Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi


yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak
digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan
dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang sederhana
pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah. (Rivai, 1995:
98)
Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi
langsung dan tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan
kadar zat-zat oksidator secara langsung, seperti yang kadar terdapat dalam
serbuk vitamin C.
Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat
oksidator berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat
oksidator ini direduksi dahulu dengan kalium iodida dan iodin dalam
jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium
tiosulfat baku. (Baaset, 1994: 82)
Metode titrimetri masih digunakan secara luas karena merupakan
metode yang tahan, mudah, dan mampu memberikan ketepatan (presisi)
yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah bahwa metode titrimetri
kurang spesifik. Titrasi iodometri digunakan untuk menentukan kadar dari
zat-zat uji yang bersifat reduktor dengan titrasi langsung. Sedangkan untuk
titrasi iodimetri adalah kebalikannya
Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan
kadar zat-zat yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II)
dan sebagainya, sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui
mutu dan kualitasnya. (Rivai, 1995: 93)
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kadar dalam suatu
sampel dengan menggunakan metode volumetri.
2. Tujuan Percobaan
a. Menentukan kadar dari Vitamin C berdasarkan reaksi oksidasi
reduksi berdasarkan metode iodimetri.
b. Menentukan kadar dari kupri sulfat berdasarkan reaksi oksidasi
reduksi berdasarkan metode iodometri.

