Bab-06-Pj-1998-Cek 20090203095346 1781 6
Bab-06-Pj-1998-Cek 20090203095346 1781 6
BAB VI
A. PENDAHULUAN
VI/3
pangan yang lebih efektif dan efisien. Upaya
peningkatan ketahanan pangan makin
menterpadukan rangkaian kegiatan mulai dari
kegiatan produksi sampai dengan konsumsi di
tingkat rumah tangga dan perseorangan yang
terpadu dengan upaya perbaikan gizi. Selain
itu produk-produk makanan yang dihasilkan juga
meningkat kualitasnya sehingga mendukung pola
pangan yang bermutu gizi seimbang serta
melindungi masyarakat dari bahan makanan yang
membahayakan kesehatan.
VI/4
distribusi.
VI/5
pada tahun 1992 menjadi 35 persen pada tahun 1995
atau menurun rata-rata sebesar 4,4 persen per tahun.
Dengan kecenderungan ini sasaran penurunan
prevalensi KEP total pada Repelita VI diperkirakan
akan dapat tercapai.
B. PANGAN
VI/6
mewujudkan pola pangan yang bermutu gizi seimbang. Pada akhir
Repelita VI penyediaan pangan dalam bentuk energi sesuai dengan
PPH diharapkan mencapai skor mutu pangan sekitar 72,0 dengan
kecukupan ketersediaan energi mencapai rata-rata 2.500 kilokalori
per kapita per hari.
VI/7
Atas dasar sasaran dan kebijaksanaan pembangunan pangan
seperti dikemukakan di atas, ditempuh serangkaian program
pembangunan pangan yang mencakup dua kelompok program,
yaitu program pokok dan penunjang. Program pokok meliputi
program pemantapan swasembada pangan dan program
diversifikasi pangan. Sedangkan program penunjang meliputi
pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pangan; program penelitian
dan pengembangan pangan; program pengembangan kelembagaan
pangan; dan program perbaikan gizi.
a. Program Pokok
VI/8
a) Harga Dasar Gabah
VI/9
Pembelian beras oleh Pemerintah di dalam negeri
dimaksudkan untuk menunjang cadangan penyangga Pemerintah
dalam rangka menjaga stabilitas pasar terutama pada saat musim
paceklik. Realisasi pengadaan gabah dan beras selama Repelita VI
menunjukkan perkembangan yang meningkat (Tabel VI-2).
Meskipun demikian, rata-rata jumlah pembelian gabah dan beras
setiap tahun dalam Repelita VI lebih rendah dari jumlah pembelian
yang terjadi pada tahun 1993/94, kecuali tahun 1996/97. Hal ini
berkaitan dengan perkembangan produksi dan harga gabah di pasar
pada tahun yang bersangkutan.
VI/10
di musim paceklik terhadap harga rata-rata di musim panen di
daerah pedesaan pada tahun 1996/97 yang tercatat sebesar 8,24
persen masih lebih besar dari angka pada tahun 1993/94.
VI/11
memungkinkan peningkatan stok beras di
masyarakat dan mendukung stabilnya harga eceran
beras. Sementara itu rata-rata perbedaan harga
beras tertinggi dan terendah dengan harga rata-rata
di kota-kota penting selama empat tahun Repelita VI
menampakkan kecenderungan yang meningkat
dibandingkan dengan tahun 1993/94 (Tabel VI-
7). Perkembangan yang menunjukkan
bekerjanya mekanisme pasar itu masih berada
dalam batas kestabilan, karena umumnya harga
lebih rendah dari harga batas tertinggi yang
ditetapkan.
VI/12
Perkembangan penyaluran beras untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan memelihara
stabilitas harga beras dapat dilihat pada Tabel VI-9.
Penyaluran beras adalah untuk pasaran umum
dalam rangka operasi pasar dan untuk golongan
anggaran. Jumlah penyaluran beras ke pasaran
umum yang tinggi terjadi pada tahun
1994/95 dan diperkirakan terjadi pula pada tahun 1997/98 karena
musim kemarau panjang. Penyaluran beras dalam tahun 1997/98
sampai dengan bulan Desember 1997 telah mencapai 2.480 ribu
ton, atau mengalami kenaikan 17,3 persen dari tahun sebelumnya.
