PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
INTEGRASI NASIONAL
DOSEN PEMBIMBING
Beverly Evangelista, S.H, M.H
Disusun Oleh:
KELOMPOK 5
Muhammad Bayu Ramdani (18RP017)
Muhamat Riski Arianto (18RP123)
Nazri Efendi (18RP040)
Masidy Sep (18RP122)
Yusril Famry (18RP149)
Husnan Haetami (18RP013)
Wesi Damayanti (18RP021)
PENDAHULUAN
1. Sebagian Besar Anggota Suatu Masyarakat Bersepakat Tentang Batas-Batas Teritorial Dari
Negara Sebagai Suatu Kehidupan Politik Di Mana Mereka Menjadi Warganya.
2. Apabila Sebagian Besar Anggota Masyarakat Tersebut Bersepakat Mengenai Struktur
Pemerintahan Dan Aturan-Aturan Daripada Proses-Proses Politik Yang Berlaku Bagi Seluruh
Masyarakat Diatas Wilayah Negara Tersebut.
Suatu Konsensus Nasional Mengenai Bagaimana Suatu Kehidupan Bersama Sebagai Bangsa
Harus Diwujudkan Atau Diselenggarakan, Melalui Suatu Konsensus Nasional Mengenai “Sistem
Nilai” Yang Akan Mendasari Hubungan-Hubungan Sosial Di Antara Anggota Suatu Masyarakat
Negara. Adapun Langkah-Langkah Yang Dapat Dilakukan Adalah:
Dalam Konteks Indonesia, Maka Proses Integrasi Nasional Haruslah Berjalan Alamiah, Sesuai
Dengan Keanekaragaman Budayanya Dan Harus Lepas Dari Hegemoni Dan Dominasi Peran Politik
Etnik Tertentu. Suatu Integrasi Nasional Yang Tangguh Hanya Akan Berkembang Di Atas
Konsensus Nasional Mengenai Batas-Batas Suatu Masyarakat Politik Dan Sistem Politik Yang
Berlaku Bagi Seluruh Masyarakat Tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Definisi Integrasi Nasional.
2. Mengetahui Faktor-Faktor Pendorong Dan Pendukung Integrasi Nasional.
3. Mengetahui Pentingnya Integrasi Nasional Bagi Bangsa Indonesia.
4. Mengetahui Bagaimana Proses Integrasi Nasional Di Indonesia.
Budaya Dan Sosial Dalam Kesatuan Wilayah Nasional Yang Membentuk Suatu Identitas
Nasional.
e. Secara Antropologi
f. Integrasi Nasional Secara Antropologis Ini Berarti Bahwa Proses Penyesuaian Diantara
Unsur-Unsur Kebudayaan Yang Berbeda Sehingga Mencapai Suatu Kesatuan Fungsi Di
Dalam Kehidupan Masyarakat
Integrasi Nasional Adalah Usaha Dan Proses Mempersatukan Perbedaan Perbedaan Yang Ada
Pada Suatu Negara Sehingga Terciptanya Keserasian Dan Keselarasan Secara Nasional. Seperti Yang
Kita Ketahui, Indonesia Merupakan Bangsa Yang Sangat Besar Baik Dari Kebudayaan Ataupun
Wilayahnya. Di Satu Sisi Hal Ini Membawa Dampak Positif Bagi Bangsa Karena Kita Bisa
Memanfaatkan Kekayaan Alam Indonesia Secara Bijak Atau Mengelola Budaya Budaya Yang
Melimpah Untuk Kesejahteraan Rakyat, Namun Selain Menimbulkan Sebuah Keuntungan, Hal Ini
Juga Akhirnya Menimbulkan Masalah Yang Baru. Kita Ketahui Dengan Wilayah Dan Budaya Yang
Melimpah Itu Akan Menghasilkan Karakter Atau Manusia Manusia Yang Berbeda Pula Sehingga
Dapat Mengancam Keutuhan Bangsa Indonesia.
Gotong Royong Berarti Bekerja Bersama-Sama Untuk Mencapai Suatu Hasil Yang
Didambakan. Sikap Gotong Royong Adalah Bekerja Bersama-Sama Dalam Menyelesaikanpekerjaan
Dan Secara Bersama-Sama Menikmati Hasil Pekerjaan Tersebut Secara Adil. Serta Suatu Usaha Atau
Pekerjaan Yang Dilakukan Tanpa Pamrih Dan Secara Sukarela Oleh Semua Komponen Masyarakat
Menurut Batas Kemampuannya Masing-Masing.
