Anda di halaman 1dari 19

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetika
Kosmetika merupakan sediaan kimiawi yang sangat diperlukan untuk
menunjang penampilan agar timbul rasa lebih percaya diri pada diri seseorang.
Penggunaan kosemtika juga dapat memperbaiki emosi, mengurangi stress dan
juga dapat mempengaruhi sistem imun manusia. Pada awalnya kosmetik hanya
digunakan untuk membersihkan, kemudian berkembang menjadi sediaan yang
ditujukan untuk merubah penampilan (Pravitasari, 2011)
Menurut Tranggono dan Latifah (2007), Penggolongan menurut kegunaannya
bagi kulit;
1) Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics)
Kosmetik jenis ini digunakan untuk merawat kebersihan dan kesehatan
kulit. Termasuk di dalamnya :
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing
cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener), toner.
b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizer
cream, night cream, anti wrinkle cream.
c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen
foundation, sun block cream / losion.
d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit (peeling), misalnya
scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai
pengamplas.
2) Kosmetik riasan (dekoratif atau make up)
Kosmetik jenis ini diperlukan untuk merias atau menutup cacat pada kulit
sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan
efek psikologis yang baik, seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran
zat warna dan pewangi sangat besar.
Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar.
Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :

4
5

a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan


pemakaian sebentar, misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eye-shadow,
dan lain-lain.
b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu
lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting
rambut, dan lain-lain.

2.2 Tinjauan Kulit


2.2.1 Definisi Kulit
Kulit menutupi semua permukaan tubuh dan mempunyai fungsi utama
sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan dari luar tubuh.
Kulit melindungi tubuh dengan sejumlah mekanisme biologis, seperti proses
pelepasan sel yang sudah mati sehingga terjadi proses pembentukan lapisan
tanduk secara terus menerus, pengatura suhu tubuh, serta pembentukan pigmen
untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh
matahari. Kulit juga berguna sebagai indra peraba yang membantu kita untuk
merasakan serta kulit juga merupakan pertahanan tubuh terhadap tekanan dan
infeksi dari luar (Azhara, 2011).
2.2.2 Anatomi Kulit
Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis berupa
jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat
selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, di beberapa tempat terdiri dari
jaringan lemak (Kalangi, 2013).
Sedangkan menurut Harahap (2000), Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok
yaitu epidermis, dermis atau korium dan jaringan subkutan atau subkutis.
a. Epidermis, terbagi lagi atas empat lapisan yaitu basal atau stratum
germinativum, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan granular
atau stratum granulosum dan lapisan tanduk atau stratum korneum.
b. Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas
jaringan subkutan. Dermis terdiri atas jaringan ikat.
c. jaringan subkutan (subkutis atau hipodermis) merupakan lapisan yang
langsung dibawah dermis.
6

2.2.3 Fungsi Kulit


Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh
dengan lingkungan sekitar. Kulit berfungsi sebagai:
a. Pelindung
Kulit berfungsi sebagai pelindung melalui jaringan tanduk sel epidermis
paling luar yang membatasi masuknya benda-benda dari luar tubuh yang
dapat membahayakan. Kulit juga menghasilkan melanin yang memberi
perlindungan dari sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh matahari.
b. Pengatur Suhu
Kulit berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh dengan cara mengurangi
peredaran darah di kulit pada suhu dingin dan kulit membantu pengeluaran
keringat melalui pori-pori sehingga terjadi penguapan keringat pada suhu
panas sehingga tubuh tidak terjadi panas yang berlebihan.
c. Penyerapan
Kulit dapat menyerap bahan tertentu seperti gas dan zat larut dalam lemak
lebih mudah masuk kedalam kulit dan masuk ke peredaran darah, karena
dapat bercampur dengan lemak yang menutupi permukaan kulit masuknya
zat-zat tersebut melalui folikel rambut dan hanya sekali yang melalui
muara kelenjar keringat. Fungsi penyerapan juga dibutuhkan untuk
penetrasi obat kedalam peredaran darah yang ada di kulit.
d. Indera Perasa
Indera perasa yang ada dikulit bekerja karena rangsangan terhadap
sensoris dalam kulit. Fungsi indera perasa yang utama adalah merasakan
nyeri, perabaan, panas dan dingin (Harahap, 2000).

