Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

FARMAKOTERAPI TERAPAN
“ Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI)”

Disusun Oleh : Khadijah Zharifah (2019000041)


Laras Atlisia (2019000042)
Lidya Luziana (2019000043)
Marsya Budi Rahayu (2019000044)
Maulidya Cahya Ningrum (201900045)
Kelas :B
Kelompok :2

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Survei Sample Regristration System (SRS) pada 2014 di Indonesia menunjukkan,


Sindrom Koroner Akut (SKA) atau Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi
penyebab kematian tertinggi pada semua umur setelah stroke, yakni sebesar
12,9%. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, prevalensi tertinggi untuk
penyakit Kardiovaskuler di Indonesia adalah SKA, yakni sebesar 1,5%. Menurut
kelompok umur, SKA paling banyak terjadi pada kelompok umur 65-74 tahun
(3,6%) diikuti kelompok umur 75 tahun ke atas (3,2%), kelompok umur 55-64
tahun (2,1%) dan kelompok umur 35-44 tahun (1,3%). Sedangkan menurut status
ekonomi, terbanyak pada tingkat ekonomi bawah (2,1%) dan menengah bawah
(1,6%). Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17,5
juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5
juta kematian di seluruh dunia. Lebih dari 3/4 kematian akibat penyakit
kardiovaskuler terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai
sedang.
Penderita Sindrom Koroner Akut (SKA) memiliki gejala utama nyeri dada.
Berdasarkan elektrokardiogram (EKG), pasien dibedakan menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
 Angina tidak stabil atau angina pektoris
 Infark miokard segmen elevasi non-ST (NSTEMI)
 Peningkatan segmen ST infark miokard, yaitu STEMI dan Infark Miokard
Akut (IMA)

Angina tidak stabil dan NSTEMI adalah kondisi yang berkaitan erat, dari
penyebab patofisiologis dan presentasi klinis yang dimiliki keduanya serupa,
hampir selalu dikaitkan dengan pecahnya plak aterosklerotik dan trombosis pada
arteri yang menyebabkan infark, tetapi mereka berbeda dalam tingkat keparahan.
Diagnosis NSTEMI dapat dibuat ketika plak aterosklerotik dan trombosis
parsial sampai arteri pecah, sehingga terjadi infark/iskemia cukup parah yang
menyebabkan kerusakan miokard yang mengakibatkan terjadinya pelepasan
biomarker nekrosis miokard seperti troponin T atau I, dan fraksi otot dan otak
kreatin kinase [CK] -MB] ke dalam sirkulasi. Sebaliknya, pasien dianggap telah
mengalami angina tidak stabil jika tidak ada biomarker tersebut saat dideteksi
dalam aliran darah beberapa jam setelah timbulnya nyeri dada iskemik awal.
Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 1,36 juta rawat inap diperlukan untuk
SKA (terdaftar baik sebagai diagnosis pelepasan primer atau sekunder), dimana
0,81 juta untuk infark miokard (MI) dan sisanya untuk angina tidak stabil. Sekitar
dua pertiga pasien dengan MI mengalami NSTEMI; sisanya mengalami STEMI.
Pada makalah ini akan membahas mengenai Sindrom Koroner Akut: NSTEMI,
serta kasus mengenai penyakit NSTEMI dan pembahasannya dengan
menggunakan tatalaksana farmakoterapi yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses
penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA),
infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen
ST(Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard
gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation
myocardial infarction/STEMI). Nyeri dada adalah gejala utama yang dijumpai
serta dijadikan dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun klasifikasi
selanjutnya didasarkan pada gambaran elektrokardiografi.
Berdasarkan spektrum SKA, NSTEMI didefinisikan sebagai gambaran EKG
depresi segmen ST atau inversi gelombang T prominen dengan biomarker
nekrosis yang positif ( mis, troponin) dengan tidak dijumpainya elevasi segmen
ST pada gambaran EKG dan sesuai dengan gambaran klinis (rasa tidak nyaman
pada dada atau sesuai dengan angina). NSTEMI biasanya disebabkan oleh
penyempitan arteri koroner yang berat, sumbatan arteri koroner sementara, atau
mikroemboli dari trombus dan atau materi-materi atheromatous.

B. Epidemiologi

Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, prevalensi tertinggi untuk penyakit


Kardiovaskuler di Indonesia adalah Sindrom Koroner Akut (Penyakit Jantung
Koroner/PJK), yakni sebesar 1,5%. Dari prevalensi tersebut, angka tertinggi ada
di Provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%) dan terendah di Provinsi Riau (0,3%),
Menurut kelompok umur, PJK paling banyak terjadi pada kelompok umur 65-74
tahun (3,6%) diikuti kelompok umur 75 tahun ke atas (3,2%), kelompok umur
55-64 tahun (2,1%) dan kelompok umur 35-44 tahun (1,3%).
Sedangkan menurut status ekonomi, terbanyak pada tingkat ekonomi bawah
(2,1%) dan menengah bawah (1,6%).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17,5 juta
orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5 juta
kematian di seluruh dunia. Lebih dari 3/4 kematian akibat penyakit kardiovaskuler
terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang. Dari
seluruh kematian akibat penyakit kardiovaskuler 7,4 juta (42,3%) di antaranya
disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan 6,7 juta (38,3%) disebabkan
oleh stroke.
Di Amerika Serikat, usia rata-rata pada Myocardial Infraction (MI) pertama
adalah 65,6 tahun untuk pria dan 72,0 tahun untuk wanita. Insidensi MI lebih tinggi
pada orang kulit hitam di semua kelompok umur dibandingkan dengan populasi
kulit putih. Prevalensi, diperkirakan 16,5 juta orang Amerika> 20 tahun memiliki
penyakit arteri koroner dengan prevalensi keseluruhan MI adalah 3,0% (3,8%
untuk pria dan 2,3% untuk wanita). Penyakit arteri koroner adalah penyebab utama
kematian pada orang dewasa di Amerika Serikat dengan mortalitas yang
disesuaikan dengan usia keseluruhan 98,8 / 100.000. Tingkat kematian lebih tinggi
pada pria dibandingkan dengan wanita dan pada kulit hitam dibandingkan dengan
kulit putih.

