasien henti jantung, bukti klinis dan radiologis dan
beberapa rangkaian laporan kasus133 menunjukkan bahwa manufer itu cukup
efektif (Kelas IIa, LOE B). Antara 0,12 dan 3,7% korban trauma tumpul
mengalami cedera spinal,134–136 dan resiko terjadinya cedera spinal semakin
meningkat bila korban juga mengalami cedera craniofasial,137,138 Glasgow Coma
139,140
Scale atau skor GCS dibawah 8 atau kedua-duanya.138,139 Untuk korban
dengan kecurigaan cedera spinal, penolong harus segera melakukan immobilisasi
pergerakan spinal (yaitu meletakkan 1 tangan dimasing-masing sisi kepala pasien
untuk menahannya agar tetap stabil) ini lebih baik daripada menggunakan
peralatan immobilisasi (Kelas IIb, LOE C141,142 ). Immobilisasi spinal
menggunakan alat dapat mengganggu kita dalam mempertahankan patensitas
jalan nafas.143,144 Namun penggunaan alat bantu ini juga menjadi perlu untuk
mempertahankan kelurusan spinal selama proses transportasi. Bila seorang
petugas kesehatan mencurigai adanya cedera spinal servikal, mereka harus
membuka jalan nafas menggunakan cara jaw thrust tanpa mengekstensikan kepala
133
(Kelas Iib, LOE C ). Karena mempertahankan patensitas jalan nafas dan
memberikan ventilasi yang cukup adalah prioritas dalam CPR (Kelas I, LOE C),
gunakan manufer head-tilt-chin lift bila jaw thrust tidak cukup adekuat dalam
membuka jalan nafas.
Pedoman AHA 2010 mengenai CPR dan ECC memuat banyak rekomendasi yang
sama dengan cara memberikan nafas bantuan seperti yang di berikan pada
pedoman tahun 2005 :
- Berikan setiap nafas buatan selama lebih dari 1 detik (Kelas IIa, LOE C).
23
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Studi pada orang dewasa yang diberikan anestesi (dengan perfusi normal)
menunjukkan bahwa volume tidal sebesar 8 hingga 10 mL/kg dapat
mempertahankan saturasi oksigen normal dan dapat mengeluarkan CO2. Selama
proses CPR, kardiak output adalah sebesar 25% hingga 33% dari normal,
sehingga uptake oksigen dari paru-paru dan pengangkutan CO2 menuju paru-paru
juga berkurang. Hasilnya, ventilasi yang rendah dalam semenit (lebih rendah dari
volume tidal normal dan kecepatan respirasi normal) dapat mempertahankan
oksigenasi dan ventilasi yang efektif.55,110,111,119 Karena itulah selama CPR
dewasa, volume tidal yang mendekati 500 hingga 600 mL (6 hingga 7 mL/kg)
seharusnya sudah cukup (Kelas IIa, LOE B).145-147 Jumlah volume ini juga
konsisten dengan volume tidal yang dapat “menaikkan” dada pasien.
Pasien dengan penyumbatan jalan nafas atau kompliansi paru yang buruk
biasanya membutuhkan tekanan yang lebih tinggi agar dapat terventilasi dengan
baik (untuk membuat dada terlihat mengembang). Katup penghilang tekanan pada
bag-mask resusitasi dapat mencegah masuknya volume tidal yang cukup pada
pasien ini.148 pastikan bahwa alat bag-mask dapat memby-pass katup pereda
tekanan dan memungkinkanmu untuk menggunakan tekanan yang tinggi, bila
diperlukan, untuk menghasilkan pengembangan dada yang dapat terlihat.149
ventilasi yang berlebihan tidak diperlukan dan dapat menyebabkan inflasi gaster
dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti regurgitasi dan aspirasi
24
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
150-152
(Kelas III, LOE B ). Lebih penting lagi, ventilasi yang berlebihan dapat
berbahaya karena ia dapat meningkatkan tekanan intrathoraks, menurunkan aliran
vena ke jantung, dan menurunkan jumlah cardiac output dan menurunkan
kemungkinan survival pasien.152 sebagai kesimpulan, para penolong harus
mencegah terjadinya ventilasi berlebihan (terlalu banyak nafas bantuan, atau
terlalu besar volume nafas bantuan) selama proses CPR (Kelas III, LOE B).
