Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bedasarkan penelitian bahwa 5%-15% dari populasi di Amerika Serikat
mengalami ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui, kejadian ini telah
menurun sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. Ulkus duodenum terjadi 5 sampai 10
klai lebih sering dari pada ulkus lambung.
Penyakit ini terjadi dengan rekuensi paling besar pada individu antara usia 40 –
60 tahun dan tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah dionservasi
pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkena tiga kali lebih banyak dari pada
wanita, tetapi terdapat beberapa bukti bahwa incident pada wanita meningkat setelah
menopause.
Di Indonesia juga terjadi hal demikian hampir sama dengan bahkan lebih banyak
dari pada Negara luar seperti amerika karena Negara Indonesia merupakan Negara
berkembang.
Dari data di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang
ulkus dan mengapa ulkus kerap terjadi di setiap individu serta bagaimana cara
mengatasinya. Maka dari itu penulis mengangkat sebuah makalah tentang Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Klien dengan Ulkus Peptikum.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum :
Untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB I (Keperawatan Medikal Bedah I).
Mengetahi cara pembuatan asuhan keperawatan klien dengan penyakit ulkus
peptikum.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Ulkus peptikum tersebut
b. Untuk mengetahui bagaimana proses tindakannya dan bagaimana
penatalaksanaan serta pengobatannya

D. Manfaat
Penulis semakin terlatih dalam membuat makalah dan asuhan keperawatan.
Menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya tentang penyakit Ulkus
peptikum. Dapat menambah referensi bagi pembaca tentang tentang konsep penyakit
dan askep pada ulkus peptikum.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang
menyebutkan kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada
tahun 1586 menjadi orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui
autopsi, pada tahun 1688 Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada
tahun 1737, Morgagni juga menyebutkan kondisi ulkus pada lambung dan duodenum
secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas
mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang
tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga
sebagai ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada
setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus,
lambung, duodenum, jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum
diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat
tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang
penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang
berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya
persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus
duodenum, maka pada proses keperawatan ini akan dibahass bersamaan agar
memudahkan dalam asuhan keperawatan.
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding
mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut
sebagai ulkus lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth
& Brunner. 2002. hal.1064).
Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-
kadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu
berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah
ulkus (tukak) yang terdapat pada bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum
bagian atas ( first portion of the duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum
yaitu penderita yang mengalami gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas
sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel
disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus
karena stress). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian
saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum,
dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum.( Sylvia, A. Price, 2006).

2. Anatomi Fisiologi
Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang
berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.
Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan
melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin
yang penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi
komponen yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri
pencernaan. Fungsi usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada
awalnya dicerna dalam bentuk lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi
nutrisi unsur pokoknya melalui proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu
mengabsorpsi cairan dan elektrolit (Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).

3. Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori
yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :
a. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung.
Sebagai contoh berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita
dengan anemia pernisiosa disertai dengan alkorida.
b. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui
dengan benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan
golongan darah O kemunkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar
dibandingkan golngan lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan
dengan golongan darah A, baik berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma.
Sedangkan pada golongan darah O sering ditemukan kelainan pada korpus lambung.
c. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan
pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan
duodenum dapat dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma
primer atau sekunder dan hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan
timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada
ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi besar dan lain-lainnya yang
menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
inflamasi bakterial
d. Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga
sebagai penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya
pada hasil pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis
lebih besar dari pada inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC
dan sifilis disebabkan spesifik mikrooganisme.
e. Inflamasi non bakterial
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab
didasarkannya inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang
mana dapat disebutkan juga antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan
sebagai penyebab dari gasthritis Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah
sebagai kelanjutan dari tukak yang akut. Berdasarkan pemeriksaan histologis
ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak yang akut.
f. Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering
ditemukan pada otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena
asam getah lambung dan dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.
g. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang
dapat menimbulkan tukak peptik.
h. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata
golongan salisilat hanya akan menyebabkan erosi lokal.
i. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada
pengaruhnya dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili
yang menderita tukak, jika dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat.
Oleh sebab itu, family anamnesa perlu ditegakkan
j. Berhubungan dengan penyakit lain.
Hernia diafrakmatika ( pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia
mungkin merupakan tempat timbulnya erosi atau tukak). Sirosis hati ( tukak peptik
ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih banyak jika
dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan
sirosis biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang).
Penyakit paru-paru ( frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering
ditemukan. Bertambah banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan
bertambah beratnya emfisema dan corpulmonale ).
k. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan
jaringan dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.