2.4 Radikal Bebas


Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atom lebih tidak
berpasangan pada orbital terluarnya. Senyawa radikal bebas dapat timbul dari
berbagai proses kimia kompleks dalam tubuh. Radikal bebas merupakan hasil
pembakaran samping dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung
pada waktu bernafas, metabolisme sel, olahraga berlebihan , peadangan atau
ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap
7

rokok, bahan pencemar dan radiasi matahari (Fessenden and Fessenden, 1986
dalam Rosahdi, 2013).
Radikal bebas dalam tubuh bersifat reaktif dan akan berinteraksi secara
destruktif melalui reaksi oksidasi dengan bagian tubuh maupun sel-sel tertentu
yang tersusun atas lemak, protein, karbohidrat, DNA danRNA sehingga memicu
berbagai penyakit seperti jantung koroner, penuaan dini dan kanker. Oleh sebab
itu dibutuhkan antioksidan untuk mengatasi radikal bebas (Reynertson, 2007
dalam Rosahdi, 2013).

2.5 Antioksidan
Menurut Winarti (2010), secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa
yang berperan sebagai donor elektron. Secara biologis, antioksidan adalah
senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak negatif dari oksidan.
Antioksidan merupakan suatu senyawa atau komponen kimia yang dalam kadar
atau jumlah tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan yang
ditimbulakan oleh proses oksidasi. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas dari
senyawa oksidan dapat terhambat. Tubuh memerlukan antioksidan untuk
melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Antioksidan mengikat radikal
bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah.
Reaksi oksidasi degan radikal bebas sering terjadi pada molekul protein, asam
nukleat, lipid, dan polisakarida.
Antioksidan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan serta
kesehatan dan kecantikan. Pada bidang kesehatan dan kecantikan antioksidan
berfungsi untuk mencegh penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh
darah, penuaan dini dan lain-lain (Tamat et al, 2007; Sayuti dan Yenrina, 2015).
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan endogen,
yaitu enzim-enzim yang bersifat antioksidan, seperti: Superoksida Dismutase
(SOD), katalase (Cat), dan glutathione peroksidase (Gpx); serta antioksidan
eksogen, yaitu yang didapat dari luar tubuh/makanan. Berbagai bahan alam asli
Indonesia banyak mengandung antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya,
antara lain vitamin C, E, pro vitamin A, organosulfur, α-tocopherol, flavonoid,
thymoquinone, statin, niasin, phycocyanin, dan lain-lain. Berbagai bahan alam,
8

baik yang sudah lama digunakan sebagai makanan sehari-hari atau baru
dikembangkan sebagai suplemen makanan, mengandung berbagai antioksidan
tersebut (Werdhasari, 2014).
2.5.1 Mekanisme Kerja Antioksidan
Antioksidan bekerja dengan cara menjebak radikal bebas. Radikal bebas
dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lipid, DNA dan dapat menyebabkan
penyakit degeneratif. Senyawa antioksidan seperti asam fenolik, polifenol, dan
flavonoid mengikat radikal bebas seperti peroksida dengan cara menghambat
mekanisme oksidatif sehingga dapat menghindari penyakit degeneratif (Prakesh
et al, 2001). Dan menurut Sayuti dan Yenrina (2015) beberapa zat yang berfungsi
sebagai antioksidan alami adalah tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan
bilirubin.
Oksidasi lipida yang dihambat oleh antioksidan melalui satu atau lebih
mekanisme, hal itu tergantung pada kondisi reaksi dan sistem makanan. Terdapat
empat proses terhambatnya oksidasi lipida yaitu pemberian hidrogen, pemberian
elektron, penambahan lipida pada cincin aromatik antioksidan (Trilaksani, 2003).

Gambar 2. 1 Mekanisme Kerja Antioksidan (Krisnadi, 2012).

