Anda di halaman 1dari 18

MEMBANGUN PARADIGMA QURANI

Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing : Solichul Asro, S.Ag., M.Si

Oleh :

Dhony Agung Prasetyo ( A11.2019.12101 )

Maulana Ramadhani F.N ( A11.2019.11955 )

Alfendo Rizky Syachputra ( A11.2019.11918 )

Harits Jauza Fathifaldi ( A11.2019.11745 )

TEKNIK INFORMATKA

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 12 September 2019

Penyusun,

2
DAFTAR ISI

Cover ...................................................................................... 1
Kata Pengantar ....................................................................... 2
BAB 1 Pendahuluan ............................................................... 4
BAB 2 Pembahasan ................................................................ 6
BAB 3 Kesimpulan ................................................................ 17
Daftar Pustaka ........................................................................ 18

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan penting dalam pemenuhan aspek-


aspek kemanusiaan karena memberikan pondasi bagi rasionalisasi
tindakan yang dipilih manusia. Yang membedakan manusia dengan hewan
yang sama-sama merupakan makhluk ciptaan Allah utamanya terletak
pada aspek kemampuan memilih (ikhtiyari) dengan menggunakan rasio.
Sebagai salah satu indikator indeks pembangunan manusia, pendidikan
yang merupakan hak asasi setiap manusia akan selalu menjadi isu aktual
kontemporer karena selalu bersinggungan dengan proses historis
peradaban manusia.
Merunut kembali catatan peradaban umat manusia, sejarah telah
memperlihatkan betapa peradaban yang dijiwai nilai-nilai Islam pernah
mengalami kejayaan selama sekian abad yang terbentang dari Andalusia
sampai dataran Turkistan. Hal tersebut terkait dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang didorong oleh semangat memperluas
berbagai aspek pendidikan yang dimotivasi oleh spirit Al-Qur'an.
Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lima belas abad
silam dengan sebuah awalan perintah untuk membaca (iqra') yang dalam
konteks luas menjadi seruan untuk membaca, mengkaji, menganalisis, dan
meneliti fenomena diri dan sekitar yang dalam aplikasi turunannya di
kemudian hari telah melahirkan sebuah masyarakat berpendidikan dan
menghasilkan sebuah karakter peradaban Islami yang kemudian menjadi
titik tolak peradaban Barat yang kini menghegemoni arah sejarah
peradaban manusia masa kini.
Pondasi bangkitnya fajar baru peradaban Eropa-Kristen di abad
pertengahan banyak disumbang oleh peradaban Muslim sebelumnya.
Namun, disaat bangsa Eropa mengalami masa kebangkitan kembali
(renaissance) dan masa pencerahan (enlightenment), bangsa Muslim yang
tersebar dari daratan Maghribi hingga Nusantara justru sedang mengalami
kemunduran dan terpuruk menjadi korban imperialisme politik, budaya,
dan ekonomi bangsa Eropa.
Dari sinilah agenda besar terbentang di depan yaitu untuk mengulang
kembali kesuksesan Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam yang telah
menjadi tonggak inspirasi sebuah perubahan besar umat manusia dengan
berhasil mengubah sekumpulan masyarakat jahiliah Arab dan sekitarnya

4
untuk kemudian menjadi masyarakat yang terdidik dan tercerahkan serta
dinaungi nur Islami. Apakah hal serupa bisa terwujud kembali lima belas
abad berikutnya?
Bagi umat Muslim, menjadikan Al-Qur'an sebagai inspirasi sekaligus
paradigma dalam mewujudkan atau mendesain pendidikan bukanlah hal
yang bersifat utopis dan berlebihan justru merupakan suatu keniscayaan
mengingat AlQur'an merupakan sumber utama sekaligus menjadi basis
referensi dalam perumusan hukum Islam. Sebagai sebuah paradigma,
maka hal tersebut akan terwujud dalam kerangka yang menjadi tolok ukur
sejauhmana semangat dan pesan Al-Qur'an direalisasikan dalam
mengupayakan pendidikan Islam.

