BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetika
Kosmetika merupakan sediaan kimiawi yang sangat diperlukan untuk
menunjang penampilan agar timbul rasa lebih percaya diri pada diri seseorang.
Penggunaan kosemtika juga dapat memperbaiki emosi, mengurangi stress dan
juga dapat mempengaruhi sistem imun manusia. Pada awalnya kosmetik hanya
digunakan untuk membersihkan, kemudian berkembang menjadi sediaan yang
ditujukan untuk merubah penampilan (Pravitasari, 2011)
Menurut Tranggono dan Latifah (2007), Penggolongan menurut kegunaannya
bagi kulit;
1) Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics)
Kosmetik jenis ini digunakan untuk merawat kebersihan dan kesehatan
kulit. Termasuk di dalamnya :
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing
cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener), toner.
b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizer
cream, night cream, anti wrinkle cream.
c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen
foundation, sun block cream / losion.
d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit (peeling), misalnya
scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai
pengamplas.
2) Kosmetik riasan (dekoratif atau make up)
Kosmetik jenis ini diperlukan untuk merias atau menutup cacat pada kulit
sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan
efek psikologis yang baik, seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran
zat warna dan pewangi sangat besar.
Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar.
Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :
4
5
rokok, bahan pencemar dan radiasi matahari (Fessenden and Fessenden, 1986
dalam Rosahdi, 2013).
Radikal bebas dalam tubuh bersifat reaktif dan akan berinteraksi secara
destruktif melalui reaksi oksidasi dengan bagian tubuh maupun sel-sel tertentu
yang tersusun atas lemak, protein, karbohidrat, DNA danRNA sehingga memicu
berbagai penyakit seperti jantung koroner, penuaan dini dan kanker. Oleh sebab
itu dibutuhkan antioksidan untuk mengatasi radikal bebas (Reynertson, 2007
dalam Rosahdi, 2013).
2.5 Antioksidan
Menurut Winarti (2010), secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa
yang berperan sebagai donor elektron. Secara biologis, antioksidan adalah
senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak negatif dari oksidan.
Antioksidan merupakan suatu senyawa atau komponen kimia yang dalam kadar
atau jumlah tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan yang
ditimbulakan oleh proses oksidasi. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas dari
senyawa oksidan dapat terhambat. Tubuh memerlukan antioksidan untuk
melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Antioksidan mengikat radikal
bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah.
Reaksi oksidasi degan radikal bebas sering terjadi pada molekul protein, asam
nukleat, lipid, dan polisakarida.
Antioksidan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan serta
kesehatan dan kecantikan. Pada bidang kesehatan dan kecantikan antioksidan
berfungsi untuk mencegh penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh
darah, penuaan dini dan lain-lain (Tamat et al, 2007; Sayuti dan Yenrina, 2015).
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan endogen,
yaitu enzim-enzim yang bersifat antioksidan, seperti: Superoksida Dismutase
(SOD), katalase (Cat), dan glutathione peroksidase (Gpx); serta antioksidan
eksogen, yaitu yang didapat dari luar tubuh/makanan. Berbagai bahan alam asli
Indonesia banyak mengandung antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya,
antara lain vitamin C, E, pro vitamin A, organosulfur, α-tocopherol, flavonoid,
thymoquinone, statin, niasin, phycocyanin, dan lain-lain. Berbagai bahan alam,
8
baik yang sudah lama digunakan sebagai makanan sehari-hari atau baru
dikembangkan sebagai suplemen makanan, mengandung berbagai antioksidan
tersebut (Werdhasari, 2014).
2.5.1 Mekanisme Kerja Antioksidan
Antioksidan bekerja dengan cara menjebak radikal bebas. Radikal bebas
dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lipid, DNA dan dapat menyebabkan
penyakit degeneratif. Senyawa antioksidan seperti asam fenolik, polifenol, dan
flavonoid mengikat radikal bebas seperti peroksida dengan cara menghambat
mekanisme oksidatif sehingga dapat menghindari penyakit degeneratif (Prakesh
et al, 2001). Dan menurut Sayuti dan Yenrina (2015) beberapa zat yang berfungsi
sebagai antioksidan alami adalah tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan
bilirubin.
