Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN I (PERTAMA DI RUANGAN URSINIA)

KOLELITIASIS (BATU EMPEDU)

1. PENGERTIAN
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kandung empedu.

Kolelitiasis merupakan (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu
empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi.

2. ETIOLOGI ATAU PENYEBAB


Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang
paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu,
komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk
cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa
menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis
dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru
orang Afrika)

3. MANIFESTASI KLINIK
1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : gelisah
2. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat
3. Eliminasi
Gejala : perubahan warnaa urin dan feses
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urin gelap, pekat,
feses warna tanah liat, steaforea.
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, mual atau muntah, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak
dapat makan, flatus, dispepsia
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan
5. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan,
kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadaran kanan atas ditekan
6. Pernafasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas pendek, dangkal
7. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, berkeringat dan gatal, perdarahan (kekurangan
vitamin K).
GEJALA AKUT GEJALA KRONIS
TANDA : TANDA:
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan 1. Biasanya tak tampak gambaran pada
spasme abdomen
2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada 2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
kwadran kanan atas
3. Kandung empedu membesar dan nyeri
4. Ikterus ringan
GEJALA: GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang 1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat :
Menetap abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat
2. Mual dan muntah : terpusat di epigastrium menyebar ke arah
3. Febris (38,5°°C) skapula kanan
2. Nausea dan muntah
3. Intoleransi dengan makanan berlemak
4. Flatulensi
5. Eruktasi (bersendawa)

4. PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena
bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting
dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan
kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin)
dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut
dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh
pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel
yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,
atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang
litogenik.

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi
yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau
partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.

Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal
akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim
glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau
tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak
terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan
terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu
tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
5. PATHWAY KEPERAWATAN
Ekskresi kolesterol E. coli
bilirubin 
 Masak dalam
Kristalisasi kolesterol empedu
bilirubin 
 Bilirubin glukoronis
Terbentuk batu diubah jadi bilirubin
  bebas
Menyumbat Pergerakan batu 
choleduktusistikus  Aliran bilirubin
 Iritasi mukosa empedu terkonjugasi
Aliran asam empedu  
 Aktivitas syaraf nyer organ Penumpukan
Kontriksi kantong empedu viseral dan aktivitas bilirubin
 simpatis 
Distensi kandung empedu  Masuk aliran darah
 Motilitas lambung 
Sensitivitas syaraf nyeri menurun Menumpuk pada
  subkutis
Nyeri Pengosongan lambung 
lambat Merangsang
produksi histamin
Akumulasi asam  
L Perut terasa penuh Gatal
Mual  
ambung Nafsu makan menurun Resiko kerusakan
  integritas kulit
Iritasi mukosa lambung Nutrisi kurang dari
 kebutuhan tubuh
Merangsang pusat muntah

Muntah
6. PENATALAKSAAN
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang
dianjurkan adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial, chenofalk).
Fungsinya untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya dan
tidak desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin atau
metil tertier butil eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring
untuk memegang dan menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus
koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut berulang yang
diarahkan kepada batu empedu yang gelombangnya dihasilkan dalam media
cairan oleh percikan listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis

2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu
diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar
4 cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui
dinding abdomen pada umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu
empedu.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan sinar X-Abdomen
2. Ultrasonografi (USG)
3. Pemeriksaan pencitraan radionukleida atau koleskintografi
4. Kolesistogragi
5. Kolanlopankreatogragi retrogad endoskopik CERCP : Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography) : pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-
optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens.
6. Kolangiografi transhepatik perkutan : penyuntikan bahan kontras langsung ke
dalam percabangan bilier.
7. Darah lengkap : lekositosis sedang
8. Bilirubin dan amilase serum meningkat
9. Enzim hati serum –AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH meningkat
10. Kadar protrombin : menurun
11. CT-scan

