Anda di halaman 1dari 46

1.

Latar Belakang

Organisasi adalah sarana/alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu dikatakan

organisasi adalah wadah (wahana) kegiatan daripada orang-orang yang bekerjasama

dalam usahan yang mencapai tujuan. Dalam wadah kegiatan ini setiap orang harus jelas

tugas, wewenang dan tanggung jawab, hubungan dan tata kerjanya.

Upaya mendukung pencapaian tujuan organisasi tersebut, diperlukan sumber

daya manusia yang berkualitas dan profesional. Sumber daya manusia yang

berkualitas dan professional cenderung memiliki kinerja yang lebih baik, sehingga

upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat penting untuk diperhatikan

oleh pimpinan organisasi. Sumber daya manusia yang ada dalam organisasi harus

senantiasa diberdayakan dan dikembangkan agar menjadi sumber daya yang

kompetitif.

Tercapainya tujuan suatu organisasi di perlukannya pengawasan intern

terhadap kinerja pegawainya. Di lihat dari pengertiannya pengawasan intern adalah

suatu proses dimana pemimpin ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan

yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau

kebijaksanaan yang telah ditentukan. Pengawasan adalah fungsi pimpinan yang

fundamental (pokok).

Pengawasan intern adalah untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan,

penyimpangan, ketidaksesuaian, penyelewengan dan lainnya yang tidak sesuai dengan

tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Jadi maksud pengawasan bukan mencari

kesalahan terhadap orangnya tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan

1
pekerjaannya. Pengawasan intern bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh

secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang

telah ditentukan sebelumnya.

Hasil guna atau disebut sebagai efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan

tepat waktu yang telah ditentukan, artinya pelaksanaan suatu pekerjaan dinilai baik atau

tidak sangat tergantung pada penyelesaian tugas tersebut, cara melaksanakan dan biaya

yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut.

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Berdasarkan Peraturan Bupati Kuningan No. 63 Tahun 2016 tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas serta Tata

Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Kuningan disebutkan bahwa Sekretariat Daerah

mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam menyusun dan pengoordinasian

amninstratif terhadap pelaksanaan tugas Perangkat Daerah serta pelayanan

administratif pemerintahan umum lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 5.

Efektivitas kerja pegawai merupakan faktor yang sangat penting karena

menurunnya efektivitas kerja pegawai di lingkungan organisasi menunjukan bahwa

pimpinan belum melaksanakan seluruh metode pengawasan. Efektivitas kerja adalah

penyelesaian pekerjaan yang dilaksanakan tepat pada waktu dan sasaran yang telah

ditetapkan sebelumnya. Efektivitas kerja dapat berjalan dengan baik di butuhkannya

2
pengawasan baik secara langsung ataupun tidak langsung dari seorang pimpinan dari

kepala bagian yang bertanggungjawab langsung kepada sekretariat daerah Kabupaten

Kuningan.

Keperluan daripada pengawasan intern dalam organisasi timbul karena

kompleksnya suatu organisasi itu sendiri. Makin besar organisasi itu makin sukar

proses pengawasan, karena berhubungan dengan usaha-usaha keseluruhan dari

organisasi itu. Ukuran-ukuran pokok dalam proses pengawasan seperti halnya

bermacam-macam informasi, perkiraan atau penilaian yang diperlukan oleh pimpinan.

Salah satu yang menjadi penghalang adalah proses komunikasi yang memungkinkan

pengawasan itu berlangsung, sehingga komunikasi merupakan salah satu faktor

penting dalam pengawasan sebagai usaha mencapai tujuan pengawasan tersebut.

Dalam pengawasan intern masih banyak pegawai yang melanggar ketentuan

yang ada dalam melakukan kewajibannya terhadap pekerjaan yang ditugaskan, oleh

karena itu masih adanya kelemahan pengawasan intern yang membuat para pegawai

melakukan pelanggaran dimaksud. Pengawasan intern merupakan hal penting disetiap

pekerjaan dalam instansi pemerintah. Dengan adanya pengawasan intern yang baik,

maka suatu pekerjaan akan berjalan dengan lancar dan menghasilkan kinerja yang

optimal. Jika adanya kecenderungan kurangnya pengawasan dari pimpinan, tanggung

jawab pegawai pun akan berkurang dan mempengaruhi kualitas pegawai.

Bertitik tolak pada pemahaman tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih

lanjut dengan judul : “PENGARUH PENGAWASAN INTERN TERHADAP

3
EFEKTIVITAS KERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN

KELUARGA BERENCANA”

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan

permasalahan sebagain berikut :

1. Seberapa besar pengaruh pengawasan intern terhadap efektivitas kerja

pegawai Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana

Kabupaten Kuningan ?

2. Faktor - faktor apa saja yang menjadi penghambat kerja pegawai Dinas

Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kuningan ?

3. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang

berkenaan dengan pengaruh pengawasan terhadap efektivitas kerja pegawai

Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten

Kuningan ?

3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam rangka memperoleh data yang ada hubungannya

dengan masalah yang akan dibahas. Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah:

3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana pengaruh

pengawasan intern terhadap efektivitas kerja pegawai Dinas

Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten

Kuningan.

4
2. Untuk mengidentifikasi hambatan pengawasan intern terhadap

efektivitas kerja pegawai Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana Kabupaten Kuningan.

3. Menerapkan usaha-usaha yang dilakukan untuk menanggulangi

hambatan penerapan pengawasan intern terhadap efektivitas kerja

pegawai Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana

Kabupaten Kuningan.

3.1 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian terdiri dari kegunaan teoritis dan yang berdasarkan

pertimbangan kontekstual dan konseptual, dan kegunaan praktis untuk perbaikan

bagi lembaga yang bersangkutan, kegunaan penelitian ini dijelaskan sebagai

berikut :

a. Kegunaan teoritis, yaitu untuk menambah pengetahuan dan

pengalaman serta memperluas wawasan dan menerapkan teori-teori

yang peneliti peroleh di Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan.

b. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

sebagai bahan masukan untuk pertimbangan dan sumbangan pemikiran

yang bermanfaat mengenai masalah yang menyangkut pengaruh

pengawasan intern terhadap efektivitas kerja pegawai di Dinas

Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana.

5
4. Waktu Pelaksanaan Riset dan Praktek

Riset dan Praktek dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :

1. Pembukaan Riset dan Praktek pada tanggal 8 Juli 2019

2. Penjajagan Riset dan Praktek pada tanggal 8-9 Juli 2019

3. Pelaksanaan Riset dan Praktek pada tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2019

4. Penutupan Riset dan Praktek pada tanggal 6 Agustus 2019

5. Kajian Pustaka

5.1 Organisasi

Organisasi adalah sarana/alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu dikatakan

organisasi adalah wadah (wahana) kegiatan daripada orang-orang yang bekerjasama

dalam usahanya mencapai tujuan. Dalam wadah kegiatan itu setiap orang harus jelas

tugas, wewenang dan tanggung jawabnya, hubungan dan tata kerjanya. Pengertian

yang demikian disebut organisasi yang bersifat statis, karena sekedar hanya melihat

kepada strukturnya. Disamping itu terdapat pengertian organisasi yang bersifat

dinamis, dalam pengertian ini organisasi dilihat daripada sudut dinamikanya,

aktivitas/tindakan daripada tata hubungan yang terjaadi dalam organisasi itu, baik yang

bersifat formal maupun yang bersifat informal. Misalnya aktivitas tata hubungan atasan

dengan bawahan, tata hubungan sesama atasan dan sesama bawahan, berhasil atau

tidaknya tujuan yang akan dicapai dalam organisasi tergantung sepenuhnya kepada

faktor manusianya.

