Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

FRAKTUR

OLEH:

KELOMPOK 4

TINGKAT 3.3 D-III KEPERAWATAN

PUTU DIAH NOVIANTI (P07120015096)

LUH PUTU RATIH ARTASARI (P07120015097)

ANAK AGUNG SRI KUSUMA YANTI (P07120015098)

DESAK GEDE VANIA LERISA PUTRI (P07120015099)

PUTU SHARMILLA PRAMESTY DEWI (P07120015100)

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III

2017

i
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang
Hyang Widhi Wasa atas berkat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Fraktur” pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II di Politeknik
Kesehatan Denpasar ini tepat pada waktunya.
Makalah ini telah kami susun berkat bantuan dan partisipasidari berbagai
pihak sehingga dapat terselesaikan.Untuk itu dalam kesempatan ini kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
selama penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kemampuan penyusun, sehingga masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak yang
membaca, sehingga kami dapat menyempurnakan makalah iniuntuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan agar bisa lebih baik lagi.
“Om Santih, Santih, Santih, Om”

Denpasar, 2 Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3. Tujuan Tulisan.................................................................................... 2
1.4. Manfaat Tulisan.................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Fraktur ..................................................................................


2.2 Etiologi Fraktur ..................................................................................
2.3 Patofisiologi Fraktur ...........................................................................
2.4 Pohon Masalah Fraktur ......................................................................
2.5 Klasifikasi Fraktur ..............................................................................
2.6 Manifestasi Klinis Fraktur ..................................................................
2.7 Pemeriksaan Penunjang Fraktur .........................................................
2.8 Penatalaksanaan Fraktur .....................................................................
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur ...............
2.10 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur ............................

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan.............................................................................................
3.2 Saran ...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang
diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga
sebelumnya (WHO, 2004). Penyebab terjadinya cedera meliputi penyebab
yang disengaja (intentional injury), penyebab tidak disengaja (unintentional
injury), dan penyebab yang tidak bisa ditentukan (undeterminated intent)
(WHO, 2004). Salah satu contoh dari penyebab cedera yang tidak disengaja
(unintentional injury) adalah kecelakaan transportasi darat/udara/laut. Adapun
dari kecelakaan ini seseorang dapat mengalami suatu cedera, contohnya
fraktur.
Fraktur merupakan keadaan dimana terputusnya kontinuitas tulang baik
karena trauma, tekanan maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005).
Sedangkan, menurut Smeltzer (2005) fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang diabsorpsinya.
Umumnya, fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik di mana
terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur pada umumnya lebih
sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur di bawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan, pada lanjut usia
(lansia) prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan
dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.
Ada beberapa dampak yang dapat terjadi apabila fraktur tidak mendapat
penanganan secara tepat antara lain syok yang terjadi akibat kehilangan banyak
darah terlebih bila fraktur terjadi mengenai pembuluh darah besar dalam tubuh
dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang biasa menurunnya oksigenasi.
Selain itu, kerusakan arteri juga dapat terjadi karena trauma yang bisa ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT (Capillary Refilling Time) menurun, sianosis
bagian distal, dan pembedahan. Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi

1
dimana terjadi dijebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau perdarahan yang
menekan otot, syaraf, dan pembuluh darah. Yang terakhir dapat terjadinya
infeksi yang diakibatkan dari sistem pertahanan yang rusak bila ada trauma
pada jaringan terutama pada kasus fraktur terbuka. (Zairin, 2012 : 30-31)
Berdasarkan paparan di atas, maka penulis ingin menilik lebih lanjut
mengenai Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana definisi dari fraktur?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari fraktur?
1.2.3 Bagaimana klasifikasi dari fraktur?
1.2.4 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur?
1.2.5 Bagaimana contoh asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur?
1.3 Tujuan Tulisan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari fraktur.
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari fraktur.
1.3.3 Untuk mengetahui klasifikasi dari fraktur.
1.3.4 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
fraktur.
1.3.5 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur.
1.4 Manfaat Tulisan
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis makalah ini dapat menambah wawasan atau
pengetahuan pembaca mengenai asuhan keperawatan pada pasien
dengan fraktur.
1.4.2 Manfaat Praktis
Makalah ini dapat menjadi pedoman bagi pembaca yang sedang
melaksanakan praktik keperawatan terlebih tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan fraktur.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Fraktur
Fraktur menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Demikian pula menurut
Sjamsuhidaya (2005) fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa,sementara Doenges (2000) memberikan batasan, fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995). Sedangkan fraktur
menurut Reeves (2001), adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya


disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda
Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan
bahwa fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Menurut Brunner and Suddarth, Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang
yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Berdasarkan batasan diatas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh yang
biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya.
2.2 Etiologi Fraktur
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
2.3 Patofisiologi Fraktur
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang berupa kekerasan
langsung, kekerasan tidak langsung, dan kekerasan akibat tarikan otot yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya.
2.4 Pohon Masalah
Trauma langsung Trauma tdk langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tlg

