File PDF
File PDF
SKRIPSI
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
JUNI 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
Universitas Indonesia
JUNI 2010
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : ( )
Penguji : ( )
Penguji : ( )
Ditetapkan di : ..........................
Tanggal : ..........................
Universitas Indonesia
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik
Jurusan Elektro pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari
bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
(1) Dr. Ir. Muhammad Asvial M.Eng, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi ini;
(3) Orang tua tercinta dan adik–adikku yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(4) Seluruh sahabat ekstensi Teknik Elektro 2008 yang banyak memeberikan
motivasi dan semangatnya. Semoga silaturrahmi selalu terjalin selepas ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu
Universitas Indonesia
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan skripsi saya tanpa meminta izin dari saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 7 Juni 2009
Yang menyatakan
Universitas Indonesia
Kata kunci:
Satelit, cross polarization, polarisasi, link budget
Universitas Indonesia
Key words:
Satellite, cross polarization, polarization, link budget
Universitas Indonesia
JUDUL ................................................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .............................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. iv
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................. v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Tugas Akhir ..................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah .......................................................................... 3
1.4 Sistematika Penulisan .................................................................. 3
BAB II DASAR TEORI .................................................................................. 5
2.1 Latar Belakang Telekomunikasi Satelit ........................................ 5
2.2 Prinsip Kerja Sistem Komunikasi Satelit ..................................... 6
2.2.1 Space Segment ................................................................. 8
2.2.2 Ground segment ............................................................... 8
2.3 Prinsip Polarisasi ......................................................................... 9
2.4 Pemahaman Orbit satelit .............................................................. 13
2.5 Satelit link Budget ....................................................................... 14
2.5.1 Link Intermediate Data Rate (IDR)................................... 15
2.5.2 Penguatan Antena Stasiun Bumi ...................................... 17
2.5.3 Effective Isotrophic Radiated Power (EIRP)...................... 17
2.5.4 Redaman Propagasi ........................................................... 18
2.5.5 PFD, SFD dan PAD .......................................................... 23
2.5.6 Input Back-off dan Output Back-off .................................. 24
2.5.7 Figure of Merit (G/T) ........................................................ 25
2.5.8 Carrier-to-Noise Power Ratio (C/N) .................................. 26
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Keterangan :
− Modem berfungsi sebagai pengubah sinyal input (data, voice, video audio
dst.) menjadi sinyal Intermediate Frequency (IF) dan sebaliknya.
− Up-Converter pengubah (Convertion) dari sinyal IF (Low Frequency) menjadi
sinyal RF (High Frequency).
− High Power Amplifier (HPA) berfungsi sebagai penguat akhir.
− Low Noise Amplifier (LNA) berfungsi sebagai penguat awal pada sisi Down-
link, karena sinyal yang diterima oleh Antena (Rx) sangat lemah.
− Down-Converter berfungsi sebagai pengubah sinyal RF (High Frequency)
menjadi sinyal IF (Low Frequency). Fungsi yang lainnya adalah sebagai
penurun level sinyal setelah dikuatkan oleh LNA, karena pada dasarnya posisi
penguatan LNA tidak bisa diatur level penguatannya.
Universitas Indonesia
Dari gambar 2.5 di atas terlihat perbedaan bentuk arah rambatan antara
jenis polarisasi horizontal yang mempunyai medan listrik sejajar dengan
permukaan bumi. Dalam gambar 2.5 di atas ditunjukkan dengan arah rambatan
huruf “M”, sedangkan polarisasi vertikal yang mempunyai medan listrik yang
tegak lurus dengan permukaan bumi ditunjukkan dengan arah rambatan huruf
“E”.
Perbedaan yang terdapat dalam arah rambatan polarisasi ini sangat
memungkinkan untuk dilakukan re-use frekuensi atau penggunaan frekuensi
secara bersama-sama tanpa saling mengganggu dan efisiensi penggunaan alokasi
frekuensi bisa dilakukan. Komunikasi satelit salah satu yang memanfaatkan
perbedaan arah rambatan ini dengan dibuatnya alokasi transponder yaitu
transponder horizontal dan transponder vertikal.