6
Pengertian organisasi menurut Hasibuan (2013:24) adalah “suatu sistem

perserikatan formal, berstruktur dan terkooordinasi dari kelompok orang yang

bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu”. Menurut Waldo dalam bukunya

Silalahi (2011:124), menyebutkan : “Organisasi adalah struktur hubungan-

hubungan diantara orang-orang berdasarkan wewenang dan bersifat tetapdalam

suatu sistem administrasi”.

Pengertian Organisasi menurut Sutarto (2002:31) adalah :

Organization is an ensemble of individuals who perform distinct but inter


related and coordinated function in order that one or more tasks can be
completed. Organisasi adalah seluruh orang-orang yang
melaksanakan fungsi-Fungsi yang berbeda tetapi saling berhubungan
dan dikoordinasikan agar tugas dapat diselesaikan dengan baik.

5.2 Administrasi

Adminitrasi dalam arti sempit menurut Soewarno Handayaniningrat (1988:2)

mengatakan :

Administrasi secara sempit berasal dari Administratie (bahasa


Belanda) yaitu meliputi kegiatan catat-mencatat, surat-menyurat,
pembukuan ringan, ketik-mengetik, agenda dan sebagainya yang
bersifat teknis ketatausahaan.

Administrasi dalam arti luas dari kata administration (bahasa inggris) di bawah

ini akan dikemukakan beberapa pendapat, arti atau definisi dari pada administrasi

dalam arti luas, yaitu :

Administrasi menurut H.A Simon yang dikutip oleh Soewarno

Handayaningrat (1985:2) mengatakan :

7
Administration as the activities of groups cooperating to accomplish
common goals’ administrasi sebagai kegiatan daripada kelompok
yang mengadakan kerjasama untuk menyelesaikan tujuan bersama.

Sedangkan Siagian (1997:19) mengatakan bahwa: “Administrasi

didefinisikan sebagai bimbingan, kepemimpinan dan pengawasan daripada

usaha-usaha kelompok individu-individu terhadap tujuan bersama.”

Dari definisi di atas Siagian (1997:19) mengatakan bahwa unsur dalam

administrasi adalah:

1. Adanya tujuan yang sudah ditetapkan lebih dahulu


2. Tujuan itu dapat dicapai atau diperoleh melalui kegiatan orang
lain, dengan demikian ada atasan dan bawahan
3. Karena kegiatan itu melalui bantuan orang lain, maka perlu
diadakan bimbingan dan pengawasan.
Dengan demikian administrasi dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu:

a. Sudut Proses, berarti administrasi adalah segala kegiatan yang dilakukan

untuk mencapai tujuan, dimulai dari proses pemikiran, proses pelaksanaan

sampai proses tercapainya tujuan.

b. Sudut Fungsionil, berarti bahwa dalam segala kegiatan dalam mencapai

tujuan yang telah ditentukan, diperlukan fungsi-fungsi atau tugas-tugas

tertentu, meliputi planning, organizing, staffing, directing and controlling.

c. Sudut Institutionil, berarti administrasi dianggap sebagai totalitas

kelembagaan, dimana dalam lembaga itu terdapat kegiatan-kegiatan yang

dilakukan untuk mencapai tujuan. Kegiatan itu bersifat menyeluruh, artinya

dimulai dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah

8
Adapun pengertian Administrasi Negara menurut George J.Gordon yang di

kutip oleh Inu Kencana (2003:33) yaitu :

Seluruh proses baik yang dilakukan organisasi maupun


perseorangan yang `berkaitan dengan penerapan atau
pelaksanaan hokum dan peraturan yang dikeluarkan oleh badan
legislatif, eksekutif, serta peradilan.
Sedangkan Administrasi Negara menurut Edward H. Litchfield yang di kutip

oleh Inu Kencana Syafei (2003:33) yakni : “Suatu studi mengenai bagaimana

bermacam-macam badan pemerintah diorganisir, diperlengkapi dengan tenaga-

tenaganya, dibiayai, digerakan, dan dipimpin.”

Menurut Dwight Waldo mengenai Administrasi Negara yang di kutip oleh Inu

Kencana Syafei (2003:33) adalah : “Administrasi Negara adalah manajemen dan

organisasi dari manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah”

5.3 Manajemen

Pengertian Manajemen menurut Dr. R. Makharita, expert PBB yang

diperbantukan pada Kantor Pusat Lembaga Administrasi Negara dari tahun 1977-1980

yang di kutip oleh Soewarno Handayaningrat (1996:19), memberikan definisi

sebagai berikut :

Management is utilization of available or potentials resources in


achieving a given ends. (Manajemen adalah pemanfaatan sumber-
sumber yang tersedia atau berpotensial di dalam pencapaian tujuan).

Sedangkan Sondang P. Siagian (1996:5) memberikan pengertian :

“Manajemen didefinisikan sebagai kemampuan atau keterampilan


untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan
melalui kegiatan-kegiatan orang lain.”

9
5.4 Pengawasan

Pengawasan menurut Mc. Farland yang dikutip oleh Soewarno

Handayaningrat (1985:143) yaitu :

Control is the process by which an executive gets the performance of his


subordinates to correspond as closely as possible to chosen plans, orders,
objectives, or polices. Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan
ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan,
atau kebijaksanaan yang telah ditentukan.

Pengertian pengawasan menurut M. Manullang (1998:18) mengatakan bahwa:

Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan


apa yang sudah dilaksanakan, menialinya dan mengoreksi bila perlu
dengan maksud suapaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
rencana semula.
Adapun pengertian lain dari pengawasan menurut Saiful Anwar (2004:127)

dalam bukunya Sendi-Sendi Administrasi Negara bahwa :

Pengawasan atau kontrol terhadap tindakan aparatur pemerintah


diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditentukan dapat
mencapai tujuan dan terhindar dari penyimpangan-penyimpangan.

5.4.1 Pengawasan Internal

Pengawasan intern menurut Handoko (2014:359) adalah pengawasan yang

dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang

bersangkutan.

Tujuan organisasi tersebut dapat tercapai maka menurut Handoko (2014:361)

terdapat tahap-tahap pengawasan, yakni:

1. Penetapan standar pelaksanan (perencanaan).


2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan.

10
3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata.
4. Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan
penganalisaan penyimpangan.
5. Pengambilan tindakan korektif bila diperlukan.
Pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah di

tentukan sebelumnya dengan adanya tahap-tahap pengawasan. Artinya pengawasan

dimaksudkan agar pekerjaan dapat dikerjakan secara efektif (hasil guna) sesuai dengan

tujuan yang sudah ditetapkan.