C. Patofisiologi

Pembentukan plak aterosklerotik adalah penyebab penyakit jantung koroner


(CAD) dan ACS pada kebanyakan pasien. Disfungsi endotel mengarah pada
pembentukan garis-garis lemak di arteri koroner dan akhirnya ke plak
aterosklerotik. Faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk pengembangan
aterosklerosis termasuk hipertensi, usia, jenis kelamin pria, penggunaan
tembakau, diabetes mellitus, obesitas, dan dislipidemia.
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan
antara suplai dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat
dalam ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke
miokard, melalui lima mekanisme dibawah ini:
1. Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang
disebabkan oleh trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang terganggu
dan biasanya nonoklusif. Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-
komponen dari plak yang terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab
terhadap keluarnya markers miokard pada pasien-pasien NSTEMI.
Trombus/plak oklusif juga dapat menyebabkan sindroma ini namun dengan
suplai darah dari pembuluh darah kolateral. Patofisiologi molekuler dan seluler
paling sering yang menyebabkan plak aterosklerotik terganggu adalah
inflamasi arterial yang disebabkan oleh proses non infeksi (mis, lipid
teroksidasi), dapat pula oleh stimulus proses infeksi yang menyebabkan
ekspansi dan destabilisasi plak, ruptur atau erosi, dan trombogenesis.
Makrofag yang teraktivasi dan limfosit T yang berada pada plak meningkatkan
ekspresi enzim-enzim seperti metalloproteinase yang menyebabkan penipisan
dan disrupsi plak yang dapat menyebabkan NSTEMI.
2. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu
oleh spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial
(Prinzmetal’s angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos vaskular dan atau disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar
dapat terjadi pada puncak obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina
yang berasal dari campuran kondisi tersebut atau NSTEMI/Angina tidak stabil.
Obstruksi koroner dinamik dapat pula disebabkan oleh disfungsi
mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat disfungsi endotel atau konstriksi
abnormal dari pembuluh darah kecil intramural.
3. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi
pada pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah
percutaneous coronary intervention (PCI).
4. Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-
wanita peripartum).
5. Angina tidak stabil sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri
koroner. Pasien dengan angina tidak stabil sekunder biasanya, namun tidak
selalu, memiliki penyempitan atherosklerotik koroner yang membatasi perfusi
miokard dan sering memiliki angina kronik stabil. Angina tidak stabil sekunder
dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti peningkatan kebutuhan oksigen
miokard (demam, takikardia, tirotoksikosis), penurunan aliran darah koroner
(hipotensi) atau penurunan pasokan oksigen miokard (anemia atau
hipoksemia).

D. Faktor resiko

Faktor – faktor resiko NSTEMI diantaranya :


1. Faktor non-modifikasi
a. Usia
Resiko pria mengidap penyakit jantung koroner akan meningkat pada usia
diatas 45 tahun dan untuk wanita pada usia diatas 40 tahun setelah
menopause.
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih beresiko daripada pria karena dislipidemia.
c. Riwayat Keluarga
Seseorang yang memiliki genetik penyakit jantung koroner pada
keluarganya akan lebih mudah terkena penyakit jantung koroner
dibandingkan seseorang yang tidak ada riwayat sebagai penderita
penyakit jantung koroner.
2. Faktor modifikasi
a. Obesitas
Obesitas dapat menjadi pencetus penyakit lain seperti diabetes, hipertensi,
gout, jenis kanker tertentu, dan kolesterol.
b. Gaya hidup
Pola makan yang tidak sehat, kurang berolahraga, dan merokok
merupakan sebagian kecil dari penyebab resiko penyakit jantung koroner
makin tinggi pada seseorang.
c. Pekerjaan
Pekerjaan dengan tingkat stress yang tinggi akan meningkatkan seseorang
untuk lebih mudah terserang penyakit jantung koroner.
d. Faktor penyakit
Penyakit yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner antara lain
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes merupakan salah satu penyakit yang
mendukung terjasinya penyakit jantung koroner.

E. Gejala klinik

1. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium


dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar.
2. Nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang
sering ditemukan pada NSTEMI.
3. Gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui
dengan baik.
4. Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di
lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang
lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
F. Diagnosis

Gejala utama dari NSTEMI adalah nyeri dada yang khas. Diagnosis kerja
NSTEMI dipikirkan dengan menyingkirkan diagnosis lain berdasarkan EKG
(tidak didapatinya ST elevasi persisten), selanjutnya biomarker-biomarker seperti
troponin akan membedakan NSTEMI dengan UA, modalitas imaging digunakan
untuk menyingkirkan diferensial diagnosis.
1. Anamnese
Nyeri dada akut adalah salah satu alasan utama pasien-pasien datang ke unit
gawat darurat dan diketahui pasien selama ini sebagai pertanda SKA, namun
setelah evaluasi lebih lanjut hanya sekitar 15-20% pasien dengan nyeri dada
akut yang betul-betul mengalami SKA. Sehingga perlu pula diketahui gejala-
gejala lain yang sering dialami namun kurang diwaspadai oleh pasien
NSTEMI. Oleh karena itu pendekatan yang tepat akan keluhan nyeri dada
harus dilakukan. Presentasi klinis dari NSTEMI meliputi berbagai gejala yang
cukup luas. Presentasi klinis yang selama ini umum diketahui antara lain:
a. Nyeri angina yang berdurasi panjang (> 20 menit) saat istirahat.
b. Angina onset baru (kelas II atau III berdasarkan klasifikasi Canadian
Cardiovascular Society (CCS)).
c. Destabilisasi baru dari yang sebelumnya angina stabil dengan setidaknya
memenuhi karakteristik angina kelas III CCS (crescendo angina).
d. Angina post infark miokard Gambaran klinis nyeri dada pada NSTEMI
adalah rasa berat atau tekanan pada daerah retrosternal (angina) yang
menjalar hingga ke lengan kiri, leher, atau rahang, yang dapat bersifat
intermiten (umumnya berlangsung selama beberapa menit) atau persisten.
Keluhan ini dapat diikuti dengan keluhan lainnya seperti fatik yang
ekstrim, diaphoresis, nausea, nyeri perut, dyspnoea, dan syncope. Dapat
pula didapati keluhan tidak khas lainnya seperti epigastric pain, masalah
pencernaan, nyeri dada seperti ditikam, nyeri dada dengan ciri pleuritik,
atau bertambahnya sesak napas.