Proses pembentukan arah rambatan yang nantinya menciptakan arah
polarisasi horizontal dan polarisasi vertikal berada pada bagian antena yaitu posisi
feedhorn (sisi Tx) dan LNA (sisi Rx). Karena dengan merubah posisi keduanya
maka arah rambatan polarisasi akan dapat dipilih dengan memaksimalkan salah
satu arah rambatan horizontal atau vertikal dan dengan hasil bersamaan akan
didapat nilai minimal dari arah rambatan lawannya. Proses tadi sering disebut
proses crosspol. Gambar 2.6 berikut kondisi perubahan arah polarisasi ketika
proses adjustment sebuah feedhorn pada suatu antena Tx.
Universitas Indonesia
Berdasarkan gambar 2.6 di atas, terlihat jelas ketika proses adjustment antena
berlangsung pada dasarnya memilih arah rambatan yaitu arah rambatan horizontal
(polarisasi horizontal) atau rambatan vertikal (polarisasi vertikal). Dengan
terdapatnya dua buah main lobe pada sumbu putar feedhorn menjadi pengontrol
jenis rambatan yang akan keluar dari suatu antena, dan proses penyeleksiannya
dengan cara maksimalkan pancaran satu di antara pancaran keduanya.
Cross Polarization atau Crosspol dapat diartikan sebagai gangguan
carrier yang diakibatkan ketidaktepatan polarisasi antena terhadap polarisasi
satelit. Polarisasi merupakan pembeda arah/bentuk rambatan frekuensi carrier
yang dipancarkan baik Up-link (carrier pancaran dari ground segment) maupun
Down-link (carrier pancaran dari satelit). Dengan pembeda jenis rambatan ini satu
frekuensi bisa digunakan oleh dua frekuensi carrier pancaran, yaitu polarisasi
horizontal dan polarisasi vertikal, maka pada sistem komunikasi satelit dikenal
dengan istilah transponder horizontal dan transponder vertikal hasil dari
pembedaan jenis rambatan tersebut.
Terjadinya dua polarisasi tersebut didasari atas pemanfaatan perbedaan
sudut arah rambatan dengan beda arah rambatan yang diharapkan sebesar 90º,
tetapi nilai tersebut sangat sulit bahkan bisa dikatakan tidak mungkin tercapai.
Tujuan dari pengetesan dan pengukuran crosspol antena sebelum beroperasi
adalah untuk mencari nilai minimal tembusan yang terjadi antara main carrier
dengan crosspol carrier atau mencari nilai maksimal perbedaan sudut yang
mendekati nilai 90º. Berikut gambar 2.7 adalah gambar perbedaan arah rambatan
frekuensi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bandwidth = (1 + α ) Tr
…............................…………….………….... (2.4)
n
dengan :
B = Bandwidth (KHz)
n = indeks modulasi; n = 1 (BPSK), 2 (QPSK), 3 (8PSK), 4 (16QAM)
= Suatu ketetapan (roll of factor), dengan nilai = 0,2 (BW occupied);
0,4 (BW allocated)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
( hR − hS )
LS = untuk El 5° …….....… (2.10)
sin El
dengan :
LS = Panjang slant path (Km)
Rb = Jari-jari bumi = 42.164 km;
El = Elevasi SB
3. Menghitung proyeksi horizontal panjang slant path yang terpengaruh hujan
(LG), dengan menggunakan persamaan 2.11 berikut :
LG = LS cos El ……......................................................................... (2.11)
dengan :
LG = panjang slant path yang terpengaruh hujan (Km)
4. Menentukan intensitas laju curah hujan (rain rate intensity) untuk persentase
0,01% (R 0,01) sesuai lokasi stasiun bumi. Penentuan intensitas laju curah
hujan mengacu pada pembagian daerah hujan untuk Asia, Oceania, dan
Australia. Wilayah Indonesia termasuk daerah P dengan R0,01 sebesar 145
mm/h. Berikut daftar perbedaan laju curah hajan, seperti pada table 2.1 berikut
ini.