Persoalan Konflik Yan Dari Waktu Ke Waktu Semakin Meningkat, Merupakan Tantangan Bagi
Terbentuknya Masyarakat Indonesia Yang Bersatu Dan Hidup Berdampingan Dalam Perbedaan
Secara Damai. Upaya Pemerintah Untuk Mengatasi Masalah Konflik Secara Sistematis Dengan
Lahirnya Uu No 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Social. Tujuan Dari Penanganan
Konflik Sosisal Menurut Uu Ini Dicantumkan Dalam Pasal 3:
1.
Menciptakan Kehidupan Masyarakat Yang Aman, Tenteram, Damai, Dan Sejahtera;
2.
Memelihara Kondisi Damai Dan Harmonis Dalam Hubungan Sosial Kemasyarakatan;
3.
Meningkatkan Tenggang Rasa Dan Toleransi Dalam Kehidupan Bermasyatakat Dan
Bertetangga;
4.
Memelihara Keberlangsungan Fungsi Pemerintah;
5.
Melindungi Jiwa, Harta Benda, Serta Sarana Dan Prasarana Hokum;
6.
Memberikan Perlindungan Dan Pemenuhan Hak Korban; Dan
7.
Memulihkan Kondisi Fisik Dan Mental Masyarakat Serta Sarana Dan Prasarana Umum;
Selanjutnya Peraturan Pelaksanaan Uu Ini Ditetapkan Dalam Peraturan Pemerintah No 2
Tahun 2015. Penanganan Konflik Sosial Dilakukan Melalui 15 Kegiatan Yang Meliputi: (1)
Penguatan Kerukunan Umat Beragama; (2) Peningkatan Forum Kerukunan Masyarakat; (3)
Peningkatan Kesadaran Hokum; (4) Pendidikan Bela Negara Dan Wawasan Kebangsaan; (5)
Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan; (6) Pendidikan Dan Pelatihan Perdamaian; (7)
Pendidikan Kewarganegaraan; (8) Pendidikan Budi Pekerti; (9) Pendidikan Dan Petaan Wilayah
Potensi Konflik Dan/Atau Dartah Konflik; (10) Penguatan Kelembagaan Dalam Sistem Perimgatan
Dini; (11) Pembinaan Kewilayahan; (12) Pendidikan Beragama Dan Penanaman Nilai-Nilai Integrasi
Kebangsaan; (13) Penguatan/Pengembangan Kapasitas (Capacity Building); (14) Pengentasan
Kemiskinan; (15) Desa Berketahanan Kemiskinan; (16) Penguatan Akses Kearifan Lokal; (17)
Penguatan Keserasian Sosial; Dan (18) Bentuk Kegiatan Lain Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan.
Diaharapkan Dari Uu No 7 2012 Ini Adalah Bagimana Mempertahankan Integrasi
Bangsa Indonesia Dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Merujuk Kepada Materi Pkn
Dari Dikti Yang Membahas Tentang Integrasi, Dijelaskan Beberapa Arti Integrasi Dengan Merujuk
Pendapat Myron Weiner (1971) Yaitu:
1. Integrasi Merujuk Pada Proses Prnyatuan Berbagai Kelompok Budaya Dan Sosial Dalam
Satu Wilayah Dan Proses Pembentukan Identitas Nasional, Membangun Rasa Kebangsaan
Dengan Cara Menghapus Kesetiaan Pada Ikatan-Ikatan Yang Lebih Sempit.
2. Integrasi Menunjuk Pada Masalah Pembentukan Wewenang Kekuasaan Nasional Pusat
Diatas Unit-Unit Sosial Yang Lebih Kecil Yang Beranggotakan Kelompok-Kelompok Sosial
Budaya Masyarakat Tertentu.
3. Integrasi Menunjuk Pada Masalah Menghubungkan Antara Pemerintah Dengan Yang
Diperintah. Mendekatkan Perbedaan-Perbedaan Mengenai Aspirasi Dan Nilai-Nilai Pada
Kelompok Elit Dan Massa.
4. Integrasi Menunjuk Pada Consensus Terhadap Nilai Yang Minimum Yang Diperlukan
Dalam Memlihara Tertib Sosial.
5. Integrasi Menunjuk Pada Penciptaan Tingkah Laku Yang Terintegrasi Demi Mencapai
Tujuan Bersama.