4. Patofisiologi
a. Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan
sekresi dan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa
gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang
secara normal terpapar oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus,
antara lain kelenjar ulkus campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus
penutup pada mukosa lambung: sel mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik
profunda (menyekresi sebagian besar mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada
duodenum bagian atas yang menyekresi mukus yang sangat alkali (Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi
oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang
mengandung sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida
cairan lambung sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa.
Sebagai tambahan, ion-ion bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi
kelenjar Brunner yang terletak pada beberapa inci pertama dinding duodenum dan
didalam empedu yang berasal dari hati (Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol
umpan balik memastikan bahwa netralisasi cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi
hal-hal sebagai berikut :
1) Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini
menghambat sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara
hormonal sehingga menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2) Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus,
kemudian melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat
dari cairan pancreas- yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi -
sehingga tersedia natrium bikarbonat untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh salah-
satu dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung,
atau (2) berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung
dari sifat pencernaan dari kompleks asam –pepsin.

b. Penyebab khusus
1) Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum
menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian
mukosa duodenumoleh bakteri H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi
dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman diberantas dengan obat anti
bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan penetrasi sawar mukosa
lambung, baik dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar maupun
dengan melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya,
cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi
kedalam jaringan epithelium dan dapat mencernakan epitel, bahkan juga
jaringan-jaringan di sekitarnya. Keadaan ini dapat menuju pada kondisi ulkus
peptikum (Sibernagl, 2007).
2) Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal
duodenum, jumlah sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan
sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini
mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti
adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia
yang menderita ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi cairan yang berlebihan
(Guyton, 1996). Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah
factor psikogenik seperti pada saat mengalaami depresi atau kecemasan dan
merokok.
3) Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin,
Ibupropen, Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase
sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara
sistemik- termasuk pada epitel lambung dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini
juga menurunkan sekresi HCO3 sehingga memperlemah perlindungan
mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local
melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap
agregasi trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee,
1995).
4) Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf pusat (Lewis, 20000.
Bila kondisi stress ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi
ulkus peptikum menjadi lebih parah.
5) Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang
berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi
kerusakan epitel mukosa.
6) Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang
berlanjut pada ulkus akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan
parut; maka akan terjadi penetrasi dari seluruh dinding lambung.

5. Klasifikasi

No Ulkus duodenal Ulkus Lambung


1 Insidens Insiden
Usia 30-60 tahun Biasanya 50 tahun lebih
Pria: wanita → 3:1 Pria:wanita → 2:1
Terjadi lebih sering dari pada ulkus lambung
2 Tanda dan gejala Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambung Normal sampai hiposekresi asam
Dapat mengalami penambahan berat badan lambung
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering Penurunan berat badan dapat terjadi
terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi. Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah
Makan makanan menghilangkan nyeri makan; jarang terbangun pada malam
Muntah tidak umum hari;
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus dapat hilang dengan muntah.
lambung tetapi bila ada milena lebih umum Makan makanan tidak membantu dan
daripada hematemesis. kadang meningkatkan nyeri.
Lebih mungkin terjadi perforasi daripada Muntah umum terjadi
ulkus lambung Hemoragi lebih umum terjadi daripada
ulkus duodenal, hematemesis lebih
umum terjadi daripada milena.

3 Kemungkinan Malignansi Kemungkinan malignansi Kadang-


Jarang kadang

4 Faktor Risiko Faktor Risiko


Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal Gastritis, alkohol, merokok, NSAID,
kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress. stres