Munculnya keluhan-keluhan tersebut setelah aktifitas fisik atau berkurang


saat istirahat atau setelah penggunaan nitrat, mendukung diagnosis iskemia.
Dalam anamnese perlu pula ditanyakan dan dievaluasi adanya faktor resiko
standar seperti usia, diabetes mellitus, hipertensi, merokok, riwayat keluarga,
episode angina, konsumsi aspirin, riwayat serupa mengalami hal yang sama,
penyakit jantung koroner sebelumnya, dislipidemia, dan lain sebagainya.
Penting pula mengidentifikasi kondisi-kondisi klinis lainnya yang dapat
mencetuskan NSTEMI seperti anemia, infeksi, inflamasi, demam dan
kelainan metabolik atau endokrin (umumnya tiroid). Pasien-pasien yang
mengalami NSTEMI tidak selalu datang dengan keluhan rasa tidak nyaman
pada daerah dada.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada NSTEMI bisa saja normal. Setiap pasien dengan SKA
harus diukur tanda-tanda vital nya (tekanan darah dikedua lengan jika
disangkakan diseksi, frekuensi detak jantung, dan suhu) dan selanjutnya harus
menjalani pemeriksaan fisik jantung dan dada yang lengkap. Tujuan utama
dari pemeriksaan fisik adalah untuk menyingkirkan penyebab nyeri dada non
kardiak dan kelainan jantung non iskemik (emboli paru, diseksi aorta,
perikarditis, penyakit jantung katup) atau kemungkinan penyebab diluar
jantung seperti penyakit paru akut (pneumothoraks, pneumonia, efusi pleura).
Pemeriksaan fisik seperti diaphoresis, pucat, kulit dingin, sinus takikardia,
suara jantung ketiga atau keempat, ronkhi basah basal, dan hipotensi
menunjukkan kemungkinan area iskemik yang luas dan beresiko tinggi.
Pemeriksaan fisik lain seperti pucat, banyak keringat dan tremor dapat
mengarahkan ke kondisi-kondisi pencetus seperti anemia dan tirotoksikosis.
Perbedaan tekanan darah pada anggota gerak atas dan bawah, nadi yang
iregular, murmur jantung, friction rub, nyeri saat palpitasi dan massa regio
abdomen adalah pemeriksaan fisik yang mungkin didapati pada kondisi selain
NSTEMI.

2. Pemeriksaan penunjang
a. EKG
EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama dalam
penilaian pasien-pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat
dalam 10 menit setelah kontak medis pertama dan secepatnya
diinterpretasikan oleh dokter. Karakteristik abnormalitas gambaran EKG
yang ditemui pada NSTEMI adalah depresi segmen ST atau elevasi
transient dan atau perubahan pada gelombang T (inversi gelombang T,
gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normal).
Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi
segmen ST mengindikasikan luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi
dengan prognosis. Deviasi segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV
merupakan hal yang penting dan spesifik dalam hal iskemik dan
prognosis. Depresi segmen ST > 2 mm meningkatkan resiko mortalitas.
Inversi gelombang T juga sensitif untuk iskemik namun kurang spesifik,
kecuali bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan bermakna.
Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan
sebaiknya dilakukan saat pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini
dibandingkan dengan gambaran EKG saat pasien dalam kondisi
asimtomatis. Perbandingan dengan EKG sebelumnya akan sangat bernilai
pada pasien-pasien dengan kelainan jantung terdahulu, seperti hipertropi
ventrikel kiri atau infark miokard sebelumnya. Perekaman EKG
sebaiknya diulangi setidaknya pada 3 jam (6-9 jam) dan 24 jam setelah
masuk ke rumah sakit. Pada kondisi dimana terjadi nyeri dada berulang
atau muncul gejala-gejala lainnya, pemeriksaan EKG dapat diulangi
secepatnya.nHarus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak
menyingkirkan kemungkinan NSTEMI. Terutama iskemik pada daerah
arteri sirkumfleks atau iskemik ventrikel kanan terisolasi dapat luput dari
gambaran EKG 12 lead, namun dapat terdeteksi pada lead V7-V9 dan
pada lead V3R dan V4R.