Maka Kata Integrasi Terdapat Dua Bentuk Integrasi Yaitu Secara Politis Dan Secara
Antropologis. Upaya Mempersatukan Keragaman Dengan Budaya Dan Sosial Ke Dalam Kesastuan
Wilayah Sehingga Menjadi Identitas Nasioanal. Sedangkan Secara Antropologis Peroses Penyesuaian
Menurut Milton Esman Dalam Moesis (2006) Ada Tiga Kemungkinan Bentuk Upaya
Kelompok Berbeda Kecuali Kelompok Nasionalis Dominan. Upaya Ini Dimaksud Sebagai Cara
Meredam Konflik, Dengan Premis Semakin Homogen Masyarakat, Semakin Kecil Konflik.
Bentuk Yang Paling Lunak Dari Cara Ini Adalah Kebijakan Asimilasi. Artinya Kelompok
Minoritas Bergabung Dengan Kelompok Mayoritas, Dengan Melebur Diri Dari Menjadi Bagian Dari
Kelompok Besar.
Bentuk Kedua Adalah Pembatsan Akses Politik Berdasarkan Solidaritas Etnik. Dalam
Konteks Ini, Semua Akses Pelayanan Publik, Pekerjaan Di Bidang Pemerintahan, Kesempatan
Ekonomi Dan Segala Yang Bersifat Publik Di Sediakan Bagi Individu Dengan Mekanisme Pasar
Atau Jasa, Dan Mengabaikan Identitas Etnik, Tepi Organisasi Profesi, Sosial Di Harapkan Bersifat
Inklusif. Menghidupkan Budaya Etnik Diijinkan Sepanjang Tidak Masuk Ke Ranah Publik Atau
Politik.
Yang Ketiga Adalah Mengakui Keragaman Dan Solidaritas Etnik Sebagai Realitas Permanen
Yang Berjangka Panjang Dalam Masyarakat, Dan Menghendaki Adanya Otoritas Publik Yang
Mengatur Nya. Untuk Mewujudkan Ini Ada Dua Kemungkinan Yang Pertama Strategi Dominasi,
Yang Kedua Nya Pembagian Kekuasaan. Berdasarkan Dominasi Berupa Kontrol Oleh Satu Klompok
Etnik Mayoritas Yang Memegang Kekuasaan Pemerintah Dan Semua Aparat Nya.Kontrol Ini Juga
Menghormati Perbedaan Etik, Sekaligus Mengupayakan Rasa Aman Bagi Semua Komunitas Etnik,
Memberi Peluang Manejemen-Diri Secara Kolektif Dan Mendapat Kesempatan Yang Sama Dalam
Mempertahankan Konsep Bhinneka Tunggalika. Namun, Dalam Konsep Ini Memerlukan Persyaratan
Pemerintah Dengan Hak Komunitas,4)Kepastian Penegakan Hukum. Dalam Konteks Ini Adanya
Pengakuan Hak Individu Dan Komunitas Serta Kebijakan Yang Menjamin Pengakuan Itu.
Dari Berbagai Pendapat Ahli, Moesis (2006) Mengambil Satu Kesimpulan Bahwa Dalam
Mengelola Keragaman Masyarakat Majemuk Terdapat Alternatif. Alternatif Ini Adalah Bentuk
Berlapis, Dan Bersifat Kontinum. Lapisan Pertama Bergerak Dari Proprimordialis Menuju
Instrumetalis (Integrasi Antropologis) Pada Lapis Kedua Dari Otoriter Menuju Liberal, Akhir Nya
Menuju Keterwakilan Kelompok (Integrasi Politis) Lapis Ketiga Masyarakat Berpotensi Konflis
Menuju Minimal Konflik (Produk Integrasi) Kalau Ditarik Satu Generasi, Semakin Primordial Suatu
Masyarakat Semakin Cendrung Otoriter, Dan Pada Akhirnya Menyimpan Potensi Konflik Yang
Kuat. Sebalik Nya Semakin Meninggalkan Primordial Atau Mendapat Instrumental, Kemungkinan
Mendekati Libral, Dan Bahkan Semkin Memperhatikan Keterwakilan Kelompok Maka Semakin
Kecil Konflik.