25
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
1 nafas bantuan selama lebih dari 1 detik, tarik nafas “biasa” (bukan nafas
panjang), dan berikan pernafasan bantuan kedua selama lebih dari 1 detik. (Kelas
IIb, LOE C). Menarik nafas biasa, dan bukan nafas panjang akan mencegah
penolong agar tidak menjadi pusing atau sakit kepala dan mencegah overinflasi
pada paru-paru korban. penyebab utama kesulitan ventilasi adalah saluran nafas
57
yang tidak terbuka dengan baik, jadi apabila dada pasien tidak naik pada
pemberian nafas bantuan pertama, maka reposisikan kembali kepala pasien
dengan melakukan head tilt-chin lift lagi baru kemudian berikan nafas bantuan
kedua.
Bila korban dewasa dengan sirkulasi spontan (yaitu korban dengan pulsasi yang
kuat dan mudah diraba) membutuhkan bantuan ventilasi, maka petugas kesehatan
harus memberikan bantuan nafas dengan kecepatan sekitar 1 nafas setiap 5 hingga
6 detik atau 10 hingga 12 bantuan nafas per menit (Kelas IIb, LOE C). Setiap
nafas harus diberikan selama lebih dari 1 detik baik sudah terpasang alat bantu
nafas maupun belum terpasang. Setiap bantuan nafas harus membuat terlihat dada
mengembang.
114-116
Beberapa petugas kesehatan dan penolong lapangan menyatakan bahwa
mereka biasanya enggan memberikan nafas bantuan mulut ke mulut dan lebih
memilih menggunakan alat pelapis. Resiko transmisi penyakit melalui ventilasi
mulut ke mulut sangatlah rendah, dan masih masuk akal untuk memberikan nafas
bantuan tanpa alat pelapis. Ketika menggunakan alat pelapis, penolong tidak
boleh menunda kompresi dada hanya karena memasang alat pelapis.
26
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
mulut sulit didapatkan (Kelas IIa, LOE C). Berbagai seri kasus menyatakan bahwa
ventilasi mulut-ke hidung dimungkinkan, aman, dan efektif. 156
Berikan nafas bantuan dari mulut ke stoma pada korban yang memiliki stoma
tracheal yang membutuhkan nafas bantuan. Alternatif logisnya adalah untuk
memberikan pelapis yang ketat pada stoma yang berbentuk bulat, dengan masker
wajah pediatrik (Kelas IIb, LOE C). Tidak ada bukti yang dipublikasikan
mengenai keamanan, efektivitas, dan kemungkinan dilakukannya ventilasi mulut
ke stoma. Salah satu studi pada pasien dengan laringektomi menunjukkan bahwa
masker wajah pediatrik memberikan segel peristomal yang lebih baik daripada
masker ventilasi standar.157
Alat Bag-mask
158
Alat bag-mask harus memiliki komponen berikut ini : Ceruk katup yang tidak
macet; bag-mask tanpa katup pereda tekanan atau dengan katup pereda tekanan
tapi yang dapat di bypass; standar ukuran 15-mm/22-mm; dan reservoir oksigen
untuk memungkinkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi. Katup ceruk non-
rebreathing yang tidak akan terutup oleh material asing dan tidak akan macet
dengan aliran 30 L/menit; dan mampu berfungsi secara memuaskan pada kondisi
lingkungan biasa maupun pada kondisi dimana temperatur menjadi ekstrem.
Masker harus dibuat dari bahan yang transparan untuk memungkinkan kita
mendeteksi adanya regurgitasi. Ia harus mampu memberikan segel yang kedap
pada wajah, menutup baik mulut maupun hidung. Masker harus diisi dengan
ceruk oksigen (insufflasi) memiliki konnektor standar 15-mm/22-mm.159 ia harus
tersedia dalam dua ukuran yaitu ukuran dewasa dan pediatrik.