Adapun pengawasan internal menurut Nawawi dalam bukunya Pengawasan

Intern (2002), mengemukakan bahwa:

Pengawasan internal adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan


oleh pimpinan atau manajer puncak atau pimpinan atau manajer unit
atau satuan kerja dilingkungan organisasi atau satuan masing –
masing.

Pendapat diatas menjelaskan bahwa pengawasan internal adalah pengawasan

yang dilakukan oleh pimpinan dalam suatu lingkungan organisasi.

Sujamto dalam bukunya Aspek – Aspek Pengawasan (1996:59) menyatakan

bahwa :

Pengawasan atasan langsung dimasukkan ke dalam pengertian


pengawasan melekat karena pengawasan atasan ini selalu melekat
pada unsur pimpinan dan tidak dapat didelegasikan kepada
bahawannya.

Dapat disimpulkan pengawasan internal ini merupakan pengawasan dari

atasan langsung dan selalu melekat karena ada unsur pimpinan kepada bahawahannya.

5.4.2 Metode Pengawasan

Metode pengawasan menurut Soewarno Handayaningrat (1985:147) terdapat

6 metode, yakni:

11
1. Pengawasan Langung.

Pengawasan langsung ialah apabila Aparat Pengawasan / Pimpinan

Organisasi melakukan pemeriksaan langsung pada tempat pelaksanaan

pekerjaan, baik dengan sistem inspektif, verifikatif maupun dengan

sistem investigatif. Metode ini dimaksudkan agar segera dapat

dilakukan tindakan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan

pekerjaan, sedangkan system pengawasan langsung oleh atasannya ini

disebut built in control.

2. Pengawasan Tidak Langsung.

Pengawasan tidak langsung ialah apabila Aparat Pengawasan/Pimpinan

Organisasi melakukan pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan hanya

melalui laporan-laporan yang masuk padanya. Laporan-laporan tersebut

dapat berupa uraian kata-kata, deretan angka-angka atau statistik yang

berisi gambaran atas hasil kemajuan yang telah tercapai sesuai dengan

pengeluaran biaya/anggaran yang telah direncanakan. Kelemahan

daripada pengawasan tidak langsung ini tidak dapat segera mengetahui

kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaannya, sehingga dapat

menimbulkan kerugian yang lebih besar.

3. Pengawasan formal.

Pengawasan formal ialah pengawasan yang secara formal dilakukan

oleh Unit/Aparat Pengawasan yang bertindak atas nama Pimpinan

Organisasinya atau Atasan daripada Pimipinan Organisasi itu. Dalam

pengawasan ini biasanya telah ditentukan prosedur, hubungan dan tata

12
kerjanya. Misalnya: periode waktu pemeriksaan, periode waktu

pertanggungjawaban dan periode waktu pelaporan. Aparat pengawasan

ini harus melaporkan secara periodic perkembangan dari hasil pekerjaan

yang telah dilaksanakan terhadap Pimpinan. Laporan itu harus disertai

saran-saran perbaikan atau penyempurnaannya. Maksud laporan dari

aparat pengawasan ini agar pimpinan selalu dapat mengikuti

perkembangan segala hal yang terjadi di dalam organisasinya.

4. Pengawasan informal.

Pengawasan informal ialah pengawasan yang tidak melalui saluran

formal atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan informal ini

biasanya dilakukan oleh pejabat pimpinan dengan melalui kunjungan

yang tidak resmi (pribadi) atau secara incognito. Hal ini dimaksudkan

untuk menghindarkan kekakuan dalam hubungan antara atasan dan

bawahan. Dengan cara demikian pimpinan menghendaki keterbukaan

dalam memperoleh informasi dan sekaligus usul/saran perbaikan dan

penyempurnaannya dari bawahannya. Masalah-masalah yang dihadapi

oleh bawahannya yang tidak mungkin dipecahkan sendiri pimpinan

dapat memberikan jalan keluar pemecahannya. Sebaliknya bawahan

juga merasa bangga karena diberi kesempatan mengemukakan

pendapatnya secara langsung terhadap pimpinannya. Jelaslah bahwa

pengawasan informal mendekatkan hubungan pribadi yang bersifat

informal. Hal ini sangat menguntungkan terhadap pelaksanaan-

pelaksanaan tugas-tugas pekerjaan.

13
5. Pengawasan Administratif.

Pengawasan administratif ialah pengawasan yang meliputi bidang:

Keuangan, Kepegawaian, dan Material.

a. Pengawasan Keuangan.

Pengawasan keuangan menyangkut tentang: Pos-pos Anggaran,

Pelaksanaan Anggaran, yang meliputi Pengurusan Administrasi dan

Pengurusan Bendaharawan. Hal ini menyangkut prosedur

penerimaan dan prosedur pengeluaran uang. Dalam prosedur

penerimaan berhubungan dengan Surat Keputusan Otoritasi (SKO)

sesuai dengan pos-pos anggaran, sedangkan yang berhubungan

dengan prosedur pengeluaran uang berhubungan dengan syarat-

syarat yang diperlukan dalam pembayaran, yang disertai dengan

bukti-bukti pengeluaran dan hasil pembayarannya.

b. Pengawasan Kepegawaian (Personal).

Pengawasan kepegawaian menyangkut hal-hal yang berhubungan

dengan Administrasi Kepegawaian, yaitu perihal kebenaran prosedur

penerimaan (umur, pendidikan atau keahlian, pengalaman, bakat, dan

sebagainya). Syarat-syarat pengangkatan dan penempatan. Uaraian

pekerjaan (job description), karajinan, ketekunan dan kedisiplinan,

pengembangan karier, penilaian tentang prestasi kerjanya,

kesejahteraan dan jaminan hari tua (asuransi, pension, dan

sebagainya). Pengawasan kepegawaian di samping penilaian

terhadap kewajiban-kewajiban mereka yang harus dilaksanakan juga

14
menyangkut terhadap hak-hak mereka yang harus dipenuhi (gaji,

kenaiakan pangkat, dan fasilitas-fasilitas lain).

c. Pengawasan Material.

Pengawasan material ialah untuk mengetahui apakah barang-barang

yang disediakan (dibeli) sesuai dengan rencana pengadaannya. Hal

ini menyangkut prosedur pengadaannya, harganya, kuantitas dan

kualitas (jumlah dan mutunya), penyimpanan, pengangkutan dan

pemeliharaannya. Bukti pembayaran dan penerimaan barang, jenis-

jenis barang, merek pabrik, tahun pembuatan dan perusahaan yang

menjual. Pengawasan material ini harus disertai standar barang yang

telah ditentukan.

6. Pengawasan Teknis (Technical Control).

Pengawasan Teknis ialah pengawasan terhadap hal-hal yang bersifat

fisik, misalnya pemeriksaan terhadap pembangunan gedung,

pemeriksaan terhadap kesehatan rakyat di desa, dan sebagainya.

Pemeriksaan ini meliputi jenis kuantitaif (jumlah) dan kualitatif (mutu)

dan biaya yang diperlukan setiap satuannya.

5.4.3 Prinsip-prinsip Pengawasan

Agar fungsi pengawasan mencapai hasil yang diharapkan, maka pimpinan

organisasi atau unit organisasi yang melaksanakan fungsi pengawasan harus

mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip pengawasan.