Inversi Gelombang T

Depresi segmen ST

b. Biomarker
Kardiak troponin (TnT dan TnI) memegang peranan penting dalam
diagnosis dan stratifikasi resiko, dan dapat membedakan NSTEMI dengan
UA. Troponin lebih spesifik dan sensitif dibandingkan enzim jantung
tradisional lainnya seperti creatine kinase (CK), isoenzim CK yaitu
CKMB dan mioglobin. Peningkatan troponin jantung menggambarkan
kerusakan selular miokard yang mungkin disebabkan oleh embolisasi
distal oleh trombus kaya platelet dari plak yang ruptur atau mengalami
erosi.
Pada kondisi iskemik miokard (nyeri dada, perubahan EKG, atau
abnormalitas gerakan dinding jantung yang baru), peningkatan troponin
mengindikasikan adanya infark miokard. Pada pasien-pasien dengan
infark miokard, peningkatan awal troponin muncul dalam 4 jam setelah
onset gejala. Troponin dapat tetap meningkat sampai dua minggu akibat
proteolisis aparatus kontraktil. Nilai cut off untuk infark miokard adalah
kadar troponin jantung melebihi persentil 99 dari nilai referensi normal
(batas atas nilai normal). Kondisi-kondisi mengancam nyawa lainnya
yang menunjukkan gejala nyeri dada seperti aneurisma diseksi aorta atau
emboli pulmonal, dapat juga menyebabkan peningkatan troponin dan
harus selalu dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis. Peningkatan
troponin jantung juga dapat terjadi pada injuri miokard yang tidak
berhubungan dengan pembuluh koroner.

Waktu rilisnya berbagai biomarker setelah infark miokard

Creatine kinase – MB (CKMB) yang merupakan protein karier sitosolik


untuk fospat energi tinggi telah lama dijadikan sebagai standar diagnosis
infark miokard. Namun CKMB kurang sensitif dan kurang spesifik
dibandingkan dengan troponin jantung dalam menilai infark miokard.
CKMB dalam jumlah yang kecil dapat ditemui pada darah orang sehat
dan meningkat seiring dengan kerusakan otot lurik.

c. Pemeriksaan Imaging
Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk ke
rumah sakit, sehingga dapat dievaluasi kemungkinan lain penyebab nyeri
dada dan sekaligus sebagai skrining kongesti paru yang akan
mempengaruhi prognosis. Pemeriksaan ekokardiografi dan doppler
sebaiknya dilakukan setelah hospitalisasi untuk menilai fungsi global
ventrikel kiri dan abnormalitas gerakan dinding regional. Ekokardiografi
juga diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri dada.
Cardiac magnetic resonance (CMR) dapat menilai fungsi dan perfusi
jantung skaligus mendeteksi bekas luka pada jaringan, namun teknik
imaging ini belum secara luas tersedia. Begitu pula dengan nuclear
myocardial perfusion tampaknya akan sangat bermanfaat, namun tidak
tersedia dalam layanan 24 jam. Myokard skintigrafi juga dapat digunakan
pada pasien dengan nyeri dada tanpa perubahan gambaran EKG atau bukti
adanya iskemik yang sedang berlangsung ataupun infark miokard.
Multidetector computed tomography (CT) tidak digunakan untuk
mendeteksi iskemia, namun menawarkan kemungkinan untuk
menyingkirkan adanya PJK. CT angiography, jika tersedia dapat
digunakan untuk menyingkirkan SKA dari etiologi nyeri dada lainnya.
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan baku emas untuk mengetahui
dan menilai keparahan penyakit arteri koroner. Angiografi urgent
dilakukan untuk tindakan diagnostik pada pasien-pasien dengan resiko
tinggi dan dengan diagnosis banding yang tidak jelas.
G. Diagnosis Banding
Pasien dengan kardiomiopati hipertrofik atau penyakit katup jantung (stenosis
dan regurgitasi katup aorta) dapat mengeluh nyeri dada disertai perubahan EKG
dan peningkatan marka jantung menyerupai yang terjadi pada pasien NSTEMI.
Miokarditis dan perikarditis dapat menimbulkan keluhan nyeri dada, perubahan
EKG, peningkatan marka jantung, dan gangguan gerak dinding jantung
menyerupai NSTEMI. Stroke dapat disertai dengan perubahan EKG, peningkatan
marka jantung, dan gangguan gerak dinding jantung. Diagnosis banding non
kardiak yang mengancam jiwa dan selalu harus disingkirkan adalah emboli paru
dan diseksi aorta.

Tingkat peluang SKA segmen ST non elevasi


(dikutip dari Anderson JL, et al.J Am Coll Cardiol 2007;50:E1-157)
KEMUNGKINA KEMUNGKINA KEMUNGKINA
N BESAR N SEDANG N KECIL
Salah satu dari : Salah satu dari : Salah satu dari :
Anamnesis Nyeri dada atau Nyeri di dada atau Nyeri dada tidak
lengan kiri yang di lengan kiri khas angina
berulang Pria, usia >70
Mempunyai tahun, diabetes
riwayat PJK, melitus
termasuk infark
miokard
Pemeriksaa Regurgitasi mitral, Penyakit vaskular Nyeri dada timbul
n fisik hipotensi, ekstra kardiak tiap dilakukan
diaphoresis, palpasi palpasi
edema paru atau
ronkhi
EKG Depresi segmen Gelombang Q Gelombang T
ST ≥1 mm atau yang menetap. mendatar atau
inversi gelombang Depresi segmen inversi <1mm di
T yang baru (atau ST 0,5-1 mm atau sedapan dengan
dianggap baru) di inversi gelombang gelombang R yang
beberapa sadapan T >1 mm dominan
prekordial
Marka Kadar troponin I/T Normal Normal
jantung atau CKMB
meningkat.