Kenaikan itu disebabkan penyaluran beras untuk operasi pasar menjadi
lebih dari tiga kali lipat dari operasi pasar tahun sebelumnya.
Pada tahun 1998/99 akan diupayakan peningkatan pengadaan stok
pemerintah melalui penambahan impor beras untuk memenuhi
kebutuhan dalam rangka penyaluran beras ke pasaran umum guna
menanggulangi dampak kekeringan yang terjadi pada tahun 1997,
serta berbagai dampak dari krisis moneter pada kestabilan
penyediaan dan harga beras di pasar.
c) Sarana Penyangga
VI/13
pergudangan, terutama di daerah pusat konsumsi, produksi dan
transito di pelabuhan. Di samping itu, juga disewa beberapa gudang
swasta. Sampai dengan tahun 1997/98 jumlah gudang pangan
dalam pengelolaan pemerintah adalah sebanyak 1.550 buah dengan
kapasitas 3.238,5 juta ton (Tabel VI-10). Jumlah tersebut termasuk
gudang di daerah terpencil sebanyak 35 unit dengan kapasitas 27,5
ribu ton untuk meningkatkan pelayanan distribusi pangan bagi
masyarakat di daerah terpencil. Pada tahun 1998/99 akan
dikembangkan sarana pengolahan gabah terpadu termasuk
pembangunan gudang gabah dan beras masing-masing dengan
kapasitas 3.500 ton dalam rangka mendukung pengembangan
produksi padi di lahan gambut Kalimantan Tengah.
VI/14
yang selama ini berlaku di pasar dalam negeri. Untuk sementara
konsumsi tepung terigu untuk masyarakat masih harus memperoleh
subsidi pemerintah.
VI/15
Dengan adanya perubahan kurs yang tajam akibat gejolak
moneter, perbedaan harga gula pasir impor dalam rupiah dengan
harga dalam negeri menjadi sangat besar, sehingga untuk sementara
waktu penjualannya di dalam negeri masih memerlukan subsidi,
agar meringankan beban konsumen, terutama rakyat yang
berpenghasilan rendah.
VI/I6
Sementara itu ketersediaan rata-rata energi dan protein per
kapita per hari selama Repelita VI telah lebih baik apabila
dibandingkan dengan jumlah energi dan protein yang tersedia untuk
dikonsumsi pada tahun 1993 (Tabel VI-13). Jumlah energi dan
protein yang tersedia untuk dikonsumsi per kapita per hari pada
tahun ketiga Repelita VI masing-masing adalah 3.208 kilokalori
dan 73,1 gram, sedangkan jumlah energi dan protein yang tersedia
untuk dikonsumsi pada tahun 1993 masing-masing 2.899 kilokalori
dan 66,0 gram. Ketersediaan energi dan protein tersebut telah
melebihi angka kecukupan yang diperkirakan dalam Repelita VI
yaitu 2.500 kilokalori dan 55 gram per kapita per hari.
VI/17
penghasil protein menunjukkan bahwa upaya diversifikasi mulai
menunjukkan hasil yang semakin baik. Pelaksanaan diversifikasi
bahan pangan untuk tahun 1998/99 terus ditingkatkan melalui
pengembangan bahan pangan alternatif dengan memanfaatkan
potensi yang tersedia baik dalam rangka subtitusi impor maupun
meningkatkan ketahanan pangan.
b. Program Penunjang
VI/18
untuk mengembangkan kemampuan petugas pemerintah di bidang
analisis harga, produksi, distribusi dan perdagangan serta
pengolahan pangan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain
meliputi pelatihan dan penyuluhan di bidang pangan.
VI/19
meningkatkan kualitas produksi agar dapat memenuhi standar mutu
produk yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia, telah
dilakukan pelatihan bagi pengrajin tempe di Jawa Barat.
VI/20
dan pengkajian pemantapan swasembada pangan dari segi
konsumsi pada lima pangan pokok.