27
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Ventilasi Bag-mask
Alat bantu nafas supraglottik seperti LMA, kombitube esofago-tracheal dan alat
bantu nafas King, saat ini sudah menjadi bagian dari latihan BHD diberbagai
daerah (dengan pengawasan dari kontrol medis). Ventilasi menggunakan bag
melalui alat ini memberikan alternatif untuk ventilasi bag-mask yang dapat
dilakukan oleh petugas kesehatan yang terlatih baik dan memiliki cukup
pengalaman dalam menggunakan alat bantu nafas ini dalam menolong pasien
28
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
henti jantung (Kelas IIa, LOE B166–171). Masih tidak jelas apakah alat-alat ini lebih
atau kurang menyebabkan komplikasi daripada bag-mask ; pelatihan dibutuhkan
untuk memberikan bantuan nafas yang aman dan efektif baik untuk alat bag-mask
maupun alat bantu nafas yang lebih canggih lainnya. Alat-alat ini akan
didiskusikan dengan detail pada bagian 8.1 di pedoman ini.
Ketika korban memiliki alat bantu nafas canggih yang terpasang padanya pada
saat CPR, maka penolong tidak lagi memberikan siklus 30 kali kompresi dan 2
kali bantuan nafas (sebab, mereka tidak lagi menginterupsi kompresi untuk
memberikan 2 kali nafas bantuan). Sebaliknya, kompresi dada kontinu dilakukan
terus menerus dengan kecepatan setidaknya 100 kali permenit tanpa jeda ventilasi,
dan ventilasi diberikan dengan kecepatan 1 kali nafas bantuan setiap 6 hingga 8
detik (yang nantinya akan memberikan pernafasn sebanyak 8 hingga 10 kali nafas
bantuan per menit).
Penekanan pada cricoid adalah teknik yang memberikan tekanan pada kartilago
krikoid pasien untuk mendorong trakea ke posterior dan mengkompresi esofagus
hingga ke vertebra servikalis. Tekanan pada cricoid dapat mencegah inflasi gaster
dan menurunkan resiko terjadinya regurgitasi dan aspirasi selama proses ventilasi
menggunakan bag-mask, namun ia juga dapat menghalangi ventilasi. Tujuh studi
acak dan terkontrol menunjukkan bahwa penekanan pada cricoid dapat menunda
pemasangan alat bantu pernafasan yang lebih canggih dan aspirasi tetap dapat
terjadi sekalipun tekanik penekanan ini diaplikasikan.174–180 Tambahan studi pada
181-194
manekin menunjukkan bahwa latihan manuver ini dapat menyulitkan baik
penolong yang sudah ahli maupun penolong yang masih belum ahli. Baik
penolong ahli maupun tidak ahli menunjukkan cara penggunaan teknik ini, dan
penekanannya biasanya inkonsisten dan jauh dari batas efektif. Tekanan krikoid
dapat digunakan pada beberapa kondisi khusus (misalnya, untuk membantu
memvisualisasi pita suara pada saat intubasi trakea). Akan tetapi, penggunaan
rutin teknik penekanan pada cricoid pada kasus henti jantung pada orang dewasa
tidak direkomendasikan (Kelas III, LOE B).
30
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Pada dua percobaan terkontrol pasien dewasa yang mengalami VF diluar rumah
sakit / Ventrikel takikardi (VT) yang tidak teraba nadinya, maka satu periode CPR
selama 1 ½ hingga 3 menit oleh EMS sebelum dilakukan defibrillasi tidak dapat
mengembalikan ROSC atau meningkatkan kemungkinan selamat karena lamanya
interval respons EMS.200,201 Percobaan kontrol acak ketiga 202
dan satu percobaan
203
klinik kohort dengan mengontrol riwayat juga menemukan bahwa tidak ada
perbedaan besar pada hasil outcomenya. Akan tetapi, dua dari sekelompok studi
dengan subgrup pasien dengan interval respons EMS lebih dari 4 hingga 5 menit
menunjukkan peningkatan kemungkinan selamat bila terdapat periode CPR yang
dilakukan sebelum defibrillasi.202, 203
Tidak ada cukup bukti untuk
merekomendasikan atau melarang penundaan defibrillasi untuk memberikan
perpanjangan periode CPR untuk pasien yang mengalami henti jantung VF/ VT
tanpa nadi. Pada keadaan dimana proses penyelamatan lapangan dengan AED
(AED dilokasi dan tersedia) dan untuk lingkungan didalam rumah sakit, atau pada
kondisi dimana penolong EMS yang menyaksikan kolapsnya, maka penolong
harus menggunakan defibrillator sesegera mungkin (Kelas IIa, LOE C). Ketika
lebih dari satu penolong yang ada, maka satu penolong harus memberikan
kompresi dada sementara yang lainnya yang mengaktifkan sistem respons tanggap
darurat dan mengambil defibrillator. Defibrillator akan didiskusikan lebih lanjut
secara detail di bab 6 : “Terapi Elektrik”
Posisi Penyembuhan
31
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