H. Farmakoterapi

1. Terapi Farmakologi

a. Terapi Antiplatelet Oral


1) Aspirin
Dosis awal : 162-325 mg peroral sebagai dosis tunggal (dapat
dikunyah pada pasien yang belum mendapat aspirin untuk kadar darah
aspirin cepat)
Dosis harian : 75-160 mg peroral 1x sehari
2) Klopidogrel
Dosis awal : 30 mg peroral sebagai dosis tunggal
Dosis harian : 75 mg peroral 1 kali sehari
Ticlopidin : 250 mg peroral 2 kali sehari (kontrol jumlah platelet &sel
darah putih selama pengobatan).
3) Antitrombotik :
Heparin direkomendasi pada:
a) Pasien yang menjalani terapi revaskularisasi perkutan atau bedah.
b) Diberikan intravena pada pasien yang menjalani terapi reperfusi
dengan alteplase: dosis yang direkomendasikan 70 UI/kgBB bolus
pada saat mulai infus alteplase, dilanjutkan lebih dari 48 jam
terbatas hanya pada pasien dengan risiko tinggi terjadi
tromboemboli sistemik atau vena.
c) Diberikan intravena pada infark non-Q.
d) Diberikan subkutan (SK) 2 x 7500 UI (heparin intravena
merupakan trombolitik yang tidak ada kontraindikasi heparin).
Pada pasien fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada
trombus di ventrikel kiri.
e) Diberikan intravena pada pasien yang mendapat terapi obat-obat
trombolitik non-selektif (streptokinase, anisreplase, urokinase)
yang merupakan risiko tinggi terjadinya emboli sistemik seperti di
atas. Keterangan: heparin direkomendasikan ditunda sampai 4 jam
dan pada saat itu diperiksa aPTT. Heparin mulai diberikan jika
aPTT < 2 kali kontrol (sekitar 70 detik), kemudian infus
dipertahankan dengan target aPTT 1,5-2 kali kontrol (infus awal
sekitar 1000 UI/jam). Setelah 48 jam dapat dipertimbangkan
diganti heparin subkutan, warfarin, atau aspirin saja

b. Terapi Anti-Iskemik
Tujuan terapi adalah untuk mengurangi iskemia dan mencegah terjadinya
kemungkinan yang lebih buruk, seperti infark miokard atau kematian.
Pada keadaan ini, obat-obat anti iskemik mulai diberikan bersamaan
sambil merencanakan strategi pengobatan difinitif. Terapi anti iskemik
termasuk; penderita dirawat dengan tirah baring dengan monitoring EKG
kontinu untuk iskemik yang masih berlanjut dan direksi aritmia bagi
pasien-pasien dengan risiko tinggi. Oksigen harus diberikan pada semua
pasien untuk mempertahankan saturasi O2 > 90%.
a. Nitrat
1) Gliseril trinitrate (nitrogliserin) : tablet 500 mcg atau spray 0,4 mg
SL setiap 3-5 menit sampai sakit berhenti atau jika efek samping
« supervene » (maksimal 3 dosis)
2) Isosorbid dinitrat spray : 1-3 spray dari 1,25 mg ke dalam lubang
buccal ada interval 30 detik ketika menahan nafas.
3) Isosorbid dinitrat : 5-10 mg tablet SL setiap 5-10 menit sampai
rasa sakit hilang. (Max 3 dosis dalam 15-30 menit). Gliseril
trinitrate (nitrogliserin) : awal 5mcg/ menit infusan IV. Bertambah
iv menjadi 5 mcg / menit, meningkat 10 mcg/min setiap 3-5 menit
(max 200mcg/ menit).
4) Isosorbid dinitrate IV infusan 2-10 mg/jam IV. Direkomendasikan
berubah ke dosis dalam 24 jam selama gejala dikontrol sesuai
kebutuhan dalam rangka untuk mencegah toleransi. Oral & topical
5) Isosorbid dinitrate Pelepasan cepat : 10-40 mg per oral bid-qid
Pelepasan lambat : 20 mg per oral bid-tid atau 40 mg per oral
sehari sekali-bid
6) Isosorbid mononitrat Pelepasan sedang : 20-40 mg per oral bid
Pelepasan lambat : 40-120 mg per oral sekali sehari
7) Nitroglycerin capsul : 2,5-7,5 mg per oral bid-tid
8) Nitroglycerin transdermal patch : 5-20 mg/24 jam patch
digunakan tropical sekali sehari periode patch-on dari 12-16 jam
& periode patch-off dari 8-12 jam. Semua terapi nitroglycerin
harus termasuk periode bebas nitrat (8-2 jam/hari) untuk
mencegah toleransi. Penggunaan sildenfil kontraindikasi pada
pasien yang mengkonsumsi nitrat. Gunakan dengan perhatian bagi
pasien dengan kegagalan RV.
b. Beta blocker
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya
terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi
oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien
dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma
bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus,
preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi.
a) Propranolol: 0,5-1 mgIV, dilanjutkan 3 x 10-40 mg oral.
b) Metoprolol: 5 mg intravena (diberikan perlahan dalam 1-2 menit)
diulang tiap 5 menit sampai dosis awal total 15 mg, dilanjutkan
metoprolol oral 2 x 25-50 mg.
c) Atenolol: 5 mgIV, dilanjutkan 5 menit kemudian 5 mg intravena,
kemudian 1 x 50-100 mg oral.
d) Esmolol: mulai dengan dosis pemeliharaan 0,1 mg/kgBB/menit,
dititrasi dengan menaikkan dosis 0,05 mg/kgBB/menit, tiap 10-15
menit yang masih dapat ditoleransi sampai respon terapi yang
diharapkan, atau telah tercapai dosis 0,2 mg/kgBB/menit. Dosis
loading pilihan lain untuk onset kerja yang lebih cepat adalah 0,5
mg/kgBB/menit diberikan intravena perlahan (2-5 menit). Target
frekuensi jantung 50-60/menit.

c. Obat – obat lain


1) Antagonis kalsium (Calsium channel blockers)
Antagonis kalsium mengurangi influks kalsium yang melalui
membrane sel. Obat ini menghambat kontraksi miokard dan otot polos
pembuluh darah, melambatkan konduksi AV dan depresi nodus SA.
Efek vasodilatasi, inotoropik, blok AV dan depresi nodus SA. Efek
vasodilatasi, inotoropik, blok AV dan depresiasi nodus SA bervariasi
pada antagonis kalsium yang berbeda. Penggunaan dihidropiridin
yang lepas cepat dan kerja singkat (seperti nifedipine) berkaitan
dengan peningkatan risiko pada pasien tanpa penghambatan beta yang
adekuat dan harus dihindari.

2) Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin


Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam
mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian penderita
pascainfark-miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung,
dengan atau tanpa gagal jantung klinis. Penggunaannya terbatas pada
pasien dengan karakteristik tersebut, walaupun pada penderita dengan
faktor risiko PJK atau yang telah terbukti menderita PJK, beberapa
penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.
3) Senyawa penurun lipid
a) Inhibitor HMG-CoA reduktase & diet LDL-c> 2.6 mmol/L (100
mg/dL) dimulai dalam 24-96 jam setelah masuk Rumah Sakit.
Dilanjutkan pada saat keluar Rumah sakit.
b) Fibrat atau niasin jika HDL-c < 1 mmol/L (40 mg/dL) muncul
sendiri atau dalam kombinasi dengan obnormalitas lipid lain.

2. Terapi Non Farmakologi

 Modifikasi faktor resiko


- Berhenti merokok : Pasien yang berhenti merokok akan menurunkan angka
kematian dan infark dalam 1 tahun pertama
- Diet mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol rendah atau lemak
dengan saturasi rendah
- Mengkonsumsi obat – obatan anti kolesterol. Target primer LDL
<100mg/dl
 Rehabilitasi medik
Pasien yang mengalami serangan jantung dan pasca operasi pada umumnya
mengalami gangguan pada fungsi organ tubuhnya. Karena itu, untuk
meningkatkan kemampuan organ itu paling tidak mendekati kondisi semula
dilakukan rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fisik, fisiologi, dan social
pada pasien yang sebelumnya menderita kejadian kardiovaskular.
 Tindakan Revaskularisasi
Termasuk disini yaitu operasi pintas coroner (coronary artery bypass grafting,
CABG) dan PCI atau percutaneous transluminal coronary angioplasty/ PTCA
dan tindakan terkait seperti misalnya pemasanganstent, aterektomi rotablasi,
dan aterektomi direksional.
BAB III

PEMBAHASAN

Kasus :

Pasien laki – laki 51 tahun datang ke IGD dengan keluhan Nyeri dada dialami
sejak ± 6 hari yang lalu.Nyeri dada terasa seperti tertekan, nyeri berlangsung terus-
menerus dan tembus ke belakang, menjalar ke rahang dan lengan kiri. Durasi nyeri
lebih dari 20 menit. Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas. Nyeri berkurang dengan
istirahat. Sesak napas disangkal. Nyeri ulu hati disangkal. Mual dan muntah
disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat dirawat di RS Mangkutana selama 2 hari dengan keluhan yang sama
 Riwayat merokok (+), sejak 25 tahun lalu, 1 bungkus dalam 2 hari
 Riwayat DM dan hipertensi disangkal
 Riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui

Hasil Pemeriksaan Fisis :


Status Generalis GCS 15 (E4M6V5) BB : 62 kg, TB : 165 cm, IMT : 22,7 kg/m2
(normal) Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis

Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92x/menit Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,5oC
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak Batas atas jantung ICS II sinistra Batas kanan jantung ICS
IV linea parasternalis dextra Batas kiri jantung ICS V linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ: S I/II murni, reguler Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigstrium (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani (+) Pemeriksaan Ekstremitas Akral hangat, edema
tungkai -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
TES HASIL NILAI RUJUKAN
WBC 8,6 x 103/mm3 4,0-10,0 x 103/mm3
RBC 4,68 x 106/mm3 4,0 – 6,0 x 106/mm3
Hb 13,8 g/dl 12,0 – 16,0 g/dl
Hct 39,9% 37,0 – 47,0 %
Plt 156 x 103/mm3 150 – 400 x103/mm3
Ureum 30 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,9 mg/dl L(<1,3); P(<1,1) mg/dl
GDS 137 mg/dl 140 mg/dl
CK 157 U/l L (<190); P (<167) U/l
CK-MB 27,3 U/l <25 U/l
SGOT 65 mg/dl <38 U/l
SGPT 66 mg/dl <41 U/l
LDL 190 mg/dl 65-175 mg/dl
HDL 23 mg/dl >45 mg/dl
Kolesterol Total 263 mg/dl (150-250) mg/dl
Trigliserida 250 mg/dl (50-200) mg/dl
Asam Urat 4,4 mg/dl P (2,4-5,7) L (3,4-7) mg/dl
Natrium 141 mmol/l 135-145 mmol/l
Kalium 4,3 mmol/l 3,5 – 5,1 mmol/l
Klorida 103 mmol/l 97 – 111 mmol/l
Troponin T 1,6 ng/ml <0,05 ng/ml
Hasil EKG

Interpretasi
Irama : sinus ritme
HR : 70x/menit
Aksis : normoaksis
Regularitas : reguler
Gel. P : normal
Interval PR : 0,08 detik
Kompleks QRS : QS di lead V2
Segmen ST : ST depresi di lead I, aVL, V3, V4, V5
Gel. T : T inversi pada lead I, aVL, V3, V4, V5, V6
Kesan : sinus rythm, HR 70x/min, normoaksis, iskemik anterolateral +
high lateral wall