VI/21
Pusat Kajian Makanan Tradisional (PKMT). PKMT terbentuk
sebagai hasil kerjasama dengan perguruan tinggi dalam
pengembangan makanan tradisional. Dewasa ini telah terbentuk
tiga PKMT, yaitu di Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada
dan Universitas Brawijaya. Ketiga PKMT tersebut diharapkan
dapat mendorong peningkatan kualitas penelitian makanan tradisional
yang mencakup aspek teknologi, seni kuliner, gizi dan kesehatan,
sosial budaya, dan ekonomi.
VI/22
Secara lebih terinci, pelaksanaan program perbaikan gizi ini
akan diuraikan pada sub-bab perbaikan gizi.
C. PERBAIKAN GIZI
VI/23
sampai dengan akhir Repelita VI, berturut-turut yaitu GAKY
menjadi 18 persen; AGB pada ibu hamil menjadi 40 persen, pada
anak balita menjadi 40 persen, dan pada tenaga kerja wanita
menjadi 20 persen; KVA pada anak balita menjadi 0,1 persen;
sedangkan KEP total pada anak balita menjadi 30 persen.
VI/24
peranserta masyarakat dalam upaya memperluas cakupan dan
sasaran penanggulangan gizi-kurang, terutama di desa-desa miskin
dan tertinggal. Dalam pelaksanaannya program perbaikan gizi
meliputi upaya meningkatkan mutu dari produk-produk makanan
yang dihasilkan baik oleh sektor industri maupun olahan
masyarakat, dan melindungi masyarakat dari bahan makanan yang
membahayakan kesehatan.
a. Program Pokok
VI/25
Pada tahun 1993/94 penyuluhan telah dilaksanakan
sebanyak 35 kali tayangan melalui televisi pemerintah dan swasta
dan 46 kali siaran melalui RRI. Selama empat tahun Repelita VI
penyuluhan telah dilaksanakan sebanyak 162 kali tayangan melalui
televisi pemerintah dan swasta dan 199 siaran melalui RRI. Dengan
demikian dalam kurun waktu 1993/94 sampai dengan 1997/98 telah
dilaksanakan penyuluhan tentang penganekaragaman konsumsi
pangan sebanyak 197 kali tayangan melalui televisi pemerintah dan
swasta, serta sebanyak 245 kali siaran melalui RRI.
VI/26
kemampuan ekonomi keluarga dan keadaan setempat. Kegiatannya
meliputi: (1) penyuluhan gizi masyarakat perdesaan, (2) pelayanan
gizi posyandu, dan (3) peningkatan pemanfaatan lahan pekarangan.
VI/27
1993/94 jumlah posyandu adalah sekitar 244 ribu buah dan selama
empat tahun. Repelita VI meningkat menjadi sekitar 257 ribu buah
(Tabel VI-15).
VI/28
daerah endemik yang mencakup sekitar 11 juta orang. Selama
empat tahun Repelita VI telah dibagikan pula kapsul yodium
kepada ibu hamil dan anak sekolah dasar per tahun rata-rata
sebanyak 12,5 juta orang (Tabel VI-16). Dalam upaya mencegah
GAKY dilakukan pula peningkatan kualitas garam beryodium yang
memenuhi standar (kadar KI03 diatas 30 ppm).
VI/29
Penanggulangan AGB pada anak balita diberikan dalam bentuk
sirop besi, dan telah mencakup sekitar 8.750 desa tertinggal di
propinsi Kawasan Timur Indonesia.
VI/30
Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Presiden Soeharto
mendapat penghargaan Hellen Keler International. Dalam upaya
mempertahankannya, pemberikan kapsul vitamin A dosis tinggi
kepada anak balita dua kali setahun (bulan Februari dan Agustus)
tetap dilaksanakan. Pada tahun 1993/94 pemberian kapsul vitamin
A mencakup sekitar 13,8 juta anak balita Selama empat tahun
terakhir Repelita VI pemberian kapsul tersebut mencakup rata-rata
13,1 juta anak balita per tahun. Untuk tahun 1998/99 akan
didistribusikan kapsul vitamin A bagi 11,3 juta anak balita.
