Di susun oleh
Leni Maryani
E1I016052
Sebagai salah satu syarat untuk melengkapi mata kuliah Ekosistem Mangrove Program Studi
Ilmu Kelautan
Oleh :
Leni Maryani
E1I016052
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan praktikum ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan ekosistem mangrove ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Terimkasi juga sya ucapkan kepada Co Ass Rizky suryaman Simbolon, Edo Aglindoka,
dan M. Yusuf Ridho yang telah membimbing dan meluangkan waktunya membimbing kami
dengan sepenuh hati, dan terimakasi kepada teman teman yang telah membantu dalam
praktikum ekosistem mangrove.
Selanjutnya dengan rendah hati saya meminta kritik dan saran dari pembaca untuk
laporan ekosistem mangrove ini supaya selanjutnya dapat saya revisi kembali. Karena saya
sangat menyadari, bahwa laporan ekosistem mangrove yang telah saya buat ini masih
memiliki banyak kekurangan.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, kami berharap supaya laporan ekosistem
mangrove yang telah saya buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
DAFTAR ISI
1.2 Tujuan
Menganalisis indeks nilai penting mangrove pada ekosistem mangrove desa kahyapu
pulau enggano.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue yang berarti tumbuhan dan
grove yang berarti belukar atas hutan kecil (Riyastini, 2015). Mangrove adalah tumbuh-
tumbuhan Dicotyledoneae dan atau Monocotyledoneae terdiri atas jenis tumbuhan yang
mempunyai hubungan taksonomi sampai dengan taksa kelas (unrelated families) tetapi
mempunyai persamaan adaptasi morfologi dan fisiologi terhadap habitat yang dipengaruhi
oleh pasang surut (KepMen LH No. 201 Tahun 2004 dalam Pradana dkk., 2013).
Ekosistem mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan menjadi salah satu
produsen utama dalam perikanan laut. Ekosistem mangrove juga dapat membantu
pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pesisir pantai. Keadaan
ekosistem mangrove di Desa Kahyapu Pulau Enggano yang masih tergolong alami, hal ini
dikarenakan Pulau Enggano salah satu pulau yang masih jarang dikunjungi oleh banyak
orang. Komposisi jenis ekosistem mangrove yang ditemukan sebanyak 8 (delapan) jenis
mangrove sejati yaitu jenis acrostichum, Rhizopora apiculata, sonneratia alba, dan xylocarpus
granatum (Agustini, 2014). Keadaan wilayah pesisirnya masih terjaga dengan baik, sehingga
pulau ini sangat potensial untuk dikembangkan khususnya pada kawasan ekosistem mangrove,
melihat potensi sumberdaya alam seperti ekosistem mangrove yang masih alami maka sangat
menarik untuk dijadikan sebagai ekowisata mangrove.
Menurut Nybakken (1988) jenis mangrove tertentu (Rhizopora, Bruguiera) yang
berkembang sendiri pada perairan lautan mempunyai perkembangan bentuk yang khusus pada
perkembangan dan penebaran benih. Benih ini ketika masih pada tumbuhan induk,
berkecambah dan mulai tumbuh didalam semaian tanpa mengalami istirahat. Hal ini
merupakan salah satu faktor tingginya nilai kerapatan jenis pada semai Rhizopora apiculata
Secara keseluruhan, nilai kerapatan jenis pada tingkat pohon lebih jarang jika
dibandingkan dengan anakan dan semai. Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya
nilai kerapatan jenis tingkat pohon adalah besarnya nilai penutupan mangrove dengan
diameter berkisar antara 10,19 cm - 63,69 cm, kondisi ini tidak memungkinkan untuk
pertumbuhan pohon mangrove dalam kondisi rapat. Faktor lain yang menyebabkan
pertumbuhan mangrove relatif jarang adalah kondisi akar pohon yang tergolong besar
sehingga pertumbuhan mangrove tersebut menjadi kurang optimal.