Penatalaksanaan meliputi O2 3 lpm via nasal kanul, IVFD NaCl 0,9% 500cc/24
jam, Isosorbid dinitrat 5 mg/sublingual, Aspilet loading 160 mg, Clopidogrel
loading 300 mg, Farsorbid 3 x 10 mg, Arixtra 2,5mg/24 jam/subkutan,
Simvastatin 20 mg, Laxadine syrup, Alprazolam 0,5 mg.
Analisis SOAP

a. Subjektif

Laki-laki usia 51 tahun. BB : 62 kg, TB : 165 cm, IMT : 22,7 kg/m2 (normal)
Keluhan utama: Nyeri dada dialami sejak ± 6 hari yang lalu. Nyeri dada terasa seperti
tertekan, nyeri berlangsung terus-menerus dan tembus ke belakang, menjalar ke
rahang dan lengan kiri. Durasi nyeri lebih dari 20 menit. Nyeri tidak dipengaruhi
aktivitas. Nyeri berkurang dengan istirahat. Sesak napas disangkal. Nyeri ulu hati
disangkal. Mual dan muntah disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat dirawat di RS Mangkutana selama 2 hari dengan keluhan yang sama


 Riwayat merokok (+), sejak 25 tahun lalu, 1 bungkus dalam 2 hari
 Riwayat DM dan hipertensi disangkal
 Riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui

b. Objektif
Tanda Vital

Tekanan darah : 110/80 mmHg Nadi : 92x/menit


Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,50C

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ: S I/II murni, reguler
Hasil Laboratorium

TES HASIL NILAI RUJUKAN


WBC 8,6 x 103/mm3 4,0-10,0 x 103/mm3
RBC 4,68 x 106/mm3 4,0 – 6,0 x 106/mm3
Hb 13,8 g/dl 12,0 – 16,0 g/dl
Hct 39,9% 37,0 – 47,0 %
Plt 156 x 103/mm3 150 – 400 x103/mm3
Ureum 30 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,9 mg/dl L(<1,3); P(<1,1) mg/dl
GDS 137 mg/dl 140 mg/dl
CK 157 U/l L (<190); P (<167) U/l
CK-MB 27,3 U/l <25 U/l
SGOT 65 mg/dl <38 U/l
SGPT 66 mg/dl <41 U/l
LDL 190 mg/dl 65-175 mg/dl
HDL 23 mg/dl >45 mg/dl
Kolesterol Total 263 mg/dl (150-250) mg/dl
Trigliserida 250 mg/dl (50-200) mg/dl
Asam Urat 4,4 mg/dl P (2,4-5,7) L (3,4-7) mg/dl
Natrium 141 mmol/l 135-145 mmol/l
Kalium 4,3 mmol/l 3,5 – 5,1 mmol/l
Klorida 103 mmol/l 97 – 111 mmol/l
Troponin T 1,6 ng/ml <0,05 ng/ml

Hasil EKG
Interpretasi
Irama : sinus ritme
HR : 70x/menit
Aksis : normoaksis
Regularitas : reguler
Gel. P : normal
Interval PR : 0,08 detik
Kompleks QRS : QS di lead V2
Segmen ST : ST depresi di lead I, aVL, V3, V4, V5
Gel. T : T inversi pada lead I, aVL, V3, V4, V5, V6
Kesan : sinus rythm, HR 70x/min, normoaksis, iskemik anterolateral + high
lateral wall

c. Assesment

Diagnosis :

NSTEMI ditegakkan dengan adanya keluhan pasien yaitu nyeri dada yang terasa
seperti tertekan dengan durasi lebih dari 20 menit. Selain itu, pada pasien terjadi
perubahan segmen ST yang terlihat pada profil EKG. Peningkatan level marker
cardiac yang melebihi nilai rujukan juga terjadi, yaitu CKMB 27,3 U/l dengan rujukan
<25 U/l. Troponin T 1,6 ng/ml dengan nilai rujukan <0,05 ng/ml.

Data Subjektif Objektif Profil Assesment Penyebab DRP pada


Pasien Obat (DRP) kasus
Laki-laki - Tekanan darah Alprazolam Terapi Pada pasien diberikan
usia 51 :110/80 mmHg Obat terapi obat alprazolam
tahun. Nadi:92x/menit Tanpa yang berfungsi sebagai
BB : 62 Pernapasan: Indikasi anti anxietas atau
kg, 24x/menit menghilangkan
TB : 165 kecemasan.
cm, IMT : Sedangkan, dilihat dari
22,7 hasil anamnesis dan
kg/m2 pemeriksaan fisik
tidak ada indikasi
kecemasan.

- - Laxadine Terapi Pada pasien diberikan


Syrup Obat terapi obat laxadine
Tanpa syrup yang berfungsi
Indikasi sebagai obat
konstipasi. Sedangkan,
dilihat dari hasil
anamnesis,
pemeriksaan fisik
maupun efeksamping
dari obat-obat yang
diberikan tidak ada
indikasi konstipasi.

- SGOT : 65 Simvastatin Terapi Berdasarkan pedoman


mg/dl Obat tatalaksana dislipidemia,
SGPT : 66 Tidak penggunaan statin
mg/dl Tepat menyebabkan enzim
LDL : 190 hepar meningkat. Pada
mg/dl pasien diberikan terapi
HDL : 23 mg/dl obat simvastatin yang
Kolesterol total berfungsi untuk
:263 mg/dl menurunkan kadar
Trigliserida : kolesterol dalam darah.
250 mg/dl Sedangkan, dilihat dari
hasil pemeriksaan
laboratorium nilai
SGOT 65 mg/dl dan
SGPT 66 mg/dl pasien
lebih dari nilai rujukan
SGOT <38 mg/dl dan
SGPT <41 mg/dl.
Dengan demikian,
pemberian obat
golongan statin
disarankan untuk dapat
diganti dengan obat
antikolesterol golongan
lain seperti gemfibrozil
dari golongan fibrat
dengan dosis 600 mg 2x
sehari (Departemen
Kesehatan RI.
Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Hati.
2007)

Pengobatan :

1. Oksigenasi
Untuk meningkatkan suplai pada miokard yang mengalami cidera (iskemik).
Diberikan sampai pasien stabil dengan kadar oksigen 2-4 liter per menit.