2.5.2 Evaluasi Efektivitas Sediaan Antioksidan dengan Metode DPPH


Metode DPPH (1,1 diphenyl- 2- picrihydrazyl) merupakan metode yang
sering digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan. DPPH merupakan radikal
bebas yang stabil pada suhu kamar dan banyak digunakan untuk menilai aktivitas
antioksidan senyawa atau ekstrak bahan alam. Metode pengujian aktivitas
9

antioksidan dengan DPPH banyak digunakan karena metode ini sederhana,


mudah, cepat dan peka untuk menilai aktivitas antioksidan (Hanani et al., 2005).
Menurut Tjandra et al. (2014), setelah larutan sampel dilarutkan dengan DPPH
maka aktivitas perendaman dapat ditandai dengan perubahan warna dari ungu,
ungu, hingga kuning.
Antioksidan dengan radkal bebas DPPH terjadi reaksi yang membuat adikal
bebas DPPH menjadi berpasangan dengan atom hidrogen dari antioksidan,
sehingga terbentuk molekul DPPH-H (diphenylpicrylhydrazine) yang non radikal.
Intensitas wrna dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 515 – 520 nm sehingga aktivitas perendaman antioksidan
dapat ditentukan (Inggrid dan Susanto,2014). Parameter yang menunjukkan
aktivitas antioksidan adalah niali inhibition concentration (IC50).
IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi larutan sampel
yang mampu mereduksi aktivitas DPPH sebesar 50% (Molyneux, 2004). Setelah
didapatkan nilai IC50 , antioksidan dalam suatu zat dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis. Menurut Jun et al., (2012) suatu senyawa dikatakan memiliki
antioksidan sangan aktif bila nilai IC50 bernilai ˂ 50 ppm, aktif bila nilai IC50
bernilai 50- 100ppm, sedang bilai nilai IC50 101- 250ppm, lemah bila nilai IC50
250- 500ppm, dan tidak aktif bila nilai IC50 ˃ 500ppm

2.6 Tinjauan Tanaman Marigold (Tagetes erecta L.)


2.6.1 Deskripsi
Marigold berasal dari Meksiko dan biasa digunakan sebagai obat tradisional
sebagai fungisida, dan sebagai karangan bunga dalam tujuan keagamaan
(Vasudevan et al., 1997; Yolanda, 2012). Marigold merupakan tanaman hias yang
agak kasar, bercabang-cabang dan mmiliki tinggi sekitar 1 meter. Mersipun ada
bunga marigold yang pendek. Daunnya berlekuk-lekuk, bunganya berwarna
kuning terang, coklat-kekuningan, atau oren (Chatterjee, 2011).
Marigold sering disebut sebagai kenikir, gemintir (Bali), randa kencana,
ades (Indonesia), dan tahi kotok (Sunda) (Yolanda, 2012). Selain dalam tujuan
keagamaan tanaman Marigold juga digunakan pada bidang farmasi dan
pengobatan tradisonal yang digunakan sebagai antimikroba, anti inflamasi,
hepatoprotektif, penyembuhan luka, repellent (pengusir serangga), dan memiliki
10

aktifitas analgesik (Gopi et al., 2012; Valyova et al, 2013). Menurut Gopi et al
(2012), Marigold diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Order : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Tagetes
Species : Tagetes erecta L.

Gambar 2. 2 Tanaman Tagetes erecta L. (Yolanda, 2012).

2.6.2 Morfologi
a. Akar
Akar dari tanaman marigold merupakan akar tunggang yang merupakan ciri
dari tanaman kelas Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah). Akar tersebut berwarna
putih kekuningan serta memiliki rambut akar yang berguna untuk mengambil
nutrisi serta air yang terdapat di dalam tanah. Tanaman marigold pada umumnya
tumbuh tegak ke atas dengan tinggi berkisar 0,6 m - 1,3 m (Sukarman dan
Chumaidi, 2010)
b. Daun
Marigold memiliki bentuk tulang daun menyirip. Daun tersebut berbentuk
lanset, tepi beringgit dengan ujung yang meruncing. Bunga dari tanaman marigold
dapat tumbuh hingga diameter bunga 7,5 – 10 cm (Winarto, 2010).
c. Batang
Batangnya berwarna putih kehijauan jika pucuknya masih muda dan jika
sudah dewasa berwarna hijau, tumbuh tegak dan bercabang-cabang. Tinggi
tanaman ini berkisar 30 cm hingga 120 cm. Pada sekujur batangnya, tumbuh daun
11