C. Prinsip Percobaan
1. Penentuan kadar Vitamin C
Penentuan kadar Vitamin C secara volumetri dengan metode
Iodimetri, dimana Vitamin C sebagai sampel dimasukkan kedalam
erlenmyer dan dilarutkan dengan air bebas karbondioksida kemudian
ditambahkan dengan asam sulfat kemudian dititrasi dengan larutan
baku iodin dengan menggunakan indikator kanji yang ditandai dengan
perubahan warna dari bening menjadi biru kehitaman.
2. Penentuan kadar CuSO4
Penentuan kadar kupri sulfat secara volumetri dengan metode
Iodometri, dimana kupri sulfat dilarutkan didalam aquadest lalu
ditambahkan asam asetat kemudian ditambahkan kalium iodida lalu
dtitrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat dengan menggunakan
indikator kanji, kemudian dititrasi lagi dengan natrium tiosulfat,
dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari
biru menjadi bening.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum
Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti
natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara
langsung. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan
penambahan dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan dan
kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku. Pada titrasi
iodimetri titrasi oksidasi reduksinya menggunakan larutan iodum. Artinya
titrasi iodometri suatu larutan oksidator ditambahkan dengan kalium iodida
berlebih dan iodium yang dilepaskan (setara dengan jumlah oksidator)
ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. (Rivai, 1995: 98)
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana
terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk
setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai
hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator
adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan
bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung
mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah
oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya
saja. (Khopkar, 2003: 145)
Bagan reaksi :
Ox + 2 I- I2 + red
I2 + 2 S2O32- 2 I- + S4O62-
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan
iodium yang berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik
akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah
dengan penambahan larutan kanji sebagai indikator, karena amilum akan
membentuk kompleks dengan iodin yang berwarna biru sangat jelas.
Penambahan amilum harus pada saat mendekati titik akhir titrasi. Hal ini
dilakukan agar amilum tidak membungkus iodin yang menyebabkan sukar
lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru sukar hilang,
sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam. (Wunas, 1986: 122-123)
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis
kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan
senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara
langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi
reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik
ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat
iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak
langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian
direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang
selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenit). (Bassett, 1994: 73)
Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan,
namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar
dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk
membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan
sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang biasa
digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam formiat.
Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh
beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol. (Underwood, 1993:
302)
Iodium hanya sedikit sekali larut dalam air (0,00134 mol/liter pada
25oC), namun sangat mudah larut dalam larutan yang mengandung ion
iodida. Iodium membentuk kompleks triiodida dengan iodida, dengan
tetapan keseimbangan 710 pada 25oC. Penambahan KI untuk menurunkan
keatsirian dari iod, dan biasanya ditambahkan KI 3-4 % dalam larutan 0,1
N dan kemudian wadahnya disumbat baik-baik dan menggunakan botol
yang berwarna gelap untuk menghindari penguraian HIO oleh cahaya
matahari. (Underwood, 1993: 303)
Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat
pengoksid kuat yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan
dan mentitrasi iodium yang dibebaskan. Karena banyak zat pengoksid
yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium
tiosulfat lazim digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan pencegahan
perlu diambil untuk menangani KI untuk menghindari galat. Misalnya ion
iodida dioksidai oleh oksigen di udara :
4 H + + 4 I- + O 2 2 I2 + 2 H2O
Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat dalam
larutan asam dan dipercepat dengan cahaya matahari. Setelah penambahan
KI ke dalam suatu larutan (asam) dari suatu zat pengoksid larutan tak
boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara, karena akan
terbentuk tambahan iodium oleh reaksi tersebut di atas. (Roth, 1988: 271)
Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau
nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk
dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion
hidroksida, sesuai dengan reaksi :
I2 + O 2 HI + IO-
3 IO- IO3- + 2 I-
dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat
menjadi ion sulfat sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi. Namun
pada proses iodometri juga perlu dihindari konsentrasi asam yang tinggi
karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan pemisahan
belerang, sesuai dengan reaksi berikut :
S2O32- + 2 H+ H2S2O3
8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2 + 8 S
Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang
memakan belerang akan masuk ke dalam larutan ini dan proses
metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO32-, SO42- dan belerang
koloidal. (Underwood, 1993: 304)
Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana asam
sehingga endapan mirip susu. Tetapi reaksi tersebut lambat dan tak terjadi
jika larutan dititrasikan ke dalam larutan iodium yang asam dan dilakukan
pengadukan yang baik. Iodium mengoksidasi tiosulfat menjadi ion
tetraionat
I2 + 2 S2O32- 2 I- + S4O62-
reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar tanpa reaksi
samping.
Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4 golongan
yaitu :
a. Titrasi iod bebas.
b. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk dari
iodida.
c. Titrasi reduktor dengan penemtuan iodium yang digunakan.
d. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau
subsitusi. (Roth, 1988: 277-279)
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi
(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri).
Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk
dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan
iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat
untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan
proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada
pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang
kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium
dan tiosulfat berlangsung secara sempurna. (Underwood, 1986: 296)
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi
dipergunakan secara luas oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari beberapa
unsure-unsur dapat hadir dalam kondisi oksidator yang berbeda-beda,
menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-
reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisis titrimetrik
dan penerapn. Penerapannya cukup banyak, iodometri adalah salah satu
analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator seperti besi (III), dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang
ditambahkan membentuk iodin. Iodine yang terbentuk akan ditentukan
dengan menggunakan larutan baku tiosulfat
Oksidasi + KI I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang
secara langsung digunakana untuk zat indikator tau natrium tiosulfat
dengan menggunakan larutan iodine atau dengan penambahan larutan baku
berlebihan. Kelebihan iodin atau dengan penambahan larutan baku
berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat
Reduktor + I2 2I-
Na2S2O3 + I2 NaI + Na2S4O6
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses
iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai
pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan
penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar
primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama.