15
George R. Terry dalam Winardi (1986:396) mengemukakan bahwa prinsip

pengawasan yang efektif membantu usaha-usaha kita untuk mengatur pekerjaan yang

direncanakan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan tersebut berlangsung

sesuai dengan rencana. Sedangkan menurut Ulbert Silalahi (1992:178) prinsip-prinsip

pengawasan adalah:

1. Pengawasan harus berlangsung terus menerus bersamaan dengan

pelaksanaan atas pekerjaan.

Pengawasan harus menemukan, menilai dan menganalisis data tentang

pelaksanaan pekerjaan secara objektif.

1. Pengawasan bukan semata-mata untuk mencari kesalahan tetapi juga

mencari atau menemukan kelemahan dalam pelaksanaan pekerjaan.

2. Pengawasan harus memberi bimbingan dan mengarahkan untuk

mempermudah pelaksanaan pekerjaan dalam pencapaian tujuan.

3. Pengawasan tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan tetapi harus

menciptakan definisi (hasil guna).

4. Pengawasan harus fleksibel.

5. Pengawasan harus berorientasi pada rencana dan tujuan yang telah

ditetapkan (Plan and Objective Oriented).

6. Pengawasan dilakukan terutama pada tempat-tempat strategis atau

kegiatan-kegiatan yang sangat menentukan atau control by exeception.

7. Pengawasan harus membawa dan mempermudah melakukan tindakan

perbaikan (Corrective Action).

16
5.4.4 Bentuk-bentuk Pengawasan

Bentuk-bentuk atau tipe pengawasan menurut Hamdan Mansoer (1989:158)

adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan Pra Kerja.

Bentuk pengawasan pra kerja ini sifatnya mempersiapakan antisipasi

permasalahan yang akan datang, sebagai peringatan untuk tidak

dilanggar. Pengawasan bentuk ini memberikan patokan kerja dan tidak

memandori kerja.

2. Pengawasan Semasa Kerja.

Pengawasan yang dilakukan pada saat tugas diselenggarakan,

memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu

penyimpangan diketahui. Perbaikan secara langsung sebelum

penyimpangan terlalu jauh terjadi, yang mungkin akan sangat sukar

meluruskannya, lebih menguntungkan pengawasan ini ialah supervisi.

Supervisi langsung memungkinkan manajer melakukan tindakan

koreksi langsung pula.

3. Pengawasan Pasca Kerja.

Pengawasan dilakukan sesudah kegiatan atau pekerjaan berlangsung

dan sudah berselang waktu yang lama. Kelemahannya ialah

penyimpangan baru diketahui setelah pekerjaan seluruhnya selesai,

sehingga tidak mungkin diperbaiki lagi.

17
5.4.5 Asas-asas Pengawasan

Asas-asas pengawasan yang dikemukakan oleh Komaruddin (1992:19)

antara lain:

1. Asas Sumbangan terhadap Tujuan.


2. Azas Penetapan Standar.
3. Asas Penetapan Pokok-Pokok Pengawasan Strategi.
4. Asas Tindakan Perbaikan.
5. Asas Manajemen dengan Kekecualian.
6. Asas Keluwesan Pengawasan.
7. Asas Keharmonisan Pengawasan.
8. Asas Kecocokan Pengawasan.
9. Asas Tanggung Jawab Pengawasan.
10. Asas Akuntabilitas Pengawasan.
5.4.6 Proses Dasar Pengawasan

Proses pengawasan adalah serangkaian kegiatan di dalam melaksanakan

pengawasan terhadap suatu tugas atau pekerjaan dalam suatu organisasi. Proses

pengawasan ini terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat

fundamental bagi semua pengawasan manajerial.

Menurut George R. Terry dalam Winardi (1986:397) mengemukakan bahwa

pengawasan merupakan suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam langkah-langkah,

meliputi:

1. Mengukur hasil pekerjaan.


2. Membandingkan hasil pekerjaan dengan standar dan memastikan
perbedaan (apabila ada perbedaan).
3. Mengoreksi penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui
tindakan perbaikan.
Pengawasan menurut T. Hani Handoko (2013:361) biasanya terdiri paling

sedikit lima tahap, sebagai berikut:

18
1. Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan).

Tahap pertama dalam pengawasan adalah penetapan standar

pengawasan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran

yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil-hasil,

tujuan, sasaran, kuota dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai

standar.

2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan.

Penetapan standar adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk

mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu tahap kedua

dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan

kegiatan tepat.

3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata.

Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan,

pengukuran dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terus-

menerus. Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan,

yaitu pengamatan (observasi), laporan-laporan baik tertulis maupun

lisan. Metoda-metoda otomatis dan inspeksi, pengujian (test) atau

dengan pengambilan sampel.

4. Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan

penganalisaan penyimpangan-penyimpangan.

Perbandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang

direncanakan atau standar yang telah ditetapkan merupakan tahap yang

paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi pada saat

19
menginterpretasikan adanya penyimpangan (deviasi). Penyimpangan-

penyimpangan harus dianalisa untuk menentukan mengapa standar

tidak dapat dicapai.

5. Pengambilan tindakan korektif bila perlu.

Bila hasil analisa menunjukan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini

harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam tiga bentuk.

Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya

dilakukan bersamaan. Tindakan koreksi mungkin berupa:

a. Mengubah standar mula-mula (barangkali terlalu tinggi atau terlalu

rendah).

b. Mengubah pengukuran pelaksanaan (inspkesi terlalu sering

frekuensinya atau kurang atau bahkan mengganti sistem pengukuran

itu sendiri).

c. Mengubah cara dalam menganalisa, dan menginterpretasikan

penyimpangan-penyimpangan.

5.4.7 Pentingnya Pengawasan

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2013:363) ada berbagai faktor yang

membuat pengawasan semakin diperlukan oleh setiap organisasi. Faktor - faktor itu

adalah:

1. Perubahan Lingkungan Organisasi.

Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus-menerus dan tak

dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru,

20
diketemukannya bahan baku baru, adanya peraturan pemerintah baru,

dan sebagainya. Melalui fungsi pengawasan manajer mendeteksi

perubahan-perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa

organisasi, sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan

kesempatan yang diciptakan perubahan-perubahan yang terjadi.

2. Peningkatan Kompleksitas Organisasi.

Semakin besar organisasi semakin memerlukan pengawasan yang lebih

formal dan hati-hati.

3. Kesalahan-kesalahan.

Bila para bawahan tidak pernah membuat kesalahan, pimpinan dapat

secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Tetapi kebanyakan

anggota organisasi sering membuat kesalahan-kesalahan sehingga

sistem pengawasan memungkinkan pimpinan mendeteksi kesalahan-

kesalahan tersebut sebelum menjadi kritis.

4. Kebutuhan Manajer Untuk Mendelegasikan Wewenang.

Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya tanggung

jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer

dapat menentukan apakah bawahan telah melakukan tugas-tugas yang

telah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengimplementasikan

sistem pengawasan. Tanpa sistem tersebut, manajer tidak dapat

memeriksa pelaksanaan tugas bawahan.