Primodial Instrumental
Untuk Kondisi Keginian Bagi Indonesia Perlu Di Rancang Bentuk Pengelolaan Masyarakat
Yang Dapat Meminimalkan Konflik. Walaupun Secara Teoritis Model Keterwakilan Lebih Mungkin
Merendam Konflik, Namun Bagi Kondisi Masyarakat Indonesia, Diperlukan Otoritas Aturan Atau
Kebijakan Yang Mengatur Lalulintas Interaksi Antar Kelompok Berbeda. Interprensi Lain Selain
Indonesia. Dugaan Ini Didasarkan Pada Pengamanan Sementara Terdapat Analisis Ahli Tentang
Konflik Selama Ini Banyak Analisis Terutama Dalam Masa Awal Th 2000an Berkesimpulan Bahwa
Pertikanian Kelompok Terjadi Karena Kebijakan Yang Sentralistis. Namun Tesis Ini Masih Perlu
Dikaji Lebih Jauh, Karena Di Era Jauh. Karena Di Era Desentralis Seperti Saat Ini, Bahkan Ditingkat
Berbagai Permasalahn Bangsa Yang Dihadapi Saat Ini Tentu Harus Diselesaikan Dengan Tuntas
Melalui Proses Rekonsiliasi Agar Terciptanya Persatuan Dan Kesatuan Nasional Yang Mantap.
Dalamhal Ini, Diperlukan Kondisi Sebagai Berikut:
1. Terwujudnya Nilai-Nilai Agama Dan Nilai –Nilai Budaya Bangsa Sebagai Sumber Etika Dan
Moral Untuk Berbuat Baik Dan Menghindari Perbuatan Tercela, Serta Perbuatan Tentang
Bertentangan Dengan Hokum Dan Hak Asasi Manusia. Nilai-Nilai Agama Dan Nilai Budaya
Bangsa Selalu Berpihak Kepada Kebenaran Dan Menganjurkan Untuk Memberi Maaf Kepada
Orang Yang Telah Bertaubat Dari Kesalahanya.
2. Terwujudnya Sila Persatuan Indonesia Yang Merupakan Sila Ke-3 Dari Pancasila Sebagai
Landasan Untuk Mempersatukan Bangsa.
1. Terwujudnya Penyelengaraan Negara Yang Mampu Memahami Dan Mengelola
Kemajemukan Bangsa Secara Baik Dan Adil Sehingga Dapat Terwujud Toleransi ,
Kerukunan Sosial, Kebersamaan Dan Kesetaraan Berbangsa.
2. Tegaknya Sisitem Hokum Yang Didasarkan Dari Nilai Filosofi Yang Beriorentasi Pada
Kebenaran Dan Keadilan, Nilai Soasila Yang Beriorentasi Pada Tata Nilai Yang Berlaku Dan
Mbermanfaat Bagi Masyarakat , Serta Nilai Yuridis Yang Bertumpu Pada Ketentuan
Perundang-Undang Yang Menjamin Ketertiban Dan Kepastian Hokum.
3. Membaiknya Perekonomian Nasonal, Terutama Perekonomian Rakyat Sehingga Beban
Ekonomi Rakyat Dan Pengangguran Dapat Dikurangi.
4. Terwujudnya Sistem Politik Yang Demokratis Yang Dapat Melahirkan Penyeleksian
Pemimpin Yang Dipercaya Oleh Masyarakat.
5. Terwujudnya Proses Peralihan Kekuasaan Secara Demokratis, Tertib, Dan Damai.
6. Terwujudnya Demokrasi Yang Menjamin Hak Dan Kewajiban Masyarakat Yang Terlibat
Dalam Proses Pengambilan Keputusan Politik Secara Bebas Dan Bertanggung Jawab
Sehingga Menumbuhka Kesadaran Untuk Mendapatkan Persatuan Bangsa.
7. Terselenggaranya Otonomi Daerah Secara Adil, Yang Memberikan Kewenangan Kepada
Daerah Untuk Mengelola Daerahnya Sendiri, Dengan Tetap Berwawasan Pada Persatuan Dan
Kesatuan Nasional.
8. Pulihnya Kepercayaan Mayarakat Kepada Penyelenggaraan Dan Antara Sesama Masyarakat
Sehingga Dapat Menjadi Landasan Untuk Kerukunan Dalam Hidup Bernegara.
9. Peningkatan Profesionalisme Dan Pulihnya Kembali Citra Tentara National Indonesia Dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia Demi Menciptakan Rasa Aman Dan Tertib Di
Masyarakat.
10. Terbentuknya Sumber Daya Manusia Indonesia Yang Berkualitas Dan Mampu Bekerja Sama
Serta Berdaya Saing Untuk Memperoleh Manfaat Positif Dan Globalisasi (Tap Mpr No. 5
Mpr/2000).