2. Infus intravena : 0,9 %

3. Terapi Anti-Iskemik
Tujuan terapi adalah untuk mengurangi iskemia dan mencegah terjadinya
kemungkinan yang lebih buruk, seperti infark miokard atau kematian. Pada
keadaan ini, obat-obat anti iskemik mulai diberikan bersamaan sambil
merencanakan strategi pengobatan difinitif. Terapi anti iskemik termasuk;
penderita dirawat dengan tirah baring dengan monitoring EKG kontinu untuk
iskemik yang masih berlanjut dan direksi aritmia bagi pasien-pasien dengan risiko
tinggi. Oksigen harus diberikan pada semua pasien untuk mempertahankan
saturasi O2 > 90%.
a. Nitrat
Isosorbid dinitrat : 5-10 mg tablet SL setiap 5-10 menit sampai rasa sakit
hilang. (Max 3 dosis dalam 15-30 menit). Gliseril trinitrate (nitrogliserin) :
awal 5mcg/ menit infusan IV. Bertambah iv menjadi 5 mcg / menit, meningkat
10 mcg/min setiap 3-5 menit (max 200mcg/ menit).

4. Terapi Antiplatelet
a. Aspirin Aspirin memiliki efek menghambat COX-1 dan mencegah
pembentukan tromboksan (TXA2) yang merupakan mediator dalam aktivasi
platelet sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.Dosis awal
:160-325 mg, kemudian dilanjutkan 75-160 mg/hari, diberikan pada semua
pasien SKA jika tidak terdapat kontraindikasi (ulkus peptikum, gastritis berat,
atau penyakit perdarahan lainnya).
b. Clopidogrel Clopidogrel (derivat Tinopiridin) memiliki efek dalam
menghambat aktivasi P2Y12, yang merupakan reseptor ADP pada platelet
sehingga dapat mencegah agregasi trombosit dan menghambat pembentukan
trombus.Pemberian clopidogrel efektif pada pasien-pasein yang alergi
terhadap aspirin. Dosis loading : 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/hari.

5. Obat Antiaterosklerosis
Golongan statin. Dengan menghambat biosintesis kolesterol serta meningkatkan
ekspresi reseptor LDL di hepar, statin memiliki efek menurunkan LDL-kolesterol
dan prekursornya dari sirkulasi. Statin juga memiliki efek pleiotropik, yaitu
perbaikan fungsi endotel, anti-inflamasi, anti-proliferasi otot polos, anti-oksidan,
anti-trombosis, dan stabilisasi plak, sehingga pemberian statin dianjurkan pada
pasien SKA dengan target kadar LDL < 70 mg/dl.
d. Planning Pengobatan
1). Terapi Farmakologi
Bila pasien masih dalam keadaan NSTEMI maka terapi farmakologi yang
diberikan adalah
 O2 3 lpm via nasal kanul
 IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
 Isosorbid dinitrat 5 mg/sublingual
 Farsorbid 3 x 10 mg
 Aspilet loading 160 mg, kemudian dilanjutkan 75-160 mg/hari.
 Clopidogrel loading 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/hari.
 Arixtra 2,5mg/24 jam/subkutan
 Gemfibrozil 600 mg 2x sehari
 Alprazolam 0,5 mg (bila diperlukan)
 Laxadine syrup 1-2sdm (15-20 ml) 1x sehari sebelum tidur (bila diperlukan)

2). Terapi Non-Farmakologi


 Modifikasi faktor resiko
- Berhenti merokok : Pasien yang berhenti merokok akan menurunkan angka
kematian dan infark dalam 1 tahun pertama
- Diet mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol rendah atau lemak
dengan saturasi rendah
- Mengkonsumsi obat – obatan anti kolesterol. Target primer LDL
<100mg/dl

 Rehabilitasi medik
Pasien yang mengalami serangan jantung dan pasca operasi pada umumnya
mengalami gangguan pada fungsi organ tubuhnya. Karena itu, untuk
meningkatkan kemampuan organ itu paling tidak mendekati kondisi semula
dilakukan rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fisik, fisiologi, dan social
pada pasien yang sebelumnya menderita kejadian kardiovaskular.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Penyakit Jantung Penyebab


Kematian Tertinggi, Kemenkes Ingatkan CERDIK.2017. Diambil dari:
http://www.depkes.go.id/article/view/17073100005/penyakit-jantung-
penyebab-kematian-tertinggi-kemenkes-ingatkan-cerdik-.html. Diakses 8
September 2019.
2. Guideline_Final CMSCN NSTEMI ACS 2016.
3. Amit Kumar. Acute Coronary Syndromes Diagnosis and Management,
Part I. Diambil dari https://emedicine.medscape.com/article/1910735-
overview. Diakses 8 September 2019.
4. Wells BG, Dipiro JT, Schwinghammer TL, Dipiro CV. Pharmacotherapy
Handbook Seventh Edition. New York. Mc Graw Hill; 2009. h. 43-59.
5. Anderson JL, Adams CD, Antman EM, Bridges CR, Califf RM, Casey DE,
et al. 2012 ACCF/AHA Focused Update Incorporated Into the
ACCF/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients With
Unstable Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction A Report of
the American College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines. Journal of the American
College of Cardiology. 2013;61(23):186-189.
6. Benjamin EJ, Virani SS, Callaway CW, et al; for American Heart
Association Council on Epidemiology and Prevention Statistics
Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Heart disease and stroke
statistics—2018 update: a report from the American Heart
Association. Circulation. 2018;137(12):e67–e492.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskulaar Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Coroner Akut edisi III. 2015
8. Pharmaceutical Untuk Pasien Jantung Koroner. Direktoral Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan.2016

Anda mungkin juga menyukai