6. Manifestasi Klinik
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia adalah
suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna seperti,
mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu
hati dan cepat merasa kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas : 1) Dispesia akibat
gangguan motilitas, 2). Dispesia akibat tukak: 3). Dispesia akibat refluks 4). Dispesia
tidak spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak
nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien
merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang
setelah pasien makan dan minu obat antasida ( Hunger pain Food Relief = HPFR). Rasa
sakit tukak gaster yang timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang
merasa enak setelah makan, rasa sakit gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster
sebelah kanan, garis tengah perut. Rasa sakit bermula pada satu titik ( pointing sign)
akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit
bertambah berat atau mengalami komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pancreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak gaster
karena dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak
dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat
obat OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan,
hanya diketahui melalui komplikasinya berupa perdarahan dan perporasi. Muntah
kadang timbul pada tukak peptic disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal
pilorik (obstruksi gastric outlet). Tukak prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan
gastric outlet obstruction melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan nyeri
tekan abdomen
b. Bising usus mungkin tidak ada
c. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan adanya
ulkus, namun endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan
d. Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi,
ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn
biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi
yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karenaukuran atau lokasinya.
e. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negative
terhadap darah samar.
f. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah
lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan
atau antasida dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan
adanya ulkus.
g. Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui kultur,
meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes serologis
terhadap antibody pada antigen H. pylori.

8. Penatalaksanaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan, penurunan stress dan
istirahat, penghentian merokok, modifikasi diet, air jeruk yang asam,coca
cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat
menambah sekresi asam lambung.
Adapun Penatalaksanaan Farmakologis antara lain :
a. Antagonis Reseptor H2/ARH2
Struktur homolog dengan histamine Mekanisme kerjanya memblokir efek
histaminàsel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam
lambung.Inhibisi bersifat reversible.
Dosis terapeutik :
Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mg
Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Famotidine : 1 x 40 mg malam hari
Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg malam
hari.
Contoh-contoh obat anti ulkus yaitu :
1) Antasida: Antasida mengurangi keasaman lambung, bereaksi dengan asam
hidroklorik,membentuk garam dan air untuk menghambat aktivitas peptik
dengan meningkatkan pH.
a) ACITRIL (Interbat)
Komposisi: Tiap tablet/5ml, suspensi: Magnesium hidroksida 200 mg,
Almunium hidroksida 200 mg, Simetikon 20 mg, Gel 200 mg
Indikasi: Tukak Peptik, hiperasiditas saluran cerna, kembung, dispepsia,
gastritis. Perhatian: Hati-hati pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah
fosfat.
Efek samping: Gangguan saluran cerna: diare, sembelit. Interaksi obat:
Mengurangi absorpasi tetraksilin, Fe, antagonis H2, kuinidin, warfarin.
Kemasan: Tablet 100 tablet, Suspensi 120 ml.
b) ACTAL PLUS ( Valeant/Combiphar)
Komposisi:Almunium hidroksida 200 mg, Magnesium hidroksida 152
mg, Simetikon 25 mg. Indikasi: Tukak peptik, hiperasiditas lambung,
pirosis dan “heartburn” pada kehamilan.
Dosis: Tukak peptik : 2-4 tablet dapat diulang sesuai kebutuhan.
Hiperaditas lambung : 1-2 tablet, ½ jam setelah makan atau sesuai
kebutuhan. Pirosis dan “heartburn” pada kehamilan : 1-2 tablet sebelum
sarapan pagi dan ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan.
Efek samping: sembelit, diare, pada dosis tinggi dapat menimbulkan
obstruksi usus.
Kemasan: Tablet : 10 strip @ 10 tablet, 50 strip @ 10 tablet.
c) ANTASIDA DOEN (Medipharma)
Komposisi :Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung : Gel
Aluminium Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium
Hidroksida) 200 mg, Magnesium Hidroksida 200 mg.
Indikasi : Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan
kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak pada
duodenum dengan gejala-gejala.