Tabel 2.1 Rain Rate Intensity
Daerah A B C D E F G H J K L M N P Q
R0,01 1 1 1 2 2 3 3 3 4 6 6 9 14 11
8
(mm/h) 2 5 9 2 8 0 2 5 2 0 3 5 5 5
dimana :
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
d. Pointing loss
Pointing loss pada stasiun bumi merupakan sudut antara sumbu sorotan
utama (main beam) antena dengan arah satelit yang sebenarnya. Pointing loss ini
dapat menyebabkan adanya penurunan gain antena ke arah satelit. Semakin besar
pointing loss maka gain antena semakin berkurang. Pointing loss dipengaruhi
oleh diameter antena dan besarnya frekuensi yang digunakan. Berikut ini adalah
Universitas Indonesia
0,0702
Lpointing = 12 ……………………………..................(2.16)
21,1
( f . D)
dengan :
Lpointing = Rugi-rugi pointing (dB)
D = Diameter antena transmite atau receive (m)
f = frekuensi transmite atau receive (GHz)
Setelah faktor-faktor yang mempengaruhi nilai redaman propagasi
diketahui, maka nilai redaman propagasi bisa diketahui dengan menggunakan
persamaan 2.17 berikut
Lpropagasi = FSL + LRA + LAtm + LPointing ……………………...(2.17)
dengan :
FSL = Rugi-rugi ruang bebas (dB)
LRA = Redaman hujan (dB)
LAtm = Redaman atmosfer (dB)
LPointing = Rugi-rugi pointing (dB)
Universitas Indonesia
:
Gambar 2.11 Kurva Karakteristik Amplifier
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
PAD 12 dB
SFD (PAD = 0 dB) -103 dBW/m2
Xponder Bandwidth 36 MHz
Aggregrat IBO 3 dB
Aggregat OBO 3 dB
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dari gambar 3.1 di atas terlihat ada dua carrier pancaran yang dihasilkan
oleh antena SB 2, kedua carrier dibedakan berdasarkan jenis polarisasinya yaitu
polarisasi horizontal dan polarisasi vertikal. Selain dibedakan berdasarkan
polarisasinya, jenis pancaran carrier dapat dibedakan berdasarkan alokasi
frekuensi, berikut perbedaannya :
a. Carrier Receive, jenis pancaran ini digunakan sebagai alokasi pancaran dari
antena satelit menuju arah antena SB 1 (diameter 10 m), bisa disebut juga
carrier Down-link. Frekuensi operasional carrier down-link berada pada
kisaran 4 GHz.
b. Carrier Transmite, jenis pancaran ini digunakan sebagai alokasi pancaran dari
antena SB 2 (antena VSAT diameter 2 m) menuju arah antena satelit, bisa
disebut juga carrier Up-link. Frekuensi operasional carrier up-link berada
pada kisaran 6 GHz, dengan ketentuan sebagai berikut :
− Alokasi frekuensi down-link berada pada posisi 4 GHz.
− Alokasi frekuensi Local Oscilator (LO) satelit berkisar pada posisi 2 GHz
(untuk jenis satelit C-band, LO satelit sebesar 2.225 MHz).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Prosedur pengetesan
Adapun prosedur tes yang dilakukan sebagai berikut
1. Langkah 1
Pointing antena, yaitu pengarahan antena untuk mendapatkan sinyal
satelit. Hal ini tidak dilakukan karena antena sudah di-pointing.
2. Langkah 2
Mencari frekuensi kosong pada transponder (frekuensi yang tidak
terpakai), setelah itu carrier dipancarkan pada frekuensi tersebut dari RF
signal generator dengan jenis sinyal clean carrier.
3. Langkah 3
Mengatur sudut azimuth dan elevasi antena sehingga diperoleh daya
terima maksimal. Setelah nilai maksimal diperoleh maka sinyal akan
termonitor dengan menggunakan spectrum analyzer.