majemuk yang berujung runcing dan tepinya bergerigi. Batangnya tumbuh tegak
dan bercabang-cabang. Lapisan terluarnya merupakan epidermis batang. Bagian
batang yang disebut korteks, disusun oleh parenkim korteks. (Anonim II, 2007).
d. Bunga
Bunga marigold memiliki bentuk yang menyerupai cawan serta memiliki
warna mencolok yaitu oranye dan kuning cerah. Bunga memiliki organ bunga
yang lengkap yaitu putik dan benang sari (Winarto, 2010).
2.6.3 Kandungan Zat Aktif Bunga Marigold
Bunga Marigold mengandung beberapa metabolisme sekunder, tatapi zat
aktif yang paling penting adalah terpen, minyak atsiri, flavonoid, carotenoid dan
polifenol, selain itu bunga marigold juga merupakan sumber pigmen karotenoid
berwarna kuning seperti karoten yaitu alfa dan beta karoten dan xantofil yaitu
lutein dan zeaxantin (Handelman, 2001; Marotti et al, 2004).
Karotenoid lutein ester, khususnya, telah diidentifikasi sebagai komponen
pigmen utama pada bunga marigold (Gong et al., 2012). Bunga marigold juga
dapat digunakan sebagai sumber karotenoid. Karotenoid yang berasal dari ekstrak
bunga marigold secara komersial digunakan sebagai pewarna dan suplemen
makanan. Salah satu karotenoid yang sering dijumpai adalah lutein. Ekstrak bunga
gumitir yang dianalisis dengan LC-MS telah diketahui mengandung lutein
(Breithaupt et al., 2002). Lutein adalah oksikarotenoid, atau xantofil, yang
mengandung 2 kelompok akhir siklik (satu beta dan satu cincin alfa-ionone) dan
struktur isoprenoid C-40 dasar yang umum untuk semua karotenoid dan
merupakan salah satu unsur utama dan pigmen utama Tagetes erecta. Marigold
adalah salah satu sumber lutein yang paling pekat yaitu 80-90% lutein
(Quackenbush and Miller, 1972).
Menurut penelitian fitokimia yang dilakukan oleh Farjana et al (2009) dan
Ruddock et al (2011) dalam Priyanka et al (2013), berbagai macam bagian dari
tanaman marigold yang diisolasi menghasilkan kandungan kimia yang berbeda
sepeti thiopenes, flavonoid, karotenoid dan triterpenoid. Tanaman Tagetes erecta
L. Diketahui mengandung quercetagetin, glukosida dari quercetagatin, fenol,
syringic acid, methyl-3,5-dihidroxy-4-methoxy benzoate, quercetin, thienyl dan
etil gallate.
12

2.6.4 Kegunaan Bunga Marigold


Marigold merupakan tanaman yang digunakan untuk pengobatan dan
digunakan sebagai hiasan serta kegiatan keagamaan. Daun dari tanaman bunga
marigold ini dilaporkan digunakan sebagai pengobatan untuk penyakit ginjal,
sakit pada bagian otot, ulcers dan luka. Bunga dari tanaman marigold digunakan
sebagai penyembuh deman, untuk merdakan epilepsi, asterigent, mencegah perut
kembung, skabies, komplikasi penyakit liver, dan mengobati penyakit
mata.Tagetes erecta juga digunakan sebagai antibakteria, antimikroba,
antioksidan, repellant (Priyanka et al, 2013).
Beberapa spesies bunga marigold memiliki penggunaan terapeutik pada
berbagai penyakit, seperti keluhan kulit, luka bakar, konjungtivitis dan
penglihatan yang buruk, ketidakteraturan menstruasi, varises, wasir, ulkus
duodenum, dan lain-lain. (Wichtl & Bisset, 1994; Ćetković et al., 2004).
Pada hasil penelitian Phrutivorapongkul dkk. (2013) ekstrak bunga marigold
memiliki IC50 3,70 μg/mL. Tingkat kekuatan antioksidan dikatakan sangat kuat
bila memiliki IC50 <50 μg/mL. jadi dapat dikatakan ekstrak etanol bunga marigold
memiliki intensitas antioksidan sangat kuat (Phrutivorapongkul dkk. 2013).
Peneltian yang dilakukan oleh Valvoya et al. (2012) menggunakan berbagai
pelarut yang berbeda didapatkan IC50 ekstrak bunga Marigold seperti yang tertera
di tabel sebagai berikut:
Tabel II. 1 IC50 ekstrak bunga marigold (Valvoya et al., 2012)