32
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Gejala klasik dari sindrom ACS adalah rasa tidak nyaman pada dada, rasa tidak
nyaman di area atas tubuh lainnya, sesak, berkeringat, mual, dan kepala terasa
ringan. Gejala AMI biasanya berlangsung lebih dari 15 menit. Gejala atipikal
ACS mungkin lebih sering terjadi pada orang tua, wanita, dan pasien diabetes,
namun pasien manapun dapat menunjukkan gejala-gejala dan tanda atipikal.212–214
Gejala dan tanda tidak dapat dijadikan sebagai konfirmator atau mengeluarkan
kemungkinan diagnosis ACS sebab sensitivitas deteksi gejalanya berjarak antara
35% hingga 92% dan rentang spesifisitasnya antara 28% hingga 91%. Berbagai
studi tidak mendukung penggunaan tanda dan gejala klinis apapun yang tidak
disertai dengan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan penanda
biomarker jantung, atau tes-tes diagnostik lain yang dapat memasukkan atau
mengeluarkan kemungkinan ACS di departemen kegawatdaruratan pre-rumah
sakit.215–228
Untuk memperbaiki prognosis ACS, seluruh operator telepon dan sistem tanggap
darurat harus dilatih untuk segera menyadari gejala-gejala ACS, bahkan bila
gejalanya masih atipikal. Logis bila semua operator dapat memberikan instruksi
pasien dengan gejala yang mirip gejala akibat jantung untuk segera mengunyah
aspirin (160-325 mg), apabila pasien tidak ada riwayat menderita alergi aspirin
dan tidak ada tanda-tanda perdarahan saluran cerna yang aktif maupun beberapa
waktu sebelumnya (Kelas IIa, LOE C).229–233
Petugas EMS harus memeriksa EKG 12-lead, menentukan onset gejala ACS, dan
memberikan pengantar untuk psaien menuju ke rumah sakit tujuannya.229,234
Percobaan klinis menunjukkan adanya peningkatan prognosis pada pasien dengan
infark myokardial yang disertai dengan elevasi segmen ST (STEMI) yang diantar
oleh EMS langsung menuju ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk
melakukan intervensi koroner perkutaneus (PCI)235–237 bila pasien memiliki
gambaran STEMI pada EKG nya dan bila PCI adalah cara yang dipilih untuk
memberikan reperfusi, maka seharusnya pasien langsung diantar ke bagian
instalasi yang memiliki fasilitas PCI, dan segera melewati departemen
kegawatdaruratan yang perlu saja, pada sistem dimana interval waktu sejak kontak
33
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
medis pertama dan waktu balonisasi kurang dari 90 menit, dan waktu transportasi
relatif pendek (kurang dari 30 menit), atau berdasarkan protokol EMS regional
(Kelas IIa, LOE B). Tindakan awal yang harus dilakukan untuk EMT awal adalah
memberikan oksigen selama pemeriksaan awal pasien dengan suspek ACS. Akan
tetapi, tidak ada cukup bukti untuk melakukan penghentian suplai oksigen pada
ACS tanpa komplikasi. Bila pasien mengalami sesak, hipoksia, dan mengalami
tanda-tanda jelas akan kegagalan jantung, atau saturasi oksihemoglobinnya < 94%
maka petugas harus segera memberikan oksigen dan mentitrasi terapi untuk
memberikan konsentrasi oksigen serendah mungkin yang dapat mempertahankan
238
saturasi oksihemoglobin >94% (Kelas I, LOE C). Bila pasien belum memakan
aspirin dan tidak memiliki riwayat alergi aspirin dan tidak ada bukti bahwa ia
sedang atau pernah mengalami perdarahan saluran cerna, maka petugas EMS
harus memberikan pasien terapi aspirin nonenterik (160 hingga 325 mg) untuk
229,234,239,240
dikunyah (Kelas I, LOE C). Petugas EMS dapat memberikan
nitrogliserin untuk pasien yang mengalami nyeri dada dan suspek ACS. Meskipun
juga dianjurkan pemberian nitrogliserin pada pasien yang stabil hemodinamiknya,
tidak cukup bukti untuk menunjang atau menahan pemberian rutin nitrogliserin di
departemen gawat darurat atau untuk pasien prerumah sakit dengan suspek ACS
241–243
(Kelas IIb, LOE B). Nitrat dalam segala bentuknya di kontraindikasikan
pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau ≥30 mmHg dibawah
nilai awal dan pada pasien dengan infark ventrikel kanan (lihat bab 10). Harus
diperhatikan pada pasien yang telah diketahui adanya STEMI dinding inferior dan
dilakukan EKG pada sisi kanna jantung untuk mengevaluasi adanya infark di
ventrikel sebelah kanan. Pemberian nitrat harus dengan sangat hati-hati, untuk
semuanya, terutama pada pasien dengan STEMI inferior dan suspek keterlibatan
ventrikel Kanan sebab pasien-pasienini membutuhkan preload RV yang cukup.