4. Langkah 4
Mengeset spectrum analyzer untuk mendapatkan sinyal crosspol, karena
yang dipakai adalah transponder horizontal maka pada saat mengeset
Universitas Indonesia
Gambar 3.2 di bawah ini tentang konfigurasi perangkat di SPU Palapa Cibinong
untukmelakukan pengukuran crosspol.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kecepatan bit yang dipakai diantaranya teknik Single Channel Per Carrier
(SCPC) dan teknik Time Division Multiple Access (TDMA). Kecepatan bit yang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
= (1 + 0,2) 3.072
3
= 1.228,8 KHz
BAllocated = (1 + α ) Tr
n
= (1 + 0,4) 3.072
3
= 1.433,6 KHz
b. Link budget stasiun bumi
Pada perhitungan link ini terdapat dua macam stasiun bumi yaitu
stasiun bumi pemancar dan stasiun bumi penerima. Parameter-parameter yang
dibutuhkan terdapat pada tabel 3.2 dan 3.3.
Antena sebagai penerima mempunyai penguat yang beragam, salah
satu faktor penguat antena adalah ukuran diameter antena. Untuk menghitung
gain antena (GantTx) dengan memperhatikan parameter-parameter antena pada
tabel 3.2 dan tabel 3.3 dengan nilai fTx = 6,218 GHz, fRx = 3,993 GHz, diamater
antena penerima (DSB1) = 10 m, diamater antena pemancar (DSB2) = 4,5 m dan
efisiensi antena (η) = 0,6. Untuk menghitung gain antena dapat menggunakan
persamaan berikut :
Gant Tx = 20,4 + 20 log f(GHz) + 20 log D(m) + 10 log η
= 20,4+20 log(6,218) + 20 log(4,5) + 10 log(0,6)
= 47,12 dB
Gant Rx = 20,4 + 20 log f(GHz) + 20 log D(m) + 10 log η
= 2,4+20 log(3,993) + 20 log(10) + 10 log(0,6)
= 50,20 dB
Untuk mengetahui besarnya daya yang terpancar dari satelit maupun
dari antena pada stasiun bumi, maka Effective Isotrophic Radiated Power (EIRP)
bisa dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini dengan
memperhatikan faktor-faktor pada tabel 3.2 diantaranya Daya HPA (PHPA)
sebesaar 10 watt dan bisa dikonfersikan menjadi 10 dBW
EIRPSB = PHPA+ G ant – Feed Loss
Universitas Indonesia
2. Redaman hujan
Untuk mengetahui nilai redaman hujan, dapat diketahui dengan
memperhatikan nilai parameter pada tabel 3.2 dengan nilai elevasi (El) =
82,53° BT dan posisi lintang selatan SB ( ) = 6,35° LS, sedangkan intensitas
laju curah hujan R0,01 = 145 sesuai dengan tabel 2.1. Paramater lainnya bisa
diketahui dengan cara perhitungan diantaranya panjang slant path (LS),
faktor reduksi (r 0,01) dan nilai koefisien regresi redaman hujan spesifik. (A
dan B).
Berdasarkan persamaan nilai hR sebesar 4 Km dikarenakan posisi
koordinat SB berada pada 6,35° LS dan posisi SB berada pada ketinggian
permukaan laut (hS) = 0,12 Km. maka nilai LS dapat dicari dengan
menggunakan persamaan berikut
( h R − hS )
LS =
sin θ
Universitas Indonesia
1
=
1 + 0,045 ( LS x cos 82,53°)
1
=
1 + 0,045 (3,91 x cos 82,53°)
= 0,98
Setelah nilai LS dan r0.01 diketahui, maka nilai selanjutnya yang harus
dicari adalah nilai koefisien regresi redaman hujan spesifik (A dan B). Nilai
koefisien regresi redaman hujan spesifik dapat dihitung dengan
menggunakan tabel 2.2 dengan persamaan berikut :
= 0,00166
Ah + Av + ( Ah − Av ) cos 2 ( El ) cos(2τ )
b). A rx =
2
Universitas Indonesia
= 0,00062
= 1,29
= 1,10
3. Redaman atmosfer
Berdasarkan redaman atmosfer (atmosfer attenuation) sekitar 0,02 dB.
4. Pointing loss
Pointing loss (LPointing) dapat diketahui dengan menggunakan
parameter pada tabel 3.2 dan 3.3 dengan nilai fTx = 6,218 GHz, fRx = 3,993
Universitas Indonesia
0,0702
a). LPointing Tx = 12 .
21,1
( f . D)
2
0,0702
= 12
21,1
(6,218 x 4,5)
= 0,10 dB
0,0702
b). LPointing Rx = 12 .