9. Komplikasi
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas),
perdarahan, perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi
pembedahan (Price, 1996).
a. Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang berarti
bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat. Pasien dapat
tergangu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan
perawatan di rumahsakit, atau hanya tidak mampu mengikuti program terapi,
intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran pembedahan. Perubahan
menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan baik untuk ulkus lambung
maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula sudah bersifat ganas,
paling tidak menurut pengetahuan mutakhir. Ulkus yang memulai perjalanan dengan
jinak akan tanpa mengalami degenerasi ganas.
b. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton, 1996).
Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang
tersering adalah di dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat
terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala
yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus tergantung pada kecepatan kehilangan
darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat mengakibatkan anemia
defisiensi besi. Feses dapat positif dengan darah samara tau mungkin hitam dan
seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah
darah), menimbulkan syok, dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan
darurat.
c. Perporasi.
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini
bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price, 1995).
Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah
ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien dengan komplikasi
perporasi datang dengan keluhan nyerimendadak yang parah pada abdomen bagian
atas. Dalam beberapa menit, timbul peritonitis kimia akibat keluarnya asam
lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri
tersebut yang menyebabkan pasien takut bergerak atau bernafas. Auskultasi
abdomen menjadi senyap dan pada saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan.
Perporasi akut biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis
dipastika melalui adanya udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai
bulan sabit translusen anatara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk
rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami perporasi (Azis, 2008).
d. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau
jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih
sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus lambung
terletak dekat dengan sfingter pylorus. Anoreksia mual dan kembung setelah makan
merupakan gejala-gejala yang sering timbul kehilangan berat badan juga sering
terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri dan muntah
(Mineta,1983)

B. Konsep Dasar Askep

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal
lahir,agama dan tanggal pengkajian.
b. Keluhan utama/alasan masuk RS:
Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada pada bagian perut,
ulu hati dan mual serta muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang:
Faktor pencetus: Pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat /
beberapa jam setelah makan atau waktu lapar atau saat sedang tidur tengah
malam Sifat keluhan (periodik/ tiba-tiba).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi,
riwayat masuk RS)
e. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga: Ibu klien menderita tuka’
lambung.

f. Data Dasar Pengkajian pasien


1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.Ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari – hari. Tanda : periode hiperaktivitas, latiihan keras terus menerus.
2) Integritas Ego
Gejala : ketidak berdayaan, putus asa, Marah ditekan. Tanda : Depresi,
ansietas.
3) Eliminasi
Gejala : diare Konstipasi, Nyeri abdomen tak jelas dan disteres, kembung,
Penggunaan laksatif/diuretic.
4) Makanan/Cairan
Gejala : lapar terus menerus/menyangkal lapar, takut penigkatan berat badan.
Tanda : penurunan berat badan / anoreksia, Penamplan urus, kulit kering, kuning
atau pucat dengan turgor buruk.
5) Higiene
Tanda : peningkatan pertumbuhan rambut pad tubuh (lanugo).
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.
Kelemahan, keseimbangan buruk. Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi,
apatis. Mental : tak mampu berespon, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis
retina. Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen, seperti terbakar
8) Keamanan
Tanda : penurunan suhu tubuh akibat berulangnya prose infeksi.
9) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Kecendrungan keluarga untuk anemia,riwayat penyakit maag, depresi.

10) Pemeriksaan Fisik


a) Keadaan umum :
Penampilan umum :Klien tampak rapi
Kesadaran : sadar
GCS : E4V5M6
BB : 50 Kg
TB : 165 cm

b) Tanda- tanda vital :


TD : 120/80 mmHg
ND : 80x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37 oC

c) Kulit
Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat,) : Pucat
Kelembapan : kering
Turgor kulit : baik
Ada/tidaknya oedema : tidak ada oedema

d) Mata
Fungsi penglihatan : baik
Palpebra : terbuka / tertutup
Ukuran pupil : .Normal
Konjungtiva :
Sklera :
Lensa / iris :
Oedema palpebra : Tidak ada oedema

e) Mulut dan tenggorok


Membran mukosa : Kering
Kebersihan mulut : Baik
Keadaan gigi : Baik.
Tanda radang (bibir, gusi, lidah) : tidak ada
Trismus :
Kesulitan menelan : Tidak ada
f) Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen simestris atau tidak,
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan
Perkusi : batas hepar,batas ginjal, batas lien, ada/tidaknya penimbunan
cairan diperut(kembung).
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien
Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling menonjol
selama periode eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi 2-3 jam
setelah makan dan sering disertai dengan mual dan muntah. Pada ulkus
gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan. Nyeri dapat digambarkan
sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini sering hilang dengan
makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi. Selama remisi
pasien asimtomatik