Nitrat di kontraindikasikan ketika pasien telah mengkonsumsi phosphodiesterase-
5 (PDE-5) inhibitor dalam jangka waktu 24 jam sebelumnya (48 jam untuk
tadalafil). Untuk pasien yang didiagnosa STEMI sebelum ia masuk rumah sakit,
petugas EMS harus memberikan analgesik yang sesuai seperti morfin intravena,
untuk nyeri dada yang menetap (Kelas IIa, LOE C). Petugas EMS dapat
34
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Informasi tambahan mengenai penilaian dan pengobatan pasien ACS dan STEMI
akan dibahas di bab 10 : “sindrom koroner akut”
Stroke
Hampir 800.000 orang menderita stroke setiap tahunnya di Amerika Serikat, dan
245
stroke adalah penyebab utama dari kecacatan jangka panjang dan kematian.
terapi fibrinolitik yang diberikan pada beberapa jam pertama setelah onset gejala
akan menurunkan cedera neurologik dan meningkatkan prognosis pada pasien-
246–249
pasien tertentu dengan stroke iskemik akut. akan tetapi, kemungkinan
berhasilnya sangat terbatas. Terapi yang efektif membutuhkan deteksi dini gejala
stroke, aktivasi langsung sistem EMS dan hubungan langsung ke operator EMS;
triase yang tepat di pusat penanganan stroke, surat pengantar yang tepat, triase
yang cepat, evaluasi,, dan manajemen di UGD; serta pemberian terapi fibrinolitik
secepat-cepatnya untuk pasien yang memenuhi syarat. Untuk informasi tambahan
mengenai langkah-langkah ini, lihat pedoman AHA / Pedoman American Stroke
Association (ASA) mengenai cara menangani stroke iskemik akut dan bab 11 :
“stroke pada orang dewasa.”250,251 pasien dengan risiko tinggi stroke,atau anggota
keluarganya, dan petugas BHD harus belajar mengenai cara mengenali tanda dan
gejala stroke dan segera memanggil petugas EMS sesegera mungkin bila terdapat
gejala apapun yang mirip stroke (Kelas I, LOE C). Tanda dan gejala stroke adalah
rasa kebas atau lemah pada wajah, lengan, atau tungkai kaki, terutama pada salah
satu sisi tubuh; kebingungan tiba-tiba, masalah berbicara, atau mengerti
pembicaraan; kehilangan penglihatan tiba-tiba pada satu atau kedua mata; tiba-
tiba sulit berjalan, rasa pusing, kehilangan keseimbangan atau kordinasi; serta
nyeri kepala tiba-tiba dan berat tanpa penyebab yang pasti.252,253
35
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Tenggelam
Tenggelam adalah penyebab kematian yang dapat dicegah pada sekitar 3500
orang amerika setiap tahunnya.266 selama lebih dari 25 tahun terakhir, insidens
tenggelam yang fatal telah menurun signifikan dari 3,8 kematian per 100.000
populasi pada tahun 1970 menjadi 1,2 di tahun 2006.266 Durasi dan keparahan
hipoksia yang terjadi akibat tenggelam adalah satu-satunya penentu utama
prognosisnya nanti267,268 Para penolong harus memberikan CPR, terutama
36
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Kompresi dada sulit untuk dilakukan di air, tidak efektif dan dapat menyebabkan
cedera yang lebih berat baik untuk penolong maupun korbannya. Tidak ada bukti
yang menyetakan bahwa air dapat menjadi benda asing penyumbat nafas.