VI/31
mendapat satu paket yang berisikan benih sayuran, bibit buah-
buahan, unggas, ikan dan sarana produksi. Pada tahun 1998/99
bantuan sarana produksi tersebut tidak lagi diberikan per keluarga
tetapi dilaksanakan melalui pendekatan kelompok (10 - 15 KK)
berupa sarana bimbingan sebanyak 25.400 paket. Perubahan
pendekatan tersebut diharapkan akan memberikan dampak yang
lebih baik terhadap peningkatan pendapatan dan ketersediaan bahan
pangan di tingkat keluarga sehingga dapat meningkatkan status gizi
masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan angka prevalensi KEP
pada anak balita yang menurun cukup tajam berturut-turut sebagai
berikut yaitu dari 41,7 persen pada tahun 1992 menurun menjadi
35 persen pada tahun 1995 atau menurun rata-rata sebesar 4,4
persen per tahun. Dengan kecenderungan ini sasaran penurunan
prevalensi KEP. total pada Repelita VI diperkirakan akan dapat
dicapai.
VI/32
Presiden Nomor 1 Tahun 1997 tentang PMT-AS. Sasaran PMT-
AS adalah seluruh murid SD/MI yang berada di desa IDT.
Dukungan dana untuk kegiatan ini dialokasikan melalui dana Inpres
dan dana tersebut digunakan untuk pengadaan makanan yang
bersumber dari bahan pangan setempat, peralatan masak, obat
cacing, buku juklak dan juknis, bahan-bahan penyuluhan, dan biaya
pelatihan bagi para pengelola/petugas PMT-AS terutama di perdesaan.
Makanan kudapan diberikan 3 kali seminggu selama 108 hari
dalam satu tahun belajar efektif. Selanjutnya, untuk meningkatkan
efektivitas pemberian makanan kudapan, diberikan pula obat
cacing dua kali setahun. Disamping itu, juga dilakukan penyuluhan
secara aktif kepada anak didik mengenai gizi makanan, kebersihan
diri, dan lingkungan. Pelaksanaan PMT-AS terbukti berhasil dalam
meningkatkan kehadiran siswa (menurunkan absensi) sehingga
diharapkan pada gilirannya jumlah anak yang putus sekolah akan
menurun. Pada tahun 1996/97 PMT-AS dilaksanakan di 21 propinsi
diluar Jawa dan Bali, 175 kabupaten, 14.445 desa IDT, 18.518 SD/MI,
dan mencakup sekitar 2,3 juta murid. Pada tahun 1997/98
dilaksanakan di semua propinsi, 297 kabupaten, 26.421 desa IDT,
49.539 SD/MI yang mencakup sekitar 7,2 juta murid. Pada tahun
1998/99 PMT-AS direncanakan akan dilaksanakan di semua propinsi,
297 kabupaten, 28.376 desa IDT, 49.539 SD/MI dan mencakup sekitar
8,8 juta anak murid.
VI/33
pelatihan olahraga, perusahaan, lembaga pemasyarakatan, jasa
boga, dan pondok pesantren. Selain itu telah dilaksanakan pula
pelatihan bagi pengelola gizi asrama haji di 7 embarkasi yaitu di
propinsi Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
VI/34
diproduksinya dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani
garam.
VI/35
balita dilaksanakan diseluruh desa, kecamatan dan kabupaten setiap
tiga tahun sekali melalui kegiatan SUSENAS. Sebagai hasil
pemantauan ini tersedia peta masalah gizi yang digunakan sebagai
salah satu indikator keberhasilan pengentasan kemiskinan. Data
tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan prioritas sasaran
program perbaikan gizi, sehingga diharapkan hasilnya akan lebih
efektif dan efisien.