Oksidasi lipida yang dihambat oleh antioksidan melalui satu atau lebih
mekanisme, hal itu tergantung pada kondisi reaksi dan sistem makanan. Terdapat
empat proses terhambatnya oksidasi lipida yaitu pemberian hidrogen, pemberian
elektron, penambahan lipida pada cincin aromatik antioksidan (Trilaksani, 2003).
aktifitas analgesik (Gopi et al., 2012; Valyova et al, 2013). Menurut Gopi et al
(2012), Marigold diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Order : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Tagetes
Species : Tagetes erecta L.
2.6.2 Morfologi
a. Akar
Akar dari tanaman marigold merupakan akar tunggang yang merupakan ciri
dari tanaman kelas Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah). Akar tersebut berwarna
putih kekuningan serta memiliki rambut akar yang berguna untuk mengambil
nutrisi serta air yang terdapat di dalam tanah. Tanaman marigold pada umumnya
tumbuh tegak ke atas dengan tinggi berkisar 0,6 m - 1,3 m (Sukarman dan
Chumaidi, 2010)
b. Daun
Marigold memiliki bentuk tulang daun menyirip. Daun tersebut berbentuk
lanset, tepi beringgit dengan ujung yang meruncing. Bunga dari tanaman marigold
dapat tumbuh hingga diameter bunga 7,5 – 10 cm (Winarto, 2010).
c. Batang
Batangnya berwarna putih kehijauan jika pucuknya masih muda dan jika
sudah dewasa berwarna hijau, tumbuh tegak dan bercabang-cabang. Tinggi
tanaman ini berkisar 30 cm hingga 120 cm. Pada sekujur batangnya, tumbuh daun
11
majemuk yang berujung runcing dan tepinya bergerigi. Batangnya tumbuh tegak
dan bercabang-cabang. Lapisan terluarnya merupakan epidermis batang. Bagian
batang yang disebut korteks, disusun oleh parenkim korteks. (Anonim II, 2007).
d. Bunga
Bunga marigold memiliki bentuk yang menyerupai cawan serta memiliki
warna mencolok yaitu oranye dan kuning cerah. Bunga memiliki organ bunga
yang lengkap yaitu putik dan benang sari (Winarto, 2010).
2.6.3 Kandungan Zat Aktif Bunga Marigold
Bunga Marigold mengandung beberapa metabolisme sekunder, tatapi zat
aktif yang paling penting adalah terpen, minyak atsiri, flavonoid, carotenoid dan
polifenol, selain itu bunga marigold juga merupakan sumber pigmen karotenoid
berwarna kuning seperti karoten yaitu alfa dan beta karoten dan xantofil yaitu
lutein dan zeaxantin (Handelman, 2001; Marotti et al, 2004).
Karotenoid lutein ester, khususnya, telah diidentifikasi sebagai komponen
pigmen utama pada bunga marigold (Gong et al., 2012). Bunga marigold juga
dapat digunakan sebagai sumber karotenoid. Karotenoid yang berasal dari ekstrak
bunga marigold secara komersial digunakan sebagai pewarna dan suplemen
makanan. Salah satu karotenoid yang sering dijumpai adalah lutein. Ekstrak bunga
gumitir yang dianalisis dengan LC-MS telah diketahui mengandung lutein
(Breithaupt et al., 2002). Lutein adalah oksikarotenoid, atau xantofil, yang
mengandung 2 kelompok akhir siklik (satu beta dan satu cincin alfa-ionone) dan
struktur isoprenoid C-40 dasar yang umum untuk semua karotenoid dan
merupakan salah satu unsur utama dan pigmen utama Tagetes erecta. Marigold
adalah salah satu sumber lutein yang paling pekat yaitu 80-90% lutein
(Quackenbush and Miller, 1972).
Menurut penelitian fitokimia yang dilakukan oleh Farjana et al (2009) dan
Ruddock et al (2011) dalam Priyanka et al (2013), berbagai macam bagian dari
tanaman marigold yang diisolasi menghasilkan kandungan kimia yang berbeda
sepeti thiopenes, flavonoid, karotenoid dan triterpenoid. Tanaman Tagetes erecta
L. Diketahui mengandung quercetagetin, glukosida dari quercetagatin, fenol,
syringic acid, methyl-3,5-dihidroxy-4-methoxy benzoate, quercetin, thienyl dan
etil gallate.
12
2.7. Krim
2.7.1 Definisi Krim
1. Menurut Farmakope Indonesia III, Krim adalah sediaan setengah padat
berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar.
2. Menurut farmakope IV, Krim adalah bntuk sediaan setengah padat
mngandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai.
