MIXING
𝑊 𝑃
𝐺=√ =√
𝜇 𝜇. 𝑉
Dilakukan perhitungan pada gelas sampel nomor 1 yaitu dimana tingkat kekeruhan
awal pada gelas sampel nomor 1 adalah sebesar 54 NTU dan tingkat kekeruhan akhir
pada gelas sampel nomor 1 adalah sebesar 10,7 NTU. Sehingga dengan menggunakan
persamaan yang ada di atas dapat diketahui besar efisiensi koagulan yang diberikan
pada gelas sampel nomor 1 adalah sebesar
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 (%) = × 100%
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
54 − 10,7
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 (%) = × 100% = 80,185%
54
Maka diperoleh besar efisiensi koagulan yang diberikan pada gelas sampel nomor 1
adalah sebesar 80,185%. Untuk mengetahui besar efisiensi koagulan pada gelas sampel
lainnya dapat digunakan cara perhitungan yang sama dengan perhitungan yang telah
dilakukan di atas.
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Dosis Penambahan Koagulan (mg/L)
Gambar 4.1 Grafik hubungan antara tingkat kekeruhan (NTU) dengan besar dosis
koagulan (mg/L) yang diberikan pada setiap gelas sampel
Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, dapat diketahui dari gambar grafik di atas bahwa
semakin tinggi dosis penambahan koagulan yang diberikan maka terjadi penurunan
tingkat kekeruhan pada sampel air. Penurunan tingkat kekeruhan sampel yang paling
besar terjadi di antara penambahan dosis koagulan sebesar 30 mg/L dan 40 mg/L. Hal
tersebut bisa saja menunjukkan bahwa dosis optimum penambahan koagulan ada di
atas 30 mg/L tetapi terdapat ketidaksempurnaan data yang diperoleh yaitu dimana pada
penambahan dosis koagulan sebesar 50 mg/L terjadi kenaikan tingkat kekeruhan
sampel. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya kesalahan yang dilakukan oleh
praktikan pada saat praktikum dilakukan.
Berdasarkan data hasil praktikum yang diplotkan pada grafik di atas, diperoleh
tingkat kekeruhan yang paling rendah adalah sebesar 0,9 NTU. Nilai kekeruhan
tersebut didapatkan pada saat sampel diberikan penambahan koagulan dengan dosis
sebesar 70 mg/L. Sehingga berdasarkan data pada grafik di atas, penambahan dosis
koagulan yang optimum adalah sebesar 70 mg/L. Walaupun begitu, sebenarnya dosis
optimum koagulan akan diperoleh setelah grafik menunjukkan titik paling rendah dan
mulai mengalami kenaikan tingkat kekeruhan kembali karena sampel air diberi
penambahan dosis yang berlebih yang dapat menyebabkan kondisi sampel air akan
menjadi semakin keruh. Seharusnya percobaan dilakukan dengan lebih banyak variasi
penambahan dosis koagulan agar data yang diperoleh cukup akurat sehingga dapat
menentukan tingkat atau besar dosis penambahan koagulan yang paling optimum.
Gambar 4.2 Grafik hubungan tingkat kekeruhan pada berbagai dosis koagulan (Alum)
(sumber: Nurmansah, 2013)
Gambar 4.2 di atas merupakan gambar grafik hasil penelitian oleh Nurmansah
(2013). Dapat diketahui dari gambar di atas bahwa dosis penambahan koagulan yang
paling optimum ditunjukkan pada saat tingkat kekeruhan berada pada nilai yang paling
rendah. Menurut grafik tersebut, dosis optimum penambahan koagulan (Alum) adalah
sebesar 30 mg/L. Kemudian dengan penambahan dosis koagulan yang berlebih atau
penambahan dosis yang melebihi dosis optimum dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan kembali nilai atau tingkat kekeruhan sampel air karena koagulan yang
berlebih di dalam air dapat menganggu proses pembentukan flok dan dosis koagulan
yang berlebih juga dapat mengakibatkan partikel koloid menjadi stabil kembali.
Nilai kekeruhan awal dari sampel air adalah sebesar 54 NTU. Kemudian setelah
ditambahkan dengan koagulan dengan dosis tertentu dan dilakukan proses pengadukan
(mixing), tingkat atau nilai kekeruhan yang diperoleh menjadi jauh lebih kecil. Hal
tersebut dikarenakan pada sampel air terssebut mengandung partikel yang terlarut /
tersuspensi sehingga membuat sampel air menjadi keruh. Kemudian setelah sampel air
diberi koagulan dan dilakukan proses pengadukan (mixing), partikel tersuspensi yang
terkandung dalam sampel air mengalami destabilisasi partikel koloid sehingga
menyebabkan pembentukan inti gumpalan (flok) yang terendapkan di bagian dasar
gelas sampel. Padatan yang telah menjadi inti gumpalan atau flok tersebut
menyebabkan nilai atau tingkat kekeruhan pada sampel air mengalami penurunan
sehingga sampel air menjadi lebih jernih dan tidak keruh dibandingkan dengan kondisi
awal dari sampel air tersebut.
Dalam praktikum ini terdapat beberapa kesalahan praktikum yang dapat
disebabkan oleh berbagai hal seperti pada saat sebelum dilakukannya proses
pengadukan (mixing) sampel air tidak dikocok terlebih dahulu sehingga sampel air
yang diambil tidak tercampur secara homogen dan dikhawatirkan padatan yang terlarut
mengalami pengedapan di dasar wadah sampel sehingga dapat mempengaruhi nilai
kekeruhan yang terukur. Kemudian kesalahan selanjutnya yang dapat terjadi adalah
pada saat penambahan koagulan (Alum) pada sampel air dimana hal tersebut
memungkinkan kurang tepatnya jumlah penambahan dosis koagulan yang diinginkan
sehingga dapat mempengaruhi kondisi partikel-partikel koloid yang terkandung di
dalam sampel air tersebut. Kesalahan lainnya yang mungkin terjadi adalah tidak
bersihnya botol tempat sampel yang digunakan pada saat pengukuran tingkat
kekeruhan sampel air dengan menggunakan alat turbidity meter. Hal ini sangat
berpengaruh pada nilai kekeruhan yang terukur sehingga data yang diperoleh tidak
merepresentatifkan konidisi atau tingkat kekeruhan sampel yang sebenarnya.
V. Kesimpulan
1. Proses pengadukan (mixing) dilakukan dengan cara menambahkan koagulan
dengan dosis yang berbeda-beda ke dalam sampel air, kemudian sampel air diaduk
dengan menggunakan alat pengaduk (propeller) dengan kecepatan putar dan waktu
tertentu.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengadukan (mixing) antara lain adalah
metode pengadukan, waktu pengadukan, kecepatan pengadukan, kedalaman batang
pengaduk, jenis batang pengaduk yang digunakan, jenis dan dosis koagulan yang
diberikan, dan kondisi dan kualitas air seperti pH, TDS, TSS, kesadahan,
alkalinitas, dsb.
3. Dosis optimum penambahan koagulan yang diperoleh pada praktikum kali ini
adalah sebesar 70 mg/L.
Peavy, Howard S., Donald R. Rowe, dan George T. 1985. Environmental Engineering.
McGraw Hill Publishing Company.
Reynold, Ton D. dan Richards, Paul A. 1996. Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering 2nd edition. Boston. PWS Publishing Company.