Sample DPPH assay IC50 (µg/mL)


Methanol Extract 7,5±0,1
Ethanol Extract 7,6±0,1
Petroleum ether fraction 100,1±12,4
Chloroform fraction 23,1±0,2
Ethyl acetate fraction 4,3±0,4
Α-Tocopherol 3,5±0,2
13

2.7. Krim
2.7.1 Definisi Krim
1. Menurut Farmakope Indonesia III, Krim adalah sediaan setengah padat
berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar.
2. Menurut farmakope IV, Krim adalah bntuk sediaan setengah padat
mngandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai.
3. Menurut Farmakope Indonesia V, Krim adalah bentuk sediaan stengah
padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai.
4. Menurut Formularium Nasional, Krim adalah sediaan setengah padat,
berupa emulsi kental mengandun air kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar.
2.7.2 Penggolongan Krim
Krim memiliki dua tipe yaitu krim minyak dalam air (M/A) dan air dalam
minyak (A/M), ditujukan untuk penggunaan kosmetik dan estetika (Juwita et al,
2013).
Menurut Ansel (1987), Krim digolongkan menjadi dua tipe, yaitu :
1. Tipe minyak dalam air (M/A)
Krim tipe M/A yang digunakan di kulit akan hilang tidak meninggalkan
bekas. Krim M/A biasanya dibuat menggunakan zat pengemulsi campuran
dari surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai
panjang alkohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam
lemak lebih populer .
2. Tipe air dalam minyak (A/M)
Krim tipe A/M merupakan krim minyak yang tedispersi ke dalam air.
Krim tipe A/M mengandung zat pengmulsi seperti adeps lanae, wool alcohol
atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam
bervalensi 2, misalnya Kalsium (Ca).
Krim M/A dan A/M memerlukan emulgator yang tepat. Jika emulgator
tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fase.
14

2.7.3 Kualitas Dasar Krim


Menurut Anief (2005), krim yang baik harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Stabil, krim harus bebas dari inkopatibiltas, stabilpada suhu kamar, dan
kelembaban yang ada di dalam kamar.
2. Lunak, zat yang terdapat di dalam krim tidak boleh mengeras sehingga
bahan obat yang terkandung dalam krim dapat dengan mudah dikeluarkan
dari wadahnya.
3. Mudah dipakai, penggunaan krim dujukan untuk mempermudah
pengaplikasian bahan obat pada pasien.
4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan.
2.7.4 Kelebihan dan Kekurangan Krim
Kelebihan krim adalah:
1. Mudah menyebar merata
2. Mudah digunakan
3. Praktis
4. Mudah dibersihkan atau dicuci
5. Tidak lengket terutama krim tipe M/A
6. Memberikan rasa dingin terutama krim tipe A/M
7. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorbsi tidak cukup
beracun
8. Dapat digunakan sebagai kosmetik (Ansel, 2008).
Kekurangan krim adalah:
1. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim, harus dalam keadaan
panas.
2. Mudah pecah disebabkan karena pengadukan tidak konstan.
3. Mudah kering dan mudah rusak bila disimpan tidak ditmpat yang tidak
sesuai dngan petunjuk penyimpanan (Ansel, 2008).

2.8 Emulgator (Emulsifying agent)


Menurut Nasution dkk, 2004, emulsifying agent merupakan bahan yang
digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa yang dalam
15

keadaan normal tidak saling bercampur, sehingga keduanya dapat teremulsi.