21,1
( f . D)
2
0,0702
= 12
21,1
(3,993 x 10)
= 0,21 dB
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 3.1 nilai SFD = -103 dB, PAD = 12 dB dan hasil
perhitungan sebelumnya nilai PFD = -109, 92 dB, maka nilai Input Back Off
(IBOcxr) dan Output Back Off (OBOcxr) dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan berikut
Universitas Indonesia
25 1
= 1
+ 290 1 − 1
+ 45
10 10
10 10
= 124,5 °K
G/T = GR – 10.log Ts
= 49,20 – 10 log 124,5
= 28,25 dB/ºK
f. Perhitungan C/N
Carrier-to-noise power ratio merupakan perbandingan antara daya sinyal
pembawa dengan daya derau yang diterima. C/N banyak digunakan untuk sistem
komunikasi satelit dimana C/N ini menunjukkan kualitas hubungan satelit. Untuk
mendapatkan nilai dari C/Ntotal, terlebih dahulu menghitung C/Nuplink dan
C/Ndownlink, yang diketahui parameter-parameternya dari per hitungan sebelumnya
adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Tr
C/NReq = Eb/No + 10 log
BOcc
3.072
= 6,6 + 10 log
1.228,8
= 10,58 dB
Setelah diketahui besar C/N uplink dan C/N downlink , maka bisa dihitung
C/Ntotal dengan mengetahui parameter-parameter di bawah ini dan perhitungannya
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1
C/N total =
1 1 1 1 1 1 1
+ + + + +
10 2 , 284 10 1, 957 10 2 ,8
10 2,4
10 2,4
10 2,4
10 3 , 696
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan link budget dan analisis kualitas crospol yang
dilakukan di SPU Palapa Cibinong, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil perhitungan C/Ntotal berdasarkan data hasil monitoring nilai crosspol
selama 14 hari, didapatkan nilai fluktuasi crosspol sebesar 3,41 dB. Kondisi
dari nilai crosspol yang berfluktuasi, berdampak pada nilai C/Ntotal yang
berfluktuasi dengan nilai tertinggi sebesar 15,23 dB (pengukuran hari ke 2,
pengukuran kondisi malam) sampai dengan nilai terendah sebesar 15,25 dB
(pengukuran hari ke 7, pengukuran kondisi malam).
2. Selama proses pengukuran CPI, kondisi link baik dikarenakan nilai C/NUplink
sebesar 22,84 dB dan C/Ndownlink sebesar 18,67 dB yang lebih besar dari pada
C/N Requeired sebesar 10,58 dB. Kondisi link normal, bisa dibuktikan dengan
masih adanya nilai link margin berkisar antara 4,6 dB.
3. Perubahan nilai crosspol pada satelit yang dijaga dalam box keeping sebesar
0,05° tidak memberikan pengaruh yang begitu berarti selama proses
monitoring crosspol.
5.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa penelitian crosspol sebagai tolak ukur
performansi layanan VSAT ini belum layak dianggap sebagai metode yang baik.
Crosspol merupakan salah satu prioritas utama yang harus dilakukan dalam
memaksimalkan performansi link VSAT, sehingga pengembangan dan riset
terhadap cross polarization diharapkan akan terus dilakukan untuk dapat
mewujudkan suatu metode crosspol yang lebih baik dan memiliki kemampuan
yang lebih dalam hal akurasi.
DAFTAR PUSTAKA
[4] Ha, Tri T, Digital Satellite Comunications, Second Edition, Mc Graw Hill,
Singapore. 1990.
[5] Hermania, Teori Dasar Sistem Komunikasi Satelit, Modul Pelatihan Satelit
Telkom 1, PT. Telkom,Cibinong. 2007.
[10] Yulianto, Suroso. Link Budget Transat sebagai Tool Optimalisasi Disain link
transmisi satelit. Makalah inovasi, PT. Telkom, Cibinong, 2003.
[11] Zang, wei and nadir Moayeri. Power-law parameter of rain Spesific
Attenuation national Institute of standart Technology, IEEE 802.16,
Oktober 1999.
Universitas Indonesia
Analisis cross..., Tinno Daya Prawira, FT UI, 2010