HALUSINASI
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
4. Jenis-jenis halusinasi
JENIS KARAKTERISTIK
HALUSINASI
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
70 % jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika
klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak
ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal
mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya
yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya
terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon:
C. Pohon Masalah
Efek Risiko perilaku kekerasan
Etiologi
1. Masalah keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: menarik diri
d. Risiko perilaku kekerasan
2. Data yang perlu dikaji
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga(pelaku rawat).
Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan dengan
wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah ibu/bapak mendengar suara-suara
b. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan
c. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan
d. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya
e. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan
f. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan
tersebut.
g. Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang
h. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang
i. Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan
tersebut
j. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan melihat
bayangan tersebut.
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut:
a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkanatau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga.
d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
f. Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
g. Menutup hidung.
h. Sering meludah
i. Muntah
j. Menggaruk permukaan kulit
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang
diperlukan meliputi :
a. Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang
dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi
penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang
dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b. Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi
dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c. Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.
Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan gangguan sensori persepsi : halusinasi dilakukan terhadap pasien
dan keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan rumah,
perawat menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih dahulu sebelum menemui pasien.Bersama
keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga
(pelaku rawat). Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih
cara untuk mengatasi gangguan sensori persepsi : halusinasi yang dialami pasien.
Jika pasien mendapatkan terapi psikofarmaka, maka hal pertama yang dilatih
perawat adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat.Setelah perawat selesai
melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga (pelaku rawat) dan melatih
keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang
telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk
mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh
perawat.
Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga
(pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta
menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu
keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi
gangguan sensori persepsi: halusinasi yang telah diajarkan oleh perawat.
a. Tindakan keperawatan untuk pasien gangguan persepsi sensori halusinasi.
Tujuan agar pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik
3) Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat
4) Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
5) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari
Tindakan Keperawatan
1) Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b)Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai pasien
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d)Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g)Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2) Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi
a) Tanyakan pendapat pasien tentang halusinasi yang dialaminya: tanpa
mendukung, dan menyangkal halusinasinya.
b) Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan,
respon dan upaya yang sudah dilakukan pasien untuk menghilangkan atau
mengontrol halusinasi.
3) Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi:
Secara rinci tahapan melatih pasien mengontrol halusinasi dapat dilakukan
sebagai berikut:
a) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,6(enam) benar minum
obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti membereskan
kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju.
b)Berikan contoh cara menghardik, 6(enam) benar minum obat, bercakap-cakap
dan melakukan kegiatan dirumah seperti membereskan kamar, merapihkan
tempat tidur serta mencuci baju.
c) Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara menghardik, 6(enam) benar
minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti
membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju yang
dilakukan di hadapan Perawat
d)Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
e) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan tindakan
keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus
agar pasien tetap semangat meningkatkan latihannya.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien halusinasi
Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien halusinasi di rumah
dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien
Tujuan: Keluarga mampu:
1) Mengenal masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam merawat apsien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
(menggunakan booklet)
3) Merawat pasien halusinasi
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk mengontrol halusinasi
5) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke
fasilitas kesehatan
6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up pasien secara teratur
Tindakan keperawtan :
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
(menggunakan booklet)
3) Melatih keluarga cara merawat pasien halusinasi
4) Membimbing keluarga merawat pasien halusinasi
5) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk
mengontrol halusinasi
6) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera
ke fasilitas pelayanan kesehatan
7) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G., & Laraia. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Philadelphia:
Elseiver Mosby, Alih Bahasa Budi Santoso.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
CMHN (2005).Modul basic course community mental health nursing. Jakarta :WHO-FIK UI.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta: EGC.