Menurut Indriyanto (2006) keanekaragaman spesies juga dapat digunakan untuk
mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya
tetap stabil. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Bengen (2000) bahwa secara umum
nilai indeks keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove yang terdapat di Desa Kahyapu
tergolong sedang melimpah dengan nilai H’ 1 ≤ H ≤’3.
Hutan mangrove memiliki berbagai macam peran dan manfaat, baik itu ditinjau dari
aspek ekologi, sosial maupun aspek ekonomi. Besarnya peranan hutan mangrove bagi
kehidupan biota laut tersebut, dapat diketahui dari banyaknya jenis ikan, udang, kepiting
bahkan manusia sekalipun yang tinggal di sekitar hutan mangrove dan hidupnya bergantung
dari keberadaannya ( Pramudji, 2000 ).
Tumbuhan yang hidup di dalam ekosistem mangrove merupakan campuran dari
berbagai jenis atau membentuk komunitas mangrove. Penentuan kepekaan mangrove di dalam
ekosistem mangrove harus mempertimbangkan karakteristik komunitas yang terbentuk.
Karakteristik komunitas mangrove tercermin dari nilai INP (indeks nilai penting), di mana
jenis tumbuhan yang memiliki INP tertinggi mengindikasikan sebagai jenis yang
mengendalikan komunitas tersebut. INP dapat menjadi acuan dalam menentukan kepekaan
komunitas mangrove (Saputro 2019).
Hutan mangrove didefinisikan sebagai suatu kelompok tumbuhan yang terdiri atas
berbagai macam jenis dari suku yang berbeda, tetapi mempunyai persamaan adaptasi
morfologi dan fisiologi yang sama terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut
(Sukardjo 1999).
Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui
mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik, tempat berlindung
berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai pelindung
pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu
arang, dan tanin (Noor 1999).
Fenomena yang muncul di kawasan pantai adalah terjadinya proses pengendapan
sedimen dan kolonisasi oleh tumbuhan mangrove dari jenis Rhizophora stylosa yang dikenal
sebagai jenis pioner, sehingga memungkinkan bertambahnya luas areal hutan mangrove.
Kondisi sebaliknya juga dapat terjadi apabila kawasan pantai tersebut tidak terlindung, hal ini
disebabkan oleh adanya proses erosi pantai sebagai akibat gelombang laut. Terkait dengan
fenomena tersebut, (Percival & Womersley 1975)
Sebagaimana fenomena yang terjadi pada hutan mangrove yakni dicirikan dengan
adanya zonasi atau permintakatan oleh jenis tumbuhan yang dominan, maka fauna penghuni
hutan mangrove pun juga memperlihatkan adanya permintakatan. Terkait dengan sifat fauna
yang pada umumnya sangat dinamis, maka batasan zonasi yang terjadi pada fauna penghuni
mangrove kurang begitu jelas (KARTAWINATA dkk. 1979). Penyebaran fauna penghuni
hutan mangrove memperlihatkan dua cara, yaitu penyebaran secara vertical dan secara
horisontal. Penyebaran secara vertikal umumnya dilakukan oleh jenis fauna yang hidupnya
menempel atau melekat pada, akar, cabang maupun batang pohon mangrove, misalnya jenis
Liftorina scabra, Nerita albicilla, Menetaria annulus dan Melongena galeodes (Budiman &
Darnaedi 1984; Soemodihardjo 1977)
2.2. Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di
wilayah pesisir dan lautan (Pradana dkk., 2013). Ekosistem mangrove merupakan kawasan
perairan yang subur karena pohon-pohon memiliki potensi sebagai penghasil bahan organik
yang produktif melalui serasah daun-daunnya (Heriyanto, 2012). Selain itu serasah mangrove
(berupa daun dan ranting) yang jatuh di perairan setelah melalui proses dekomposisi akan
menjadi sumber pakan dalam lingkungan perairan (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Sam Ratulangi, 2013). Besarnya peranan ekosistem mangrove bagi kehidupan
dapat diketahui dari banyaknya jenis florafauna yang hidup dalam ekosistem perairan dan
daratan yang membentuk ekosistem mangrove (Motoku, 2014).