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lbh tinggi dari kapiler
Deformitas Peningkatan tek kapiler
Melepaskan katekolamin

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh Menyumbat pembuluh


darah darah

Mengenai jaringan kutis dan sub


kutis Kerusakan integritas Ketidakefektifan perfusi
kulit jaringan perifer
Perdarahan
Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan

Resiko syok
(hipovolemik)
2.5 Klasifikasi Fraktur
Penampakan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau
memar kulit dan jaringan subkutan.
b) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
c) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
6. Berdasarkan posisi fraktur
a. Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:
a) 1/3 proksimal
b) 1/3 medial
c) 1/3 distal
7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
8. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
2.6 Manifestasi Klinis Fraktur
Manifestasi klinis dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan
warna (Smeltzer, 2002). Gejala umum fraktur menurut Revees (2001) adalah
rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bisai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan ekstremitas
normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai
2,5 – 5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a. Inspeksi:
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
b) Fistulae.
c) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
d) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
e) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
f) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b. Palpasi
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time  Normal 3 – 5 “
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
c. Pergerakan terutama lingkup gerak.
Setelah melakukan palpasi, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
2. Pemeriksaan radiografi
a. Foto Rontgen
a) Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara
langsung.
b) Mengetahui tempat dan type fraktur
c) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodic
b. Scan tulang, temogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan apabila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi )
atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah
transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 762 ).
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-
5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
4. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Konservatif
a. Seluruh Fraktur
a) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan
yang berperan, dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh
penderita sendiri menentukan apakah ada kemungkinan fraktur, dan
apakah perlu dilakukan pemeriksaan spesifik untuk mencari adanya
fraktur. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali
dan bengkak, tetapi bagian lainnya, seperti lutut dan pergelangan
kaki, hampir dapat dikatakan normal.
b) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sehingga kembali seperti semula secara optimun.
Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasfanatomis (brunner, 2001). Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi
terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur.
Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter
melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaring-
an lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan
untuk menjalani prosedur, harus diperoleh izin untuk melakukan
prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu
dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
1) Reduksi Tertutup
Pada kebanyakan kasus, dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan,
sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat
immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah
dalam kesejajaran yang benar.
2) Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi
fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh,
akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus
telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan
imobilisasi.
Prinsip pemasangan traksi
- Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan
gaya tarik.
- Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang
dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan.
- Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan
khusus.
- Traksi dapat bergerak bebas melalui katrol.
- Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai.
- Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman.
Keuntungan pemasangan traksi:
- Menurunkan nyeri spasme
- Mengoreksi dan mencegah deformitas
- Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemasangan traksi
- Perawatan RS lebih lama
- Mobilisasi terbatas
- Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Beban traksi:
- Dewasa = 5 - 7 Kg
- Anak = 1/13 x BB
3) Reduksi Terbuka
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau
batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan
fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
c) Retensi/ Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimun. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam
dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
d) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah,
nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan
berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi
peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting
otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup
sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan
harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan
sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan
mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada
ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas
dan beban berat badan.
b. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden
period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a) Pembersihan luka
Dilakukan dengan menggunakan akuadesstril atau larutan garam
fisiologi secara irigasi. Pemakain antiseptic (konsentrasi tingkat
tinggi) tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan kerusakan-
kerusakan.
b) Eksisi jaringan mati (debridement)
Cabik-cabikan mulai dari kulit lemak subkutan, fasia, otot, serpihan
tulang dan benda asing lainnya dieksisi dan luka dicuci kembali
sedalam-dalamnya.
c) Hecting situasi
Dilakukan aligment terhadap fragmen tulang
d) Penutupan luka
Masa kurang dari 6-7 jam pertama merupakan the golden period
dimana kontaminasi tidak luas dan dapat dilakukan secra primer.
Masa lebih dari 7 jam atau luka yang sangat kotor, penutup luka
memerlukan jahitan situasi, beberapa hari kemudian (jangan lebih
dari 10 hari) dilakukan eksisi dan jahitan kembali (delayed primer
closure). Kulit yang hilang luas digantikan dengan skin graf.
e) Fiksasi atau imobilisasi
f) Restordasi (pengembalian fungsi)
Sedapat mungkin pembidaian dilakukan dalam posisi fungsinal sendi
yang bersangkutan. Sesudah periode imobilisasi akan terjadi
kelemahan otot dan kekakuan sendi hal ini diatasi dengan fisioterapi
atau aktivitas yang sesuai dengan fungsi tersebut .
g) Pengobatan
1) Antibiotikaa dosis tinggi secara oral atau disuntikkan
2) Anti tetanus serum dan toksoid
3) Anti-infamasi
4) Analgetik
2. Tindakan Pembedahan
a. ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
a) Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami ceidera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur.
b) Fraktur diperiksa dan diteliti
c) Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
d) Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
e) Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan
alat ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku.
Keuntungan:
1) Reduksi akurat
2) Stabilitas reduksi tinggi
3) Pemeriksaan struktur neurovaskuler
4) Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
5) Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah
menjadi lebih cepat
6) Rawat inap lebih singkat
7) Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian
1) Kemungkinan terjadi infeksi
2) Osteomielitis
b. OREF (Open Reduksi and Eksternal Fixation)
Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal,
biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama. Post
eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips. Setelah reduksi,
dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang. Lubang
kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya.
Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:
a) Observasi letak pen dan area
b) Observasi kemerahan, basah dan rembes
c) Observasi status neurovaskuler distal fraktur
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
1) Pengumpulan Data
a) Anamnesa
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Riwayat Psikososial
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidak.
b. Pola Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,
protein, vitamin C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein
dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada
pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain
tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri
dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi
dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis).
a) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti :
1. Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
b) Pemeriksaan head-to-toe :
1. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala
2. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan).
3. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
4. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
5. Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
6. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
7. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
8. Paru
a. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
b. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
d. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
9. Jantung
a. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
10. Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
c. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
11. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
12. Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
13. Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan
ROM.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
b) Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas :
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi.
3. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
6. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

