111 Pasienkritis
111 Pasienkritis
Fase Ebb
Respon metabolik tubuh terhadap stres terjadi melalui dua fase, yaitu fase ebb
dan fase flow. Fase ebb dimulai segera setelah terjadi stres, baik akibat trauma
atau sepsis dan berlangsung selama 12-24 jam. Namun, fase ini dapat
berlangsung lebih lama, tergantung pada keparahan trauma dan kecukupan
resusitasi. Fase ebb disamakan juga dengan periode syok yang memanjang
dan tidak teratasi, yang ditandai dengan hipoperfusi jaringan dan penurunan
aktivitas metabolik secara keseluruhan. Sebagai upaya kompensasi tubuh
terhadap keadaan ini, hormon katekolamin akan dikeluarkan, dimana
norepinefrin menjadi mediator utama pada fase ebb. Norepinefrin dikeluarkan
dari saraf perifer dan berikatan dengan reseptor beta 1 di jantung dan reseptor
beta 2 di perifer dan dasar vaskular splanik. Efek paling penting adalah pada
sistem kardiovaskular, karena norepinefrin merupakan stimulan kuat jantung,
menyebabkan peningkatan kontraktilitas dan denyut jantung dan
vasokonstriksi. Hal ini merupakan usaha dalam mengembalikan tekanan
darah, meningkatkan perfoma jantung dan maksimalisasi venous return.
Permulaan fase flow, yang meliputi fase anabolik dan katabolik, ditandai
dengan curah jantung (CO) yang tinggi dengan restorasi oxygen delivery dan
substrat metabolik. Durasi fase flow tergantung pada keparahan trauma atau
adanya infeksi dan perkembangan menjadi komplikasi. Secara khas, puncak
fase ini adalah sekitar 3-5 hari, dan akan turun pada 7-10 hari, dan akan
melebur ke dalam fase anabolik selama beberapa minggu. Selama terjadi fase
hipermetabolik, insulin akan meningkat, namun peningkatan level
katekolamin, glukagon, dan kortisol akan menetralkan hampir semua efek
metabolik dari insulin. Peningkatan mobilisasi asam amino dan free fatty
acids dari simpanan otot perifer dan jaringan adiposa merupakan akibat dari
ketidak seimbangan hormon-hormon tersebut. Beberapa
Fungsi protein : Jumlah protein yang sangat banyak dalam tubuh tentunya
bukan tanpa alasan. Protein menyebar di seluruh tubuh dan menjalankan
perannya masing-masing. Berikut adalah beberapa fungsi protein dalam
tubuh:
1. Sumber energy
Fungsi protein sebagai sumber energi bagi tubuh memang sudah tidak
perlu dipertanyakan lagi. Protein merupakan salah satu makronutrien
selain karbohidrat dan lemak. Makronutrien adalah nutrien atau nutrisi
yang memberikan energi untuk tubuh dan dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah yang besar.
2. Menjaga sistem imun dalam tubuh
Fungsi protein yang kedua adalah menjaga sistem imun tubuh. Ketika
terdapat benda asing berbahaya yang menyerang tubuh seperti bakteri
atau virus, tubuh akan membentuk antibodi sebagi sistem pertahanan
tubuh agar virus dan bakteri tersebut tidak dapat berkembang dalam
tubuh.
3. Alat transportasi nutrisi dalam tubuh
Tidak hanya berperan sebagai makronutrien, fungsi protein lainnya
adalah menjadi alat transportasi bagi nutrisi lainnya yang ada dalam
tubuh. Protein memiliki peran dalam mengangkut berbagai nutrisi
seperti vitamin dan mineral, oksigen, kolesterol, hingga gula darah.
4. Penyimpanan nurtisi
Selain sebagai alat transportasi bagi zat lainnya, protein juga berperan
dalam menyimpan nutrisi dalam tubuh. Salah satu contohnya adalah
Feritin yang dapat menyimpan zat besi. Feritin akan mengeluarkan zat
besi secara terkontrol ketika tubuh membutuhkannya.
5. Menyeimbangkan pH
Fungsi protein selanjutnya adalah untuk menyeimbangkan pH darah
dan cairan lainnya dalam tubuh. pH yang seimbang sangat penting
untuk kesehatan tubuh. Nilai pH yang terlalu asam atau terlalu basa
dan di luar nilai normal bisa menyababkan berbagai masalah dalam
tubuh.
6. Pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh
Fungsi protein lainnya adalah membantu pertumbuhan dan
pemeliharaan tubuh. Protein berperan penting pada proses
pembentukan sel-sel tubuh sehingga sangat dibutuhkan dalam tumbuh
kembang anak. Tapi tentunya protein tidak hanya dibutuhkan pada saat
masa pertumbuhan saja, tetapi protein juga berperan penting dalam
pemeliharaan jaringan tubuh.
c. Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh
manusia, yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serum normal
adalah 3,8-5,0 g/dl. Albumin terdiri dari rantai tunggal polipeptida dengan
berat molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam amino. Pada molekul
albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asam-asam
amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips
sehingga dengan bentuk molekul seperti itu tidak akan meningkatkan
viskositas plasma dan larut sempurna. Kadar albumin serum ditentukan
oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi, dan distribusi antara kompartemen
intravaskular dan ekstravaskular. Cadangan total albumin 3,5-5,0 g/kg BB
atau 250-300 g pada orang dewasa sehat dengan berat 70 kg, dari jumlah
ini 42% berada di kompartemen plasma dan sisanya di dalam
kompartemen ektravaskular (Evans, 2002). Albumin manusia (human
albumin) dibuat dari plasma manusia yang diendapkan dengan alkohol.
Albumin secara luas digunakan untuk penggantian volume dan mengobati
hipoalbuminemia (Uhing, 2004: Boldt, 2010).
1. pasien kritis yang sadar, dengan keseimbangan cairan yang ada dalam
tubuhnya bisa dikatakan normal karena asupan nutrisi yang diberikan bisa
dimakan.
2. . pasien kriitis yang tidak sadar, keseimbangan cairan pada tubuh pasien
akan berkuang karena pasien tidak sadar sehingga asupan nutrisi yang
diberikan tidak maksimal tidak maksimal karena pasien tidak bisa
menelan secara normal oleh sebab itu cairan yang ada dalam tubuh pasien
berkurang.
3. Jelaskan Respon Hormonal Terhadap Stress yang Terjadi pada
Pasien Kritis?
Respon stres baik akibat trauma fisik atau sepsis akan menyebabkan
terjadinya perubahan pada sistem metabolik dan hormonal dalam rangka
mempertahankan homeostasis tubuh. Respon stres yang berlangsung
intensif dan lama akan berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Pada pasien dalam kondisi kritis, sulit untuk melakukan
mekanisme pertahanan, sehingga dapat dengan mudah mengalami
ketidakseimbangan yang dapat mengancam homeostasis tubuh. Respon
metabolik diawali dengan fase ebb, yang ditandai dengan hipoperfusi
jaringan dan penurunan aktivitas metabolik secara keseluruhan dan
berlangsung selama 12-24 jam, dan berlanjut pada fase flow dengan
puncak fase ini adalah sekitar 3-5 hari. Selain itu terjadi hipermetabolisme
protein dan glukosa, serta perubahan pada cairan dan elektrolit. Respon
hormonal, akan diaktivasi aksis hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA)
yang salah satu dampaknya adalah mencetuskan sinyal anti inflamasi
sistemik, ditandai dengan penurunan kadar beberapa mediator
proinflamasi. Mediator inflamasi (TNF-α, IL-1, dan IL-6) mengeluarkan
substrat dari jaringan host untuk membantu aktivitas limfosit T dan B.
Mediator inflamasi berperan dalam terjadinya systemic inflammatory
response syndrome (SIRS), dan dapat berkembang menjadi multiple organ
dysfunction syndrome (MODS).
5. Seorang laki-laki berusia 24 tahun dirawat di ICU karena kecelakaan
kendaraan bermotor, pasien didiagnosa menderita luka bakar dengan
luas luka bakar 30% dari hasil pengkajian didapatkan BB 69 kg, TB 168
cm, hasil pemeriksaan kimia darah didapatkan albumin 1,9 g/dl, SGOT:
40 u/l, SPGT: 50 u/l, hasil pemeriksaan lab rutin didapatkan Hb: 10 g/dl,
leukosit 18.000/µl, trombosit 150. 000/µl
Jawab :
Rumus For men : 66.5 + (13.75 x BB) + (5.003 x TB) – (6.775 x Usia)
BEE = 1.693,154
= 4.233,85.
Jawab :
= 45 x 69 Kg
= 3.105.