(Underwood, 1981: 204-205)
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada
titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak
langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia. (Bassett, 1994: 74)
Sistem redoks ion (triiodida-Iodida)
I3 + 2e 3I-
mempunyai potensial standar besar +0,54 V. Karena itu, Iodin adalah
sebuah pengoksidasi yang juh lebih lemah daripada kalium permanganat.
Senyawa serum (IV) dan kalium dikromat. Dilain pihak, ion iodide adalah
agem pereduksi yang termasuk kuat. Lebih kuat, sebagai contoh dari pada
ion Fe (II). Dalam proses analisis, iodin dipergunakan sebagai agen
pengoksidasi (iodimetri). Dapat dikatakan bahwa hanya sedikit substansi
yang cukup kuat sebagai reduksi untuk titrasi langsung dengan iodin,
karena itu jumlah dari penentuan-penentuan adalah sedikit.
Kelarutan iodida adalah serupa dengan klorida dan bromide, perak
merkuri (I), merkurium (II) tembaga (I) dan timbal iodida adalah garam-
garamnya yang paling sedikit larut. Reaksi-reaksi ini dapat dipelajari
dengan larutan kalium iodide 0,1 M.
Penggunaan metode titrasi dengan iodida-iodium sering dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Titrasi langsung (Iodimetri)
Iodium merupakan oksidator yang sedikit/relative kuat dengan nilai
potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi osidasi, iodium akan
direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi :
I2 + 2e 2I-
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial reduksi yang lebih kecil dari pada iodium sehingga dapat
dilakukan titrasi langsung dengan iodium.
2. Titrasi tidak langsung (Iodometri)
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang
lebihbesar dari pada sistem Iodium-Iodida atau senyawa-senyawa yang
bersifat oksidator, seperti CuSO4.5H2O, garam besi (III), dimana zat-zzat
oksidator ini direduksi lebih dulu dengan ICI, dan iodin yang dihasilkan
dalam jumlah yang setara ditentukan kembali dengan larutan baku natrium
tiosulfat. (Rohman, 2007: 53-55)
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses
iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai
pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan
penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar
primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama.
Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan
natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata,
tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang
membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik. (Underwood,
1986: 294)
Larutan iodium sendiri dapat digunakan sebagai indikator suatu
tetes larutan iodium 0,1 mL air memberikan warna pucat yang masih dapat
diamati. Supaya lebih peka, digunsksn larutan kanji sebagai indicator,
dimana kanji dengan iodium membentuk kompleks yang berwarna biru
dan masih dapat diamati pada kadar yang sangat rendah. Ada juga dapat
bahwa warna biru adalah disebabkan absorbs iodium atau ion triiodia pada
permukaan makromolekul kanji.
Komponen utama dari kanji ada dua yaitu: amilosa dan
amilopektin yang perbandingannya pada setiap tumbuh-tumbuhan
berbeda. Amilosa, senyawa yang mempunyai rantai lurus dan dapat
banyak/sedikit terdapat dalam kentang dan memberikan rantai bercabang
memebentuk warna merah violet, mungkin karena absorbs. Indikator kanji
bersifat reversibel, artinya warna biru yang timbul akan hilang lagi apabila
yodium direduksi oleh natrium tiosulfat atau reduktor lainnya. Selain
indikatornya tersebut, maka untuk menetapkan titik akhir titrasi dapat juga
digunakan pelarut-pelarut organik ini penting terutama sebagai berikut :
a. Susunan sangat asam sehingga kanji terhidrolisis
b. Titrasi berjalan lambat
c. Larutannya sangat encer
Kerugian pemakaian pelarut organik antara lain :
a. Harus dipakai labu tertutup gelap
b. Harus digojog kuat-kuat untuk memisahkan yodium dari air. (Harjadi,
1993: 76-77)
Dalam suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat yang
kemurniannya tidak pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan
tersebut digunakan zat baku yang disebut larutan baku primer, yaitu
larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara penimbangan zat
secara seksama yang digunakan untuk standarisasi suatu larutan karena
zatnya relatif stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa dilakukan dengan
menggunakan larutan baku sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya
dapat diketahui dengan cara dibakukan oleh larutan baku primer, karena
sifatnya yang labil, mudah terurai, dan higroskopis. (Khopkar, 1990: 217)
Titrasi iodimetri harus dilakukan dengan lambat agar I2 sempurna
bereaksi dengan sampel, jika titrasi cepat maka I2 tidak bereaksi sempurna
dengan sampel sehingga titik akhir titrasi lebih cepat tercapai dan hasilnya
tidak akurat. Deteksi titik akhir titrasi pada iodimetri dilakukan dengan
menggunakan indicator kanji atau amilum yang akan memberikan warna
biru saat tercapainya titik akhir titrasi. (Sudjaji, 2007: 124)
Zat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat potensial reduksi yang jauh
lebih rendah), seperti timah(II)klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan
natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam
larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen trivalen,
atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan
dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam; pada kondisi ini, potensial
reduksi adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum.
(Bassett, 1994: 79)
Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau
(lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang
terakhir bereaksi sebagai zat prereduksi, dan oksidan akan direduksi secara
kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan
dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi,
biasanya natrium thiosulfat. (Bassett, 1994: 83)
Potensial reduksi dari zat-zat tertentu naik banyak sekali dengan
naiknya konsentrasi ion-hidrogen dari larutan. Inilah halnya dalam sistem-
sistem yang mengandung permanganat, dikromat, arsenat, antimonat, borat
dan sebagainya yakni, dengan anion-anion yang mengandung oksigen dan
karenanya memerlukan hidrogen untuk reduksi lengkap. Banyak anion
pengoksid yang lemah direduksi lengkap oleh ion iodida, jika potensial
reduksi merekanaik banyak sekali karena adanya jumlah besar asam dalam
larutan. (Bassett, 1994: 85)
Biasanya indikator yang digunakan adalah
kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi < 10-5 M dapat dengan mudah
ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang
digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam
air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi. (Khopkar, 2002:
129)
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan
iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar.
Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamakan
iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan
dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid) + 2e 2I-
adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air
yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi,
misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti
kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah.
Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida
terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- I3-
karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih
baik ditulis sebagai:
I3- + 2e 3I-
dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion
tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang
kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat. (Bassett,
1994: 97)
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri),
digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi
reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang
melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan
dengan I2, misalnya:
I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62-
akan lebih akurat daripada:
I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-. (Bassett, 1994: 98)
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin
demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang
lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion
titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang
menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan
yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri.
(Rivai, 1995: 93)
B. Uraian Bahan
1. Air Suling (Dirjen POM.1979 : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling, aquadest
RM/BM : H2O /18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Asam Sulfat (Dirjen POM.1979 : 58)


Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama Lain : Asam Sulfat
RM / BM : H2SO4 / 98,07
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak
berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi

3. Asam Askorbat (Dirjen POM.1979 : 96)


Nama resmi : ACIDUM ASCORBICUM
Nama lain : Asam askorbat, Vitamin C
RM/BM : C6H8O6 / 176,13
Rumus struktur :
Penetapan kadar : Mengandung tidak kurang dari 99 %
Berat setara : Tiap ml I2 0,1 N setara dengan 8,8 mg vitamin C
Pemerian : Serbuk atau hablur, putih atau agak kuning,
tidak berbau rasa asam.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar laut dalam
etanol 95 % P, praktis tidak larut dalam
kloroform P dan eter P dan dalam benzen P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya
Kegunaan : Sebagai sampel

4. Asam Asetat (Dirjen POM. 1979 : 42)


Nama resmi : ACIDUM ACETICUM
Nama Lain : Asam Asetat
RM/BM : CH3COOH / 60,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, tajam,
jika diencerkan dengan air rasa asam
Kelarutan : Dapat bercampur degan air, dengan etanol (95%)
dan dengan gliserol P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai Pereaksi

5. Iodium (Dirjen POM. 1979 : 316)


Nama Resmi : IODUM
Nama Lain : Iodium, iodum
RM / BM : I / 126,96
Pemerian : Butir atau kepingan, berat mengkilat, seperti
logam.
Kelarutan : Larut dalam 3500 bagian air, larut dalam 13
bagian etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai titran

6. Kanji (Dirjen POM. 1979 : 93)


Nama resmi : AMYLUM ORYZAE
Nama Lain : Pati Beras, Kanji
Rumus Bangun :

Pemerian : Serbuk Halus, tidak berbau, putih


Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam
etanol (95 %) P
Kegunaan : Sebagai Indikator kanji

7. Kalium Iodida (Dirjen POM. 1979 : 330)


Nama Resmi : KALII IODIUM
Nama Lain : Kalium Iodida
RM / BM : KI / 166,00
Pemerian : Hablur, Transparan, habur butiran putih.
Kelarutan : Sangat Mudah Larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi

8. Natrium Tiosulfat (Dirjen POM, 1979:428)


Nama Resmi : NATRII THIOSULFAS
Nama Lain : Natrium tiosulfat
RM / BM : Na2S2O3 / 248,17
Pemerian : Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur
kasar.
Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air, praktis tidak larut alam
etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai Titran

9. Tembaga (II) Sulfat (Dirjen POM, 1979:731)


Nama Resmi : CUPRII SULFURICUM
Nama Lain : Tembaga (II) Sulfat
RM / BM : CuSO4 / 249,5
Penetapan kadar : Tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari
103,0 %
Berat setara : Tiap ml Na2S2O3 0,1 N setara dengan 24,97
CuSO4.5H2O
Pemerian : Prisma triklinik, atau serbuk hablur biru.
Kelarutan : Larut dalam 3 bagian air dan dalam 3 bagian
Gliserol P, Sangat sukar arut dalam etanol (95 %)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai Sampel
C. Prosedur Kerja (Haeria,2011: 10)