Manuver untuk mengeluarkan benda asing penyumbat jalan nafas (Foreign-body
airway obstruction- FBAO) tidak direkomendasikan untuk pasien yang tenggelam
sebab manuver tersebut tidaklah dibutuhkan dan dapat menyebabkan cedera
berupa aspirasi muntahan dan menyebabkan penundaan CPR.270
Penolong harus segera mengeluarkan pasien dari air dengan secepat-cepatnya dan
segera memulai resusitasi secepat mungkin. Cedera sumsum tulang belakang
jarang terjadi diantara korban tenggelam yang berat.271 Korban dengan tanda-
tanda cedera klinis yang jelas, intoksikasi alkohol, atau riwayat menyelam ke air
yang dangkal mengalami resiko untuk cedera sumsum tulang belakang yang lebih
besar, dan petugas kesehatan akan mempertimbangkan untuk memberikan
stabilisasi dan immobilisasi sebisa mungkin pada bagian spinal servikal dan
thorakal korban ini.272
Hipotermia
Pada korban yang tidak bersepons dan hipotermia, penilaian pernafasan dan
pulsasi sangat sulit dilakukan karena frekuensi jantung dan pernafasannya dapat
sangat lambat, tergantung dari derajat hipotermianya.
Bila korban tidak berespons dan memiliki pernafasan yang tidak normal, penolong
lapangan harus segera memulai kompresi dada segera (lihat bab 12 : “Henti
jantung pada kondisi khusus”). Bila korban dewasa tidak berespons dan tidak ada
37
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Cegah pergerakan yang kasar, dan transportasikan korban ke rumah sakit terdekat
secepat mungkin. Bila VF terjadi, petugas UGD harus memberikan shock
menggunakan protokol yang sama dengan korban henti jantung dengan suhu
normal (Lihat bab 12 : “Henti jantung pada kondisi khusus”).
Untu pasien henti jantung yang hipotermia, lanjutkan usaha resusitasi hingga
pasien dievalusasi oleh petugas kesehatan yang lebih ahli. Pada kondisi diluar
rumah sakit, penghangatan yang pasif dapat digunakan hingga alat penghangat
aktif telah tersedia.
Karena mengenali adanya FBAO adalah kunci dari hasil yang suksesl, maka
diperlukan cara untuk membedakan kegawatdaruratan ini dari kondisi gawat
lainnya seperti pingsan, serangan jantung, kejang, atau kondisi lain yang dapat
38
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Ketika FBAO memberikan tanda-tanda obstruksi jalan nafas yang berat, penolong
harus segera bertindak cepat untuk meredakan obstruksi. Bila obstruksi ringan dan
korban batuk keras, tidak usah mengintervensi batuk spontan dan usaha bernafas
pasien. Berusahalah meredakan obstruksi hanya bila ada tanda-tanda obstruksi
berat : batuk tanpa suara, kesulitan bernafas dan biasanya disertai dengan stridor
atau pasien menjadi tidak sadar. Aktivasikan sistem EMS secepatnya bila pasien
sulit bernafas. Bila ada lebih dari satu penolong, satu penolong segera menelepon
911 dan yang lainnya mendekati korban yang tersedak.