8. PENGKAJIAN
a. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R)
yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana
yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut. Klien sering
mengalami nyeri di ulu hati yang menjalar ke punggung , dan bertambah berat
setelah makan disertai dengan mual dan muntah.
3. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya. Klien memiliki Body Mass Index (BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan
tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup
yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai
resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
5. Riwayat psikososial
Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan
mempercayakan sepenuhnya dengan rumah sakit. Klien pasrah terhadap
tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat sembuh. Persepsi diri
baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul sehubungan telah dilakukan
tindakan cholesistektomi.
6. Riwayat lingkungan
Lingkungan tidak berpengaruh terhadap penyakit kolelitiasis. Karena
kolelitiasis dipengaruhi oleh pola makan dan gaya hidup yang tidak baik.

b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :
1. Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)
2. Auskultasi : peristaltik (+)
3. Perkusi : timpani
4. Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas, hepar-lien tidak
teraba, massa (-).
5. Sistem endokrin
6. Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada
penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena
terjadi pembengkakan pada kandung empedu.

2. Pola aktivitas
a. Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
b. Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
anjuran bedrest
c. Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati.
a. Aspek penunjang
b. Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum meningkat).

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya proses peradangan, agen cidera biologis
proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan
(nekrosis).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan asam
lambung
3. Hypertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
4. Gangguan integritas kulit b.d prosedur invasif, faktor mekanik.
5. Resiko tinggi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah berlebihan

10. PERENCANAAN KEPERAWATAN


No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Asuhan Manajemen nyeri :
injuri fisik keperawatan …. jam tingkat Kaji tingkat nyeri secara
kenyamanan klien komprehensif termasuk lokasi,
meningkat dg KH: karakteristik, durasi, frekuensi,
 Klien melaporkan nyeri kualitas dan faktor presipitasi.
berkurang dg scala 2-3  Observasi reaksi nonverbal dari
 Ekspresi wajah tenang ketidak nyamanan.
 klien dapat istirahat dan Gunakan teknik komunikasi
tidur terapeutik untuk mengetahui
 v/s dbn pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
 Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
 Kurangi faktor presipitasi nyeri.
 Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis)..
 Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
 Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
 Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
 Cek riwayat alergi..
 Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
 Monitor TV
 Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
 Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan … jam klien Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh menunjukan status nutrisi Kaji makanan yang disukai oleh
adekuat dengan KH: klien.
 BB stabil,  Kolaborasi team gizi untuk
 nilai laboratorium terkait penyediaan nutrisi terpilih sesuai
normal, dengan kebutuhan klien.
 tingkat energi adekuat,  Anjurkan klien untuk
 masukan nutrisi adekuat meningkatkan asupan nutrisinya.
 Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori.
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi
 Monitor BB jika
memungkinkan
 Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
 Monitor adanya mual muntah.
 Monitor adanya gangguan dalam
input makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
 Monitor intake nutrisi dan
kalori.
 Monitor kadar energi,
kelemahan dan kelelahan.
3 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan Konrol infeksi :
imunitas tubuh keperawatan … jam tidak  Bersihkan lingkungan setelah
menurun, prosedur terdapat faktor risiko infeksi dipakai pasien lain.
invasive. dan dg KH:  Batasi pengunjung bila perlu.
 Tdk ada tanda-tanda infeksi Intruksikan kepada pengunjung
 AL normal untuk mencuci tangan saat
 V/S dbn berkunjung dan sesudahnya.
 Gunakan sabun anti miroba
untuk mencuci tangan.
 Lakukan cuci tangan sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan.
 Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
 Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan alat.
 Lakukan dresing infus dan dan
kateter setiap hari Sesuai
indikasi
 Tingkatkan intake nutrisi dan
cairan
 berikan antibiotik sesuai
program.