1. Pembuatan larutan baku


a. Pembuatan larutan baku Iodin 0,1 N
Timbang dengan teliti 12,7 gr iodin dalam botol timbang,
masukkan kedalam gelas piala. Timbang 18 gr KI dan larutkan dalam
50 ml air suling. Tambahkan kedalam gelas piala yang berisi 12,7 gr
iodin. Aduk hingga iodin semua larut. Pindahkan kedalam labu ukur,
cukupkan volume hingga 1000 ml, lalu homogenkan. Simpan dalam
botol tertutup dan berwarna coklat pada tempat yang gelap.
b. Pembuatan larutan baku Na2S2O3
Campur 500 mg natrium dan 100 ml air dalam labu generator
arsin, tambahkan 15 ml asam nitrat P dan 5 ml asam perklorat P,
campur. Panaskan hingga terbentuk asap. Dinginkan, cuci dinding labu
dengan air, panaskan hingga terbentuk asap. Dinginkan, encerkan
dengan air secukupnya hingga 52 ml, tambahkan 3 ml asam perklorat P.
2. Standarisasi larutan baku
a. Standarisasi Larutan Iodin 0,1 N dengan As2O3
Timbang seksama 150 mg As2O3 murni, pindahkan ke dalam
gelas piala 400 ml, larutkan dalam 20 ml NaOH 0,1 Ndengan sedikit
pemanasan. Encerkan dengan 40 ml air suling, tambahkan 2 tetes metil
jingga dan dan tetesi dengan HCl hingga larutan berubah warna dari
kuning menjadi jingga. Tambahkan 2 gr Natrium karbonat an
tambahkan 50 ml air suling. Tambahkan 3 ml larutan kanji dan titrasi
dengan larutan iodin hingga warna biru yang stabil. Ulangi perlakuan 2
kali, hitung normalitas larutan Iosin tersebut.
Tiap ml Iodin 0,1 N setara dengan 49,46 mg As2O3
b. Standarisasi larutan baku Na2S2O3 0,1 N dengan K2CrO7
Timbang 3 porsi kalium bikromat murni dan kering masing-
masing 200 mg, masukkan kedalam erlenmeyer 500 ml. Larutkan
dengan 100 ml air suling dan tambahkan 4 ml asam sulfat pekat.
Tambahkan 2 gr Natrium Karbonat, aduk perlahan-lahan. Tambahkan 5
gr kalium iodida yang dilarutkan dalam 5 ml air. Tutup erlenmeyer
sekitar 3 menit. Encerkan dengan air hingga 200 ml. Titrasi dengan
Natrim tiosulfat samai warna kuning dari Iodium hampir hilang.
Tambahkan 3 ml larutan kanji dan lanjutkan titrasi sampai warna biru
hilang. Warna terakhir hijau Zamrud jernih.
3. Penetapan Sampel
a. Penetapan Kadar Vitamin C secara Iodimetri
Timbang dengan teliti 300 mg sampel vitamin C, Larutkan
dalam 20 ml air yang telah di didihkan dan di dinginkan. Tambahkan 5
ml asam sulfat 10 % dan segera tambahkan 50 ml larutan iodin 0,1 N
dan titrasi dengan larutan Iodin dengan indikator kanji. Ulangi
perlakuan 2 kali lagi, lakukan jugapenetapan blanko. Hitung kadar
Vitamin C dalam sampel.
Tiap ml I2 0,1 N setara dengan 8,8 mg vitamin C.
b. Penetapan Kadar CuSO4 secara Iodometri
Timbang seksama 1 gr CuSO4 terus larutkan dalam 50 ml air
suling, tambahkan 4 ml asam asetat dan 3 gr KI. Titrasi iodin yang
bebas dengan larutan Natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan indikator
kanji. Ulangi perlakuan 2 kali, hitung kadar CuSO4 dalam sampel.
Tiap ml Na2S2O3 0,1 N setara dengan 24,97 CuSO4.5H2O
BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan


Botol semprot, beker gelas (iwaki), buret (iwaki), erlemeyer
250 ml (iwaki), gelas arloji, gelas piala 250 ml (iwaki), gelas ukur 25
ml dan 10 ml (iwaki), pipet skala, pipet tetes, sendok tanduk, Statif dan
klem, timbangan analitik.
2. Bahan-bahan yang digunakan
Aquadest, aluminium foil, asam asetat encer (CH3COOH),
asam sulfat (H2SO4) 10 %, asam askorbat atau vitamin C (C6H8O6),
larutan baku iodum (I2) 0,960 N, larutan baku natrium tiosulfat
(Na2S2O3) 0,1189 N, larutan indikator kanji, serbuk kalium iodida,
serbuk tembaga (II) sulfat (CuSO4).