2.2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa, kerusakan jaringan lunak pasca
operasi
2. Resiko Tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah sekunder akibat
hematemesis dan melena massif
3. Resiko injuri b.d pascaprosedur bedah gastrektomi
4. Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan kemampuan batuk, nyeri pasca
operasi
5. Resikotinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang tidak adekuat
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah berlebihan,
respon perubahan pasca bedah gastreoktomi
7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan interprestasi terhadap informasi, dan
rencana pembedahan.
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 1). Nyeri b.dDalam waktu 1 x -secara subjektib-Jelaskan dan bantu pasien-pendekatan dengan
iritasi mukosa24 jam dan 3 x 24 melaporkan nyeridengan memberikan peredamenggunakan tehnik
lambung, jam pascabedah berkurang ataunyeri non farmakologi danrelaksasi dan terapi
perporasi mukosa,gastrekotomi, dapat diadaptasi. noninvasive nonfarmakologi telah
kerusakan nyeri -Skala nyeri 0-1-lakukan manajemen nyeri. menunjukkan keefektifan
jaringan lunakberkurang/hilang (0-4). 1). Istirahatkan pasien padadalam mengurangi nyeri.
pasca operasi atau teradaptasi. Dapat saat nyeri muncul 1). istirahat secara
mengidentifikasi 2). Ajrkan tehnik relaksasifisiologis akan
aktifitas yangnafas pada saat nyeri menurunkan kebutuhan
meningkatkan atau3). Ajarkan tehnik distraksioksigen yang diperlukan
menurunkan nyeri. pada saat nyeri untuk memenuhi
-pasien tidak4). Manajemenkebutuhan metabolism
gelisah Lingkungan: Lingkunganbasal.
tenang, batasi pengunjung,2). Meningkatkan asupan
dan istirahatkan pasien. oksigen sehingga akan
5). lakukanManajemen menurunkan nyeri
sentuhan sekunder dari iskemia
intestinal
3). Distraksi (pengalihan
Panggilan ) dapat
menurunkan stimulus
internal.
Lingkungan tenang akan
menurunkanstimulus
nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung
akan membantu
meningkatkan oksigen
ruanganyang akan
berkurang apabila banyak
Kolaborasi dengan timpengunjung yang berada
medis untuk pemberian: di ruangan. Istirahat akan
1). Pemakaina penghambatmenurunkan kebutuhan
H2 ( seperti Simetidinoksigen jaringan perifer.
/Ranitidin). 5). Manajemen sentuhan
2). Antasida pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan
psikologis dapat
membantu menurunkan
nyeri.

Simetidin penghambat
histamine H2 menurunkan
produksi asam lambun,
meningkatkanpH
Lambung dan
menurunkan iritasi pada
mukosa lambung, penting
untuk penyembuhan dan
pencegahan lesi.
2). Antasida untuk
mempertahankan pH
lambung pada tingkat 4,5
2 Risiko tinggi syokDalam wkatu 3 x-pasien -Kaji sumber dan responDeteksi awal mengenai
hipovolemik b.d24 jam tidakmenunjukkan perdarahan dari melena dansevberapa jauh tinkat
penurunan terjadi syokperbaikan sistemhematemesis. pemberian intervensi yang
volume darahhivopolemik kardiovaskuler diberikan sesuai dengan
sekunder akibat -hematemesis dan-monitor TT kemampuan individu.
hematemesis dan melena terkontrol 1). Penurunan kualitas dan
melena masif -konjungtivitis denyut jantung merupakan
tidak anemis parameter penting gejala
-pasien tidak awal syok
mengeluh pusing, 2). Hipotensi dapat terjadi
memebran mukosa pada hipovolemia, hal
lembab, turgor tersebut memberikan
kulit normal, dan manifestasi terlibatnya
akral hangat. sistem kardiovaskuler
-TTV dalam batas dalam melakukan
normal, CRT > 3 kompensasi dalam
detik, urine > 600 mempertahankan
ml/hari tekanaan darah.
Laboratorium: 3). Peningkatan frekuensi
nilai haemoglobin, nafas merupakan
sel darahmerah, manifestasi dri
hematokrit, dan kompensasi respirasi
BUN/kreatinin untuk mengambil
dalam batas sebanyak-banyaknya
normal. oksigen, akibat penurunan
kadar haemoglobin
Monitor status cairansekunder dari penurunan
(turgor kulit, membranevolume darah.
mukosa dan keluaran4). Hipotermi dapat terjadi
urine). pada perdarahan massif.
Jumlah dan tipecairan
penganti darah ditentukan
dari keadaan status cairan.
Penurunan volume darah
mengakibatkan
menurunnya produksi
Lakukan kolaborasiurine, monitor yang ketat
pemberian paket sel darahpada produksi urine<
merah(PRC=Pocked Red600ml/ hari merupakan
Cells). tanda-tanda terjadinya
syok hipovolemik.
Pemberian PRC
disesuaikan dengan
banyaknya darah yang
keluar dan hasil
pemeriksaan hemoglobin.
Apabila dalam kondsi
Evaluasi adanya responkritis, sementara
seklinik dari pemberianpersediaan darah masih
transfusi. belum didapatkan dari
segera, maka pemberian
cairan pengganti darah
dapat diberikan untuk
menurunkan risiko syok.