Secara struktur, emulsifier adalah molekul amfifilik yang memiliki gugus
hidrofilik maupun lipofilik atau gugus yang suka air dan suka lemak dalam satu
molekul.
Bahan yang umum dan sering digunakan dalam aplikasi kefarmasian sebagai
emulsifier dan stabilisator adalah sebagai berikut (Ansel,2011) :
1. Bahan yang mengandung karbohidrat alami
Bahan bahan berikut umumya menghasilkan emulsi tipe m/a. Contoh:
akasia,tragakan, pectin dan agar (Ansel,2011).
2. Bahan mengandung protein
Bahan-bahan ini menghsilkan emulsi m/a sebagai contoh gelatin kasein
dan kuning telur (Ansel,2011).
3. Bahan mengandung alkohol bermolekul tinggi
Bahan ini sebagai agen penebalan dan stabilisator untuk emulsi tipe
minyak dalam air dari lotion atau salep tertentu yang digunakan secara
eksternal. Bahan yang mengandung kolesterol dan turunannya dapat
bekerja sebagai pengemulsi eksternal tipe a/m sebagai contoh stearil
alcohol, setil alcohol, dan gliseril monostearat (Ansel,2011).
4. Agen pembasah (wetting agent) anionic, kationik, nonionic.
a. Anionic
Mempunyai ujung hidrofilik dan lipofilik dengan protein lipofilik yang
dihitung sebagai aktifitas permukaan molekul, pada anionic sebagian
permukaan lipofiliknya bermuatan negative, contohnya sabun
monovalent, dan polivalen (Ansel,2011).
b. Kationik
Memiliki permukaan lipofilik bermuatan positif. Karena itu kombinasi
antara agen anionic dan kationik tidak dianjurkan karena dapat
menetralisir sifat antara keduanya, contoh: benzalkonium klorida
(Ansel,2011).
c. Nonionic
Tidak memiliki kecenderungan untuk mengionisasi, tergantung pada
sifat masing-masing tipe emulsi m/a ataupun a/m, contoh: ester
16

sorbitan, gliserol monostearat dan polioksietilen dan turunannya


(Ansel, 2011).
5. Bahan mengandung padatan halus atau koloid
Umumnya tipe emulsi m/a. ketika larut bahan ditambahkan ke fase air jika
volume lebih banyak dari fase minyak. Namun jika bahan ini ditambahkan
dalam fase minyak, dapat membentuk emulsi dengan tipe a/m, sebagai
contoh: bentonit, magnesium klorida dan alumunium hidroksida
(Ansel,2011).

2.9 Tinjauan Bahan Tambahan


2.9.1 Setil alkohol (Rowee et al., 2009)
Sinonim : Alcohol cetylicus; 1-hexadecanol; n-hexadecyl alcohol
Nama kimia : Hexadecan-1-ol
Berat Molekul : 242.44
Rumus Molekul : C16H34O

Rumus Bangun :

Gambar 2. 3 Struktur Setil Alkohol


Pemerian : Merupakan substansi dari lilin, berbentuk serpihan putih,
granul, kubus, memiliki karakter bau yang menyengat dan
tidak berasa.
Titik didih : 316-344ºC
Titik lebur : 45-52 ºC
Densitas : 0,908 g/cm3
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan
meningkat dengan peningkatan suhu, praktis tidak larut
17

dalam air, pada saat melebur dapat campur dengan lemak,


parafin padat atau cair dan isoporpil miristat.
Viskositas : ≈ 7 mPa s (7 cP) pada 50 ºC
Stabilitas dan penyimpanan : Setil alkohol stabil dengan adanya asam, basa,
cahaya, atau udara, tidak berubah menjadi tengik.
Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan tempat
yang kering.
2.9.2 Asam Stearat (Rowee et al., 2009)
Asam stearat dapat berfungsi sebagai emulgator dalam pembuatan krim jika
direaksikan dengan basa (KOH) atau trietanolamin untuk menetralkannya (Idson
dan Lazarus, 1986).
Sinonim : Acidum stearicum; cetylacetic acid
Nama kimia : Octadecanoic acid
Berat Molekul : 284.47 (for pure material)
Rumus Molekul : C18H36O2
Rumus Bangun :

Gambar 2. 4 Struktur Asam Stearat

Pemerian : Asam Stearat berbentuk keras, putih atau agak kekuningan,


mengkilat, berbentuk kristal padat putih atau serbuk putih
kekuningan. Sedikit bau dan memiliki rasa seperti lemak.
Titik didih : 3838C
Titik lebur : 69–708C
Densitas : 0,980 g/cm3
Kelarutan : Mudah larut dalam benzena, carbon tetrachlorida,
kloroform, dan eter; Larut dalam ethanol (95%), heksana,
dan propilen glikol; praktis larut dalam air.
Stabilitas dan penyimpanan : Asam stearat merupakan bahan yang stabil;
antioksidan mungkin perlu ditambahhkan.
18

Penyimpanan di tempat yang tertutup rapat di


tempat sejuk dan kering.