Studi Kasus Di Unit Pemukiman Transmigrasi Desa Sidorahayu Kecamatan
Babat Toman-Kabupaten Musi Banyu Asin Propinsi Sumatera selatan
Pertemuan antar kelompok etnis yang berlainan dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti
; adaptasi, integrasi, konflik sosial dan sebagainya. Desa Sidorahayu sebagai desa pemukiman
transmigran yang berasal dan Jawa ( Jawa Barat, Jawa tengah, dan Jawa Timur ), maupun
transmigran lokal yang berasal dari Sumatera Selatan sendiri, mengalami juga masalah integrasi.
Karena itu masalah yang akan dijawab antara lain; bagaimana proses integrasi sosial bisa terwujud
/tercapai diantara kelompok etnis yang ada, hal-halapayang berhubungan langsung ataupun tidak
langsung dengan proses tersebut.
Teori - teori integrasi yang dikemukakan oleh para sosiolog banyak dipakai dan digunakan sebagai
acuan utama untuk menjelaskan atau menggambarkan proses integrasi yang terjadi pada kelompok -
kelompok yang berbeda latar belakang sosial budaya dan asal usul daerah dalam studi ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara metode deskripsi dan eksplanasi dengan
memilih masyarakat desa Sidorahayu , Kecamatan Babat Toman- Musi Banyu Asin-Sumatera
Selatan, sebagai lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan; wawancara berstruktur
dengan responden sampel, wawancara bebas dengan sejumlah informan, pengamatan langsung
terhadap kehidupan masyarakat, dan penelaahan dokumen. Data yang diperoleh dianalisa secara
kuantitatif dengan bantuan tabel-tabel.
Kenyataan menunjukkan, bahwa penempatan transmigran di desa Sidorahayu dilaksanakan dari bulan
juli 1981 sampai dengan bulan September 1982, telah berhasil memukimkan sebayak 707 KK ( 3.044
jiwa ) dengan perbandingan asal usul daerah atau etnis: Etnis Sunda 1.047 jiwa ( 34.39 % ), Jawa
sebayak 1.162 jiwa (37.32%) dan Melayu sebanyak 861 jiwa (28.29 % ).
Dalam sejarah perkembangan masyarakat desa Sidorahayu dari tahun 1981 / 1982 sampai saat
penelitian ini berlangsung, temuan penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, telah terjadi
perkembangan penduduk desa dikarenakan adanya perpindahan, sehingga penduduk desa yang
dulunya berjumlah 3.044 jiwa ( 707 KK ) sekarang berjumlah 2.639 jiwa ( 646 KK ). Kedua
kebijaksanaan pemukiman penduduk yang diterapkan dengan sistem integrated pluralism yang tidak
memisahkan secara geografis asal usul, telah mendorong mereka untuk membiasakan diri melihat
sesuatu dalam perspektif yang lebih luas. Sejalan dengan kebijakan tersebut, maka telah banyak
terjadi perkawinan campuran antara Melayu - Jawa, Melayu - Sunda, Jawa - Sunda dan sebaliknya.
Sebab itulah hubungan interaksional sesama mereka dan diantara mereka tidak hanya terbatas pada
kesamaan asal usul daerah/kelompok etnis, tetapi mulai terjalin hubungan yang lebih luas dengan
sesama warga desa, dan ini bermakna bahwa telah terjadi kultural struktural didalamnya, yang
dengan kekuatan itu konflik sosial dapat dihindari. Hal ini didukung pula oleh lamanya kurun waktu
kehidupan bersama dengan pola pemukiman yang membaur diantara mereka, memungkinkan pola
interaksi yang ditampilkan dalam kehidupan sehari - hari mencerminkan status ketetanggaan yang
ada pada seseorang.
Dalam hubungan interaksional yang lebih luas yakni antar kelompok, nilai-nilai etika agama yang
mereka anut dan budaya masing -masing kelompok dapat diterapkan sepenuhnya. Rendahnya tingkat
pengetahuan timbal balik tentang nilai, norma dan adat kebiasaan ternyata tidak diartikan secara
kaku, karenanya interaksi dan partisipasi timbal balik nyata lebih intensif. Tidak diketemukan sikap
antipati antara satu sama lain, sekalipun individu maupun salah satu kelompok berada pada posisi
pengambil prakarsa. Kesediaan seperti itu mencakup berbagai derajat pemahaman simpatik terhadap
sesama warga desa, sebagai tetangga, sebagai teman seperkumpulan, sebagai teman kerja sama dalam
mengatasi masalah ekonomi rumah tangga. Karenanya identitas diri mereka berkembang dan muncul
kembali dalam peranan sosial yang ditampilkan.