5
BAB II PEMBAHASAN

A. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Paradigma Qurani untuk


Menghadapi Kehidupan Modern

Al-Quran dijadikan paradigma bahwa ada suatu keyakinan dalam


hati orangorang beriman, Al-Quran mengandung gagasan yang sempurna
mengenai kehidupan; Al-Quran mengandung suatu gagasan murni yang
bersifat metahistoris.

B. Menanyakan Alasan, “Mengapa Paradigma Qurani sangat Penting


bagi Kehidupan Modern?”

Al-Quran adalah sumber ajaran teologi, hukum, mistisisme,


pemikiran, pembaharuan, pendidikan, akhlak dan aspekaspek lainnya.

Untuk apa Al-Quran diturunkan? Apa tujuan Al-Quran diturunkan?

Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahwa tujuan diturunkan Al-Quran paling


tidak ada tujuh macam, yaitu:

1) meluruskan akidah manusia,

2) meneguhkan kemuliaan manusia dan hak-hak asasi manusia,

3) mengarahkan manusia untuk beribadah secara baik dan benar kepada


Allah,

4) mengajak manusia untuk menyucikan rohani,

5) membangun rumah tangga yang sakinah dan menempatkan posisi


terhormat bagi perempuan,

6) membangun umat menjadi saksi atas kemanusiaan, 7) mengajak

manusia agar saling menolong.

C. Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan


Pedagogis tentang Paradigma Qurani untuk Kehidupan Modern

Dalam sejarah peradaban Islam ada suatu masa yang disebut masa
keemasan Islam. Disebut masa keemasan Islam karena umat Islam berada
dalam puncak kemajuan dalam pelbagai aspek kehidupannya: ideologi,
politik, sosial budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
pertahanan dan keamanan. Karena kemajuan itu pula, maka dunia Islam
menjadi pusat peradaban, dan dunia Islam menjadi super-power dalam
ekonomi dan politik. faktor-faktor yang menyebabkan umat Islam bisa
maju pada saat itu dan dalam waktu yang amat lama (lebih dari lima abad.),
maka jawabannya tentu saja karena umat Islam menjadikan Al-Quran
sebagai paradigma kehidupan.

6
Hasil penelitiannya menetapkan ada lima nilai etik yang perlu
dikembangkan manusia yaitu: 1) murah hati,

2) keberanian,

3) kesetiaan,

4) kejujuran dan

5) kesabaran.

faktor penyebab kemajuan pada zaman keemasan Islam adalah sikap umat
Islam yang mencintai dan mementingkan penguasaan Iptek. Tidak
mungkin kemajuan dicapai tanpa menguasai Iptek.

D. Membangun Argumen tentang Paradigma Qurani sebagai Satu-


satunya
Model untuk Menghadapi Kehidupan Modern

Bahwa umat Islam mundur karena mereka meninggalkan


ajarannya, sedangkan non-Islam maju justru karena mereka meningglkan
ajarannya. Adapun ajaran dimaksud adalah ajaran murni al-Islām
sebagaimana yang tercantum dalam AlQuran dan sunah bukan ajaran-
ajaran yang bersumber dari budaya selain AlQuran dan sunah.

Kemajuan yang dicapai dengan keberhasilan pengembangan Iptek


tentu akan membawa perubahan yang sangat dahsyat. Revolusi
kebudayaan terjadi karena Iptek telah mengantarkan manusia kepada
kemajuan yang luar biasa. Kemajuan melahirkan kehidupan modern dan
kemodernan menjadi ciri khas masyarakat maju dewasa ini. Bagi umat
Islam kemodernan tetap harus dikembangkan di atas paradigma Al-Quran.
Kita maju bersama Al-Quran, tidak ada kemajuan tanpa AlQuran. Al-
Quran bukan hanya sebagai sumber inspirasi, tetapi ia adalah landasan,
pedoman paradigma dan guide dalam mengarahkan kemodernan agar
dapat menyejahterakan manusia dunia dan akhirat. Apa arti kemodernan
kalau tidak membawa kesejahteraan? Apa arti kemajuan Iptek kalau
manusia tidak makrifat kepada Allah? Imam Junaid al-Bagdadi
menyatakan, “Meskipun orang tahu segala sesuatu tetapi jika dia tidak
mengenal Allah sebagai Tuhannya, maka identik dengan tidak tahu sama
sekali”. Junaid ingin menyatakan bahwa landasan Iptek adalah
ma‟rifatullāh, dan Al-Quran adalah paradigma untuk pengembangan
Iptek.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Paradigma Qurani dalam
Menghadapi Kehidupan Modern

Ciri utama kehidupan modern adalah adanya pembangunan yang berhasil


dan membawa kemajuan, kemakmuran, dan pemerataan. tolok ukur
pembangunan yang berhasil adalah sebagai berikut.

1. Tingkat produksi dan pendapatan lebih tinggi.

7
2. Kemajuan dalam pemerintahan sendiri yang demokratis, mantap, dan
skaligus tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan dan kehendak-
kehendak rakyat.

3. Pertumbuhan hubungan sosial yang demokratis, termasuk kebebasan


yang luas,kesempatan-kesempatan untuk pengembangan diri, dan
penghormatan kepada kepribadian individu.

4. Tidak mudah terkena komunisme dan totaliarianisme lainnya, karena


alasanalasan tersebut.

Kunci sukses dunia Islam tentu saja adalah kembali kepada Al-Quran.
AlFaruqi menjabarkannya dengan langkah sebagai berikut:

1. Memadukan sistem pendidikan Islam. Dikotomi pendidikan


umum dan pendidikan agama harus dihilangkan.

2. Meningkatkan visi Islam dengan cara mengukuhkan identitas


Islam melalui duatahapan; Tahap pertama yaitu mewajibkan bidang studi
sejarah peradaban Islam; Tahap keduayaitu Islamisasi ilmu pengetahuan.

3. Untuk mengatasi persoalan metodologi ditempuh langkah-


langkah berupa penegasan prinsip-prinsip pengetahuan Islam sebagai
berikut:

a. The unity of Allah

b. The unity of creation

c. The unity of truth and knowledge

d. The unity if life

e. The unity of humanity

Berikutnya, Al-Faruqi menyebutkan bahwa langkah-langkah kerja


yang harus ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Menguasai disiplin ilmu modern


2. Menguasai warisan khazanah Islam

3. Membangun relevansi yang Islami bagi setiap bidang kajian atau


wilayah penelitian pengetahuan modern.

4. Mencari jalan dan upaya untuk menciptakan sintesis kreatif antara


warisan Islam dan pengetahuan modern.

5. Mengarahkan pemikiran Islam pada arah yang tepat yaitu sunatullah.

a. Selayang pandang pendidikan Islam


Pendidikan Islam merupakan sendi yang kokok dan kuat bagi peradaban
umat Islam. Makna dari pendidikan Islam tidak terlepas keberadaan Islam itu
sendiri. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa beliau diturunkan hanyalah

8
untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak. Disinilah letak esensi tujuan dari
diturunkannya Islam dan dari situlah esensi dari pendidikan Islam. Prof. Dr.
Muhammad 'Athiyyah al-Abrasy dalam karyanya At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah
(2003:13) menyebutkan bahwa tujuan pokok dari pendidikan Islam ialah
mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa.
Dalam Paradigma Pendidikan Islam (Muhaimin, 2004:36) disebutkan
bahwa istilah Pendidikan Islam mencakup beragam pengertian, yaitu al-
tarbiyah al-diniyah (pendidikan keagamaan), ta'lim al-din (pengajaran agama),
al-ta'lim al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta'lim al-islamy (pengajaran
keislaman), tarbiyah almuslimin (pendidikan orang-orang Islam), al-tarbiyah
fi al-Islam (pendidikan dalam Islam), al-tarbiyah 'inda al-muslimin
(pendidikan di kalangan orang-orang Islam), dan al-tarbiyah al-Islamiyah
(pendidikan Islami).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa paradigma pengembangan
pendidikan Islam (Muhaimin, 2004:39-47):
1. Paradigma Formisme atau paradigma yang mencerminkan pandangan
dikotomis. Dalam paradigma ini pendidikan keagamaan dihadapkan
dengan pendidikan nonkeagamaan, pendidikan agama dengan pendidikan
umum, demikian seterusnya, sehingga pendidikan Islam (al-Tarbiyah al-
Islamiyah) berarti altarbiyah al-diniyah / pendidikan keagamaan, ta'lim
al-din / pengajaran agama, al-ta'lim al-dini / pengajaran keagamaan, atau
al-ta'lim al-islami / pengajaran keislaman dalam rangka tarbiyah al-
muslimin (mendidik orang-orang Islam).
2. Paradigma Mekanisme memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek,
dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan
seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan
menurut fungsinya, bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa
komponen atau elemenelemen, yang masing-masing menjalankan
fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan lainnya bisa saling
berkonsultasi atau tidak. Paradigma tersebut nampak digabungkan pada
sekolah atau perguruan tinggi umum yang bukan berciri khas agama Islam.
Dalam konteks pandangan semacam itu, al-tarbiyah al-diniyah /
pendidikan keagamaan, ta'lim al din / pengajaran agama, al-ta'lim al-dini
/ pengajaran keagamaan atau al-ta'lim al-islami / pengajaran keislaman
merupakan bagian dari sistem pendidikan yang ada dalam rangka tarbiyah
almuslimin (mendidik orang-orang Islam).

9
3. Paradigma Organisme bertolak dari pandangan bahwa pendidikan Islam
adalah kesatuan atau sebagai sistem (yang terdiri atas komponen-
komponen yang rumit) yang berusaha mengembangkan
pandangan/semangat hidup Islam, yang dimanifestasikan dalam sikap
hidup dan keterampilan hidup yang Islami. Dalam konteks pandangan
semacam itu, al-tarbiyah al-Islamiyah (pendidikan Islami) berarti al-
tarbiyah fi al-Islam (pendidikan dalam Islam), dan al-tarbiyah 'inda
almuslimin (pendidikan di kalangan orang-orang Islam).

b. Paradigma Al-Qur'an mengenai pendidikan Islam


Dalam konteks pengembangan pendidikan Islam dengan semangat
memadukan ilmu umum dan ilmu agama sebagaimana sekarang menjadi tren
di kalangan sekolah dan perguruan tinggi Islam, maka paradigma organisme
merupakan pilihan yang lebih bisa diterima karena hal tersebut mengulang
kembali situasi kejayaan Islam di awalawal abad hijriah yang mana integrasi
ilmu agama dan ilmu umum bisa tercapai yang sejatinya kedua ilmu tersebut
berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT. Al-Qur'an sebagai sumber
pemikiran Islam sangat banyak memberikan pencerahan yang perlu
dikembangkan secara filosofis maupun ilmiah. Pengembangan demikian
diperlukan sebagai kerangka dasar dalam membangun sistem pendidikan Islam
yang salah satunya dengan cara memperkenalkan konsep-konsep Al-Qur'an
tentang kependidikan. Lebih lanjut, Al-Qur'an memiliki pandangan yang
spesifik tentang pendidikan. Beberapa idiom banyak dijumpai dalam Al-
Qur'an, seperti kata rabb yang menjadi akar dari kata tarbiyyah. Tarbiyyah
merupakan konsep pendidikan yang banyak digunakan hingga sekarang.
Demikian pula dengan idiom qara'a dan kataba juga mengandung implikasi
kependidikan yang mendalam (Ahmad, 2007:195).
Menurut Sa'id Ismail Ali sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung
(1980: 35), Al-Qur'an merupakan salah satu sumber pendidikan Islam
disamping As-Sunnah, kata-kata sahabat (madzhab shahabi),
kemaslahatan umat/sosial (mashalil al-mursalah), tradisi atau adat
kebiasaan masyarakat ('uruf), dan hasil pemikiran para ahli dalam Islam
(ijtihad). Al-Qur'an dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang
pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolute yang diturunkan dari
Tuhan. Allah SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik
manusia, yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyuNya.

10
Menurut Mujib (2006: 33-38), pendidikan Islam yang ideal harus
sepenuhnya mengacu pada nilai dasar Al-Qur'an karena Al-Qur'an memuat
tentang sejarah pendidikan Islam melalui beberapa kisah nabi yang
berkaitan dengan pendidikan dan Al-Qur'an juga memuat nilai normatif
pendidikan Islam yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam yaitu
i'tiqadiyyah (berkaitan dengan pendidikan keimanan), khuluqiyyah
(berkaitan dengan pendidikan etika), dan amaliyyah (berkaitan dengan
pendidikan tingkah laku sehari-hari).
Al-Qur'an sendiri dalam beberapa ayatnya sering memberikan dorongan
kepada orang-orang yang beriman untuk menuntut ilmu dengan
menegaskan bahwa orang-orang yang berilmu pengetahuan akan diangkat
derajatnya, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Mujadilah ayat 11.

(11 ‫يخ يرفخ بع ال الل بذ يي خن آخ مل نوا بمي نل ك يم وال بذ يي خن أ يو‬


‫ْررر‬
ْ ‫لتوا ال بعي ل خم خد خر خجا تت وال ببخ ما تخ يع خملل يو خن خخبب يي‬
‫(المجادلة‬
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diaintaramu dan
orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajatnya. Dan Allah
Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Dalam karyanya, Tarbiyat al-Aulad fi Al-Islam, Abdullah Nashih Ulwan
(1997) menguraikan pandangan Al-Quran mengenai pendidikan dalam
Islam sebagai berikut:
a. Tarbiyah Imaniyah.
Pendidikan dalam Islam diarahkan untuk penanaman nilai-nilai
keimanan disertai dengan penguatan aspek-aspek keimanan sehingga
menjadi pondasi spiritual bagi kehidupan seseorang. Dengan demikian
pendidikan dalam Islam bukan pengusung paham atheism melainkan
justru pendukung adanya paham theisme atau berketuhanan sebagai
pangkal dari segala eksistensi di alam semesta. Dalam realisasinya,
pendidikan harus diupayakan bermuara pada pengokohan iman seseorang
yang menjadi dasar dari segala pola pikir, pola sikap, dan pola perbuatan
manusia.
Beberapa ayat Al-Qur'an yang merefleksikan pesan-pesan tarbiyah
imaniyah ini misalnya: Perintah untuk melakukan penelitian terhadap alam
semesta untuk menghasilkan kebenaran (Al-Baqarah: 164, At-Thariq: 5-
10, 'Abasa: 24-32); Menanamkan semangat ketaqwaan dan penghambaan

11
kepada Allah (Az-Zumar: 23, Al-Hajj: 34-35, Maryam: 58);
Membangkitkan rasa diawasi oleh Allah (Al-Baqoroh: 281-283).
b. Tarbiyah Khuluqiyah
Pendidikan dalam Islam juga diarahkan sebagai sebuah proses
pendidikan untuk menata kepribadian, akhlak, dan etika dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam perluasannya, akhlak yang mulia merupakan salah satu
output dari pendidikan Islam.
Beberapa ayat Al-Qur'an yang memberikan contoh seputar
tarbiyah khuluqiyah adalah sebagai berikut: Anjuran untuk menjadikan
rasul sebagai teladan (Al-Ahzab: 21); Perintah untuk memaafkan, berbuat
kebaikan dan berpaling dari kejahatan (Al-A’raaf: 199, Ali Imran: 134);
Menjaga sopan santun dalam pergaulan dengan lawan jenis (An-Nur: 30-
31).
c. Tarbiyah Jismiyah
Tidak bisa dipungkiri bahwa jasmani yang sehat merupakan suatu
keniscayaan bagi kelangsungan hidup manusia. Demikian halnya demi
tegaknya agama dan peradaban Islam, umat Muslim harus memiliki fisik
atau jasmani yang memberinya kekuatan dalam mengemban semangat
syiar nilai-nilai Islam. Disinilah Al-Qur'an memberi penegasan akan
pentingnya pemeliharaan jasmani yang mana tarbiyah jismiyah menjadi
tak terelakkan dalam koridor pendidikan Islam.
Menurut Nashih Ulwan, ada beberapa contoh ayat yang
menerangkan aspek tarbiyah jismiyah di dalam Al-Qur'an yaitu sebagai
berikut: Pemenuhan kebutuhan jasmani (Al-Baqarah: 233); Anjuran
berolah raga (Al-Anfaal: 60); dan Pemeliharaan kesehatan (Al-Baqarah:
195, An-Nisa’: 29).
d. Tarbiyah Aqliyah
Jasmani yang kuat tanpa disertai akal yang sehat hanya akan
mereduksi nilai kemanusiaan karena peradaban manusia dibangun melalui
eksplorasi dan kreasi akal budi manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak terlepas dari optimalisasi potensi intelektualitas manusia.
Disinilah tarbiyah aqliyah memegang peranan penting dalam pendidikan
Islam. Dengan mengacu pada pesan-pesan Al-Qur'an, sebagaimana
disarikan oleh Nashih Ulwan, ada beberapa aspek tarbiyah aqliyah yang
termuat di dalam Al-Qur'an, diantaranya: Kewajiban belajar (Al-'Alaq: 1-
5, Thaha: 114, Al-Mujaadilah: 11); Penyadaran pikiran (Al-Baqarah: 159-
160); dan Kewajiban memelihara kesehatan akal (Al-

12
Ma’idah: 90)
e. Tarbiyah Nafsiyah
Tarbiyah Nafsiyah disini merujuk pada pendidikan jiwa atau lebih
berkaitan dengan aspek-aspek mental yang dimiliki manusia. Kombinasi
jasmani dan akal tidak akan lengkap tanpa disertai keberadaan mental yang
kokoh atau jiwa yang stabil. Nashih Ulwan memberikan contoh dengan
mengacu pada beberapa ayat Al-Qur'an sebagai berikut: Ajaran Islam
untuk mengatasi sifat-sifat yang jelek pada manusia (Al-Ma’aarij: 19-23);
Penyadaran manusia untuk mengatasi rasa takut dan kurang percaya diri
(Al-Baqoroh: 155-157); Anjuran untuk bersabar dan bersikap wajar dalam
menghadapi berbagai masalah (AlHadid: 22-23); Larangan untuk saling
menghina dan mencemooh (Al-Hujuraat: 11); Anjuran untuk peduli pada
kaum yang lemah (Ad-Dhuha: 9-10, Al-Maa’un:

1-2).
f. Tarbiyah Ijtima’iyah
Keberadaan masyarakat atau umat menjadi hal penting dalam
Islam karena tegaknya Islam akan terwujud dengan adanya masyarakat
yang menyangga pilarpilar Islam dan menjunjung nilai-nilainya. Dari
sinilah letak pentingnya pendidikan kemasyarakatan menjadi salah satu
paradigma dalam pendidikan Islam. Tarbiyah Ijtima'iyah diarahkan untuk
melengkapi aspek dasar keberadaan manusia yang juga merupakan
makhluk sosial. Pendidikan ini ditujukan untuk mewujudkan tatanan
masyarakat yang bersendikan nilai-nilai sosial yang bersumber dari Al-
Qur'an. Dalam Al-Qur'an beberapa hal yang disinggung sebagaimana
berikut:
1. Penanaman dasar-dasar pergaulan seperti persaudaraan (Al-Hujuraat:
10, Ali Imran: 103), kasih sayang (Al-Fath: 29), itsar atau
mendahulukan kepentingan orang lain (Al-Hasyr: 9) dan saling
memaafkan (Al-Baqarah: 237)
2. Pemeliharaan hak orang lain seperti hak orang tua (Al-Isra’: 23-24),
hak sanak saudara dan kerabat (An-Nisa’: 36, Al-Isra’: 26) dan hak
tetangga (AnNisa’: 36)
3. Sopan santun berinteraksi sosial seperti adab memberi salam (An-Nur:
27 & 61), adab meminta izin (An-Nur: 58-59), adab menghadiri
pertemuan (AlMujaadilah: 11) dan adab berbicara (Al-Furqan: 63)
4. Mengembangkan sikap saling mengawasi dan kritik sosial (Ali Imran:
110, At-Taubah: 71)

13
Dari pemaparan diatas, bisa digambarkan bahwa paradigma Qurani
dalam wujudnya merupakan serangkaian kerangka sudut pandang
semangat pendidikan dalam Al Quran yang bersifat holistik atau
menyeluruh dalam pribadi seorang muslim. Karakteristik pendidikan
yang bersifat holistik-integral itu terlihat dari keragaman pendidikan
mulai dari pendidikan keimanan hingga pendidikan sosial
kemasyarakatan. Bisa dikatakan keenam aspek itu merupakan paradigma
Qur'ani untuk menjadi acuan sebagai bahan indikator implementasi
pendidikan Islam yang bersifat organik dan integral.

c. Mengaplikasikan Kerangka Paradigma Qurani

Sebuah konsep di tataran paradigmatik hanya akan terlihat


mengawang bila tidak disertai upaya membumikan dan
mengaktualisasikannya dalam kenyataan sehari-hari. Paradigma Qurani
yang bersifat holistik-integral bisa diterapkan dalam setiap aspek
pendidikan baik informal seperti pendidikan di dalam lingkup keluarga
hingga dalam konteks formal penyelenggaraan tingkat satuan pendidikan
di Indonesia yang diterapkan salah satunya melalui pintu kurikulum.
Dalam level pendidikan informal seperti dalam keluarga, keenam
komponen paradigma Qur'ani diatas bisa dijadikan panduan bagi kedua
orang tua untuk mendidik, membimbing, dan mengarahkan anak dalam
meniti kehidupan dengan menekankan pada beragam aspek kehidupan
seperti dalam hal keimanan dengan mengajarkan sholat dan doa (tarbiyah
imaniyah); mendidik etika kepada diri dan sesama (tarbiyah khuluqiyah);
mendorong anak untuk rajin berolahraga (tarbiyah jismiyah);
mendisiplinkan anak untuk belajar (tarbiyah aqliyah); membangkitkan
kepercayaan diri anak (tarbiyah nafsiyah); dan pengenalan hak &
kewajiban anak (tarbiyah ijtima'iyah).
Untuk level pendidikan formal, kurikulum menjadi acuan dalam
pelaksanaan pendidikan. Kurikulum memegang peranan penting dalam
proses pendidikan karena ia merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk
mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (Khaeruddin, 2007: 79).
Menurut S. Nasution (1995: 5), penggolongan kurikulum dapat
dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang

14
kurikulum. Kurikulum juga bisa dipandang sebagai program, yakni alat
yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Disamping itu,
kurikulum dapat pula diartikan sebagai hal-hal yang diharapkan akan
dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap keterampilan sesuatu. Selain
itu, kurikulum adalah bentuk pengalaman siswa yang merefleksikan
kenyataan pada setiap siswa.
Melalui Peraturan Pemerintah Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk menyusun dan
mengembangkan silabus mata pelajaran sesuai dengan potensi sekolah,
kebutuhan dan kemampuan peserta didik serta kebutuhan masyarakat di
sekitar sekolah. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus (Khaeruddin, 2007: 79).
Dalam realisasinya di ranah pendidikan formal, paradigma Qurani
yang mencerminkan aplikasi keenam pendekatan diatas bisa
diterjemahkan dalam kurikulum di tingkat satuan pendidikan dengan
mengelaborasi dan mengoptimalkan pendidikan berbasiskan keimanan,
etika, jasmani, akal, jiwa, dan sosial peserta didik secara terpadu baik
melalui pengayaan materi di komponen mata pelajaran, muatan lokal
maupun kegiatan pengembangan diri siswa seperti terlihat di gambar 2.
Paradigma Qur'ani diatas kemudian bisa dikembangkan lebih lanjut
sebagai pedoman bagi tenaga pendidik seperti guru untuk menyusun
metode pengajaran dan pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai
Qur'ani.
Selain melalui kurikulum, implementasi paradigma Qur'ani bisa
terwujud dengan menjadikannya sebagai kerangka operasional lembaga
atau institusi pendidikan Islam. Kalau kurikulum bisa diibaratkan sebagai
jiwa dari pendidikan, maka raganya adalah lembaga pendidikan. Dalam
memperbincangkan aktualisasi paradigma Qur'ani dalam pendidikan
Islam, penting pula membahas keberadaan institusi lembaga pendidikan
Islam. Semua institusi lembaga pendidikan Islam, mulai dari yang bersifat
sederhana seperti pengajian di serambi masjid dan yang bersifat klasikal-
modern seperti di sekolah atau perguruan tinggi Islam hingga pendidikan
dan pelatihan yang bersifat massal dan dikemas secara eksklusif seperti
model training kilat yang kian menjamur belakangan ini, berpotensi
sebagai agen penyemai paradigma Qur'ani dengan penekanan dan segmen

15
yang beraneka ragam. Setidaknya paradigma Qur'ani bisa menjadi
landasan visi lembaga pendidikan Islam untuk mencetak generasi yang
rabbani demi kemuliaan Islam.

16
BAB III KESIMPULAN

Paradigma Qur'ani sebagaimana disarikan oleh Abdullah Nashih


Ulwan menawarkan sebuah kerangka yang bisa menjadi pemandu
pelaksanaan pendidikan Islam mulai dari level keluarga hingga satuan
pendidikan formal yang bisa diterjemahkan lebih lanjut dalam serangkaian
komponen pelaksanaan pendidikan Islam. Untuk ranah pendidikan formal,
keberadaan kurikulum tidak diragukan lagi memegang peranan penting
sebagai wahana realisasi keenam komponen paradigma Qur'ani yang
saling terkait satu sama lain seperti diatas (tarbiyah imaniyah, tarbiyah
khuluqiyah, tarbiyah jismiyah, tarbiyah aqliyah, tarbiyah nafsiyah, dan
tarbiyah ijtima'iyah). Adanya KTSP yang memberi kewenangan kepada
satuan unit pendidikan untuk mendesain kurikulum dan silabus pelajaran
di sekolah memberi ruang bagi revitalisasi nilai-nilai Al-Qur'an dan
memadukannya dengan proses pembelajaran di sekolah. Disamping itu,
peran lembaga atau institusi pendidikan Islam juga tidak terelakkan dalam
hal menyemai kerangka paradigma Qur'ani dengan menjadikannya sebagai
pedoman dalam pendidikan Islam.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nasih Ulwan, 1997, Tarbiyat al-Aulad fi Al-Islam, Cairo, Dar as-
Salam.
Ahmad, Nurwadjah, 2007, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan: Hati yang Selamat
hingga Kisah Luqman, Bandung: Marja.
'Athiyah al-Abrasyi, Muhammad, 2003, At-Tarbiyyah Al-Islamiyah (terj.
Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan), Bandung: Pustaka Setia.
Langgulung, Hasan, 1980, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan
Islam,Bandung: alMa'arif.
Mujib, Abdul, et al, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada
Media.
Mulyasa, E., 2002, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution, 2007, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara.
Khaeruddin & Junaedi, Mahfud, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan:
Konsep dan Implementasinya di Madrasah, Jogja: Pilar Media & MDC
Jateng.
Muhaimin, 2004, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya.

18

Anda mungkin juga menyukai