2.9.3 Paraffin Liquid (Rowee et al., 2009)


Sinonim : mineral oil, heavy mineraloil, liquid petrlatum, paraffin oil
Nama kimia : Mineral oil
Pemerian : Mineral oil tidak berwarna, bening, cairan kental seperti
minyak, tidak berasa dan berbau ketika dingin, memiliki
bau sepeti minyak mineral ketika dipanaskan.
Titik didih : >3600C
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%), gliserin, dan air;
larut dalam aseton, benzen, kloroform, karbon disulfida,
ether.
Stabilitas dan penyimpanan : mengalami oksidasi ketika terpapar dengan panas
dan cahaya, antioksidan diperlukan untuk
menghambat oksidasi. Penyimpanan pada tempat
kedap udara, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk
dan kering.
Kegunaan : Digunakan sebagai eksipien dalam formulasi topikal
digunakan sebagai emolient. Sebagai emulsi topikal
digunakan konsentrasi 1,0-32,0%, untuk losion
topikal 1,0-20,0%, ointment topikal 0,1-95%.
2.9.4 Gliserin (Rowee et al., 2009)
Sinonim : Glicerol; glycerine; glycerolum
Nama kimia : Propane-1,2,3-triol
Berat Molekul : 92.09
Rumus Molekul : C3H8O3
Rumus Bangun :

Gambar 2. 5 Struktur Gliserin


19

Pemerian : Gliserin tidak berwarna, bening, tidak berbau, kental, cairan


higroskopik, mempunyai rasa manis
Titik didih : 2900C (dengan dekomposisi)
Titik lebur : 17.80C
Densitas : 1.2656 g/cm3 at 150C; 1.2636 g/cm3 at 200C; 1.2620 g/cm3
at 250C.
Kelarutan : Larut dalam etanol (95%), metanol, dan air; agak larut
dalam aseton; praktis tidak larut dalam minyak, kloroform,
dan benzena; 1:500 dengan eter; 1:11 dengan etil asetat
Stabilitas dan penyimpanan : Gliserin bersifat higroskopis. Campuran gliserin
dengan air, etanol (95%), dan propilene glikol stabil
secara kimia.
2.9.5 Triethanolamin (TEA)

Gambar 2. 6 Triethanolamin

Triethanolamin ((CH₂OHCH₂)₃N) atau TEA merupakan cairan tidak


berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat larut dalam air dan etanol tetapi sukar
larut dalam eter. TEA berfungsi sebagai pengatur pH dan pengemulsi pada fase air
dalam sediaan skin lotion (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1993).
TEA merupakan bahan kimia organik yang terdiri dari amina dan alkohol dan
berfungsi sebagai penyeimbang pH pada formulasi skin lotion. TEA tergolong
dalam basa lemah. (Frauenkron et al, 2002). Konsentrasi yang digunakan untuk
emulsifikasi adalah 2-4% (Goskonda dan Lee, 2005). Trietanolamin merupakan
cairan kental, jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat dan sedikit berbau
ammonia. Senyawa ini dapat berubah warna menjadi coklat apabila terpapar udara
dan cahaya. Selain itu juga memiliki kecenderungan untuk memisah dibawa suhu
150C. Homogenitasnya dapat diperoleh kembali dengan pemanasan dan
20