2.3 Ekosistem Mangrove Indonesia
Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi.Hutan mangrove
tidak hanya termasuk daerah yang bervegetasi tapi juga daerah terbuka atau berlumpur yang
terletak diantara hutan dan laut. Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat dan
memiliki jenis pohon yang selalu berdaun.Hutan mangrove memiliki berbagai peranan
lingkungan yang penting terhadap lahan, satwa liar dan perikanan. Dan diolah manusia untuk
memperoleh hasil-hasil alam. Pengelolahan hutan mangrove oleh manusia telah menimbulkan
pengaruh-pengaruh yang penting terhadap ekosistem.
III METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan di desa Kahyapu Pulau Enggano Bengkulu Utara Provinsi
Bengkulu, Waktu praktikum dilaksanakan pada hari Minggu, 29 April 2018. Lokasi
praktikum disajikan pada gambar berikut ini :
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum tersaji dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Praktikum
No Alat/Bahan Kegunaan
1 GPS Menentukan titik koordinat stasiun
2 Alat tulis Mencatat data lapangan
3 Transek 10 x 10 m Mengukur sampel pohon
4 Transek 5 x 5 m Mengukur sampel anakan
5 Transek 1 x 1 m Mengukur sampel semai
6 Buku identifikasi mangrove Mengidentifikasi spesies mangrove
7 Jangka sorong Mengukur diameter batang
8 Refraktometer Mengukur salinitas
9 Termometer Mengukur suhu
10 Kertas pH Mengukur pH
11 Gunting/pisau Memotong ranting untuk sampel
12 Kantong plastic Wadah herbarium dan sampel sedimen
13 Kamera digital Mengambil dokumentasi
Definisi kerapatan menurut Cintron and Novelli (1984) adalah jumlah individu spesies
tertentu per unit area transek. Satuan dari kerapatan dalam praktikum ini adalah individu per
hektar (ind/ha).
Jumlah individu spesies A
K (spesies A)
Luas area transek (ha)
Dominansi relatif menurut English et al., (1997) adalah nilai presentase dominasi suatu
spesies terhadap suatu areal luasan transek pengamatan. Dominansi relatif didapatkan dari
persentase nilai ratio basal area untuk spesies tertentu terhadap jumlah total basal area.
Dominasi relatif kategori pohon menggunakan rumus :
BAi
DR = ----------- x 100%
BA
Indeks dominansi menurut Odum, (1993) adalah derajat pada dominansi dari satu,
beberapa atau banyak spesies. Indeks Dominansi Simpson dihitung dengan menggunakan
rumus :
D = Σ (ni/N)2
dimana : D = Indeks dominansi
ni = Jumlah individu spesies ke-i (ind)
N = Jumlah total individu (ind)
Keterangan:
RDi : Kerapatan Relatif
Ni : Jumlah jenis
Ʃn : Jumlah total tegakan seluruh jenis
Keterangan:
Fi : Frekuensi jenis ke-i
Pi : Jumlah petak dimana ditemukan jenis ke-i
Ʃp : Jumlah total petak sampel yang dibuat
K. Frekuensi relatif (RFi)
Frekuensi Relatif adalah perbandingan antara frekuensi spesies-i dan jumlah frekuensi
untuk seluruh spesies, dirumuskan sebagai berikut :
Fi
RFi = ΣFx100
Keterangan:
Rfi = Frekuensi Relatif
Fi = Frekuensi jenis ke-i
∑fi = Jumlah total petak contoh yang akan diamati
3.4.5. Penutupan Jenis (Ci)
Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis ke-i dalam suatu unit area tertentu.