B. Cara Kerja

1. Penentuan kadar vitamin C


Pertama-tama, disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
kemudian ditimbang seksama Vitamin C sebanyak 600 mg, lalu
dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml. Selanjutnya dilarutkan dalam
air bebas karbondioksida sebanyak 20 ml, kemudian ditambahkan 3
ml larutan asam sulfat kedalam erlenmeyer. Kemudain dititrasi dengan
larutan iodin 0,960 N dengan menggunakan indikator kanji. Lalu
diamati perubahan yang terjadi dan dihitung kadar vitamin C dalam
sampel.
2. Penentuan kadar kemurnian tembaga (II) sulfat
Pertama-tama, disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
kemudian ditimbang dengan seksama serbuk kupri sulfat sebanyak
150 mg, lalu dimasukkan ke dalam erlemeyer. Dilarutkan dalam 20 ml
aquadest, lalu ditambahkan 2 ml asam asetat encer, kemudian
ditambahkan kalium iodida sebanyak 500 mg, kemudian larutan
tersebut dititrasi dengan larutan baku natrium sulfat 0,1189 N dengan
menggunakan indikator kanji, kemudian dititrasi lagi dengan larutan
baku natrium tiosulfat 0,1189 N sampai biru tepat hilang. Larutan
natrium tiosulfat yang terpakai dicatat volumenya, kemudian dihitung
kadar kupri sulfat.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. Tabel Pengamatan