2. Diagnose Keperwatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot,
gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan
traksi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan suplai darah ke jaringan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
4. Hambatan imobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskular, nyeri, terapi restriktif
5. Risiko infesi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer
menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi)
6. Risiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan volume
darah akibat trauma (fraktur)

3. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Dx Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut NOC NIC:
berhubungan  Pain Level Pain management
dengan agen  Pain Control a. Lakukan pengkajian
injuri fisik,  Comfort level nyeri secara
spasme otot, Kriteria Hasil : komprehensif
gerakan  Mampu termasuk lokasi,
fragmen tulang, mengontrol nyeri karakteristik, durasi,
edema, cedera (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
jaringan lunak, nyeri, mampu faktor presipitasi
pemasangan menggunakan b. Observasi reaksi
traksi teknik nonverbal dari
nonfarmakologi ketidaknyamanan
untuk c. Gunakan tehnik
mengurangi komunikasi terapeutik
nyeri, mencari untuk mengetahui
bantuan) pengalaman nyeri
 Melaporkan pasien
bahwa nyeri d. Kaji kultur yang
berkurang mempengaruhi respon
dengan nyeri
menggunakan e. Evaluasi pengalaman
manajemen nyeri nyeri masa lampau
 Mampu f. Evaluasi bersama
mengenali nyeri pasien dan tim
(skala, intensitas, kesehatan lain tentang
frekuensi dan ketidakefektifan
tanda nyeri) kontrol nyeri masa
 Menyatakan rasa lampau
nyaman setelah g. Bantu pasien dan
nyeri berkurang keluarga untuk
mencari dan
menemukan dukungan
h. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
i. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal)
k. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
m. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
n. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
o. Tingkatkan istrihat
p. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic administration
a. Tentukan lokasi,
karakter, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosi, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih dari
satu
e. Tentukan pilihan
analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
g. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian anlgesik
pertama kali
i. Berikan analgesic
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
j. Evalusi efektivitas
analgesic, tanda dan
gejala
2 Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan Circulation status Peripheral sensation
perifer Tissue perfusion : management
berhubungan cerebral a. Monitor adanya
dengan Kriteria hasil daerah tertentu yang
penurunan Mendemonstrasikan hanya peka terhadap
suplai darah ke status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tu
jaringan ditandai dengan: mpul
a. Tekanan systole b. Monitor adanya
dan diastole dalam paretese
rentang yang c. Instruksikan keluarga
diharapkan untuk mengobservasi
b. Tidak ada kulit jika ada lesi atau
ortostatik laserasi
hipertensi d. Gunakan sarung
c. Tidak ada tanda- tangan untuk proteksi
tanda peningkatan e. Batasi gerakan pada
tekanan kepala, leher, dan
intracranial (tidak punggung
lebih dari 15 f. Monitor kemampuan
mmHg) BAB
Mendemonstrasikan g. Kolaborasi pemberian
kemampuan kognitif analgetik
yang ditandai dengan: h. Monitor adanya
a. Berkomuniakasi tromboplebitis
dengan jelas adn Diskusikan mengenai
sesuai dengan penyebab perubahan
kemampuan sensasi
b. Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. Memproses
informasi
d. Membuat
keputusan dengan
benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter

3 Kerusakan NOC NIC


integritas kulit Tissue integrity : skin Pressure management
berhubungan and mucous a. Anjurkan pasien untuk
dengan fraktur membranes menggunakan pakaian
terbuka, Hemodyalisis akses yang longgar.
pemasangan Kriteria hasil b. Hindari kerutan pada
traksi (pen, a. Integritas kulit tempat tidur
kawat, sekrup) yang baik bisa c. Jaga kebersihan kulit
dipertahankan agar tetap bersih dan
(sensai, elastisitas, kering.
temperature, d. Mobilisasi pasien
hidrasi, (ubah posisi pasien)
pigmentasi) setiap dua jam sekali
b. Tidak ada luka/lesi e. Monitor kulit akan
pada kulit adanya kemerahan.
c. Perfusi jaringan f. Oleskan lotion atau
baik minyak/baby oil pada
d. Menunjukkan daerah yang tertekan
pemahaman dalam g. Monitor aktivitas dan
proses perbaikan mobilisasi pasien
kulit dan h. Monitor status nutrisi
mencegah pasien
terjadinya cedera i. Memandikan pasien
berulang dengan sabun dan air
Mampu melindungi hangat
kulit dan Insision site care
mempertahankan a. Membersihkan,
kelembaban kulit memantau dan
perawatan alami meningkatkan proses
penyembuhan pada
luka yang ditutup
dengan jahitan, klip
atau straples
b. Monitor proses
kesembuhan area
insisi
c. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
d. Bersihkan area sekitar
jahitan atau straples,
menggunakan lidi
kapas steril
e. Gunakan preparat
antiseptic sesuai
program
f. Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai
program
Dialysis acces
maintenance
4 Hambatan NOC: NIC
imobilitas fisik Joint movement : Exercise therapy :
berhubungan active ambulation
dengan Mobility level a. Monitoring vital sign
kerusakan Self care : ADLs sebelum/sesudah
rangka Transfer latihan respon pasien
neuromuskular, perfoormance saat latihan
nyeri, terapi Kriteria hasil: b. Konsultasikan dengan
restriktif a. Klien meningkat terapi fisik tentang
dalam aktivitas rencana ambulansi
fisik sesuai dengan
b. Mengerti tujuan kebutuhan
dari peningkatan c. Bantu klien untuk
mobilitas menggunakan tongkat
c. Memverbalisasika saat berjalan dan
n perasaan cegah terhadap cidera
dalammeningkatka d. Ajarkan pasien atau
n kekuatan dan tenaga kesehatan lain
kemampuan tentang teknik
berpindah ambulansi
Memperagakan e. Kaji kemampuan
penggunaan alat bantu pasien dalam
untuk mobilisasi mobilisasi
(walker) f. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Damping dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
h. Berikan alat bantu jika
pasien memerlukan
Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan
5 Risiko infesi NOC NIC
berhubungan Immune status Infection Control
dengan trauma, Knowledge : infection a. Bersihkan lingkungan
imunitas tubuh control setelah dipakai pasien
primer menurun, Risk control lain
prosedur Kriteria hasil b. Pertahankan teknik
invasive a. Klien bebas dari isolasi
(pemasangan tanda dan gejala c. Batasi pengunjung bila
traksi) infeksi perlu
b. Mendeskripsikan d. Instruksikan pada
proses penularann pengunjung untuk
penyakit, factor mencuci tangan saat
yang berkunjung
mempengaruhi meninggalkan pasien
penularan serta e. Gunakan sabun
penatalaksanaanny antimikroba untuk
a cuci tangan
c. Menunjukkan f. Cuci tangan setiap
kemampuan untuk sebelum dan sesudah
mencegah tindakan keperawatan
timbulnya infeksi g. Gunakan baju, sarung
d. Jumlah leukosit tangan sebagai alat
dalam batas penlindung
normal h. Pertahankan lingkunan
Menunjukkan perilaku aseptic selama
hidup sehat pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
j. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
k. Tingkatkan intake
nutrisi
l. Berikan terapi
antibiotic bila perlu