pencampuran sebelum digunakan. Senyawa ini sebaiknya disimpan dalam wadah


kedap udara, terlindungi cahaya, dingin, dan kering (Goskonda dan Lee, 2005).
2.9.6 Propilen glikol
Propilen glikol sering digunakan sebagai solven dan pengawet dalam
formulasi sediaan parenteral dan non parenteral. Propilen glikol dapat digunakan
sebagai peningkat penetrasi pada konsentrasi 1% sampai 10% (Swarbrick dan
Boylan, 1995; Williams dan Barry, 2004). Propilen glikol sebesar 40% juga dapat
meningkatkan penetrasi pada cream aciklovir (Trottet dkk, 2005). Penggunaan
propilen glikol untuk sediaan topikal, memiliki efek iritasi yang kecil, tetapi
penggunaan pada membran mukosa dilaporkan dapat menyebabkan iritasi lokal
(Weller, 2006).
Sifat fisik propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak
berbau dan memiliki rasa manis. Propilen glikol bersifat higroskopis sehingga
harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat dingin dan kering serta
terlindung dari cahaya. Propilen glikol mengalami inkompatibilitas dengan agent
pengoksidasi seperti kalium permanganat (Weller, 2006).

Gambar 2. 7 Struktur Propilen glikol

2.9.7 Nipagin (Metil Paraben)

Gambar 2. 8 Nipagin (Metil Paraben)

Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
101,0% metil-p-hidroksibenzoat dengan pemerian serbuk hablur halus, putih,
hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti
rasa tebal. Ciri dari nipagi yaitu larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
21

mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P dan
dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam
40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih.
Khasiat nipagin adalah sebagai zat tambahan, zat pengawet. Stabil dan harus
disimpan dalam wadah tertutup baik (Departement Kesehatan RI, 1979).
2.9.8 Nipasol (Propil paraben)

Gambar 2. 9 Nipasol (Propil Paraben)

Nipasol atau Propil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 101,0% propil-p-hidroksibenzoat, dengan pemerian berupa serbuk
hablur putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Nipasol sangat sukar larut dalam air,
larut dalam 3,5 bagian ethanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140
bagian gliserol p dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali
hidroksida. Memiliki suhu lebur 95°C-98°C, berkhasiat sebagai zat pengawet dan
disimpan dalam wadah yang tertutup baik (Departement Kesehatan RI, 1979).

2.9.9 Butylated Hydroxytoluene (BHT)

Gambar 2. 10 Butylated Hydroxytoluene (BHT)

BHT merupakan salah satu antioksidan yang sering digunakan pada bahan
pangan. BHT hampir sama dengan BHA tetapi kelarutannya dalam lemak dan
minyak tidak sebaik BHA (25-40%). BHT sangat efektif pada lemak hewan tapi
kurang pada vegetable oil serta tidak larut pada air. BHT digunakan untuk
mengurangi flavor lost, pembentukan off flavor, dan perubahan warna yang
disebabkan oksidasi pada produk pangan (Madhavi et al, 1996).
22

Sifat BHT tahan dan stabil pada suhu tinggi yaitu dengan titik didihnya
berkisar dari 264-270C. Sifat tersebut memberi keuntungan untuk proses produksi
yang memerlukan suhu tinggi tetapi tidak sebaik BHA (Coppen, 1983). Menurut
Madhavi et al (1996), BHT tidak memiliki konsentrasi optimum. Stabilitas akan
meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi tetapi peningkatannya
menurun saat level cukup tinggi.
2.9.10 Sodium Metabisulfit (Rowee et al.,2009)
Sodium metabisulfit digunakan sebagai antioksidan untuk oral, parenteral
dan topikal dengan konsentrasi 0,01 – 1,0% b/v, dan untuk formulasi injeksi
intramuskular 27% b/v. Pada konsentrasi diatas 550 ppm dapat menimbulkan
perubahan rasa.
Sinonim : Disodium disulfite, Sodium metabisulfit
Nama kimia : Sodium pyrosulfite
Berat Molekul : 190,1
Rumus Molekul : Na2S2O5
Pemerian : Tidak berwarna, kristal berbentuk prisma.
Titik lebur : kurang dari 1500C
Kelarutan : Mudah larut dalam gliserin, agak larut dalam etanol 95%,
1:9 dalam air, 1:1,2 dalam air 1000C
Stabilitas dan penyimpanan : Bila terpapar dengan udra dan kelembaban, sodium
metabisulfit perlahan-lahan teroksidasi dengan
desintegrasi dari kristal. Larutan Natrium
metabisulfit dapat terdekomposisi oleh udara,
terutama bila dipanaskan. Penyimpanan di tempat
yang tertutup rapat, terhindar dari cahaya, dan di
tempat yang kering.

Anda mungkin juga menyukai