VI/36
lebih atau kegemukan pada orang dewasa. Kegiatan ini telah
dilakukan di 12 kota (Medan, Padang, Pekanbaru, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Manado,
Ujung Pandang, dan Ambon). Hasilnya menunjukkan bahwa
berdasarkan jenis kelamin, prevalensi gizi-lebih atau kegemukan
pada kelompok perempuan hampir dua kali lipat dibandingkan
kelompok laki-laki. Selanjutnya, kelompok umur 41-55 tahun
merupakan kelompok yang paling rawan. Keadaan ini erat
kaitannya dengan berubahnya pola makan diperkotaan yang cende-
rung berlebih dalam kandungan lemak tetapi rendah serat kasar.
b. Program Penunjang
VI/37
Selama Repelita VI, terdapat penambahan 9 institusi D-3
Gizi yang berasal dari peningkatan pendidikan D-1 Gizi (Sekolah
Pendidikan Ahli Gizi ). Dengan demikian, sampai saat ini tercatat
sebanyak 27 institusi D-3 Gizi, dengan jumlah peserta didik sekitar
4.050 orang. Selain itu, telah pula dilaksanakan kursus penyegaran
ilmu gizi bagi tenaga profesional gizi di seluruh Indonesia.
VI/38
Selama Repelita VI pengawasan mutu makanan dan minuman
dilakukan pada lebih dari 12 ribu sarana produksi yang terdiri dari
sekitar 1.300 sarana produksi industri berskala menengah-besar,
dan 10.800 sarana industri berskala kecil dan rumah tangga.
Pengawasan mutu juga dilakukan pada sekitar 20.000 sarana
distribusi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sekitar 44,5
persen sarana produksi dan distribusi belum memenuhi syarat
karena kesalahan menjual produk yang rusak, produk kadaluwarsa,
dan produk tidak memenuhi ketentuan label. Hasil pengujian
makanan dan minuman yang dilaksanakan oleh 28 laboratorium
pengawasan menunjukkan bahwa rata-rata jumlah makanan yang
memenuhi persyaratan meningkat sekitar 5 persen per tahun.
VI/39
badan dunia WHO dan FAO tentang perlindungan konsumen. Pada
tahun 1998/99 akan diberikan bimbingan dan dorongan agar
produsen makanan dan minuman menerapkan sistem jaminan mutu.
Untuk memenuhi standar-standar tersebut telah disusun berbagai
materi pelatihan terutama untuk meningkatkan kemampuan tenaga
pengawas makanan dan dunia usaha.
VI/40
ditingkatkan antara lain melalui kegiatan pameran berbagai jenis
makanan tradisional baik di tingkat nasional maupun daerah.
Peninjauan ulang terhadap pelaksanaan program diversifikasi
pangan dan gizi dari sektor pertanian telah dilakukan agar kaitan
program tersebut dengan kegiatan posyandu dan perbaikan
ekonomi petani miskin makin nyata. Upaya tersebut antara lain
berupa kaji ulang konsep pengembangan pemanfaatan lahan
sebagai sumber pendapatan dan perbaikan gizi keluarga, dan
mengembangkan program penyuluhan yang akan dilaksanakan oleh
penyuluh pertanian lapangan (PPL) bekerjasama dengan KTNA.
Dalam rangka mendukung PMT-AS ditingkatkan kegiatan
pemanfaatan kebun sekolah yang merupakan sarana pendidikan
bagi anak sekolah untuk mengenal bahan pangan lokal dan
menyukai makanan yang beraneka ragam.
D. PENUTUP
VI/41
makin tinggi. Sebagai hasilnya, keadaan gizi masyarakat semakin
baik yang ditunjukkan antara lain dengan menurunnya angka
prevalensi penduduk yang menderita kekurangan gizi. Prevalensi
anak balita yang menderita kurang energi dan protein (KEP),
kekurangan vitamin A (KVA), dan anemia gizi besi (AGB)
menurun cukup tajam. Pada kelompok anak sekolah, PMT-AS
selain berhasil meningkatkan keadaan gizi anak juga berperan
menurunkan angka ketidakhadiran (absensi) sehingga mendukung
pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun serta meningkatkan kecintaan terhadap makanan tradisional
yang memanfaatkan sumberdaya pangan setempat.