Infection protection
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
b. Monitor hitung
granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
f. Pertahankan teknik
isolasi k/p
g. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
h. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
i. Terhadap kemerahan,
panas, dan drainase
j. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
k. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
l. Dorong masukan
cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotic sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
p. Ajarkan cara
menghindari infeksi
q. Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
6 Risiko syok NOC NIC
(hipovolemik) Syok prevention Syok prevention
berhubungan Syok management a. Monitor status
dengan Kriteria hasil sirkulasi BP, warna
kehilangan a. Nadi dalam batas kulit, suhu kulit,
volume darah yang diharapkan denyut jantung, HR,
akibat trauma b. Irama jantung dan ritme, nadi perifer,
(fraktur) dalam batas yang dan kapiler refill
diharapkan b. Monitor tanda
c. Frekunsi napas inadekuat oksigenasi
dalam batas yang jaringan
diharapkan c. Monitor suhu dan
d. Irama pernapasan pernafasan
dalam batas yang d. Monitor input dan
diharapkan output
e. Natrium serum e. Pantau nilai labor:
dbn HB, HT, AGD, dan
f. Kalium serum dbn elektrolit
g. Klorida serum dbn f. Monitor hemodinamik
h. Kalsium serum invasi yang sesuai
dbn g. Monitor tanda dan
i. Magnesium serum gejala asites
dbn h. Monitor tanda awal
j. PH darah serum syok
dbn i. Tempatkan pasien
Hidrasi pada posisi supine,
Indicator kaki elevasi untuk
a. Mata cekung tidak peningkatan preload
ditemukan dengan tepat
b. Demam tidak j. Lihat dan pelihara
ditemukan kepatenan jalan napas
c. TD dbn k. Berikan cairan IV dan
Hematokrit dbn atau oral yang tepat
l. Berikan vasodilator
yang tepat
m. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda
dan gejala datangnya
syok
n. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok
Syok management
a. Monitor fungsi
neurologis
b. Monitor fungsi renal
(e.g BUN dan Cr
Lavel)
c. Monitor tekanan nadi
d. Monitor status cairan,
input, output
e. Catat gas darah arteri
dan oksigen di
jaringan
f. Monitor EKG
g. Memanfaatkan
pemantauan jalur
arteri untuk
meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan
darah
h. Menggambarkan gas
darah arteri dan
memonitor jaringan
oksigenasi
i. Memantau tren dalam
parameter
hemodinamik
(misalnya CPV, MAP,
tekanan kapiler
pulmonal/arteri)
j. Memantau factor
penentu pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya PaO2 kadar
haemoglobin SaO2,
CO) jika ada
Memantau tingkat
karbondioksida sublingual
dan/atau tonometry

2.10Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur

ASUHAN KEPERAWATAN PADA “AN. K”


DENGAN CLOSE FRAKTUR FEMUR DEXTRA 1/3 PROKSIMAL
DI RUANG ANGSOKA 3
RSUP SANGLAH DENPASAR
TANGGAL 5 s/d 7 JUNI 2017

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
PASIEN

Nama : “An. K”

Umur : 16 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pelajar

Status perkawinan : Belum menikah

Agama : Hindu

Suku : Bali, Indonesia

Alamat : Br. Belong Ulakan Manggis, Karangasem


Tanggal masuk : 11 Mei 2017

Tanggal pengkajian : 5 Juni 2017

Sumber informasi : Wawancara dengan pasien dan ibu pasien, serta


rekam medis pasien

PENANGGUNG

Nama penanggung jawab : “Tn. W”

Hub dgn pasien : Ayah pasien

2. RIWAYAT KELUARGA
 Genogram

 Keterangan genogram

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien
: Hubungan perkawinan

: Garis keturunan

: Tinggal dalam satu rumah

3. STATUS KESEHATAN
a. Status Kesehatan Saat Ini
 Keluhan utama
Pasien mengatakan kaki kanannya sedikit nyeri, dengan skala nyeri
2, dari skala nyeri yang diberikan (0-10)

P = Spontan, nyeri ketika digerakkan

Q = Seperti tertusuk-tusuk

R = Di paha kanan

S = Skala 4 (0-10)

T = Hilang timbul

 Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini


Pasien mengatakan pada tanggal 11 Mei 2017 pukul 11.00 WITA
sedang mengendarai sepeda motor, tiba-tiba pasien tidak melihat
ada lubang, dan pasien pun terjatuh. Saat jatuh pasien mengeluh
sakit pada kaki kanannya saat digerakkan. Akhirnya pasien dibawa
ke Penta Medika, dari Penta Medika pasien lalu dirujuk ke UGD
RSUP Sanglah Denpasar, lalu di rotgen.

 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya


Pasien mengatakan keluarga langsung membawa pasien ke rumah
sakit karena takut terjadi apa-apa dengan keadaannya.
b. Status Kesehatan Masa Lalu
 Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami sakit seperti ini
sebelumnya.

 Pernah dirawat
Pasien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit

 Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan,
minuman, maupun obat-obatan.

 Kebiasaan :(merokok/kopi/ alkohol/lain-lain yang merugikan


kesehatan)
Pasien mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok, minum
kopi, atau hal-hal yang merugikan kesehatannya.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
keluarga/keturunan.

d. Diagnosa Medis dan therapy


Close fraktur femur dextra 1/3 proksimal

No. Nama Obat Dosis Cara Pemberian Indikasi

1. Paracetamol 500 Oral Untuk


mg menghilangkan
(k/p) rasa nyeri

4. POLA FUNGSI KESEHATAN (11 Pola Fungsional Gordon)


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Pasien mengatakan kesehatan sangat penting bagi dirinya, dan klien
mengatakan selalu ingin menjaga kesehatannya. Dalam pemeliharaan
kesehatan pasien mengatakan selalu mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan, bila sakit pasien meminta kepada orang tua untuk
diobati dan bila parah minta dibawa ke dokter.

b. Pola Nutrisi/metabolic
Pasien mengatakan sebelum dan sesudah sakit tidak ada perubahan
nafsu makan, pasien tetap makan 3x sehari. Pasien mengatakan makan
1 porsi, setiap kali makan berisi nasi, lauk, dan sayur. Pasien
mengatakan selalu menghabiskan makanan yang diberikan dari rumah
sakit.

c. Pola eliminasi
Pasien mengatakan sebelum dan sesudah sakit kencing biasa hanya
berbedanya sebelum sakit pasien dapat BAK dan BAB ke kamar
mandi secara mandiri. Namun saat sakit pasien BAB dan BAK di
tempat tidur menggunakan pispot dan urinal dibantu oleh orang tua.