Sampai saat penelitian ini berlangsung, kenyataan menunjukkan, bahwa dengan adanya motivasi
agama dan budaya diantara mereka sekaligus menjadi potensi positif untuk mendorong proses
integrasi sosial. Mereka mampu secara tepat dapat menempatkan perbedaan asal usul daerah dan
paham aliran agama yang dianut, ataupun bidang usaha dan pekerjaan yang berbeda, tidak sebagai
dikotomi yang harus dipertentangkan, melainkan sebagai suatu dualisme yang berjalan sejajar dan
beriringan untuk saling melengkapi dalam sisi kelebihan dan kekurangannya. Karena itu kekuatan -
kekuatan integratif yang ada dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai media, sarana dan wahana
sosialisasi guna mencapai derajat integrasi sosial yang diinginkan, yakni kehidupan berdampingan
secara damai dan harmonis.
Kesimpulan dari studi ini adalah integrasi sosial diantara kelompok etnis yang ada kini telah tercapai,
yakni telah terbina dan terciptanya kehidupan berdampingan dan bertetangga secara rukun, damai dan
harmonis. Namun sekalipun tercapainya integrasi sosial tersebut, tidak sekaligus berarti tidak adanya
benih-benih konflik atau potensi konflik. Benih-benih konflik atau potensi konflik, terutama
dikarenakan perbedaan dalam mata pencaharian, bidang usaha dan penguasaan lahan pertanian yang
mencolok, cukup potensial dan masih perlu diwaspadai dimasa-masa mendatang.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Integrasi Berasal Dari Bahasa Inggris “Integration” Yang Berarti Kesempurnaan Atau
Keseluruhan. Integrasi Nasional Adalah Usaha Dan Proses Mempersatukan Perbedaan Perbedaan
Yang Ada Pada Suatu Negara Sehingga Terciptanya Keserasian Dan Keselarasan Secara Nasional.
Seperti Yang Kita Ketahui, Indonesia Merupakan Bangsa Yang Sangat Besar Baik Dari Kebudayaan
Ataupun Wilayahnya. Di Satu Sisi Hal Ini Membawa Dampak Positif Bagi Bangsa Karena Kita Bisa
Memanfaatkan Kekayaan Alam Indonesia Secara Bijak Atau Mengelola Budaya Budaya Yang
Melimpah Untuk Kesejahteraan Rakyat, Namun Selain Menimbulkan Sebuah Keuntungan, Hal Ini
Juga Akhirnya Menimbulkan Masalah Yang Baru.
3. 2 Saran
Integrasi Nasional Sangat Diperlukan Oleh Negara Indonesia Karena Dari Integrasi Nasional
Dapat Mempersatukan Perbedaan-Perbedaan Yang Ada Di Indonesia, Sehingga Tidak Adanya
Konflik Perpecahan Yang Terjadi Dikarenakan Perbedaan Semata. Walaupun Indonesia Ini Berbeda-
Beda Suku, Ras, Agama, Dan Budaya, Tetapi Tetap Indonesia Adalah Negara Yang Satu Yang
Mempunyai Satu Tujuan Untuk Memakmurkan Negara Indonesia.
Bagi Pembaca Diharapkan Agar Mengetahui Apakah Integrasi Nasional Serta Berbagai Faktor
Yang Mempengaruhi Dan Pentingnya Integrasi Nasional Bagi Bangsa Indonesia. Dengan
Mengetahui Pentingnya Integrasi Nasional Bagi Bangsa Indonesia., Diharapkan Kita Bisa Menjadi
Warga Negara Yang Baik Dan Mampu Melaksanakan Proses Pemersatuan Perbedaan Perbedaan
Yang Ada Pada Negara Kita Sehingga Terciptanya Keserasian Dan Tidak Adanya Konflik Dalam
NegaraIni.
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, I, 2000, Negara dan Mayarakat : Berkaca dari Pengalaman Republik Rakyat
Cina, gramedia, Jakarta.
Buku Panduan Kewarganegaraan Tahun 2014. Universitas Sriwijaya. UPT Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian.