Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM 1

PENGOLAHAN FISIK DAN KIMIA


TL – 3101

MIXING

Nama : Aghni Naufal Azkadhia Wahyudi


NIM : 15317055
Shift : Selasa Siang (13.30 – 15.00)
Tanggal Praktikum : Selasa, 29 Oktober 2019
Tanggal Pengumpulan : Selasa, 5 November 2019
Asisten Praktikum : Dianisti Saraswati

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan proses pengadukan (mixing)
2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengadukan (mixing)
3. Menentukan dosis koagulan optimum

II. Teori Dasar


Pengadukan (mixing) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua atau
lebih zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen. Pada media fase cair,
pengadukan ditujukan untuk memperoleh keadaan yang turbulen (bergolak). Aplikasi
proses pengadukan ini pada bidang Teknik Lingkungan digunakan untuk proses fisika
seperti pelarutan bahan kimia dan proses pengentalan (thickening), proses kimiawi
seperti koagulasi-flokulasi dan desinfeksi, proses biologis untuk mencampur bakteri
dan air limbah.
Koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid dan partikel dalam air dengan
menggunakan bahan kimia (disebut koagulan) yang menyebabkan pembentukan inti
gumpalan (presipitat). Proses koagulasi hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan.
Flokulasi adalah proses penggabungan inti flok sehingga menjadi flok berukuran yang
lebih besar. Proses flokulasi ini hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan.
Pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi merupakan pemberian energi agar
terjadi tumbukan antar partikel tersuspensi dan koloid agar terbentuk gumpalan (flok)
sehingga dapat dipisahkan melalui proses pengendapan dan penyaringan. Koloid
merupakan partikel yang tidak dapat mengendap secara alami karena adanya stabilitas
suspense koloid. Stabilitas koloid terjadi karena adanya gaya Tarik van der waal’s dan
gaya tolak/repulsif elektrostatik.
Koagulasi bertujuan untuk mengurangi stabilitas koloid (proses destabilisasi)
melalui penambahan bahan kimia dengan muatan berlawanan. Pada koagulasi akan
terjadi:
- Penurunan tegangan permukaan (zeta potensial) melalui proses netralisasi muatan
adsorpsi.
- Presipitasi dari koagulan akan menyapu koloid.
- Adsorpsi dan pembentukan jembatan antar partikel.
Pada flokulasi, kontak antar partikel melalui dua mekanisme, yaitu:
- Thermal motion yang dikenal dengan Brownian motion atau difusi atau disebut
sebagai flokulasi perikinetik.
- Gerakan cairan oleh aktifitas pengadukan atau flokulasi ortokinetik.
Jenis pengadukan dalam pengolahan air dapat dikelompokkan berdasarkan
kecepatan pengadukan dan metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya,
pengadukan dibedakan menjadi pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Kecepatan
pengadukan dinyatakan dengan gradien kecepatan, yang merupakan fungsi dari tenaga
yang disuplai (P). Gradien kecepatan dinyatakan dengan persamaan seperti di bawah
ini.

𝑊 𝑃
𝐺=√ =√
𝜇 𝜇. 𝑉

Dengan : W = Tenaga yang disuplai per satuan volume air (N-m/detik.m3)


P = Suplai tenaga ke air (N.m/detik)
V = Volume air yang diaduk (m3)
𝜇 = Viskositas absolut air (N.detik/m2)
Besarnya gradien kecepatan akan mempengaruhi waktu pengadukan yang
diperlukan. Makin besar nilai G, maka waktunya akan semakin pendek. Untuk
menyatakan kedua parameter itu, maka digunakan bilangan Camp, yaitu hasil perkalian
antara gradien kecepatan dengan waktu pengadukan atau G.td.
Berdasarkan metodanya, pengadukan dibedakan menjadi pengadukan mekanis,
pengadukan hidrolis, dan pengadukan pneumatis.
a. Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan alat pengaduk
berupa impeller yang digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Umumnya
pengadukan mekanis terdiri dari motor, poros pengaduk, dan gayung pengaduk
(impeller). Berdasar pada bentuknya, dikenal tiga macam impeller yaitu paddle
(pedal), turbine, dan propeller (baling-baling).
b. Pengadukan hidrolis adalah pengadukan yang memanfaatkan gerakan air sebagai
tenaga pengadukan. Sistem pengadukan ini menggunakan energi hidrolik yang
dihasilkan dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek,
energi potensial (jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran.
Beberapa contoh pengadukan hidrolis adalah terjunan, loncatan hidrolis, parshall
flume, baffle basin (baffle channel), perforated wall, gravel bed dan sebagainya.
c. Pengadukan pneumatis adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas)
berbentuk gelembung yang dimasukkan ke dalam air sehingga menimbulkan
gerakan pengadukan pada air. Injeksi udara bertekanan ke dalam suatu badan air
akan menimbulkan turbulensi, akibat lepasnya gelembung udara ke permukaan air.
Makin besar tekanan udara, kecepatan gelembung udara yang dihasilkan makin
besar dan diperoleh turbulensi yang makin besar pula.

Tujuan pengadukan cepat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan


turbulensi air sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang akan dilarutkan dalam
air. Secara umum, pengadukan cepat adalah pengadukan yang dilakukan pada gradien
kecepatan berkisar antara 100 hingga 1000 per detik selama 5 hingga 60 detik. Secara
spesifik, nilai G dan td bergantung pada maksud atau sasaran dari pengadukan cepat.
Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain adalah:
- Pengadukan mekanis
- Pengadukan hidrolis
- Pengadukan pneumatis
Pengadukan mekanis merupakan satu metoda yang paling umum digunakan untuk
pengadukan cepat karena sangat efektif dan lebih fleksibel dalam operasi. Pengadukan
mekanis yang sering digunakan dalam pengadukan cepat menggunakan ketiga macam
impeller di atas. Jenis pengadukan hidrolis yang digunakan pada pengadukan cepat
haruslah aliran air yang menghasilkan energi hidrolik yang besar. Dalam hal ini dapat
dilihat dari besarnya kehilangan energi (headloss) atau perbedaan muka air. Dengan
tujuan menghasilkan turbulensi yang besar tersebut, maka jenis aliran yang sering
digunakan sebagai pengadukan cepat adalah terjunan, loncatan hidrolik, dan parshall
flume. Aliran udara yang digunakan untuk pengadukan cepat harus mempunyai
tekanan yang cukup besar sehingga mampu menekan dan menggerakan air.
Tujuan pengadukan lambat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan
gerakan air secara perlahan sehingga terjadi kontak antar partikel untuk membentuk
gabungan partikel berukuran besar. Pengadukan lambat digunakan pada proses
flokulasi, untuk pembesaran inti gumpalan. Gradien kecepatan diturunkan secara
perlahan-lahan agar gumpalan yang telah terbentuk tidak pecah lagi dan berkesempatan
bergabung dengan yang lain membentuk gumpalan yang lebih besar. Penggabungan
inti gumpalan sangat tergantung pada karakteristik flok dan nilai gradien kecepatan.
Secara umum, pengadukan lambat adalah pengadukan yang dilakukan pada gradien
kecepatan kurang dari 100 per detik selama 10 hingga 60 menit. Secara spesifik, nilai
G dan td bergantung pada maksud atau sasaran pengadukan lambat.

III. Data Awal


III.1 Dosis Koagulan
Dosis koagulan yang diberikan pada sampel air pada praktikum kali ini dapat diperoleh
melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
𝑚𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛 (𝑚𝑔)
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐾𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛 ( )=
𝐿 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 (𝐿)
Pada praktikum ini digunakan 6 buah gelas sampel dengan ukuran volume masing-
masing gelas adalah 0,5 liter. Setiap gelas diberi penambahan koagulan dengan jumlah
yang berbeda-beda dimana 1 mL penambahan koagulan setara dengan 10 mg berat
penambahan koagulan tersebut. Berikut di bawah ini adalah Tabel 3.1 yang berisikan
data jumlah penambahan koagulan dan juga data besar dosis koagulan pada setiap
gelas.
Tabel 3.1 Data Jumlah Penambahan Koagulan dan Besar Dosis Koagulan di Setiap
Gelas Sampel
Volume Berat Dosis
Gelas Penambahan
sampel air Koagulan Koagulan
Sampel Koagulan (mL)
(L) (mg) (mg/L)
1 1 10 20
2 1,5 15 30
3 2 20 40
0,5
4 2,5 25 50
5 3 30 60
6 3,5 35 70
Dilakukan perhitungan pada gelas sampel nomor 1 yaitu dimana jumlah penambahan
koagulan pada gelas sampel nomor 1 adalah 1 mL artinya berat koagulannya adalah
sebesar 10 mg. Sehingga dengan menggunakan persamaan yang ada di atas dapat
diketahui besar dosis koagulan yang diberikan pada gelas sampel nomor 1 adalah
sebesar
𝑚𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛 (𝑚𝑔)
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐾𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛 ( )=
𝐿 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 (𝐿)
𝑚𝑔 10 𝑚𝑔
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐾𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛 ( )= = 20 𝑚𝑔/𝑙
𝐿 0,5 𝐿
Maka diperoleh besar dosis koagulan yang diberikan pada gelas sampel nomor 1 adalah
sebesar 20 mg/L. Untuk mengetahui besar dosis koagulan pada gelas sampel lainnya
dapat digunakan cara perhitungan yang sama dengan perhitungan yang telah dilakukan
di atas.

III.2 Efisiensi (%)


Efisiensi dari koagulan yang diberikan pada sampel air pada praktikum kali ini dapat
diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 (%) = × 100%
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
Sebelum menentukan tingkat efisiensi koagulan, diukur terlebih dahulu kekeruhan
awal sampel air dengan menggunakan turbidity meter. Hasil yang diperoleh dari
pengukuran tersebut untuk kekeruhan awal sampel air adalah sebesar 54 NTU.
Selanjutnya setiap gelas sampel diukur juga tingkat kekeruhannya dengan
menggunakan turbidity meter sehingga diperoleh tingkat kekeruhan akhir di setiap
gelas sampelnya. Berikut di bawah ini adalah Tabel 3.2 yang berisikan data tingkat
kekeruhan dan besar efisiensi koagulan pada setiap gelas sampel.
Tabel 3.2 Data Tingkat Kekeruhan dan Besar Efisiensi pada Setiap Gelas Sampel
Tingkat Kekeruhan
Gelas Dosis Koagulan
Kekeruhan Awal Kekeruhan Akhir Efisiensi (%)
Sampel (mg/L)
(NTU) (NTU)
1 20 10,7 80%
2 30 10,4 81%
3 40 1,8 97%
54
4 50 1,9 96%
5 60 1,8 97%
6 70 0,9 98%

Dilakukan perhitungan pada gelas sampel nomor 1 yaitu dimana tingkat kekeruhan
awal pada gelas sampel nomor 1 adalah sebesar 54 NTU dan tingkat kekeruhan akhir
pada gelas sampel nomor 1 adalah sebesar 10,7 NTU. Sehingga dengan menggunakan
persamaan yang ada di atas dapat diketahui besar efisiensi koagulan yang diberikan
pada gelas sampel nomor 1 adalah sebesar
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 (%) = × 100%
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
54 − 10,7
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 (%) = × 100% = 80,185%
54
Maka diperoleh besar efisiensi koagulan yang diberikan pada gelas sampel nomor 1
adalah sebesar 80,185%. Untuk mengetahui besar efisiensi koagulan pada gelas sampel
lainnya dapat digunakan cara perhitungan yang sama dengan perhitungan yang telah
dilakukan di atas.

IV. Analisis dan Pembahasan


Setelah mendapatkan data-data pada praktikum yang diperoleh pada bagian
sebelumnya, data besar dosis koagulan (mg/L) dan tingkat kekeruhan (NTU) diplotkan
ke dalam grafik. Berikut ini adalah gambar grafik yang menunjukkan hubungan antara
tingkat kekeruhan dan besar dosis koagulan yang diberikan pada setiap gelas sampel.
12

10

Tingkat Kekeruhan (NTU)


8

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Dosis Penambahan Koagulan (mg/L)

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara tingkat kekeruhan (NTU) dengan besar dosis
koagulan (mg/L) yang diberikan pada setiap gelas sampel

Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, dapat diketahui dari gambar grafik di atas bahwa
semakin tinggi dosis penambahan koagulan yang diberikan maka terjadi penurunan
tingkat kekeruhan pada sampel air. Penurunan tingkat kekeruhan sampel yang paling
besar terjadi di antara penambahan dosis koagulan sebesar 30 mg/L dan 40 mg/L. Hal
tersebut bisa saja menunjukkan bahwa dosis optimum penambahan koagulan ada di
atas 30 mg/L tetapi terdapat ketidaksempurnaan data yang diperoleh yaitu dimana pada
penambahan dosis koagulan sebesar 50 mg/L terjadi kenaikan tingkat kekeruhan
sampel. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya kesalahan yang dilakukan oleh
praktikan pada saat praktikum dilakukan.
Berdasarkan data hasil praktikum yang diplotkan pada grafik di atas, diperoleh
tingkat kekeruhan yang paling rendah adalah sebesar 0,9 NTU. Nilai kekeruhan
tersebut didapatkan pada saat sampel diberikan penambahan koagulan dengan dosis
sebesar 70 mg/L. Sehingga berdasarkan data pada grafik di atas, penambahan dosis
koagulan yang optimum adalah sebesar 70 mg/L. Walaupun begitu, sebenarnya dosis
optimum koagulan akan diperoleh setelah grafik menunjukkan titik paling rendah dan
mulai mengalami kenaikan tingkat kekeruhan kembali karena sampel air diberi
penambahan dosis yang berlebih yang dapat menyebabkan kondisi sampel air akan
menjadi semakin keruh. Seharusnya percobaan dilakukan dengan lebih banyak variasi
penambahan dosis koagulan agar data yang diperoleh cukup akurat sehingga dapat
menentukan tingkat atau besar dosis penambahan koagulan yang paling optimum.

Gambar 4.2 Grafik hubungan tingkat kekeruhan pada berbagai dosis koagulan (Alum)
(sumber: Nurmansah, 2013)

Gambar 4.2 di atas merupakan gambar grafik hasil penelitian oleh Nurmansah
(2013). Dapat diketahui dari gambar di atas bahwa dosis penambahan koagulan yang
paling optimum ditunjukkan pada saat tingkat kekeruhan berada pada nilai yang paling
rendah. Menurut grafik tersebut, dosis optimum penambahan koagulan (Alum) adalah
sebesar 30 mg/L. Kemudian dengan penambahan dosis koagulan yang berlebih atau
penambahan dosis yang melebihi dosis optimum dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan kembali nilai atau tingkat kekeruhan sampel air karena koagulan yang
berlebih di dalam air dapat menganggu proses pembentukan flok dan dosis koagulan
yang berlebih juga dapat mengakibatkan partikel koloid menjadi stabil kembali.
Nilai kekeruhan awal dari sampel air adalah sebesar 54 NTU. Kemudian setelah
ditambahkan dengan koagulan dengan dosis tertentu dan dilakukan proses pengadukan
(mixing), tingkat atau nilai kekeruhan yang diperoleh menjadi jauh lebih kecil. Hal
tersebut dikarenakan pada sampel air terssebut mengandung partikel yang terlarut /
tersuspensi sehingga membuat sampel air menjadi keruh. Kemudian setelah sampel air
diberi koagulan dan dilakukan proses pengadukan (mixing), partikel tersuspensi yang
terkandung dalam sampel air mengalami destabilisasi partikel koloid sehingga
menyebabkan pembentukan inti gumpalan (flok) yang terendapkan di bagian dasar
gelas sampel. Padatan yang telah menjadi inti gumpalan atau flok tersebut
menyebabkan nilai atau tingkat kekeruhan pada sampel air mengalami penurunan
sehingga sampel air menjadi lebih jernih dan tidak keruh dibandingkan dengan kondisi
awal dari sampel air tersebut.
Dalam praktikum ini terdapat beberapa kesalahan praktikum yang dapat
disebabkan oleh berbagai hal seperti pada saat sebelum dilakukannya proses
pengadukan (mixing) sampel air tidak dikocok terlebih dahulu sehingga sampel air
yang diambil tidak tercampur secara homogen dan dikhawatirkan padatan yang terlarut
mengalami pengedapan di dasar wadah sampel sehingga dapat mempengaruhi nilai
kekeruhan yang terukur. Kemudian kesalahan selanjutnya yang dapat terjadi adalah
pada saat penambahan koagulan (Alum) pada sampel air dimana hal tersebut
memungkinkan kurang tepatnya jumlah penambahan dosis koagulan yang diinginkan
sehingga dapat mempengaruhi kondisi partikel-partikel koloid yang terkandung di
dalam sampel air tersebut. Kesalahan lainnya yang mungkin terjadi adalah tidak
bersihnya botol tempat sampel yang digunakan pada saat pengukuran tingkat
kekeruhan sampel air dengan menggunakan alat turbidity meter. Hal ini sangat
berpengaruh pada nilai kekeruhan yang terukur sehingga data yang diperoleh tidak
merepresentatifkan konidisi atau tingkat kekeruhan sampel yang sebenarnya.

V. Kesimpulan
1. Proses pengadukan (mixing) dilakukan dengan cara menambahkan koagulan
dengan dosis yang berbeda-beda ke dalam sampel air, kemudian sampel air diaduk
dengan menggunakan alat pengaduk (propeller) dengan kecepatan putar dan waktu
tertentu.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengadukan (mixing) antara lain adalah
metode pengadukan, waktu pengadukan, kecepatan pengadukan, kedalaman batang
pengaduk, jenis batang pengaduk yang digunakan, jenis dan dosis koagulan yang
diberikan, dan kondisi dan kualitas air seperti pH, TDS, TSS, kesadahan,
alkalinitas, dsb.
3. Dosis optimum penambahan koagulan yang diperoleh pada praktikum kali ini
adalah sebesar 70 mg/L.

VI. Daftar Pustaka


Droste, Ronald L. 1997. Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment.
John Wiley & Sons, Inc.

Peavy, Howard S., Donald R. Rowe, dan George T. 1985. Environmental Engineering.
McGraw Hill Publishing Company.

Reynold, Ton D. dan Richards, Paul A. 1996. Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering 2nd edition. Boston. PWS Publishing Company.

Sincero, Arcadio P. dan Gregio A. 1996. Environmental Engineering. Prentice Hall.

Nurmansah, Halifrian., dan Karnaningroem, Nieke. 2013. Pemanfaatan Lumpur


Endapan Untuk Menurunkan Kekeruhan Dengan Sistem Batch. Surabaya. Institut
Teknologi Sepuluh November.

Anda mungkin juga menyukai