08e00819 PDF
08e00819 PDF
Disusun Oleh:
APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si
NIP. 132 303 844
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008
Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga
Tulisan ini berisi tentang gambaran umum secara singkat mengenai pekerjaan
bangunan baik yang mengalami kerusakan ataupun tidak. Penulis berharap semoga
bangunan.
Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang
Desember, 2008
Penulis
Halaman
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv
HASIL PENGAMATAN..................................................................................3
REFERENSI .....................................................................................................9
No Keterangan Halaman
No Keterangan Halaman
= 97,6%
Gambar 1 Kotoran Burung Pada Dinding Bangunan Bagian Luar Dekat Atap
Namun demikian pada bangunan tersebut terjadi juga beberapa kerusakan,
umumnya merupakan kerusakan non-struktural yaitu kerusakan pada pekerjaan
finishing seperti plesteran berupa retak rambut pada dinding bangunan, pemasangan
Perawatan
Energi Perawatan
Waktu
Bangunan Istana Negara Cipanas dominan menggunakan bahan kayu kelas awet
I-II sebagai penyusun bahan konstruksi bangunan sehingga meskipun telah berumur
264 tahun namun masih tetap berfungsi dan masih eksis dalam memberikan fungsi
dan pelayanannya. Selain itu, di Istana tersebut mempunyai penjaga, khususnya
dalam mengawasi atau menjaga anggota konstruksi dari serangan iklim secara
langsung. Perlakuan yang diberikan sederhana saja yaitu menjaga dan mencegah atap
dari kebocoran. Bangunan istana merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting
artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan sebagai warisan budaya bangsa. Kasus ini mungkin membuka
pengetahuan kita mengenai umur suatu bahan bangunan berupa kayu yaitu
mempunyai umur pakai yang tahan lama.
Menurut Hunt dan Garrat (1986) dalam Sulaiman (2005), pelapukan disebabkan
oleh perubahan kadar air yang berulang-ulang, karena kayu bersifat higroskopis kayu
mudah dipengaruhi oleh perubahan kelembaban atmosfir akibatnya permukaan kayu
yang tidak terlindung akan mengabsorbsi lembab sehingga akan mengembang dalam
kondisi basah dan menyusut dalam kondisi kering. Tetapi karena lambatnya transfusi
kadar air timbulnya gaya tarik dan gaya tekan secara bergantian yang akhirnya
menimbulkan kerusakan pada permukaan kayu. Selain itu faktor jamur, cahaya, air,
angin, suhu dan partikel debu turut berperan dalam proses pelapukan kayu.
Menurut Nandika (1997) dalam Sulaiman (2005), air berperan penting dalam
kerusakan kayu di bangunan. Pelapukan dapat terjadi bila terdapat jamur, sumber air
dan sumber makanan (kayu). Sumber air yaitu air yang berada dalam kayu, air hujan,
kondensasi/pengembunan, air tanah, air metabolisme dan pembasahan oleh pipa air.
Faktor perusak biologis lain yaitu tumbuh-tumbuhan tidak didapati sebagai agen
perusak karena semuanya tertata dengan rapi dan tidak ada yang berinteraksi langsung
dengan bangunan, misalnya sebagai tanaman merambat maupun mengganggu
bangunan dengan cabangnya. Namun yang mungkin dapat mengganggu adalah akar
tanaman yang dapat mengganggu struktur pondasi dan lantai bangunan, tetapi dalam
pengamatan juga tidak didapati kerusakan bangunan yang dapat diindikasikan sebagai
gamgguan akar.
Marpaung M A, 2001. Metode Konservasi Benda cagar Budaya dari Bahan Kayu,
Direktorat Purbakala Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Jakarta.
Samidi, 2001. Konservasi Bangunan cagar Budaya dari Kayu, Direktorat Purbakala
Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Jakarta.