Proteksi terhadap infeksi


 Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
 Monitor hitung granulosit dan
WBC.
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi..
 Pertahankan teknik aseptik
untuk setiap tindakan.
 Inspeksi kulit dan mebran
mukosa terhadap kemerahan,
panas.
 Ambil kultur, dan laporkan bila
hasil positip jika perlu
 Dorong istirahat yang cukup.
 Dorong peningkatan mobilitas
dan latihan.
 Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
 Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
 Laporkan kecurigaan infeksi.
4 Sindrom defisit self Setelah dilakukan askep ...... Self Care Assistence
care b.d kelemahan jam ADLs terpenuhi dg KH:  Bantu ADL klien selagi klien
 Klien bersih, tidak bau belum mampu mandiri
 Kebutuhan sehari-hari Pahami semua kebutuhan ADL
terpenuhi klien
 Pahami bahasa-bahasa atau
pengungkapan non verbal klien
akan kebutuhan ADL
 Libatkan klien dalam
pemenuhan ADLnya
 Libatkan orang yang berarti dan
layanan pendukung bila
dibutuhkan
 Gunakan sumber-sumber atau
fasilitas yang ada untuk
mendukung self care
 Ajari klien untuk melakukan self
care secara bertahap
 Ajarkan penggunaan modalitas
terapi dan bantuan mobilisasi
secara aman (lakukan supervisi
agar keamnanannya terjamin)
 Evaluasi kemampuan klien
untuk melakukan self care di RS
 Beri reinforcement atas upaya
dan keberhasilan dalam
melakukan self care
5 Kurang Setelah dilakukan askep … Mengajarkan proses penyakit
pengetahuan jam pengetahuan keluarga Kaji pengetahuan keluarga
keluarga klien meningkat dg KH: tentang proses penyakit
berhubungan  Keluarga menjelaskan  Jelaskan tentang patofisiologi
dengan kurang tentang penyakit, penyakit dan tanda gejala
paparan dan perlunya pengobatan penyakit
keterbatasan dan memahami Beri gambaran tentaang tanda
kognitif keluarga perawatan gejala penyakit kalau
 Keluarga kooperativedan memungkinkan
mau kerjasama saat Identifikasi penyebab penyakit
dilakukan tindakan  Berikan informasi pada keluarga
tentang keadaan pasien,
komplikasi penyakit.
 Diskusikan tentang pilihan
therapy pada keluarga dan
rasional therapy yang diberikan.
 Berikan dukungan pada keluarga
untuk memilih atau mendapatkan
pengobatan lain yang lebih baik.
 Jelaskan pada keluarga tentang
persiapan / tindakan yang akan
dilakukan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya proses peradangan agen cidera
biologis proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia
jaringan (nekrosis).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam Rasa nyaman
nyeri terpenuhi dengan kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Pasien tidak tampak kesakitan
- Skala nyeri menurun
- Nyeri berkurang atau hilang

Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Observasi dan catat lokasi (beratnya skala 0-10) dan karakteristik nyeri (menetap,
hilang timbul, kolik).
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman
4. Ajarkan tehnik non farmakologi misalnya relaksasi, distraksi dll.
5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik

Rasional :
1. Untuk menentukan keadaan umum klien
2. Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang
kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.
3. Meningkatkan istirahat tirah baring pada posisi fowler rendah dapat menurunkan
tekanan intra abdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang menhilangkan
nyeri secara alamiah.
4. Dapat menurunkan nyeri yang dirasakan
5. Analgetik dapat mengatasi nyeri yang dirasakan

2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan asam


lambung
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam kebutuhan
nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Tidak terjadi gangguan nutrisi
- Porsi makan habis
- Bb kembali normal

Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, BB, integritas mukosa, riwayat
mual/muntah.
2. Pertahankan kebersihan mulut
3. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
4. Berikan makanan selagi hangat.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit (diet cair rendah lemak, rendah
lemak tinggi serat)

Rasional
1. Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi
yang tepat.
2. Akumulasi pertikel makanan dimulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang
menurunkan nafsu makan.
3. Memudahkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi
4. Dapat mempengaruhi nafsu makan dan membangkitkan nafsu makan.
5. Merencanakan diet dengan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan perubahan metabolik pasien.

3. Hypertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam
Keseimbangan suhu tubuh kembali normal, dengan kriteria hasil :
- Suhu tubuh menurun/normal
- Keringat yang keluar berkurang
- Bibir lembab

Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital, terutama suhu.
2. Anjurkan pasien memakai pakaian yang tipis
3. Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan paha, leher
bagian belakang
4. Anjurkan pasien banyak minum ± 2 liter/hari
5. Kolaborasi dalam pemberian obat anti piretik

Rasional :
1. Dapat mendeteksi dini tanda-tanda peningkatan suhu tubuh.
2. membantu mempermudah penguapan panas
3. dapat mempercepat penurunan suhu tubuh
4. untuk menjaga keseimbangan cairan didalam tubuh
5. dapat membantu menurunkan panas

4. Gangguan integritas kulit b.d prosedur invasif, faktor mekanik, ikterus


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam Gangguan
integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- menunjukkan perilaku untuk meningkatkan penyembuhan / mencegah kerusakan
kulit.

Intervensi :
1. Observasi kulit, sclera dan perubahan warna urin.
2. Berikan masase pada daerah kulit yang mengalami gangguan
3. Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.
4. Pertahankan lingkungan dingin.
5. Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.
6. Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional :
1. Terjadinya icterik mengindikasikan adanya obstruksi aliran empedu.
2. Bermanfaat dalam menurukan iritasi kulit.
3. Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
4. Kesejukan mengurangi gatal.
5. Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan
barier kulit.
5. Resiko tinggi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah berlebihan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam Menunjukan
cairan adekuat, dengan kriteria hasil :
- Tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgos kulit baik, pengisian kapiler
baik, secra individu mengeluarkan urine cukup, dan tidak ada muntah.

Intervensi :
1. Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari
masukan, peningkatan berat jenis urine. Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer,
dan pengisian kapiler.
2. Awasi tanda / gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen,
kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif
atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan.
3. Hindarkan dari lingkungan yang berbau
4. Kaji perdarahan yang tidak biasa, contoh: perdarahan terus-menerus pada sisi
injeksi, mimisan, perdarahan gusi, ekimosis, petekie, hematemesis/melena.
5. Kolaborasi : Berikan antimetik.
6. Kolaborasi : Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K.

Rasional :
1. Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian.
2. Muntah bekepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasiukan oral dapat
menimbulkan defisit natrium, kalium dan klorida.
3. Menurunkan rangsangan pada pusat muntah
4. Protrombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu
terhambat, meningkatkan resiko perdarahan/hemoragi.
5. Menurunkan mual dan mencegah muntah
6. Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan.

11. DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Mendikal Bedah volume 2 edisi 8.
Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Jull.1998. Diagnosa Keperawatan edisi 6. Jakarta: EGC

Dr.Tambayon jan.2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakata: EGC

Marilynne Doengoes dkk.1999. Rencana Asuhan keperawatan edisi 3.Jakarta: EGC

Nealon F Thomas,William H Nualan.1996. keterampilan pokok ilmu bedah edisi IV.

Jakarta: EGC

Price A. Sylvia, lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-

proses penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC

Soeparman.1994. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi 2. Jakarta. FKUI

Sudarmaji, Walid.2007.Hand out KMB 3.Asuhan Keperawatan Batu Empedu.

Jakarta: AKPER RSPAD Gatot soebroto

Tucker Martin susan dkk.1998. Standar perawatan pasien volume 2. Jakarta: EGC

Keperawatankita’s blog dari Http://Keperawatan

kita.wordpress.com/2009/02/11/kolelitiasis-definisi-serta-askepnya/diambil tanggal

26 Januari 2010

O’callaghan, C.A. (2007). At Glance Sistem Ginjal. (ed.3). Penerbit Erlangga.


Greenberg. (2007). Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan. (jil.1). Penerbit Erlangga.
Joyce M.Black & Jane H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit ELSEVIER
Diagnosis Keperawatan,(2015-2017) edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Nursing Outcomes Classification, 5th Indonesian edition, (2016). Penerbit ELSEVIER.
Nursing Interventions Classification, 6th Indonesian edition, (2016). Penerbit ELSEVIER

Anda mungkin juga menyukai