BA
Ci = Σ
A
Keterangan :
Ci : Penutupan jenis
∑BA : Diameter batang setinggi dada
A : Luas total area pengambilan contoh (m2 )
3.4.6 Penutupan Relatif (RCi)
Perbandingan antara penutupan individu spesies ke-i dengan jumlah total penutupan
seluruh jenis, Penutupan Relatif (RCi) dapat dihitung menggunakan rumus persamaan :
Ci
RCi = x100
ΣC
Keterangan:
RCi : Penutupan relative
Ci : Penutupan jenis ke-i
C : Penutupan total untuk seluruh jenis
3.47 Indeks nilai penting (INP)
Rumus yang digunakan dalam menghitung INP adalah:
INP = RFi + RDi + RCi
Keterangan:
INP : Indeks nilai penting Rci : Penutupan relatif
RFi : Frekuensi relatif
RDi : Kerapatan relatif
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kondisi Umum Lingkungan
Lokasi penelitian berada di Pulau Enggano, tepatnya di Kabupaten Bengkulu Utara
Wilayah pesisir Desa Kahyapu ditumbuhi oleh ekosistem mangrove dengan keadaan yang
tergolong alami, hal ini juga dikarenakan Pulau Enggano merupakan salah satu Pulau Kecil
terdepan yang masih belum tersentuh oleh banyaknya aktivitas manusia didalamnya.
Keberadaan ekosistem mangrove ini memberikan banyak peranan terhadap lingkungan pesisir,
antara lain sebagai pelindung pantai dan mampu memberikan nuansa alami dan hijau di
sepanjang pesisir pantai Desa Kahyapu..
3.2. Parameter lingkunganya
Kemudian parameter lingkunganya di ukur pada titik kordinat S 05025.457 E 1020461,
kami melakukan tiga kali pengulanggan setiap kali percobaan dan mendapatkan suhu 290C
pada ulangan pertama, pada ulangan kedua 29 0C dan pada ulangan ke tiga 29 0C kemudian
pada penggulangan pertama didapatkan Ph 7.3, ulangan ke dua yaitu 7.8 dan ulangan ke tiga
7.7 pada pengukuran salinitas 18 ppt pada ulangan ke dua 20 ppt dan ulangan ketiga 19 ppt .
dimana mengambarkan keadaan perairan pulau enggano yang masi sangat bagus dan belum
terisolir oleh apapun. Suriadarma (2011)mengemukakan bahwa perairan yang memiliki kadar
salinitas lebih kecil dari 0,5 pptbersifat tawar, sedangkan yang berkadar salinitas antara 0,5 –
30 ppt bersifat payau.Sehingga dapat disimpulkan bahwa perairan pulau paying tergolong
payau sehingga cocok bagi ekosistem estuary dan juga biota laut.
3.3 Kondisi Fisik Ekosistem Mangrove Desa Kahyapu
Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang terdiri dari kategori pohon (tree), kategori
anakan (sapling), dan kategori semai (seedling) diketahui bahwa masing-masing spesies
mangrove memiliki nilai kerapatan, dominasi, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman
dan nilai penting yang berbeda-beda.
a. Kategori Pohon
Kerapatan (K) vegetasi mangrove di Desa Kahyapu Pulau Enggano Bengkulu pada
Rhizophora Apiculata kategori pohon (tree) adalah pada stasiun 1(kelompok 1) memiliki
1000 ind/Ha kemudian pada stasiun(2) 1100 ind/Ha , dan stasiun ke (3) 1200 ind/Ha.