Kata “pengawasan” sering mempunyai konotasi yang tidak

menyenangkan, karena dianggap akan mengancam kebebasan dan

21
otonomi pribadi. Padahal organisasi sangat memerlukan pengawaasan

untuk menjamin terciptanya tujuan. Sehingga tugas manajer adalah

menemukan keseimbangan antara pengawasan organisasi dan

kebebasan pribadi atau mencari tingkat pengawasan yang tepat.

Pengawasan yang berlebihan akan menimbulkan birokrasi, mematikan

kreativitas, dan sebagainya, yang akhirnya merugikan organisasi

sendiri. Sebaliknya pengawasan yang tidak mencukupi dapat

menimbulkan pemborosan sumber daya dan membuat sulit pencapaian

tujuan.

5.5 Efektivitas Kerja

Setiap organisasi dalam suatu unit menginginkan semua pegawai atau aparat

dalam melaksanakan tugasnya dapat bekerja sesuai dengan yang telah diprogramkan

oleh ketua atau pimpinan, yang dapat tercapai tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Suatu program atau rencana yang telah tercapai sesuai dengan yang telah ditargetkan

oleh ketua atau pimpinan adalah efektif karena keberhasilan suatu organisasi pada

umumnya diukur dengan efektivitas kerja pegawainya.

Pengertian efektivitas menurut Sedarmayanti (2001:105) yaitu sebagai

berikut: “Efektivitas berkaitan dengan pencapaian untuk kerja maksimal, dalam

arti pencapaian target yang sesuai dengan kualitas, kuantitas dan waktu.”

Pengertian efektivitas kerja dari Sondang P. Siagian (1997:51) yaitu sebagai

berikut:

Efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu


yang telah ditetapkan sebelumnya, artinya apakah pelaksanaan suatu

22
tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung bilamana tugas
tersebut diselesaikan dan tidak, terutama cara melaksanakannya dan
berapa biaya yang diselesaikan untuk itu.

Pengertian efektivitas menurut William N. Dunn (2003:498) yang dikutif oleh

Wibawa, yaitu sebagai berikut:

Efektivitas (Effectiveness) : Suatu kriteria untuk menseleksi berbagai


alternatif untuk dijadikan rekomendasi didasarkan pertimbangan
apakah yang direkomendasikan tersebut memberikan hasil (akibat)
yang maksimal.

5.5.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja

Untuk terwujudnya efektivitas kerja, ada beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Menurut Richard M.Steers (1985:9-11), mengidentifikasi empat

faktor yang mempengaruhi efekivitas kerja yaitu :

1. Karakteristik organisasi

Mempengaruhi efektivitas kerja karena karateristik organisasi ini

menggambarkan struktur yang harus dilalui oleh pegawainya dalam

melakukan pekerjaannya. Struktur organisasi merupakan cara untuk

menempatkan manusia sebagai bagian dari pada suatu hubungan yang

relatif tetap yang akan menentukan pola-pola interaksi dan tingkah laku

yang berorientasi pada tugas.

2. Karakteristik lingkungan

Karakteristik lingkungan ini secara keseluruhan berada dalam

lingkungan organisasi seperti peralatan, perlengkapan, hubungan

diantara pegawai dan kondisi kerja. Ciri lingkungan ini selalu

23
mengalami perubahan artinya memiliki sifat ketidakpastian karena

selalu terjadi proses dinamisasi.

3. Karakteristik pekerjaan

Faktor inilah yang paling berpengaruh terhadap efektivitas kerja, karena

betapapun lengkap sarana dan prasarana, betapa baikpun mekanisme

kerja tanpa dukungan kualitas sumber daya yang mengisinya tidak akan

ada artinya.

4. Karakteristik kebijakan dan praktek manajemen

Praktek manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang

dirancang dalam mengkondisikan semua hal dalam organisasi.

Kebijakan dan praktek manajemen ini harus memperhatikan juga unsur

manusia sebagai individu yang memiliki perbedaan bukan hanya

mementingkan strategi mekanisme kerja saja. Mekanisme kerja ini

meliputi penetapan tujuan strategi, pencarian dan pemanfaatan sumber

daya dan pemanfaatan sumber daya dan menciptakan lingkungan

prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan, dan pengambilan

keputusan yang bijaksana, adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan

inovasi organisasi.

5.5.2 Ukuran-Ukuran Efektivitas Kerja

untuk mengukur sejauh mana efektivitas kinerja pegawai, Sedarmayanti

dalam (2001:197) pengukuran dapat dilihat dari indikator sebagai berikut :

1. Tepat Waktu

24
2. Tepat Kualitas
3. Tepat Kuantitas

Menurut Sondang P. Siagian (1998:153) mengemukakan ukuran efektivitas

kerja sebagai berikut :

1. Standar waktu yang telah ditentukankan

Yaitu waktu kerja yang tersedia harus dapat dipergunakan seefektif

mungkin agar dalam menyelesaikan pekerjaan tidak terjadi

keterlambatan.

2. Hasil kerja yang dicapai

Dalam mengerjakan pekerjaan mempunyai keterbatasan dan perbedaan

baik pengetahuan maupun keahlian, oleh karena itu pekerjaan agar

efektif sebaiknya dikerjakan sesuai dengan bidangnya.

3. Ukuran biaya yang dikeluarkan

Dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang menggunakan biaya

operasionalnya, sesuai dengan anggaran biaya yang dikeluarkan dengan

ketentuan yang telah ditetapkan. Sehingga tidak terjadi penyalahgunaan

dalam menggunakan biaya tersebut untuk mencapai hasil kerja yang

diinginkan.

Agus Dharma (1991:46) mengemukakan ukuran-ukuran efektivitas yaitu:

1. Standar waktu

25
yaitu merupakan pengukuran ketepatan untuk jenis khusus

pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu

penyelesaian suatu pekerjaan

2. Jumlah hasil kerja

yaitu jumlah kerja merupakan pengukuran kuantitatif

melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksnaan

kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang

dihasilkan

3. Mutu hasil kerja

yaitu merupakan pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan

pengukuran ketidakpuasan, yaitu seberapa baik penyelesaian hal ini

berkaitan dengan bentuk keluaran.

5.6 Keterkaitan Pengaruh Pengawasan Intern Terhadap Efektivitas Kerja

Pegawai di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana

Pengawasan merupakan salah satu fungsi dari beberapa fungsi manajemen,

dimana pengawasan merupakan upaya terakhir dari proses kegiatan agar sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mewujudkan tujuan organisasi,

maka pengawasan harus dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang menetapkan suatu

rencana agar dapat dilaksanakan seefektif mungkin.

Hubungan pengaruh pengawasan intern dengan efektivitas kerja pegawai di

lihat dari pernyataan yang dikemukakan oleh Soewarno Handayaningrat (1985:143)

yaitu bahwa: “Pengawasan bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan diperoleh

26
secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) sesuai dengan rencana

yang telah ditentukan sebelumnya.”

Dengan adanya pengawasan diharapkan kesalahan serta penyimpangan yang

terjadi dapat ditekan sedini mungkin, tujuan akhir keseluruhan yang pada akhirnya

dapat membantu mendapatkan hasil dan pelaksanaan pekerjaan secara efektif dan

efisien.

Dalam hal ini pengawasan akan efektif jika pengawasan tersebut dilaksanakan

bukan untuk mencari kesalahan tetapi untuk memperkecil kesalahan dan

penyimpangan sekecil mungkin serta mencari pemecahan dalam masalah atau

solusinya.

6. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan teori-teori yang digunakan oleh peneliti sesuai

pedoman atau landasan dalam penelitian yang disusun dalam suatu pola pemikiran

untuk memecahkan masalah penelitian. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini yaitu mengetahui bagaimana pengaruh pengawasan terhadap

efektivitas kerja di Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut, maka penulis

mengemukakan pengertian yang berpedoman kepada pendapat para ahli berhubungan

dengan variabel yang menjadi kajian dalam melaksanakan penelitian, yakni:

pengawasan intern (variabel bebas) dan efektivitas kerja (variabel terikat).

27
Pengawasan menurut Handoko (2014:357) yaitu “Proses untuk menjamin

bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan

cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai dengan yang direncanakan”.

Pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pengawasan adalah suatu proses yang

dimaksudkan untuk mengetahui apakah suatu pekerjaan yang sedang dilaksanakan

telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga terhindar dari

penyimpangan dan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Pengawasan intern merupakan salah satu tipe dalam bentuk pengawasan yang

berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi

Pemerintah. Pengawasan intern menurut Handoko (2014:359) adalah “Pengawasan

yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit

organisasi yang bersangkutan”.

Tujuan organisasi tersebut dapat tercapai maka menurut Handoko (2014:361)

terdapat tahap-tahap pengawasan, yakni:

1. Penetapan standar pelaksanan (perencanaan).


2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan.
3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata.
4. Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan
penganalisaan penyimpangan.
5. Pengambilan tindakan korektif bila diperlukan.

Pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah di

tentukan sebelumnya dengan adanya tahap-tahap pengawasan. Artinya pengawasan

dimaksudkan agar pekerjaan dapat dikerjakan secara efektif (hasil guna) sesuai dengan

tujuan yang sudah ditetapkan.

28
Guna memperoleh pemecahan masalah dalam penelitian, maka diperlukan

suatu anggapan dasar yang bertitik tolak dari pendapat ahli mengenai efektivitas kerja

pegawai. Efektivitas merupakan kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi

kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak

adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.

Efektivitas dapat diartikan sebagai pengukuran dalam arti tercapainya sasaran

atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana

suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Efektivitas juga

dapat diartikan sebagai tindakan dan kegiatan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan

sebelumnya oleh pemerintah, serta sangat penting peranannya di dalam setiap badan

pemerintahan dan berguna untuk melihat perkembangan dan kemajuan yang dicapai

oleh suatu badan pemerintahan itu sendiri.

Adapun pengertian dari efektivitas kerja menurut Siagian (1997:151), yaitu

sebagai berikut:

Efektivitas kerja adalah penyelesaiaan pekerjaan tepat pada


waktu yang telah ditetapkan, artinya apakah pelaksanaan
sesuatu tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung pada
bilamana tugas itu diselesaikan, dan tidak terutama menjawab
pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya dan berapa biaya
yang dikeluarkan untuk itu.
Melihat pengertian efektivitas kerja diatas, dapat dipahami bahwa efektivitas

kerja merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh tujuan yang telah

tercapai yang mana tujuan tersebut telah ditetapkan sebelumnya.

Efektivitas kerja pegawai di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana Kabupaten Kuningan dapat diukur melalui ukuran efektivitas kerja. Adapun

29
pengukuran efektivitas kerja menurut Siagian (1997:153), dapat dilihat dari indikator

sebagai berikut:

1. Ukuran Waktu, yaitu berapa lama seseorang yang


membutuhkan jasa tertentu untuk memperolehnya.
2. Ukuran Ketelitian, yaitu menunjukkan apakah jasa yang
diberikan akurat atau tidak.
3. Ukuran Nilai, yaitu mengenai hasil pekerjaan pegawai sesuai
dengan standar kualitas dan kuantitas yang diharapkan.
4. Ukuran Harga, yaitu berapa besar biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh jasa yang dibutuhkan.

Adapun yang menghubungkan pengawasan dengan efektivitas kerja menurut

Handayaningrat (1994:143) menjelaskan bahwa pengawasan bertujuan agar hasil

pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna

(efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Guna mempermudah pemahaman pengaruh pengawasan intern terhadap

efektivitas kerja, peneliti menggunakan model pendekatan sistem. Pendekatan sistem

dapat memainkan peranan penting dalam mengarahkan perilaku seseorang atau

sekelompok organisasi sehingga berubah sifatnya dari yang ego-sentris menjadi

kelompok sentris (organisasional).

Pengawasan intern merupakan peran yang vital dalam efektivitas kerja pegawai

di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kuningan.

Adapun paradigma pemikirannya yaitu sebagai berikut :

30
Alat Ukur Efektivitas
Alat Ukur Pengawasan Intern Kerja
1. Perencanaan 1. Ukuran Waktu
2. Penentuan pengukuran 2. Ukuran Ketelitian
pelaksanaan kegiatan 3. Ukuran Nilai
3. Pengukuran pelaksanaan 4. Ukuran Harga
kegiatan nyata Siagian
4. Pembandingan pelaksanaan Handayaningrat (1997:153)
kegiatan (1994:143)
5. Pengambilan tindakan
korektif
Handoko (1995:36)

PARADIGMA PEMIKIRAN PENGAWASAN INTERN DENGAN


EFEKTIVITAS KERJA

Gambar 1.1 menunjukkan pengaruh dari pengawasan intern terhadap efektivitas kerja

berdasarkan alat ukur dari pengawasan intern yang apabila dilaksanakan secara

maksimal maka akan memperoleh hasil yang maksimal dari point-point alat ukur

efektivitas kerja

7. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir diatas yang telah peneliti uraikan maka peneliti

mengemukakan hipotesis sebagai berikut:

Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pengawasan terhadap

Efektivitas Kerja Pegawai di Dinas Pengendalian Penduduk dan

Keluarga Berencana Kabupaten Kuningan.

31
2. H 0 :  S  0  Pengawasan : Efektivitas Kerja <0, Pengawasan (X) Efektivitas

Kerja (Y) artinya pengawasan terhadap efektivitas kerja pegawai tidak ada

pengaruh yang signifikan.

3. H1 :  S  0  Pengawasan : Efektivitas Kerja >0, Pengawasan (X) Efektivitas

Kerja (Y) pengawasan terhadap efektivitas kerja pegawai ada pengaruh yang

signifikan.

4. Berikut ini peneliti uraikan paradigma penelitian

X Y

PARADIGMA PENGARUH

Keterangan:

X = Pengawasan

Y = Efektivitas Kerja

 =Variabel dari luar variable pengawasan yang tidak diukur yang

mempengaruhi variable Efektivitas Kerja

Peneliti akan menerangkan definisi operasional guna menjelaskan makna

variabel yang sedang diteliti. Masri dan Kuncoro (2008) mengemukakan pengertian

definisi oprasional bahwa :

32
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variabel, dengan kata lain definisi
operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana
caranya mengukur suatu variabel.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi

operasional harus bisa diukur dan dipahami orang lain. Adapun definisi operasional

penelitian ini adalah:

1. Pengaruh adalah menunjukkan seberapa besar keterkaitan atau pengaruh

antara pengawasan terhadap efektivitas kerja pegawai Dinas Pengendalian

Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kuningan.

2. Signifikan. Sebuah hasil bisa dikatakan signifikan secara statistik jika

kejadian tersebut hampir tidak mungkin disebabkan oleh faktor yang

kebetulan, sesuai dengan batas probabilitas yang sudah ditentukan

sebelumnya.

3. Pengawasan pegawai Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana Kabupaten Kuningan merupakan suatu proses dimana pemimpin

ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh

bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan

yang telah ditentukan. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana Kabupaten Kuningan. Dinas Pengendalian Penduduk dan

Keluarga Berencana Kabupaten Kuningan untuk menyamakan persepsi

dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan ini dapat

dilihat dari langkah-langkah pengawasan yaitu penetapan standar

pelaksanaan (perencanaan), penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan,

33
pengukuran pelaksanaan kegiatan, perbandingan pelaksanaan kegiatan

dengan standar dan penganalisaan penyimpangan, pengambilan tindakan

koreksi bila diperlukan.

4. Efektivitas berkaitan dengan pencapaian untuk kerja maksimal, dalam arti

pencapaian target yang sesuai dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Dinas

Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kuningan

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab dan efektif

dalam bekerja. Efektivitas kinerja pegawai ini dapat dilihat dari ukurannya

sebagai berikut : (1) Kuantitas, (2) Kualitas, (3) Ketepatan Waktu.

8. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif Analisis

dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian dengan data kuantitatif yang kemudian

diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulan. Metode penelitian deskriptif analisis,

menurut Sugiyono (2004:11) yaitu metode penelitian yang mengganbarkan kejadian

atau peristiwa yang sedang terjadi pada objek, ketika penelitian sedang dilaksanakan.

9. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diperlukan peneliti dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan, yaitu penelitian dengan cara mempelajari buku-buku,

teori-teori, catatan-catatan, dokumen-dokumen dan bahan-bahan bacaan

lainnya yang diperlukan dan berkaitan dengan masalah yang di teliti. Hal ini

34
dimaksudkan untuk memperkuat data yang didapat dari lapangan sehingga

peneliti mempunyai pegangan dalam memperkuat laporan.

b. Studi Lapangan, yang terdiri dari :

1. Observasi non partisipan, yaitu suatu teknik pengumpulan data informasi

dengan jalan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang

diteliti namun peneliti tidak terlibat langsung dalam proses kerja yang

dilakukan oleh pegawai Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana Kabupaten Kuningan.

2. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dan informasi dengan jalan

mengadakan tanya jawab secara langsung kepada pimpinan Dinas

Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kuningan

berdasarkan pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya.

3. Angket yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan suatu

daftar pernyataan secara tertulis yang berkaitan dengan masalah yang di

bahas. Menurut (Sugiyono, 2005) Sampling jenuh adalah teknik

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai

sampel, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan

kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus,

dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Menurut pendapat

(Arikunto, 2008) apabila populasi kurang dari 100 orang, maka diambil

keseluruhannya. Namun apabila jumlah populasinya lebih dari 100

orang, maka sampel di ambil sebesar 10% - 15% atau 20% - 25% atau

lebih. Berdasarkan pendapat di atas, maka yang menjadi sampel

35
penelitian ini adalah seluruh Dinas Pengendalian Penduduk dan

Keluarga Berencana Kabupaten Kuningan.

Selanjutnya untuk melihat variabel X (pengawasan) dengan variabel Y

(efektivitas kerja) terlebih dahulu dilakukan analisis berdasarkan hasil angket dengan

pemberian skor sebagai berikut :

SS : (Sangat Setuju) =5

S : (Setuju) =4

TP : (Tanpa Pendapat) =3

TS : (TIdak Setuju) =2

STS : (Sangat Tidak Setuju) =1

10. Teknik Analisis Data

10.1 Uji Validitas Instrumen

Instrumen penelitian di uji coba dengan tujuan untuk mengetahui apakah

instrumen telah memenuhi persyaratan ditinjau dari segi validitas maupun dari segi

reliabilitasnya. Menurut Sugiyono (2009:455) mendefinisikan bahwa “Validitas

merupakan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek

penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti”. Dengan demikian data

yang valid adalah kata “yang tidak berbeda” antara data yang dilaporkan oleh peneliti

dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian.

Menurut Suharsimi Arikunto (1998:160) sebuah instrument dikatakan sah

apabila dapat mengukur apa yang diukur. Instrumen dikatakan valid apabila mampu

36
mengukur apa yang diinginkan. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan

sejauhmana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel

yang dimaksud.

Alat pengujian yang dipakai adalah “korelasi product moment” dari Karl

Pearson sebagaimana yang tertuang dalam Arikunto (1998:162) sebagai berikut :

Dimana :

r = koefisien validitas butir pernyataan yang dicari

n = banyaknya responden (di luar sampel penelitian yang sebenarnya)

X = skor yang diperoleh subyek dari seluruh item

Y = skor total yang diperoleh dari seluruh item

∑X = jumlah skor dalam distribusi X

∑Y = jumlah skor dalam distribusi Y

∑𝑋 2 = jumlah kuadrat masing-masing distribusi X

∑𝑌 2 = jumlah kuadrat masing-masing Y

10.2 Uji Realibilitas Instrumen

Reliabilitas menunjukan pada pengertian bahwa suatu instrumen cukup

dipercaya digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah

baik. Instrument yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden

untuk memilih jawaban tertentu.

37
Menurut Arikunto (1998:70), reliabilitas pada tingkat keterandalan sesuatu.

Reliable artinya terpercaya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Instrument yang

reliable akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Data yang benar sesuai

kenyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama.

Untuk mengukur atau menguji reliabilitas kuesioner dalam penelitian

digunakan "Metode Alpha Cronbach" dengan rumus:


2
𝑘 ∑ 𝜎𝑖
𝑟= [1 − 2 ]
𝑘−1 𝜎

Dimana:

r : koefiseien reabilitas yang dicari

k : jumlah butir pertanyaan (soal)

σi2 : varians butir-butir pertanyaan (soal)

σ : varians skor tes

Varians butir itu sendiri dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

(∑ 𝑋𝑖)2
∑ 𝑋𝑖 2 −
𝜎𝑖 2 = 𝑁
𝑁

Keterangan:

σi2 : varian butir pertanyaan ke- n (misalnya ke-1, ke-2, dan seterusnya)

ΣXi : jumlah skor jawaban subjek untuk butuir pertanyaan ke-n

38
Berdasarkan rumus di atas, seluruh variabel reliable bila harga indek reliabilitas

yang diperoleh paling tidak mencapai 0,6 sedangkan untuk tes-tes standar atau yang

distandarkan, harga indek reliabilitas paling tidak harus mencapai 0,85 atau bahkan

0,90.

Mengetahui data yang valid, langkah selanjutnya adalah menaikan skala ukur.

Menaikan skala pengukuran dari sekumpulan data digunakan data perhitungan

"Methode Of Succeivce Interval" dikutip dari Harun Al Rasjid (1994:134). Adapun

langkah-langkah untuk melakukan transformasi data adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan jawaban responden, untuk setiap pernyataan, hitung frekuensi

setiap jawaban.

b. Berdasarkan frekuensi yang diperoleh untuk setiap pernyataan, hitung

proporsi setiap jawaban.

c. Berdasarkan proporsi tersebut, untuk setiap pernyataan, hitung proporsi

kumulatif untuk setiap pilihan jawaban.

d. Untuk setiap pernyataan, tentukan nilai batas untuk Z pada setiap pilihan

jawaban.

e. Hitung nilai numerik penskalaan (scale value) untuk setiap pilihan jawaban

melalui persamaan berikut:

𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑤𝑒𝑟 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡 − 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑎𝑡 𝑈𝑝𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡


𝑆𝑐𝑎𝑙𝑒 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 =
𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑈𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑈𝑝𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡 − 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑈𝑛𝑑𝑒𝑟 𝐿𝑜𝑤𝑒𝑟

Dimana:

Density at Lower limit = kepadatan batas bawah

Density at Upper Limit = kepadatan batas atas

39
Area Under Upper Limit = daerah di bawah batas atas

Area Under Lower Limit = daerah di bawah batas bawah

f. Hitung skor (nilai hasil transformasi) untuk setiap pilihan jawaban dengan

persamaan berikut:

𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 = 𝑆𝑐𝑎𝑙𝑒 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 − 𝑆𝑐𝑎𝑙𝑒 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒𝑚𝑖𝑛 + |1|

Berdasarkan langkah-langkah transformasi dalam Methode Of Succeivce

Interval dan rumus Scale Value maka peneliti mulai melakukan transformasi yang telah

di uraikan dalam lampiran.

10.3 Analisis Regresi Linier Sederhana

Menurut Sugiyono (2009:243) regresi sederhana didasarkan pada hubungan

fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen.

Persamaan umum regresi linier sederhana adalah :

Y = a + b 𝑋1+ e

Dimana :

Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan

a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan)

b =Angka arah koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan

ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel

independen apabila b (+) maka terdapat kenaikan sedangkan jika b (-)

maka terjadi penurunan.

X =Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu

40
e =Variabel kekeliruan

Harga dari a dan b dapat dicari dengan rumus, menurut Sugiyono (2009:237):

a
 yi  xi2    xi xiyi
n  xi 2   xi
2

n  xiyi   xi yi 
b
n  xi   xi
2

10.4 Analisis Koefisien Rank Sperman

Analisis data yang digunakan oleh peneliti untuk pengolahan data adalah

dengan menggunakan analisis korelasi Rank Spearman untuk menguji validitas data,

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

 n  1
2

 RxiR yi   n 
n

rs 
i 1  2 
 n 2  n  2    n 2
2
 n  1 
2

 R xi  n     R  yi   n  2  
i 1  2   i 1   

( Conover, 1980 )

Keterangan:

rs = Koefisien korelasi Rank Spearman

R (Xi) = Rank pada X untuk data ke- i

R (Yi) = Rank pada Y untuk data ke- i

N = Banyaknya sampel

41
10.5 Analisis Koefisien Determinasi

Untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas yaitu koordinasi vertikal dan

variabel terikat yaitu kualitas pelayanan, maka digunakan analisis determinasi dengan

rumus sebagai berikut:

KD = rs2 x 100%

Keterangan:

KD : koefisien determinasi

rs : koefisien korelasi

Kriteria untuk koefisien determinasi:

a. Jika “d” mendekati 0, berarti pengaruh variabel X tehadap Y lemah.

b. Jika “d” mendekati 1, berarti pengaruh variabel X terhadap Y kuat.

Koefisien determinasi untuk melihat berapa presentasi (%) variabel X

pengawasan mempengaruhi variabel Y efektivitas kinerja pegawai.

Dari hasil validasi, uji reliabilitas, uji regresi dam koefisien determinasi dengan

menggunakan rumus tersebut di atas dapat dibantu proses perhitungannya dengan

SPSS 14.1

Istilah analisis:

a. Signifikan yaitu data uang mempunyai makna, maksudnya dalam satu

item hasil perhitungan korelasi antar nilai item dengan totalnya

menunjukan koefisien korelasi yang signifikan, artinya hasil perhitungan

mempunyai makna atau arti penting.

42
b. Titik krisis digunakan untuk pengertian batasan abtara signifikan dengan

non signifikan data hasil analisis yang telah dihitung.

c. Alpha α yaitu derajat kepercayaan α = 0,5 mempunyai arti bahwa tingkat

kepercayaan adalah 95% dan apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan

dalam analisis dapat diberikan toleransi hanya sampai 5% dan dalam ilmu

social pada umumnya mempergunakan α = 0,05.

d. ρ = adalah lambang dari korelasi, sebagai simbol untuk mengetahui

eratnya hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas (X) dan

variabel terikat (Y).

e. Setelah melakukan pengujian hipotesis dan jika hasilnya signifikan, maka

untuk menentukan keeratan hubungan kedua variabel tersebut dapat

digunakan kriteria koefisien determinasi Guildford (1956).

11. Lokasi dan Jadwal Penelitian

11.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan peneliti adalah di Dinas Pengendalian

Penduduk dan Keluarga Berencana Jl. RE. Martadinata Ancaran Kabupaten Kuningan.

11.2 Lamanya Penelitian

Lamanya penelitian yaitu dilaksanakan peneliti mulai tanggal 29 Juli 2019

sampai dengan 7 Agustus 2019.

43
11.3 Jadwal Penelitian

44
DAFTAR PUSTAKA

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Rineka

Cipta.

Gie, Liang The. 1982. Asas-asas manajemen. Bandung. Mandar Maju

Gie, Liang The. 1982. Ensiklopedi Administrasi. Jakarta. Gunung Agung

Gumilar, Imas. 2009. Statistik. Bandung.

Handayaningrat, Soewarno. 1985. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen.

Jakarta. Haji Masagung

Handoko, T. Hani. 2009. Manajemen Edisi 2. Yogyakarta. BPFE.

Hasibuan, Malayu S.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi

Aksara.

Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung.

Mandar Maju

Siagian, Sondang P. 2001. Manajemen Stratejik. Jakarta. PT Bumi Aksara

Siagian, Sondang P. 1997. Organisasi, kepemimpinan dan perilaku administrasi.

Jakarta. Haji Masagung

Streers, Richard 1985. Efektivitas Organisasi Kaidah Perilaku. Jakarta. erlangga

Sutarto. 2002. Dasar-Dasar Organisasi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

45
Dokumen – dokumen :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah.

Peraturan Bupati Kuningan No. 63 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan

Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas serta Tata Kerja Sekretariat Daerah

Kabupaten Kuningan.

Peraturan Bupati Kuningan No. 63 Tahun 2016 Pasal 5

46

Anda mungkin juga menyukai