1. Penentuan Kadar Vitamin C

No Sampel Berat Sampel Volume I2 0,960 N


1. Vitamin C 0,6881 g 22 ml

2. Penentuan Kadar CuSO4

No Sampel Berat Sampel Volume Na2S2O3 0,1189 N


1. CuSO4 0,1517 g 8,7 ml

B. Perhitungan

1. Penetapan kadar Vitamin C

BE Vitamin C = ½ BM Vitamin C

mgrek Vitamin C = mgrek I2

mg/BM = N x V

mg Vitamin C = N I2 x V I2 x BE Vitamin C

mg Vitamin C = 0,0960 x 22 x 88,065

= 185,99238 mg

= 0,1859 g

0,1859 g
Jadi, % kadar Vitamin C = x 100 %
0,688 g

= 27,01 %

2. Penetapan kadar kristal tembaga (II) sulfat

BE tembaga (II) sulfat = BM tembaga (II) sulfat


mgrek tembaga (II) sulfat = mgrek Na2S2O3

mg/BM =NxV

mgrek CuSO4 = N Na2S2O3 x V Na2S2O3 x BM CuSO4

mgrek CuSO4 = 0,1067 x 8,7 x 249,17

= 231,27417 mg

= 0,2312 g

0,2312 g
Jadi, kadar kemurnian Vitamin C = x 100 %
0,1517 g

= 152,4060 %

C. Reaksi

1. Penentuan kadar Vitamin C secara Iodimetri


-Reaksi antara vitamin C dengan I2

 CH2OH CH2OH

CHOH CHOH

O + I2 O + 2 HI
=O =O

OH OH O O

Reaksi Indikator

CH2OH CH2OH
H O H H O H
H H + I2
O OH H O OH H O

H OH H OH n
Amilum Iod
Larutan bening

CH2OH CH2OH
H O H I H O H
H =
O OH H O OH H O
=
H OH I H OH n

Kompleks iodium dengan amilum endapan biru

2. Penentuan kadar CuSO4

-Reaksi antara Na2S2O3 dengan I2

2 CuSO4 + 4 KI 2 CuI + I2 + 2 K2SO4


putih

I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6

Reaksi Indikator

CH2OH CH2OH
H O H H O H
H H + n I2
O OH H O OH H O

H OH H OH n
Amilum
Larutan bening

CH2OH CH2OH
H O H I H O H
H H
O OH H O OH H O

H OH I H OH n

Kompleks iodium dengan amilum endapan biru

CH2OH CH2OH
H O H I H O H
H = H + 2 Na2S2O3
O OH H O OH H O
=
=
H OH I H OH n

Biru kehitaman

CH2OH CH2OH
H O H H O H
H H + NaI + Na2S2O3
O OH H O OH H O

H OH H OH

Warna biru hilang


BAB V

PEMBAHASAN

Titrasi iodometri dan iodimetri merupakan salah satu metode titrasi yang
didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Dalam metode ini lebih banyak
digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Iodimetri adalah
analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium tiosulfat, arsenat dengan
menggunakan larutan iodin baku secara langsung. Iodometri adalah analisa
titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan dengan penambahan larutan
iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat
baku.
Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar Vitamin C dan kristal
tembaga (II) sulfat dengan menggunakan metode titrimetri berdasarkan reaksi
redoks. Reaksi redoks merupakan reaksi merupakan reaksi yang menyebabkan
naik dan turunnya bilangan oksidasi reduksi. Larutan baku yang digunakan adalah
larutan I2 0,0960 N dan Na2S2O3 0,1067 N yang akan direaksikan dengan suatu
asam sebagai katalisator. Indikator yang digunakan adalah indikator larutan kanji
Titik akhir titrasi ditandai dengan tepat hilangnya endapan biru tua. Sampel yang
digunakan pada percobaan ini adalah Vitamin C dan kupri sulfat.
Pada percobaan iodimetri dilakukan penetapan kadar vitamin C. Pertama-
tama ditimbang 600 mg vitamin C dengan pemerian serbuk atau hablur, putih atau
agak kuning, tidak berbau rasa asam, serta memiliki kelarutan mudah larut dalam
air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P
dan eter dan dalam benzen, yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebagai wadah
untuk mereaksikan sampel dengan pereaksi, selanjutnya dilarutkan dalam air
bebas karbondioksida sebanyak 20 ml. hal ini dilakukan karena karbondioksida
dapat mengoksidasi vitamin C sehingga titik akhir titrasi menjadi lebih dekat
(volume iodin yang digunakan semakin sedikit). Kemudian ditambahkan 3 ml
larutan asam sulfat ke dalam erlenmeyer sebagai katalisator agar reaksi oksidasi
reduksi dapat berjalan lebih cepat, kemudian di titrasi dengan larutan I 2 0,0960 N
agar diperoleh titik akhir titrasi dengan menggunakan indikator kanji agar
terbentuk larutan yang berwarna biru sehingga memudahkan kita menentukan titik
akhr titrasi. Lalu diamati perubahan yang terjadi dan dihitung kadar vitamin C
dalam sampel. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari bening
menjadi biru tetap. Adapun mekanisme reaksi dari percobaan ini vitamin C yang
bereaksi dengan I2 akan membentuk HI berlebih, iodum yang bereaksi dengan
indikator kanji akan menghasilkan ikatan kompleks iodin dengan kanji itu lemah
sehingga mengakibatkan kanji mudah lepas (biru hilang) dan ketika vitamin C
habis maka iodin akan langsung bereaksi dengan kanji dan akan berwarna biru
tetap.
Pada percobaan iodometri dilakukan penetapan kadar kupri sulfat.
Pertama-tama ditimbang 150 mg serbuk kupri sulfat dengan pemerian prisma
triklinik, atau serbuk hablur biru, serta memiliki kelarutan larut dalam 3 bagian air
dan dalam 3 bagian gliserol P, sangat sukar arut dalam etanol (95 %), yang
dimasukkan ke dalam erlemeyer sebagai wadah untuk mereaksikan sampel
dengan pereaksi, lalu dilarutkan dalam 20 ml aquadest agar kupri sulfat dapat
larut, lalu ditambahkan 2 ml asam asetat encer sebagai katalisator agar reaksi
oksidasi reduksi dapat berjalan lebih cepat, kemudian ditambahkan kalium iodida
sebanyak 500 mg agar larutan bening menjadi kuning kecoklatan, lalu ditutup
dengan aluminium foil agar iodin yang dihasilkan dari reaksi antara kupri sulfat
dengan kalium iodida tidak habis menguap dan didiamkan agar kalium iodida dan
kupri sulfat bereaksi sempurna untuk menghasilkan iodin. Kemudian larutan
tersebut dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 0,1067 N agar diperoleh titik akhir
titrasi dengan menggunakan indikator kanji agar larutan yang tadinya berwarna
kuning pucat setelah dititrasi dengan larutan baku natrium sulfat berubah warna
menjadi biru kehitaman, kemudian dititrasi lagi dengan larutan baku Na2S2O3
0,1067 N sampai biru tepat hilang. Larutan natrium sulfat yang terpakai dicatat
volumenya, kemudian dihitung kadar kupri sulfat. Adapun mekanisme reaksi dari
percobaan ini kupri sulfat yang bereaksi dengan kalium iodida akan menghasilkan
endapan kupri iodida berlebih yang berwarna putih, iodium yang berikatan
dengan indikator kanji menghasilkan warna biru kehitaman yang disebabkan
karena adanya ikatan kompleks iodin yang semu dengan kanji dan pada saat
penambahan natrium tiosulfat larutan yang berwarna biru kehitaman akan hilang
dan akan terbentuk kembali kanji, serta terbentuknya natrium iodida dan natrium
tiosulfat.
Dari percobaan yang telah dilakukan, perbandingan berat praktek sebesar
0,1858 g dengan berat teori sebesar 0,6881 g dengan kadar vitamin C adalah
27,02 %. Sedangkan perbandingan berat praktek sebesar 0,2312 g dengan berat
teori sebesar 0,1517 g dengan kadar kupri sulfat adalah 152,40 %. Berdasarkan
hasil perhitungan ini maka dapat disimpulkan bahwa serbuk vitamin C tidak
sesuai dengan literatur yang dimana, menurut literatur kadar vitamin C adalah
tidak kurang dari 99% (FI III), sedangkan kupri sulfat juga tidak sesuai dengan
literatur, yang dimana kadar kupri sulfat adalah tidak kurang dari 97,0% dan tidak
lebih dari 103,0% (FI III).
Adapun faktor-faktor kesalahan dalam percobaan ini adalah larutan iodin
yang digunakan sudah banyak yang menguap atau tereduksi menjadi iodida,
penggunaan alat yang tidak steril, serta kesalahan praktikan dalam menitrasi.
Dalam bidang Farmasi, metode ini digunakan untuk menentukan kadar
zat-zat yang mengandung oksidator, misalnya Cl2, Fe3 (III), Cu (III), dan
sebagainya, sehingga kita dapat mengetahui kadar suatu zat ddan mengetahui
mutu dan kualitasnya.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah :


1. Kadar kemurnian Vitamin C adalah 27,02 % , tidak memenuhi persyaratan
kadar yang terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi III yaitu tidak
kurang dari 99,0 %.
2. Kadar kemurnian tembaga (II) sulfat adalah 152,40 %, tidak memenuhi
persyaratan kadar yang terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi III yaitu
tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0%.
B. Saran

 Laboratorium
Perlunya pengalibrasian untuk timbangan analitik.
 Asisten
Pertahankan Keramahan.
DAFTAR PUSTAKA

Basset J. dkk. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Penerbit
Buku kedokteran EGC: Jakarta,1994.

Dirjen POM, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI : Jakarta,


1979.

Haeriah.,S.Si., Penuntun Praktikum Kimia Analisa. UIN Alauddin: Makassar,


2011.

Harjadi, W.. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga: Jakarta, 1993.

Khopkar S. M. . Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta, 1990.

Rivai, Harrizal, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press: Jakarta,


1995.
Rohman., Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar : Yogyakarta, 2007.
Roth, J., Blaschke, G., Analisa Farmasi, UGM Press: Yogyakarta, 1988.
Sudjaji. Kimia Farmasi Analisis . Pustaka pelajar: Yoyakarta, 2007.

Underwood, A.L., Day, RA., Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Edisi VI, Erlangga:
Jakarta, 2002.
Underwood, A.L., day, RA., Analisa Kimia Kuantitatif Edisi V, Erlangga:
Jakarta, 1993.
Wunas, J., Said, S., Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif, UNHAS: Makassar, 1986.
SKEMA KERJA

 Penetapan kadar vitamin C secara iodimetri

Vitamin C 600 mg

+ 20 ml H2O bebas CO2

+ 2 ml H2SO4

Indikator Kanji

Titrasi dengan I2 0,960 N

(Biru Kehitaman)

 Penetapan kadar CuSO4.5H2O secara Iodometri


CuSO4

+ 20 ml H2O

+ 2 ml asam asetat

500 mg KI

Tutup & diamkan

Titrsi dengan Na2S2O3 hingga kuning pucat

Indikator Kanji

Titrasi dengan Na2S2O3 0,1189 N hingga biru tepat hilang

Anda mungkin juga menyukai