Kemudian pada Xylocarpus granatum pada 1,2 dan 3 stasiun mempunyai 300 ind/Ha, dan
pada stasiun 3 (kelompok 3) hanya menemukan 1 Terminalia catappa 100 ind/Ha lalu hanya
terdapat di stasiun 3. sehingga dari seluruh jenis kerapatan seluas 4300 ind/ha, dimana
kerapatan tertinggi dimiliki oleh spesies Rhizophora Apiculata adalah 330, dan kerapatan
terendah dimiliki oleh spesies Terminalia catappa 100 ind/Ha, Basal Area (BA) untuk kategori
pohon adalah 2984.153 cm2 dimana BA untuk spesies Rhizophora Apiculata sebesar 1422.687
cm2 spesies Xylocarpus granatum 526.7516 cm2 dan untuk jenis Terminalia catappa 1034.714
cm2 . Kerapatan dimiliki oleh spesies yaitu Rhizophora apiculata adalah 100%. Sementara itu,
Nilai Penting (INP) yang dimiliki oleh R. apiculata yaitu 162.67474 dan Xylocarpus granatum
76.401631 serta Terminalia catappa 60.923629 untuk nilai tertinggidimilikioleh spesies R.
apiculata yaitu 162.67474 dan yang paling rendah Terminalia catappa 60.923629 Ardiansyah
dkk, (2012) menyatakan Komposisi vegetasi yang cukup tinggi ini disebabkan karena kawasan
pesisir termasuk dalam lingkungan tropis, dimana daerah tropis merupakan pusat keragaman
jenis mangrove dan semakin menuju daerah subtropis kelimpahan dan keragamannnya akan
menurun. Pulau didominansi oleh spesies Rhizophora apiculata, dominansi oleh Rhizophora
apiculata dikarenakan lokasi ini merupakan zona pionir yang berbatasan langsung dengan laut,
sehingga vegetasi yang tumbuh diatasnya terbatas pada spesies-spesies yang mempunyai
toleransi tinggi terhadap penggenangan pasang lebih lama.
V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Struktur komunitas mangrove di Desa Kahyapu dari hasil analisis vegetasi yang terdiri
dari kategori pohon (tree), kategori anakan (sapling), dan kategori semai (seedling) diketahui
bahwa masing-masing spesies mangrove memiliki nilai kerapatan, dominasi, indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman dan nilai penting yang berbeda-beda dan yang paling
rapat adalah jenis R. apiculata. Komposisi vegetasi yang cukup tinggi ini disebabkan karena
kawasan pesisir termasuk dalam lingkungan tropis, dimana daerah tropis merupakan pusat
keragaman jenis mangrove dan semakin menuju daerah subtropis kelimpahan dan
keragamannnya akan menurun. Pulau didominansi oleh spesies Rhizophora apiculata,
dominansi oleh Rhizophora apiculata dikarenakan lokasi ini merupakan zona pionir yang
berbatasan langsung dengan laut, sehingga vegetasi yang tumbuh diatasnya terbatas pada
spesies-spesies yang mempunyai toleransi tinggi terhadap penggenangan pasang lebih lama.
5.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh praktikan untuk lebih teliti lagi dalam mengidentifikasi jenis
mangrove agar mendapatkan hasil yang lebih akurat
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, A., M. Djajasasmita dan F. Sabar 1977. Penyebaran keong dan kepeting hutan
bakau Wai Sekampung, Lampung. Ber. Biol. 2:1-24.
Motoku, A.W., S Umar., B Toknok. 2014. Nilai Manfaat Hutan Mangrove di Desa Sausu
Peore Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong. Fakultas Kehutanan Universitas
Tadulako. Warta Rimba. 2 (2) :92-101.
Nybakken,W.J. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia, Jakarta
Peramuji. 2000. Dampak perilaku manusia pada ekosistem hutan mangrove di Indonesia.
Jurnal oseana. Vol 25(2).
Percival, M. and J. S. Womersley 1975. Floristics and ecology of the mangrove vegetation of
Papua New &uinea. Bot. Bull. No. 8:1-96
Saputro, G.B., Hartini, S., Sukardjo, S., Susanto, A., dan Ponoman, A. 2009. Peta Mangrove
Indonesia. Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut Bakosurtanal. Cibinong.