BAB: frekuensi 1 x/hari, warna kuning kecoklatan, bau khas feses,


konsistensi lembek.

BAK: frekuensi 4-5 x/hari, warna kuning jernih, bau khas, urine,
konsistensi cair.

d. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum V

Mandi V

Toileting V

Berpakaian V

Mobilisasi di tempat tidur V

Berpindah V

Ambulasi ROM V
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain

dan alat, 4: tergantung total.

Okigenasi:

Pola nafas teratur, irama normal, tidak ada suara tambahan, RR: 20
x/menit, pasien tidak tampak menggunakan alat bantu
pernafasan/oksigenasi.

e. Pola tidur dan istirahat


Pasien dan ibu pasien mengatakan tidak ada masalah dalam istirahat
dan tidur pasien saat ini dan sebelum sakit, tempat tidur pasien
nyaman, dan lingkungan kondusif. Pasien biasa tidur 8-9 jam/hari.
Pasien biasa tidur siang di rumah maupun di rumah sakit selama 1-2
jam/hari

f. Pola kognitif-perseptual
Pasien mengatakan sedikit nyeri bila kaki yang sedang sakit
digerakkan, dengan skala nyeri 4 dari skala nyeri yang diberikan (0-
10).

g. Pola persepsi diri/konsep diri


Pasien mengatakan dirinya sebagai pelajar, situasi keluarga dan
kelompok sosial baik. Pasien mengatakan sakitnya menyebabkan ia
tidak bisa pergi sekolah, pasien mengatakan keluarga mau menerima
kekurangan dan kelebihan pasien. Pasien mengatakan menyukai
anggota tubuhnya walaupun kaki kanannya sedang sakit, pasien
percaya bahwa dirinya pasti bisa sembuh.

h. Pola seksual dan reproduksi


Pasien mengatakan tidak ada masalah atau kelainan pada alat
reproduksinya.

i. Pola peran-hubungan
Pasien mengatakan merupakan anak kedua dari orang tuanya, dia
memiliki seorang kakak laki-laki. Pasien mengatakan hubungan
dengan keluarga dan teman-temannya sangat baik. Pasien mengatakan
keluarga sangat mendukung pasien dalam kesembuhannya.

j. Pola manajemen koping stress


Pasien mengatakan untuk mengalihkan rasa nyerinya, pasien bercerita
dengan keluarganya, atau bermain game di handphone.

k. Pola keyakinan-nilai
Pasien mengatakan ia beragama Hindu, pasien mengatakan selalu
berdoa kepada Tuhan agar selalu diberi kesehatan dan kakinya yang
sakit bila cepat pulih.

5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : baik
Tingkat kesadaran : komposmentis/ apatis/ somnolen/ sopor/ koma

GCS : verbal : 5 psikomotor : 6 mata: 4

b. Tanda-tanda vital : Nadi: 88 x/menit Temp: 20 x/menit RR: 20


x/menit TD : 110/70 mmHg
c. Keadaan fisik (IPPA)
1) Kepala dan leher
Inspeksi: Bentuk kepala dan leher simetris, kebersihan rambut dan
kulit kepala bersih.

Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada kepala, tidak ada pembesaran
vena thyroid dan bendungan vena jugularis.

2) Dada
Inspeksi: Bentuk simetris, gerakan dada simetris.

Palpasi: Tidak ada massa dan nyeri tekan.

Perkusi: Terdengar suara sonor.

Auskultasi: Tidak terdengar suara nafas tanbahan seperti ronchi


maupun wheezing.
3) Payudara dan ketiak
Tak tampak ada benjolan, payudara simetris, tidak ada kelainan.

4) Abdomen
Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada distensi abdomen.

Auskultasi: Bising usus terdengar 12 x/menit.

Perkusi: Terdengar suara tymphani.

Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hati.

5) Genetalia
Inspeksi: Tidak terkaji

Palpasi: Tidak terkaji

6) Integumen
Kulit pasien tampak normal, kebersihan baik, elastis.

7) Ekremitas
 Atas
Inspeksi: Tidak ada massa dan nyeri tekan.

Palpasi: Tidak ada massa dan nyeri tekan.

 Bawah
Inspeksi: Tampak kaki kanan terpasang traksi

Kekuatan otot: 5555 5555

2222 5555

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Data laboratorium yang berhubungan
-

b. Pemeriksaan radiologi
1) Pada tanggal/jam: 11-05-2017/14.12 WITA
Klinis: CF Femur dexstra
TS: Yth,

Foto Pelvis AP:

Tampak fraktur os femur 1/3 proximal dextra, displaced (+),


contracted (+)

Trabekulasi tulang normal

Sacroiliac dan hip joint kanan kiri baik

Shenton’s line kanan kiri simetris

Tak tampak fraktur dan dislokasi sendi

Tak tampak soft tissue swelling

Kesan:

Fraktur os femur 1/3 proximal dextra, displaced (+), contracted


(+)

Tak tampak jelas soft tissue swellinh

Trabekulasi tulang normal

Celah dan permukaan sendi baik

Tak tampak dislokasi tulang

Kesan:

Fraktur 1/3 proximal dextra, displaced (+), contracted (+)

2) Pada tanggal/jam: 30-05-2017/11.09 WITA


Klinis: CF right femur

TS: Yth

Foto Femur Dextra AP/lateral:

Tampak oblique fraktur shaft, femur dextra 1/3 proximal, cum


displacement, callus (+), tulang belum onion

Tak tampak jelas soft tissue swelling


Trabekulasi tulang normal

Celah dan permukaan sendi baik

Tak tampak dislokasi sendi

Kesan:

Fraktur pada shaft, femur dextra 1/3 proximal, cum displacement,


callus (+), tulang belum onion.

ANALISA DATA

No Data fokus Penyebab Masalah

1. DS: Pasien mengatakan nyeri (skala Trauma langsung Nyeri akut


4)

P = Spontan, nyeri ketika digerakkan


Diskontinuitas tulang
Q = Seperti tertusuk-tusuk

R = Di paha kanan

S = Skala 4 (0-10) Stimulus nyeri

T = Hilang timbul

Pengeluaran mediator
DO: Pasien tampak meringis nyeri

Otak

Nyeri akut
2. DS: Pasien mengatakan tidak dapat Trauma langsung Hambatan mobilitas
melakukan mobilisasi di tempat tidur fisik

Diskontinuitas tulang
DO: Perawatan diri pasien seperti
memakain baju, toileting, mandi
tampak dibantu oleh orang lain
Pergeseran fragmen
tulang

Deformitas

Gangguan fungsi
ekstermitas

Hambatan mobilitas
fisik

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Dx Keperawatan TTD
Dx

1. Nyeri akut b/d gerakan fragmen tulang dan spasme otot d/d pasien
mengeluh nyeri pada paha kanan, pasien tampak meringis

2. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskular, d/d


pasien mengatakan tidak dapat melakukan mobilisasi di tempat tidur,
pasien tampak dibantu kebutuhan sehari-harinya oleh orang tua
C. PERENCANAAN
No Tujuan dan kriteria
Hari/Tanggal Intervensi Rasional
Dx hasil

Senin, 5 Juni 1 Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian 1. Pengkajian dilakukan


2017 asuhan keperawatan 2 x nyeri secara komprehensif agar
24 jam diharapkan komprehensif termasuk dapat menentukan
pasien mampu lokasi, karakteristik, intervensi yang
mengontrol nyerinya durasi, frekuensi, dilakukan
dengan kriteria hasil: kualitas

1. Mampu mengontrol 2. Gunakan teknik 2. Untuk mengetahui


nyeri komunikasi terapeutik pengalaman nyeri
2. Melaporkan nyeri untuk mengetahui pasien
berkurang dengan pengalaman nyeri
menggunakan pasien
manajemen nyeri
3. Kontrol ruangan yang
3. Mampu mengenali
dapat mempengaruhi
nyeri (skala nyeri, 3. Untuk membuat pasien
nyaeri, dan gunakan
intensitas, frekuensi, nyaman dan
teknik nafas dalam
tanda dan lokasi mengurangi nyeri
nyeri) 4. Kaji tipe dan sumber

4. Menyatakan rasa nyeri


4. Untuk menentukan
nyaman setelah 5. Delegatif pemberian
lokasi nyeri
nyeri berkurang obat dari dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak 5. Untuk mengurangi

dapat berhasil nyeri


Senin, 5 Juni 2 Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat mobilitas 1. Untuk mengetahui
2017 asuhan keperawatan 2 x pasien dengan tingkat ketergantungan
24 jam diharapkan menggunakan skala pasien dalam mobilitas
pasien dapat melakukan ketergantungan (0-4)
aktivitas secara
2. Bantu atau dorong 2. Meningkatkan
bertahap dengan kriteria
perawatan diri atau kekuatan otot,
hasil:
kebersihan meningkatkan
1. Pasien meningkat kebersihan diri
3. Jelaskan pada pasien
dalam aktivitas fisik 3. Memeprcepat
tentang pantangan dan
2. Mengerti tujuan dari penyembuhan tulang
keterbatasan dalam
peningkatan
aktivitas
mobilisasi
3. Mempertahankan 4. Observasi vital sign