Data klinis mengenai efektivitas manufer pereda FBAO biasanya merupakan data
retrospektif dan anekdotal. Untuk orang dewasa yang responsif dan anak berusia ≥
1 tahun dengan FBAO berat, laporan kasus menunjukkan kemanjuran dan
efektivitas “back blow” atau “slap”276–278 Abdominal Thrust ,275–277,279,280 dan
chest thrusts.276,281 dalam satu seri kasus 513 orang kejadian tersedak dimana EMS
di panggil275 sekitar 50% obstruksi jalan nafas telah diredakan sebelum datangnya
petugas EMS. Intervensi EMS dengan abdominal thrust biasanya sukses
meredakan obstruksi pada lebih dari 85% kasus sisanya. Sedikit pasien dengan
obstruksi persisten lainnya biasanya akan berespons terhadap usaha suction atau
penggunaan forcep Magill. Kematian tejadi kurang dari 4%.275
39
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Meskipun chest thrusts, back slaps, and Abdominal Thrust mudah dilakukan dan
efektif untuk meredakan FBAO berat pada pasien sadar (responsif) dewasa dan
anak usia ≥1 tahun, untuk menyederhanakan latihan, direkomendasikan agar
abdominal thrust diaplikasian secepatnnya hingga obstruksi menjadi reda (Kelas
IIb, LOE B). Bila abdominal thrust tidak efektif, penolong dapat
mempertimbangkan chest thrust (Kelas IIb, LOE B). Penting untuk
memperhatikan bahwa abdominal thrust tidak dianjurkan pada anak usia ≤ 1
tahun, sebab bisa menyebabkan cedera.
Chest thrust sebaiknya dilakukan pada pasien obesitas bila penolong tidak dapat
melingkarkan lengan di abdomen korban. bila korban tersedak berada pada
kondisi hamil tua, penolong harus melakukan chest thrust dan bukan abdominal
thrust. Bila korbandewasa dengan FBAO menjadi tidak responsif, penolong harus
berhati-hati membaringkan pasien ke lantai, mengaktifkan EMS secepatnnya (atau
menyuruh orang lain mengaktifkannya) dan memulai EMS. Petugas kesehatan
berhati-hati meletakkan pasien di lantai, mengirim seseorang untuk mengaktifkan
sistem respons tanggap darurat dan memulai CPR (tanpa mengecek pulsasi).
Setelah 2 menit, bila seseorang belum melakuakn tindakan, petugas kesehatan
harus mengaktifkan sistem respons tanggap darurat. Percobaan acak manuver
membuka jalan nafas pada kadaver.282 dan studi prospektif pada sukarelawan
yang dianastesi.281,283 Menunjukkan bahwa tekanan jalan nafas yang lebih tinggi
dapat dihasilkan dengan melakukan chest thrust alih-alih abdominal thrust. Setiap
kali jalan nafas dibuka selama CPR, penolong harus mengecek apakah ada benda
tertentu didalam mulut dan jika menemukannya, harus di keluarkan. Cukup
melihat kedalam mulut tidak akan meningkatkan waktu yang dibutuhkan untuk
ventilasi dan melanjutkan kompresi dada 30 kali. Tidak ada studi yang dilakukan
untuk mengevaluasi penggunaan rutin apusan jari untuk membersihkan jalan nafas
dari obstruksi jalan nafas yang terliaht. Rekomendasi untuk menggunakan apusan
jari pada pedoman yang lalu adalah berdasarkan laporan anekdotal yang
menyatakan bahwa apusan itu penting untuk meredakan obstruksi jalan
40
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from
Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa
Kualitas BHD
Kualitas CPR pada pasien henti jantung yang tidak dilakukan secara cepat baik
didalam rumah sakit maupun diluar rumah sakit biasanya berujung pada hasi yang
buruk, dan metode harus dikembangkan untuk meningkatkan kualitas CPR yang
diberikan pada korban henti jantung.73,91–93,287 Beberapa studi menunjukkan
adanya kemajuan dalam kecepatan kompresi, kedalaman kompresi dan
pengembangan dada, kecepatan ventilasi, dan indikator aliran darah seperti CO2
diakhir tidal (PET CO2) ketika feedback real-timeatau alat yang tepat digunakan
untuk menilai performa CPR yang diberikan.72,73,80,288–293 akan tetapi, tidak ada
studi yang mencatat peningkatan signifikan pada survival pasien akibat
penggunaan alat feedback CPR pada kejadian henti jantung nyata. Alat feedback
CPR lain dengan fitur accelerometer dapat mengoverestimasikan kedalaman
kompresi ketika kompresi diberikan pada permukaan lunak seperti matras, karena
kedalam pergerakan sternumnya sebagian disebabkan oleh pergerakan matras dan
bukannya pergerakan anterior-posterior akibat kompresi dada.62,294 Meskipun
demikian, CPR real-timedan teknologi feedback seperti alat pelacak visual dan
auditorik dapat meningkatkan kualitas CPR (Kelas IIa, LOE B).
Kesimpulan
42
by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from