Secara fisiologis tubuh


Lakukan gastric cooling. pasien akan bereaksi
terhadap darah yang
masuk melalui transfuse
sehingga memiliki
kecenderungan menjadi
Evaluasi kondisi pasienreaksi alergi transfuse.
setiap pergantian shift. Perawat melakukan
monitor untuk mencegah
respon klinik pada pasien.
Intervensi pemberian
cairan ke lambung
bertujuan untuk
melakukan vasokontriksi
Kolaborasi pemberianpembuluh darah lambung
terapi endoskopik. dan diharapkan dapat
menurunkan pendarahan.
Perubahan kardiovaskuler
akibat hematemesis dan
melena massif masih bisa
bervariasi sesuai dengan
tingkat toleransi individu.
Penemuan perubahan
Lakukan dokumentasisebagai deteksi awal
intervensi yanguntuk mencegah
telahdilakukan danmeningkatnya risiko syok.
dilaporkan apabilaIntervensi terapi
didapatkan perubahanendoskopik dilakukan
kondisi mendadak. dengan melakukan
hemostasis koagulasi atau
Kolaborasi : dilakukanthrombosis terapi.
tindakan Beberapa intervensi
pembedahan gastrektomi. elektrokoagulasi, heater
probe atau laser YAG
dilakukan untuk
mengontrol perdarahan
dari ulkus
peptikum( Shoemaker,
1995).
Setiap perubahan yang
terjadi pada pasien harus
diketahui oleh tim medis
untuk mendapat asuhan
medis. Dokumentasi yang
baik dapat menunjang
asuhan yang
berkelanjutan.
Perporasi ulkus peptikum
yang tidak membaik
dengan terapi farmakologi
dan endoskopi akan
mendapatkan terapi bedah
untuk menghilangkan
sumber perdarahan pada
lambung dan duodenum.
3 Resiko Injuri b.dDalam waktu 2 x-TTV dalam batas-Lakukan perawatan di-menurunkan risiko injuri
pascaprosedur 24 jam pascanormal. ruang infensif. dan memudahkan
gastreoktomi intervensi -Tidak terjadi intervensi pasien selama
gastrektomi pasieninfeksi pada 48 jam di ruang intensif.
tidak daerah insisi. -monitor adanya-Komplikasi yang terjadi
mengalamiinjuri. komplikasi pascaoperasipada operasi ini
gastrektomi. adalahperdarahan,
kebocoran pada daerah
anastosmis, infeksi luka
operasi, gangguan
respirasi, dan masalah
yang berkaitan
-Kaji factor-faktor yangdengan balance cairan
meningkatkan risiko injuri. dan elektrolit
-keterampilan
- kaji status neurologis dankeperawatan kritis
laporkan apabial terdapatdiperlukan agar
perubahan status neurologi. pengkajian vital dapat
dilakukan secara
sistematis.
-Pengkajian status
neurologis dilakukan pada
setiap. pergantian sift
jaga. Setiap adanya
perubahan status
neurologis merupakan
salah-satu tanda terjadinya
komplikasi bedah.
Penurunan resposivitas,
perubahan pupil,
-Perubahan statusgangguan atau kelemahan
hemodinamik yangyang bersifat satu sisi
optimal. (unilateral),
1). Lakukan hidrasi awalketidakmampuan
pasca bedah. mengontrol nyeri, atau
perubahan neurologi
lainnya perlu dilaporkan
pada tim medis untuk
mendapatkan intervensi
selanjutnya.
Pasien akan mendapat
cairan intravena sebagai
pemeliharaan
haemodinamik
1). Jenis cairan yang
digunakan adalah
2). Pantau pengeluarankombinasi dari NaCl 0,9%
urine rutin. dan RL dengan jumlah
100-200 ml/jam dan
dilakukan pada 12-16 jam
setelah pembedahan.
Cairan ini akan membantu
memelihara sirkulasi yang
adekuat dari volume darah
sebagai proteksi pada
organ vital dan mencegah
3). Evaluasikan secara hati-kondisi hivopolemia
hati dan dokumentasikanpascabedah.
intake atau output cairan. Pasien pascaoperasi
gastrektomi akan
-Monitor kondisi selangmengalami transudasi
pasca operasi. cairan ke intertisisal.
Perawat akan memantau
kondisi urine dalam
kisaran 30 ml/ jamhidrasi
optimal sebagai batas
-Monitor kondisi selangdalam pemberian rehidrasi
nasogastrik optimal. (Shoemarker,
1995).a
Perawat
mendokumentasikan
jumlah urine dan waktu
pencatatan,
serta memeriksa
kepatenan saluran urine