posisi fungsional 4. Hipotensi postural


adalah masalah umum
yang menyertai tirah
baring lama

D. IMPLEMENTASI

No.
Hari/tanggal Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi TTD
Dx

Selasa, 6 Juni 08.00 1 Melakukan pengkajian nyeri DS


2017
Pasien mengeluh nyeri pada
paha kanan bila digerakkan
skala nyeri 4 (0-10) nyeri
yang dirasakan hilang timbul
DO
Pasien tampak meringis
08.30 1 Gunakan teknik komunikasi DS
teraupetik untuk mengetahui
Pasien mengatakan tidak
pengalaman nyeri pasien
pernah mengalami nyeri ini
sebelumnya
DO
Pasien tampak memegang
paha kanan
09.00 1 Observasi vital sign Suhu : 36 c
Nadi : 88 x perenit
TD : 110/70 mmHg
RR : 20 X permenit

10.00 1 Kaji tipe nyeri dan lokasi DS


nyeri
Pasien mengatakan nyeri
pada paha kanan
DO
Pasien tampak memegang
paha kanan

11.00 1 Kontrol ruangan yang dapat DS


mempengaruhi nyeri
Pasien mengatakan
lingkungan ruang tempat
tidur nyaman
DO
Lingkungan tempat tidur px
nampak bersih dan kondusif
15.00 2 Kaji tingkat mobilisasi px DS
Pasien mengatakan makan
dapat sendiri namun
berpakaian dan toileting px
masih dibantu orang tua
DO
Skala ketergantungan 2 (0-4)
17.00 2 Bantu/dorong pasien dalam DS
perawatan diri
Pasien mengatakan ingin
berusaha memakai pakaian
atas sendiri namun pakaian
bawah dibantu
DO
Pasien tampak memakai
pakaian
20.00 2 Jelaskan kepada pasien DS
tentang pantangan dan
Pasien mengatakan paham
keterbatasan aktivitas
mengenai batasan aktivitas
DO
Pasien nampak
mendengarkan dengan baik
21.00 1 Ajarkan teknik relaksasi DS –
nafas dalam bila nyeri
DO
timbul
Pasien nampak kooperatif
Rabu, 7 Juni 08.00 1 Lakukan pengkajian nyeri DS
2017
Pasien mengatakan nyeri
mulai berurang skala nyri 2
(0-10) nyeri hilang timbul
DO
Pasien tampak tenang tidak
meringgis

09.00 1 Observasi vital sign DS


DO
TD : 110/70 mmHg
Suhu : 36 c
Nadi : 80 x permenit
RR : 20 X/menit
11.00 1 Kontrol ruangan yang dapat DS
pasien nyaman
Pasien mengatakan ruangan
tempa tidur nyaman
DO
Ruangan pasien nampak
bersih
13.00 2 Kaji tingkat melakukan DS
aktivitas pasien
Pasien mengatakan sudah
mampu menggunakan
pakaian atas dan mengelap
bagian atas sendiri namun
yang lainnya masih dibantu
skala ketergantungan 2
DO
Pasien nampak mampu
meningkatkan mobilisasi
secara bertahap
15.00 1 Ajarkan teknik relaksasi DS-
nafas dalam
DO
Pasien mau mengikuti
perawat.
19.00 1 Kaji nyeri pasien DS
Pasien mengatakan skala
nyeri berkurang 1(0-10)
pasien mengatakan merasa
lebih nyaman
DO
Pasien nampak tidak
meringgis
20.00 1 Ajarkan pasien teknik nafas DO
dalam bila nyeri timbul
Pasien kooperative, mau
mendengarkan nasihat
perawat
22.00 2 Jelaskan dan igatkan pasien DS
mengenai batasan aktifitas
Pasien mengatakan paham
dan ingat
DO
Pasien nampak paham

E. EVALUASI

No
Hari/Tgl Jam Evaluasi TTD
Dx

7 Juni 2017 22.10 1 S: Pasien mengatakan nyeri mulai berkurang


WITA dan mampu mengontrol nyeri
O: Skala nyeri 1 (0-10), pasien tampak tenang
A: Masalah nyeri akut teratasi
P: Hentikan intervensi dan pertahankan
kondisi pasien

7 Juni 2017 22.10 2 S: Pasien mengatakan sudah mampu


WITA meningkatkan mobilitas secara bertahap
O: Pasien masih tampak dibantu dalam
pemenuhan ADL nya
A: Masalah nyeri akut teratasi
P: Hentikan intervensi dan pertahankan
kondisi pasien

Anda mungkin juga menyukai