3. Menurut Farmakope Indonesia V, Krim adalah bentuk sediaan stengah
padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai.
4. Menurut Formularium Nasional, Krim adalah sediaan setengah padat,
berupa emulsi kental mengandun air kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar.
2.7.2 Penggolongan Krim
Krim memiliki dua tipe yaitu krim minyak dalam air (M/A) dan air dalam
minyak (A/M), ditujukan untuk penggunaan kosmetik dan estetika (Juwita et al,
2013).
Menurut Ansel (1987), Krim digolongkan menjadi dua tipe, yaitu :
1. Tipe minyak dalam air (M/A)
Krim tipe M/A yang digunakan di kulit akan hilang tidak meninggalkan
bekas. Krim M/A biasanya dibuat menggunakan zat pengemulsi campuran
dari surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai
panjang alkohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam
lemak lebih populer .
2. Tipe air dalam minyak (A/M)
Krim tipe A/M merupakan krim minyak yang tedispersi ke dalam air.
Krim tipe A/M mengandung zat pengmulsi seperti adeps lanae, wool alcohol
atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam
bervalensi 2, misalnya Kalsium (Ca).
Krim M/A dan A/M memerlukan emulgator yang tepat. Jika emulgator
tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fase.
14
Rumus Bangun :
Gambar 2. 6 Triethanolamin
Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
101,0% metil-p-hidroksibenzoat dengan pemerian serbuk hablur halus, putih,
hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti
rasa tebal. Ciri dari nipagi yaitu larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
21
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P dan
dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam
40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih.
Khasiat nipagin adalah sebagai zat tambahan, zat pengawet. Stabil dan harus
disimpan dalam wadah tertutup baik (Departement Kesehatan RI, 1979).
2.9.8 Nipasol (Propil paraben)
Nipasol atau Propil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 101,0% propil-p-hidroksibenzoat, dengan pemerian berupa serbuk
hablur putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Nipasol sangat sukar larut dalam air,
larut dalam 3,5 bagian ethanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140
bagian gliserol p dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali
hidroksida. Memiliki suhu lebur 95°C-98°C, berkhasiat sebagai zat pengawet dan
disimpan dalam wadah yang tertutup baik (Departement Kesehatan RI, 1979).
BHT merupakan salah satu antioksidan yang sering digunakan pada bahan
pangan. BHT hampir sama dengan BHA tetapi kelarutannya dalam lemak dan
minyak tidak sebaik BHA (25-40%). BHT sangat efektif pada lemak hewan tapi
kurang pada vegetable oil serta tidak larut pada air. BHT digunakan untuk
mengurangi flavor lost, pembentukan off flavor, dan perubahan warna yang
disebabkan oksidasi pada produk pangan (Madhavi et al, 1996).
22
Sifat BHT tahan dan stabil pada suhu tinggi yaitu dengan titik didihnya
berkisar dari 264-270C. Sifat tersebut memberi keuntungan untuk proses produksi
yang memerlukan suhu tinggi tetapi tidak sebaik BHA (Coppen, 1983). Menurut
Madhavi et al (1996), BHT tidak memiliki konsentrasi optimum. Stabilitas akan
meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi tetapi peningkatannya
menurun saat level cukup tinggi.
2.9.10 Sodium Metabisulfit (Rowee et al.,2009)
Sodium metabisulfit digunakan sebagai antioksidan untuk oral, parenteral
dan topikal dengan konsentrasi 0,01 – 1,0% b/v, dan untuk formulasi injeksi
intramuskular 27% b/v. Pada konsentrasi diatas 550 ppm dapat menimbulkan
perubahan rasa.
Sinonim : Disodium disulfite, Sodium metabisulfit
Nama kimia : Sodium pyrosulfite
Berat Molekul : 190,1
Rumus Molekul : Na2S2O5
Pemerian : Tidak berwarna, kristal berbentuk prisma.
Titik lebur : kurang dari 1500C
Kelarutan : Mudah larut dalam gliserin, agak larut dalam etanol 95%,
1:9 dalam air, 1:1,2 dalam air 1000C
Stabilitas dan penyimpanan : Bila terpapar dengan udra dan kelembaban, sodium
metabisulfit perlahan-lahan teroksidasi dengan
desintegrasi dari kristal. Larutan Natrium
metabisulfit dapat terdekomposisi oleh udara,
terutama bila dipanaskan. Penyimpanan di tempat
yang tertutup rapat, terhindar dari cahaya, dan di
tempat yang kering.