Drainase pasca opeasi


harus dipantau, perhatikan
kepatenan selang dan
aadanya thrombosis,
selang terlipat dan adanya
perdarahan baru yang ada
didalam selang.
Secara umum pasien
pasca bedah gastroktomi
akan terpasang selang
nasogastrik. Perawat
berusaha untuk tidak
mengangkat, mengubah
posisi, meamnipulasi atau
engirigasi selang kecuali
untuk terapi. Hal ini
dilakukan untuk
menurunkan risiko
kerusakan anastosmis.
3. Resiko Dalam waktu 2 x-jalan napas bersih-Kaji dan monitor jalanDeteksi awal u/ intervensi
ketidakefektifan 24 jam pascabedahdan tidak adanapas. slnjutnya. Salah- satu cara
jalan nafasgastrektomi, akumulasi darah. u/ melihat pasien
b.dkemampuan kebersihan jalan- Suara nafas bernafas/ tidal adalah
batuk menurun,nafas pasien tetapnormal, tidak ada dengan meletakkan
nyeri optimal. bunyi nafas telapak tangan diatas
pascaoperasi. tambahan seperti-Beri oksigen 3 liter/menit. mulut/hidung pasien.
stridor. Pemenuhan oksigen dapat
- tidak ada membantu meningkatkan
penggunaan otot paO2 di cairan otak yang
bantu pernafasan. -bersihkan sekresi padaakan mempengaruhi
- RR dalam batasjalan napas dan lakukanpengaturan pernafasan.
normal 12-suctioning apabila-kesulitan napa sdapat
20x/menit. kemampuan mengevakuasiterjadi apabila sekresi
secret tidak efektif. mucus yang berlebihan.
-Instruksikan pasien untuk
melakukan napas dalam
dan batuk efektif.
-pada pasien pascabedah
dengan toleransi yang
baik, pernafasan difragma
dapat meningkatkan
ekspansi paru.
U/ memperbesar ekspansi
-Lakukan fisioterapi dada. dada dan pertukaran gas,
contohnya meminta
pasien u/ menguap atau
inspirasi maksimal.
tetapkan lokasi dari-memfasilitasi
setiap segmen paru-paru. pembersihan jalan napas
Jaga posisi pasien agardari secret yang tidak
jangan sampai jatuh,dapat dikeluarkandengan
gunakan pagar pengamananbatuk efektif.
yang ada pada setiap sisi1) Lakukan auskultasi
tempat tidur. agar dapat menentukan
area paru dengan bunyi
napas ronkhi.

2) apabila tingkat
toleransi dari pasien tidak
optimal, perawat
mencegah dan menjaga
trauma sekunder dari
intervensi seperti
memasang pagar
pengaman.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna
yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan
setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan
ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan
mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung
termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
· Penurunan stress dan istirahat.
· Penghentian merokok
· Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai
pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam
lambung.
· Obat-obatan
· Intervensi bedah

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan
makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam
penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada
semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan
makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta
:Erlangga
Mutaqqin, Arif dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan
keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.
W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta :Kedokteran
indonesia

Anda mungkin juga menyukai