Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

Nama Mahasiswa : Musfika Haddise


Nim : R014182004

PRESEPTOR KLINIK PRESEPTOR INSTITUSI

( ) (Andriani, S.Kep., Ns., M.Kes)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
A. Kasus (Masalah Utama)
Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Stuart & Laraia, 2005).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015).
Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan dari
masalah persepsual pada skizofrenia, dimana halusinasi tersebut didefenisikan sebagai
pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari
luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren (Persepsi palsu). Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami
persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa
adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu
yang nyata ada oleh klien.
Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien
Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik
lain 20% mengalami campuran halusinasi pendengaran dan penglihatan.Pada
halusinasi dapat terjadi pada kelima indera sensoris utama yaitu :
a. Pendengaran terhadap suara
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
dan orang lain tidak mendengarnya.

b. Visual terhadap penglihatan


Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata
dan orang lain tidak melihatnya.
c. Taktil terhadap sentuhan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
d. Pengecap terhadap rasa
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan rasa makanan
yang tidak enak.
e. Penghidu terhadap bau
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata
dan orang lain tidak menciumnya.
2. Etiologi
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara
psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi,
marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan
dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan
seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Faktor predisposisi dan
presipitasi:
a. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah:
1) Faktor biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
mengalami gangguan jiwa, adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau
trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
2) Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan adanya kegagalan
yang berulang, korban kekerasan, kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Pasien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah,riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat pendidikan
rendah dan kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), serta
tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pada pasien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, kekerasan
dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan,
adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai
dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Data Subjektif:
Pasien mengatakan:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif:
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permukaan kulit

4. Jenis-jenis halusinasi

JENIS KARAKTERISTIK
HALUSINASI

Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
70 % jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar


20% geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.

Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.


Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.

5. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika
klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak
ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal
mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya
yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya
terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon:

Respon Adaptif Respon Maladptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/delusi


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
pengalaman atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak bias Perilaku disorganisasi
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial
6. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan
keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
a. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara.Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
b. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.Pemikiran internal
menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan
yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak
mampu mengontrolnya.Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
c. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan
rasa aman sementara.
d. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

C. Pohon Masalah
Efek Risiko perilaku kekerasan

Core Problem Perubahan persepsi sensori: halusinasi


pendengaran

Isolasi sosial: menarik diri

Etiologi 

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

1. Masalah keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: menarik diri
d. Risiko perilaku kekerasan
2. Data yang perlu dikaji
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga(pelaku rawat).
Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan dengan
wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah ibu/bapak mendengar suara-suara
b. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan
c. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan
d. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya
e. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan
f. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan
tersebut.
g. Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang
h. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang
i. Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan
tersebut
j. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan melihat
bayangan tersebut.
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut:
a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkanatau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga.
d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
f. Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
g. Menutup hidung.
h. Sering meludah
i. Muntah
j. Menggaruk permukaan kulit
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang
diperlukan meliputi :
a. Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang
dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi
penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang
dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b. Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi
dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c. Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.
Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan gangguan sensori persepsi : halusinasi dilakukan terhadap pasien
dan keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan rumah,
perawat menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih dahulu sebelum menemui pasien.Bersama
keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga
(pelaku rawat). Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih
cara untuk mengatasi gangguan sensori persepsi : halusinasi yang dialami pasien.
Jika pasien mendapatkan terapi psikofarmaka, maka hal pertama yang dilatih
perawat adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat.Setelah perawat selesai
melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga (pelaku rawat) dan melatih
keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang
telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk
mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh
perawat.
Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga
(pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta
menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu
keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi
gangguan sensori persepsi: halusinasi yang telah diajarkan oleh perawat.
a. Tindakan keperawatan untuk pasien gangguan persepsi sensori halusinasi.
Tujuan agar pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik
3) Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat
4) Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
5) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari
Tindakan Keperawatan
1) Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b)Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai pasien
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d)Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g)Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2) Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi
a) Tanyakan pendapat pasien tentang halusinasi yang dialaminya: tanpa
mendukung, dan menyangkal halusinasinya.
b) Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan,
respon dan upaya yang sudah dilakukan pasien untuk menghilangkan atau
mengontrol halusinasi.
3) Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi:
Secara rinci tahapan melatih pasien mengontrol halusinasi dapat dilakukan
sebagai berikut:
a) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,6(enam) benar minum
obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti membereskan
kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju.
b)Berikan contoh cara menghardik, 6(enam) benar minum obat, bercakap-cakap
dan melakukan kegiatan dirumah seperti membereskan kamar, merapihkan
tempat tidur serta mencuci baju.
c) Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara menghardik, 6(enam) benar
minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti
membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju yang
dilakukan di hadapan Perawat
d)Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
e) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan tindakan
keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus
agar pasien tetap semangat meningkatkan latihannya.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien halusinasi
Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien halusinasi di rumah
dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien
Tujuan: Keluarga mampu:
1) Mengenal masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam merawat apsien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
(menggunakan booklet)
3) Merawat pasien halusinasi
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk mengontrol halusinasi
5) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke
fasilitas kesehatan
6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up pasien secara teratur
Tindakan keperawtan :
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
(menggunakan booklet)
3) Melatih keluarga cara merawat pasien halusinasi
4) Membimbing keluarga merawat pasien halusinasi
5) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk
mengontrol halusinasi
6) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera
ke fasilitas pelayanan kesehatan
7) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, G., & Laraia. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Philadelphia:
Elseiver Mosby, Alih Bahasa Budi Santoso.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

CMHN (2005).Modul basic course community mental health nursing. Jakarta :WHO-FIK UI.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai