Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infertilitas atau kemandulan merupakan salah satu masalah kesehatan

reproduksi yang sering berkembang menjadi masalah sosial karena pihak istri

selalu dianggap sebagai penyebabnya. Infertilitas merupakan masalah yang

dihadapi oleh pasangan suami istri yang telah menikah selama minimal satu

tahun, melakukan hubungan senggama teratur tanpa alat kontrasepsi apapun,

tetapi belum memperoleh kehamilan. Infertilitas primer adalah keadaan di

mana seorang istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan

dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan (Prawirohardjo,

2011). Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan usia subur (PUS) untuk

memperoleh keturunan setelah melakukan hubungan seksual secara teratur

tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Angka satu tahun ditetapkan karena

biasanya 85% pasangan dalam satu tahun sudah memiliki keturunan. Ini

berarti 15% pasangan usia subur mempunyai masalah infertilitas (Kumalasari

dan Andhyantoro, 2012).

Berdasarkan catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada

perempuan diantaranya faktor tuba fallopi 36%, gangguan ovulasi 33%,

endometriosis 6%, dan hal yang tidak diketahui sekitar 40%. Ini berarti

sebagian besar masalah infertilitas pada perempuan disebabkan oleh

gangguan pada alat reproduksinya atau gangguan pada proses ovulasi


infertilitas (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012). Diperkirakan di seluruh

dunia, 3% - 7% dari pasangan usia subur mengalami masalah infertilitas.

Pasangan yang tidak memiliki anak setelah satu tahun menikah berkisar

antara 12% sampai 28%. Sekitar 84% pasangan yang melakukan hubungan

seksual secara teratur (setiap dua sampai tiga hari) dan tidak menggunakan

kontrasepsi akan hamil dalam waktu satu tahun. Sekitar 92% dari pasangan

usia subur akan mendapatkan keturunan dalam waktu dua tahun (Affandi,

2015). Kejadian infertilitas di Amerika Serikat sebesar 12 %, ternyata

infertilitas menurun setelah usia 35 tahun, kejadian infertilitas pada wanita

umur 16-20 tahun sebesar 4,5%, umur 35-40 tahun 31,3% dan umur lebih

dari 40 tahun sebesar 70%. Faktor usia merupakan faktor yang sangat

mempengaruhi keberhasilan pengobatan, maka bagi perempuan berusia 35

tahun atau lebih tentu tidak perlu harus menunggu lama selama satu tahun.

Minimal enam bulan sudah cukup bagi pasien dengan masalah infertilitas

untuk datang kedokter untuk melakukan pemeriksaan dasar (Prawirohardjo,

2011). Di Indonesia data prevalensi infertilitas saat ini adalah 10-15% dari 40

juta pasangan usia subur yang mengalami kesuburan. Menurut Badan Pusat

Statistik (BPS) 2011, dari total 237 juta penduduk Indonesia, terdapat ± 39,8

juta wanita usia subur, namun 10-15% diantaranya dinyatakan tidak subur

atau infertil. Dari data diatas, maka diperkirakan sebanyak 4 sampai 6 juta

pasangan di Indonesia memerlukan pertolongan lanjut untuk mendapatkan

keturunan (Affandi, 2015).

Banyak faktor yang menyebabkan pasangan suami istri sulit untuk hamil

setelah kehidupan seksual normal yang cukup lama. Pendekatan yang


digunakan untuk menilai faktor-faktor yang terkait dengan infertilitas tersebut

digunakan pendekatan organik, yang tentunya akan sangat berbeda antara

lelaki dan perempuan. Faktor tersebut dapat saja merupakan kelainan

langsung organnya, tetapi dapat saja dari faktor lain seperti faktor genetika,

faktor hormonal, faktor infeksi, dan faktor penuaan (Prawirohardjo,2011).

Banyak pasangan suami istri yang memilih bercerai karena salah satu dari

mereka tidak dapat memberi keturunan. Ancaman terjadinya perceraian ini

mencapai 43% dari masalah dalam sebuah pernikahan yang ada. Mereka

beranggapan bahwa peran mereka sebagai orang tua tidak sempurna tanpa

kehadiran seorang anak dalam kehidupan perkawinannya. Infertilitas tidak

semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja, seperti dikemukakan bahwa

suami sebaiknya diperiksa lebih dahulu dan dinyatakan sehat jasmani dan

rohani, karena kehamilan dapat terjadi apabila suami benar-benar sehat dan

kemampuan menunaikan tugas dengan baik, suami menyumbang 40% dari

angka kejadian infertil, sedangkan sisanya ada pada istri.

Pada wanita dikemukakan beberapa sebab infertilitas idiopatik, artinya

semua keadaan fisik dan reproduksinya baik tetapi pasangan tersebut belum

dapat hamil (Manuaba, 2007). Sebanyak 84% perempuan akan mengalami

kehamilan dalam kurun wktu satu tahun pertama pernikahan bila mereka

melakukan hubungan suami istri secara teratur tanpa menggunakan alat

kontrasepsi. Angka kehamilan komulatif akan meningkat menjadi 92% ketika

lama usia pernikahan dua tahun.

Peran bidan dalam kasus infertilitas adalah dapat memberikan edukasi

tentang cara pencegahan infertilitas kepada pasangan suami istri yang belum
mempunyai anak setelah 1 tahun menikah. Bidan juga bisa memberikan

edukasi kepada pasangan pengantin baru agar bisa mencegah terjadinya

infertilitas secara dini. Jika pasangan suami istri yang sudah menikah lebih

dari 2 tahun tapi belum memiliki keturunan, seorang bidan dapat

menganjurkan pasangan untuk pergi memeriksakan diri ke puskesmas atau ke

dokter spesialis infertil, jika perlu bidan juga ikut untuk mengantar pada awal

kunjungan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka akan

dirumuskan makalah penelitian ini adalah adakah hubungan faktor- faktor

(usia, keputihan, dan suami perokok) yang mempengaruhi kejadian infertilitas

primer pada PUS Di

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Faktor-Faktor (usia, keputihan, dan suami perokok) yang

Mempengaruhi Kejadian Infertilitas Primer

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya Distribusi Frekuensi Usia Wanita PUS Pada Kejadian

Infertilitas Primer Di

b. Diketahuinya Distribusi Frekuensi Pengaruh Perokok Pada

Kejadian Infertilitas Pada Pasangan Usia Subur Di

c. Diketahuinya Distribusi Frekuensi Keputihan Pada Kejadian

Infertilitas Pada Pasangan Usia Subur Di


d. Diketahuinya Distribusi Frekuensi Kejadian Infertilitas Primer Di

e. Diketahuinya faktor-faktor (usia, keputihan, suami perokok) yang

mempengaruhi terjadinya Infertilitas Primer Di

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai penerapan dalam mata kuliah metode penelitian dan menambah

pengetahuan serta pengalaman dalam meneliti dan menambah wawasan

peneliti tentang faktor-faktor (usia, keputihan, suami perokok) dengan

kejadian infertilitas primer pada pus.

1. 4.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian infertilitas primer. Tenaga kesehatan agar dapat

menginformasikan dan memberikan pengertian pada pasangan suami

istri yang nantinya akan berkonsultasi.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi mahasiswa, dan

sebagai bahan penunjang mata kuliah kesehatan reproduksi tentang

infertilitas primer.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor (usia,

keputihan,suami perokok) yang mempengaruhi terjadinya infertilitas primer pada

pus di. Penelitian dilaksanakan sekitar bulan April 2017 di. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor (usia, keputihan, suami perokok) yang


mempengaruhi kejadian infertilitas primer pada pus. Jenis penelitian

menggunakan jenis deskriptif analitik dengan desain cross sectional dimana

variabel dependennya adalah infertilitas primer dan variabel independennya

adalah usia, keputihan, dan suami perokok.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Infertilitas

2.1.1.1 Definisi Infertil

Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami

kehamilan setelah melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama

satu tahun (Prawirohardjo, 2011). Infertilitas adalah ketidakmampuan

pasangan usia subur (PUS) untuk memperoleh keturunan setelah melakukan

hubungan seksual secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Angka

satu tahun ditetapkan karenna biasanya 85% pasangan dalam satu tahun

sudah memiliki keturunan. Ini berarti 15% pasangan usia subur mempunyai

masalah infertilitas (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).

2.1.1.2 Klasifikasi Infertilitas

a. Infertilitas primer

Berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki

anak setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali perminggu

tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.

b. Infertilitas sekunder

Berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya

tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah satu tahun
berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali perminggu tanpa menggunakan alat

atau metode kontrasepsi jenis apapun (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).

Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa

pasangan suami istri dianggap infertil apabila memenuhi syarat-syarat

berikut:

a. Pasangan tersebut berkeinginan untuk memiliki anak.

b. Selama satu tahun atau lebih berhubungan seksual, istri belum

mendapatkan kehamilan.

c. Frekuensi hubungan seksual minimal 2 – 3 kali dalam setiap minggunya.

d. Istri maupun suami tidak pernah menggunakan alat ataupun metode

kontrasepsi, baik kondom, obat-obatan dan alat lain yang berfungsi untuk

mencegah kehamilan (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).

2.1.1.3 Etiologi Infertilitas

Sebanyak 60% – 70% pasangan yang telah menikah akan memiliki anak

pada tahun pertama pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki anak

pada tahun ke-2 dari usia pernikahannya. Sebanyak 10% - 20% sisanya akan

memiliki anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak pernah memiliki anak.

Walaupun pasangan suami istri dianggap infertil bukan tidak mungkin

kondisi infertil sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri.

Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada

kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara

suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua faktor yang

harus dipenuhi adalah:


a. Suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu

menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria (spermatozoa) kedalam

organ reproduksi istri.

b. Istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu

menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovarium) (Djuwantono,

2008).

Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil

penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka

kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini

dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan

dari pihak wanita/istri (Djuwantono, 2008).

2.1.1.4 Faktor-Faktor Infertilitas

Secara garis besar penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi faktor tuba

dan pelvik (35%), faktor lelaki (35%), faktor ovulasi (15%), faktor idiopatik

(10%), dan faktor lain (5%).

Tabel 2.1 faktor faktor penyebab infertilitas

Penyebab infertilitas Persen


Faktor tuba dan faktor pelvik (sumbatan atau kerusakan tuba 35%
akibat perlekatan atau akibat endometritis)
Faktor lelaki (sperma yang tidak baik) 35%
Disfungsi ovulasi (ovulasi jarang atau tidak terjadi ovulasi) 15%
Idopatik (pemeriksaan yang menyatakan keadaan alat reproduksi 10%
PUS sehat)
Lain-lain (polip endometrium, kelainan bentuk uterus) 5%
Sumber tabel : buku ilmu kandungan (Prawirhardjo, 2011)
a. pria Faktor wanita (40%)

1. Faktor vagina

Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian air mani ini adalah

adanya sumbatan atau peradangan.

a. vaginitis atau radang pada vagina yang biasa disebabkan oleh candida

albicans atau trikomonas sejenis kuman yang hidup di dalam vagina ini dapat

menghambat gerak spermatozoa.

b. Vaginismus, keadaan ini ditandai dengan adanya rasa neri saat penis akan

melakukan penetrasi ke dalam vagina. Hal ini bukan disebabkan karena

kurangna pelumas vagina, namun disebabkan karena kecilnya liang vagina.

Faktor anatomi yang terkait dengan vaginismus dapat disebabkan oleh

operasi di vagina sebelumnya, karena luka trauma di vagina sangat hebat

sehingga meninggalkan jaringan parut.

c. Dispareunia, keadaan ini ditandai dengan timbulna rasa nyeri saat

melakukan senggama. Dispareunia dapat disebabkan oleh faktor infeksi

(infeksi kandida vagina, infeksi trikomonas vagina) dan faktor organik

(vaginismus, keganansan vagina, endometriosis pelvik).

(Prawirohardjo,2011).

2. Serviks

Infertilitas yang berhubugan dengan faktor serviks dapat disebabkan oleh

sumbatan kanalis servikalis hal ini menyebabkan kesulitan sperma untuk

melakukan penetrasi ke dalam kavum uteri, lendir serviks yang abnormal,

malposisi dari serviks atau kombinasinya. Terdapat berbagai kelainan

anatomi serviks yang berperan dalam infertilitas, yaitu cacat bawaan (atresia),
polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan (servisitis menahun)

(Prawirohardjo,2011).

3. Uterus

Adanya kelainan rongga rahim karena perlengketan, peradangan

endometrium, gangguan kontraksi rahim, dan miometrium. Pengaruh mioma

pada infertilitas adalah sekitar 30-50%. Mioma mempengaruhi infertilitas

kemungkinan terkait dengan sumbatan pada tuba, sumbatan pada kanalis

servikalis, atau mempengaruhi implantasi. Kalaupun sampai terjadi

kehamilan biasanya kehamilan tersebut akan berakhir sebelum waktunya

(Prawirohardjo,2011).

4. Tuba fallopii

Paling banyak ditemukan dalam masalah infertilitas, karena tuba memiliki

peran yang besar dalam proses fertilisasi. Kelainan tuba yang sering dijumpai

pada penderita infertilitas adalah tuba yang membesar seluruhnya ataupun

yang menebal karena adanya kerusakan dinding tuba akibat infeksi atau

endometriosis, tuba yang memendek akibat peradangan sebelumnya, fibriosis

atau pembentukan jaringan ikat, serta perlengaketan tuba yang me nganggu

pergerakan fimbria. Infeksi klamidia trakomatis memiliki kaitan erat dengan

terjadinya kerusakan tuba (Prawirohardjo, 2011).

5. Ovarium

Gangguan pada ovarium (indung telur), seperti adanya tumor atau kista

endometriosis bisa mengakibatkan tidak terjadinya ovulasi. Sebab bagaimana

bisa terjadi pembuahan bila tidak ada sel telur yang akan dibuahi. Sindrom

ovarium polikistik merupakan masalah gangguan ovulasi utama yang paling


sering dijumpai pada kasus infertilitas. Penderita infertilitas dengan obesitas

seringkali menunjukkan gejala sindrom ovarium polikistik karena sindrom ini

memiliki kaitan dengan kejadian resistensi insulin (Prawirohardjo,2011).

6. Anovulasi

Anovulasi ad alah tidak ada sel telur berarti tak akan ada kehamilan. Ovulasi

dan menstruasi adalah satu rangkain orkestrasi kejadian hormonal didalam

tubuh wanita, yang berarti mencerminkan suatu peristiwa yang teratur dan

periodik.

(Prawirohardjo,2011)

b. Faktor laki-laki (40%)

1. Varikokel, pelebaran pembuluh darah vena disekitar skrotum, merupakan

penyebab terbanyak infertilitas

2. Sumbatan saluran sperma menyebabkan spermatozoa tidak dapat

disalurkan, walaupun diproduksi dengan baik.

3. Faktor lain yang tidak dapat diketahui, berkisaran 20-25 % dari kasus

infertilitas. Bisa dipengaruhi oleh faktor genetik, pengaruh hormon, pengaruh

obat, kelainan kromosom, dan gangguan imunologi.

(Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).


c. Gabungan (20%)

Yaitu bisa dari kedua-duanya (suami dan istri mengalami infertil).

1. Gangguan senggama, hal ini bisa berupa gangguan kesehatan reproduksi

yang dialami pasangan, ketidaktahuan teknik senggama yang benar, pengaruh

psikologi terhadap pasangan.

2. Ketidaktahuan PUS pada siklus masa subur. Hal ini sering terjadi pada

pasangan yang siklus menstruasinya yang tidak teratur. Hubungan seksual

yang tidak dilakukan pada waktu yang tepat tidak menghasilkan kehamilan.

3. Reaksi imunologis, misalnya setelah berhubungan timbul gatal-gatal,

bercak merah pada kulit, atau keluar cairan yang berlebih pada vagina.

4. Adanya tumor otak, tumor ini mempengaruhi kerja hormon yang

berhubungan dengan proses pematangan sel telur pada indung telur,

sedangkan pada pria dapat menghambat produksi sel sperma pada testis.

5. Adanya gangguan fungsi kelenjer tiroid.

(Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).

d. Tidak jelas (10%)

Faktor ini sekitar 10% dari kejadian infertilitas setelah semua pemikiran

dilakukan penyebab infertilitas dapat saja tidak diketahui atau terdekteksi

2.1.1.5 Pemeriksaan Pasangan Infertil

Menurut Prawirohardjo (2011) ketidaksuburan merupakan masalah dari

satu kesatuan pasangan, oleh karenanya pemeriksaan untuk mengetahui

penyebab ketidaksuburan tersebut mutlak harus dilakukan baik pada suami

maupun istri. Masih sering dijumpai bahwa suami agak enggan bahkan
kadang-kandang tidak mau diperiksa dan sering pula mengatakan bahwa

istrinya dahulu yang diperiksa baru suami kemudian, sikap seperti ini tidak

dapat dibenarkan. Pada umumnya pemeriksaan terhadap suami relatif lebih

mudah dilaksanakan dibandingkan dengan pemerikasaan terhadap istri yang

biasanya memakan waktu dan biaya yang cukup besar. Maka yang terbaik

adalah pemeriksaan dilakukan secara simultan dengan demikian ini juga

memperlihatkan tanggung jawab pasangan tersebut terhadap masalah mereka.

1. Anamnesa

Penting sekali untuk memperoleh data apakah pasangan suami istri atau

salah satunya memiliki kebiasaan merokok atau minum alkohol. Siklus haid

merupakan indikator yang sangat penting, ini perlu ditanyakan. Perlu juga

dikaji apakah ada keluhan nyeri saat haid setiap bulannya. Lakukan anamnesa

terkait dengan frekuensi senggama. Akibat sulitnya masa ovulasi ditentukan

maka dianjuekan untuk melakukan senggama 2-3 kali dalam seminggu

(Prawirohardjo,2011).

2. pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasangan infertilitas adalah pengukuran

tinggi badan, berat badan, dan pengukuran lingkar pinggang. Perempuan

dengan indeks masa tubuh yang besar memiliki kaitan erat dengan sindrom

metabolik, sedangkan perempuan dengan indeks masa tubuh yang kecil bisa

dicurigai adanya penyakit kronis, kanker, atau masalah kesehatan yang

lainnya (Prawirohardjo, 2011).


3. pemeriksaan penunjang

Dilakukan peemeriksaan kadar hormon progesteron, luteinizing hormon

(LH), dan follicles stimulating hormon (FSH), terdapat peningkatan hormon

LH/FSH pada kasus sindrom ovarium polikistik. Pemeriksaan ini biasanya

dilakukan pada awal siklus menstruasi melalui tuba fallopi. Ini akan

menunjukkan apakah tuba tersumbat. Hormon testosteron juga penting

diperiksa. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah

hysterosalpingogram (HSG), tes sinar X ini digunakan untuk memeriksa

apakah tuba fallopi tersumbat/ atau tidak tersumbat (Jarvis, 2011).

4. Pemeriksaan analisis sperma

Pemeriksaan ini sangat penting dilakukan pada awal kunjungan pasangan

suami istri dengan masalah infertilitas, karena lelaki memberikan kontribusi

sebesar 40% terhadap infertilitas. Analisis ini dilakukan untuk memeriksa

jumlah dan penampilan sperma serta melihat seberapa cepat mereka

bergaerak. Tes ini juga melihat apakah sperma cukup encer dan memiliki

keseimbangan asam yang tepat (Jarvis, 2011). Kriteria yang digunakan dalam

menilai sperma adalah kriteria normal berdasarkan kriteria WHO. Jika

pemeriksaan analisis sperma menunjukkan hasil yang normal maka cukup

dilakukan pemeriksaan tunggal, namun jika didapatkan pemeriksaan

abnormal maka diperlukan lagi pemeriksaan analisis sperma ulang.

Pemeriksaan kedua dilakukan dalam kurun waktu 2-4 minggu

(Prawirohardjo, 2011).
Tabel 2.2 Nilai normal analisis sperma menurut WHO

Kriteria Nilai normal


Volume 2 ml atau lebih
Waktu likuefaksi 60 menit
PH 7,2 atau lebih
Konsentrasi sperma 20 juta/ml
Jumlah sperma total 40 juta/ ejakulasi
Lurus cepat 25%
Jumlah antara lurus cepat dan lurus lambat 50%
Morfologi normal 30%
Vitalitas 75% atau lebih yang hidup
Lekosit < 1 juta / ml
Sumber tabel : buku ilmu kandungan (Prawirhardjo, 2011)

Jika semua hasil tes negatif, masalah akan digambarkan sebagai infertilisa

idiopatik. Kabar baiknya sekitar separuh dari pasangan dengan infertilitas

idiopatik pada akhirnya akan mengandung dengan sendirinya (Jarvis, 2011).

2.1.1.6 Pencegahan Infertilitas

1. secara umum

a. Melakukan pola hidup sehat yang teratur dan seimbang, dengan

mengkonsumsi makanan yang bergizi karena gizi juga

mempengaruhi keunggulan dari sel telur dan sel sperma

b. Mengatasi berbagai gangguan kesehatan reproduksi yang dialami.

kesehatan reproduksi sangat berperan dalam pencegahan infertilitas

c. Mengetahui teknik senggama yang benar

d. Mengatasi masalah psikologi bersama pasangan


e. Berkonsultasi tentang masa subur. Hal ini banyak tidak dilakukan

oleh pasangan karena mereka tidak mengetahui kapan masa subur

istri terjadi. Kebanyakan pasangan tidak memperhatikan hal ini.

f. Memperoleh informasi dan pengetahuan kesehatan reproduksi

secara lengkap dan benar.

2. Secara khusus

a. Tangani infeksi pada alat reproduksi secara serius dan tuntas,

karena alat reproduksi yang mengalami infeksi sangat berperan erat

pada kejadian infertilitas.

b. Berhenti merokok, karena pasangan yang perokok dapat

menurunkan kualitas sel sperma dan sel telur, sehingga sangat sulit

untuk terjadi pembuahan sebab kualitas sel sperma dan sel telur

yang buruk.

c. Mengehentikan penggunaan alkohol.

(Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).

2.1.2 Pasangan Usia Subur

Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan

(laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih

organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan

perempuan usia subur yang berstatus janda atau cerai. Pada masa ini

pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan reprduksinya

yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga

jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan

kualitas reproduksi dan kualitas generasi yang akan datang.


2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Infertilitas

1. Usia

Di Indonesia angka kejadian perempuan infertil 15% pada usia 30-34 tahun

meningkat 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun.

Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah berumur 35 tahun.

Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makinsedikit.Faktor usia sangat

berpengaruh pada kesuburan seorang wanita. Selama wanita tersebut masih

dalam masa reproduksi yang berarti mengalami haid yang teratur,

kemungkinan mengalami kehamilan sangat besar. Akan tetapi seiring dengan

bertambahnya usia maka kemampuan indung telur untuk menghasilkan sel

telur akan mengalami penurunan.Bertambahnya usia pada pria juga

menyebabkanpenurunan kesuburan. Meskipun pria terus menerus

memproduksi sperma sepanjang hidupnya, akan tetapimorfologi sperma

mereka mulai menurun (Prawirohardjo,2011). Fase reproduksi wanita adalah

masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga wanita

berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah fase pubertas sampai

sebelum fase menopause . Fase pubertas wanita adalah fase disaat wanita

mulai dapat bereproduksi yang ditandai dengan haid pertama kalinya

(menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder yaitu membesarnya

payudara, tumbuhnya rambut disekitar alat kelamin, dan timbunan lemak

dipanggul. Fase Reproduksi pada wanita terjadi pada umur 20-35 tahun.

Pada fase reproduksi wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita

mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur. Jadi,

wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35
tahun simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan

hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastis.

Kualitas sel telur yang dihasilkanpun menurun sehingga tingkat keguguran

meningkat sampai pada akhirnya kira-kira umur 45 tahun sel telur habis dan

wanita tidak menstruasi lagi atau tidak bisa hamil lagi. Pemeriksan cadangan

sel telur dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah atau USG saat mentruasi

hari kedua atau ketiga (Kurniawan, 2008). Akibat masalah ekonomi atau

adanya keinginan segolongan perempuan untuk meletakkan kehamilan

sebagai prioritas kedua setelah upaya mereka untuk meraih jenjang jabatan

yang baik didalam pekerjaanya, merupakan alasan bagi perempuan untuk

menunda kehamilannya sampai berusia 30 tahun atau bahkan lebih tua lagi.

Hal ini menyebabkan usia rata-rata perempuan masa kini melahirkan bayi

pertamanya 3,5 tahun lebih tua dibandingkan dengan usia perempuan yang

dilahirkan pada 30 tahun yang lalu. Tentu hal ini akan memberikan pen garuh

yang kuat terhadap penurunan kesempatan bagi perempuan masa kini untuk

mengalami kehamilan (Prawirohardjo, 2011).

2. Keputihan

Keputihan cukup mengganggu penderita baik secara fisik maupun mental.

Sifat dan banyaknya keputihan dapat memberikan petunjuk kearah

etiologinya. Perlu ditanyakan sudah berapa lama keluhan itu, terjadinya

secara terus-menerus atau hanya waktu tertentu, seberapa banyak, apa

warnanya, baunya, disertai rasa gatal atau tidak. Secara fisiologis keluarnya

getah yang berlebihan dari vulva dapat dijumpai pada waktu ovulasi, waktu
menjelang dan setelah haid. Akan tetapi, apabila perempuan tersebut merasa

terganggu dirinya, berganti celana beberapa kali sehari, apalagi bila

keputihannya disertai rasa nyeri atau gatal, maka dapat dipastikan itu

merupakan keadaan yang patologis yang memerlukan pemeriksaan dan

penanganan. Jika dibiarkan berlanjut dan tak mendapat pengobatan

semestinya, infeksi ini akan merambat naik ke rahim atau bahkan ke adneksa

yang terdiri dari saluran telur, indung telur, dan ligamentum atau otot-otot

penyangga rahim. Terapinya cukup dengan pemberian antibiotik yang tepat

(Prawirohardjo,2011).

3. Gaya hidup

Gaya hidup ternyata pegang peranan penting dalam menyumbang angka

kejadian infertilitas, yakni sebesar 15-20%. Gaya hidup yang serba cepat dan

kompetitif dewasa ini rentan membuat seseorang terkena stress. Padahal

kondisi jiwa yang penuh gejolak bisa menyebabkan gangguan ovulasi,

gangguan spermatogenesis,spasme tuba fallopii, dan menurunnya frekuensi

hubungan suami istri (Kurniawan,2008). Rokok mengandung zat berbahaya

bagi oosit (menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap mitokondria), sperma

(menyebabkan tingginya kerusakan morfologi), dan embrio (menyebabkan

keguguran). Kebiasaan merokok pada laki-laki dapat mempengaruhi kualitas

semen, namum nampaknya terhadap fertilitas belum jelas. Berdasarkan artike

Ningsih tahun 2015 terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku

merokok dengan infertilitas pria. Pria dengan perilaku merokok yang

berisiko, berisiko 4,154 kali lebih tinggi untuk mengalami infertilitas pria
dibandingkan dengan pria dengan perilaku yang tidak merokok. Penurunan

fertilitas perempuan juga terjadi pada perempuan perokok pasif. Penurunan

fertilitas juga dialami oleh lelaki yang memiliki kebiasaan merokok

(Wiknjosastro, 2011). Kebiasaan merokok baik secara aktif maupun pasif,

telah diketahui dapat menurunkankemampuan reproduksi pada pria maupun

wanita. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Amarudin (2012) yang

menunjukkan bahwa pria perokok 10-20 batang perhari terbukti menderita

kualitas sperma abnormal 8,6 kalilebih besar dibandingkan pria yang tidak

merokok.

2.2 Kerangka Teori

FAKTOR PENYEBAB PEMERIKSAAN


INFERTILITAS INFERTILITAS

Non Organik 1. Anamnesis


2. Pemeriksaan Fisik
1. Usia
3. Pemeriksaan Penunjang
2. Frekuensi Senggama
4. Pemeriksaan
3. Pola Hidup
Analisis Sperma
Organik

1. Masalah Vagina
2. Masalah Uterus
3. Masalah Serviks
4. Masalah Tuba
5. Masalah Ovarium

INFERTILITAS PADA PUS HASIL POSITIF

Sumber : (Prawirohardjo,2011).

Gambar 2.4 Kerangka Teori


2.3 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

usia

Infertilitas Primer pada PUS


keputihan

Suami perokok

Gambar 2.5 Kerangka Teori

2.4 Hipotesis

2.4.1 Ada Hubungan Antara Faktor-Faktor (Usia, Keputihan, Suami perokok)

Dengan Kejadian Infertilitas Primer Pada PUS

2.4.2 Tidak Ada Hubungan Antara Faktor-Faktor (Usia, Keputihan, Suami

perokok)Dengan Kejadian Infertilitas Primer Pada PUS

2.5 Definisi Operasional

N Variabel Definisi Cara Alat Hasil Skala


O Operasional Ukur Ukur Ukur Ukur
1. Infertilitas Suatu keadaan Wawancara Kuesioner 1= Iya Ordinal
Primer ketika PUS Jika ibu
yang telah belum
menikah lebih pernah
dari 1 tahun hamil
melakukan dalam
hubungan 2tahun
seksual secara menikah
teratur dan
benar tanpa 2= Tidak
menggunakan Jika ibu
alat pernah
kontrasepsi, hamil/
tetapi belum kegugur
juga an
mendapatkan
kehamilan.

2. Usia Jumlah umur Wawancara Kuesioner 1=Iya Ordinal


responden Jika usia
pada ulang ibu ≥ 35
tahun terakhir. tahun

2=Tidak
Jika usia
ibu < 35
tahun
3. Keputihan keputihan baik Wawancara Kuesioner 1=Iya Ordinal
berupa lendir Jika ibu
bening, tidak berganti
berbau dan tidak celana
gatal atau lendir beberapa
berwarna, kali
berbau dan sehari,
gatal. apalagi
bila
keputiha
nnya
disertai
gatal

2=Tidak
Jika ibu
merasa
keputiha
yang
dialami
tidak
memberi
kan rasa
tidak
nyaman
4. Suami Suami yang Wawancara Kuesioner 1= Iya Ordinal
Perokok mengonsumsi Jika
rokok suami
ibu
merokok

2= Tidak
Jika
suami
ibu tidak
perokok
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan

menggunakan desain cross sectional. Jenis penelitian deskriptif analitik adalah

untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel dari

sekelompok subjek, dan dengan pendekatan cross sectional dimana variabel-

variabel yang diamati dalam waktu yang bersamaan. Variabel yang akan diteliti

adalah infertilitas primer pada pus sebagai variabel dependen dan usia, keputihan,

suami perokok sebagai variabel independen.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di ... yang telah diplih sesuai kategori

diantaranya

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut

masalah yang diteliti (Notoatmodjo,2010). Populasi dalam penelitian ini

adalah semua pasangan usia subur (PUS) yang mengalami infertilitas primer

di
3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Non Randem

dimana pengambilan sampel dengan teknik Quato Sampling yaitu

pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara menetapkan sejumlah

anggota sampel secara quotum atau jatah dan menetapkan jumlah sampel

yang diperlukan.

Kriteria yang akan dijadikan sampel adalah :

1. Pasangan Usia Subur (PUS)

2. Menderita Infertilitas Primer

3. Bersedia menjadi responden

4. Bersedia diwawancarai

3.4 Jenis dan Cara Pengumpulan data

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari responden dengan

cara menanyakan langsusng pada responden dengan menggunakan

instrumen berupa format pengumpulan data yang disesuaikan dengan

kebutuhan responden yang diteliti. Diisi langsung ditempat penelitian

dengan cara menanyakan umur, menanyakan apakah ibu mengalami

keputihan, dan menanyakan apakah suami ibu perokok atau tidak.

2. Data sekunder

Data yang telah di dapat dari rekam medis tentang kejadian infertilitas

yaitu nama dan diagnosa pada pus di


3.5 Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, maka langkah ang harus dilakukan berikutnya adalah

pengolahan data. Proses pengolahan data menurut Arikunto (2010), sebagai

berikut :

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data terkumpul. Setlah dilakukan pemeriksaan tidak

ditemukan data yang tidak lengkap karena langsung diperiksa setelah

kuesioner diisi oleh responden.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik terhadap data yang

terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangatlah penting bila

pengolahan dan analisa data menggunakan komputer. Kode yang diberikan

pada penelitian ini dimulai dari 01 untuk responden pertama sampai untuk

responden terakhir.

c. Data Entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau

dengan membuat tabel kontigensi.

d. Tabulating

Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban

kuesioner responden yang telah diberi kode, kemudia dimasukkan kedalam

tabel.
3.6 Analisa data

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan:

1. Analisa univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.

Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan

presentase dari tiap variabel(Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini

analisa univariat digunakan untuk meneliti distribusi frekuensi dari tiap

variabel baik bebas maupun variabel terikat, jadi analisa ini untuk

menguji faktor-faktor (usia, keputihan, suami perokok) terjadinya

infertilitas maupun infertilitas primer. Jika distribusi normal, maka dapat

digunakan rumus mean sebagai ukuran pemusatan dan standar deviasi

sebagai ukuran penyebaran. Jika distribusi data tidak normal maka

menggunakan median sebagai ukuran pemusatan dan minimum-

minimum sebagai ukuran penyebaran (Saryono, 2013).

2. Analisa bivariat

Untuk mengukur hubungan variabel independen dan dependen akan

dilakukan analisa bivariat dengan menggunakan cara manual. Uji

statistik yang digunakan untuk menguji hubungan faktor-faktor (usia,

keputihan, dan suami perokok) dengan kejadian infertilitas primer pada

pus dengan uji Chi Square pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), bila

p < 0,05 maka variabel diatas dinyatakan berhubungan secara signifikan.


Rumus Chi Square:

Keterangan

= Chi Square

O = Nilai Observasi

E = Nilai Ekspetensi (nilai harapan)

Dengan kriteria pengujian hipotesis:

1. Jika hitung ≤ tabel, maka Ho diterima

2. Jika hitung ≥ tabel, maka Ha diterima

Anda mungkin juga menyukai