VI/42
TABEL VI – 1
HARGA DASAR GABAH DI TINGKAT KUD
1992, 1993, 1994 – 1997
(Rp/Kg)
TABEL VI – 1.A
HARGA DASAR GABAH DI TINGKAT KUD
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(Rp/Kg)
VI/43
TABEL VI - 2
HASIL PEMBELIAN GABAH DAN BERAS DALAM NEGERI
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98
(ton setara beras)
VI/44
TABEL VI - 2.A
HASIL PEMBELIAN GABAH DAN BERAS DALAM NEGERI
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(ton setara Beras)
VI/45
TABEL VI - 3
PERKEMBANGAN HARGA RATA-RATA GABAH
DI PERDESAAN INDONESIA ¹)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997198
(Rp/kg)
VI/46
TABEL VI - 3.A
PERKEMBANGAN HARGA RATA-RATA GABAH
DI PERDESAAN INDONESIA ¹)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(Rp/kg)
VI/47
TABEL VI – 4
PERBEDAAN ANTARA HARGA RATA – RATA GABAH DI MUSIM PANEN
DAN MUSIM PACEKLIK DI DAERAH PERDESAAN 1)
VI/48
VI/49
TABEL VI – 5
PERBEDAAN ANTARA HARGA RATA-RATA BERAS DI MUSIM PANEN
DAN MUSIM PACEKLIK DI BEBERAPA KOTA PENTING
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(Rp/Kg)
VI/50
TABEL VI – 5.A
PERBEDAAN ANTARA HARGA RATA – RATA BERAS DI MUSIM PANEN
DAN MUSIM PACEKLIK DI BEBERAPA KOTA PENTING
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(Rp/kg)
VI/51
TABEL VI – 6
HARGA RATA-RATA TERTIMBANG BERAS BULANAN DI BEBERAPA KOTA
PENTING
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(Rp/kg)
VI/52
(Lanjutan Tabel VI – 6)
VI/53
(Lanjutan Tabel VI – 6)
VI/54
TABEL VI – 6.A
HARGA RATA-RATA TERTIMBANG BERAS BULANAN DI BEBERAPA KOTA
PENTING
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(Rp/Kg)
VI/55
(Lanjutan Tabel VI – 6.A)
VI/56
TABEL VI – 7
PERBANDINGAN ANTARA HARGA BERAS TERTINGGI DAN TERENDAH
DENGAN HARGA RATA-RATA DI BEBERAPA KOTA PENTING
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(Rp/Kg)
VI/57
TABEL VI – 7.A
PERBANDINGAN ANTARA HARGA BERAS TERTINGGI DAN TERENDAH
DENGAN HARGA RATA-RATA DI BEBERAPA KOTA PENTING
1968,1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(Rp/Kg)
VI/59
TABEL VI – 8
HARGA BATAS TERTINGGI BERAS
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(Rp/kg)
Akhir
Repelita V Repelita VI
¹)
No. Daerah 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98
VI/60
TABEL VI –9
JUMLAH PENYALURAN BERAS
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(ribu ton)
Akhir
Repelita V Repelita VI
No. Sasaran Penyaluran 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98
1)
²)
1. Golongan Anggaran 1574 1.6 1.683 1.68 1.689 1.262
65 5
2. PN/PNP 62 77 77 57
92 86
3. Pasaran Umum 70 4 1.043 603 348 1.161
16
4. Ekspor/Pinjaman 131 5 .. .. ..
96 53
4. Ekspor/Pinjaman - - - - -
VI/63
TABEL VI – 10.A
JUMLAH GUDANG GABAH/BERAS DI JAKARTA DAN DI DAERAH-DAERAH
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
VI/64
TABEL VI – 11
IMPOR DAN PENYALURAN GANDUM
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(ribu ton)
Akhir
Repelita V Repelita VI
No. Uraian 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98
¹)
1. Stok awal 36 500 2
290 258 2 450 60
2. Impor 2.332 2.782 3.423 3.472 3.786 2.926
4. Stok akhir 50 3
258 362 0 450 260 47
Akhir
Repelita V Repelita VI
1)
No. Jenis Komoditas 1992 1993 1994 1995 1996 1997
1) Angka diperbaiki
TABEL VI – 13
JUMLAH ENERGI DAN PROTEIN YANG TERSEDIA
UNTUK DIKONSUMSI BERDASARKAN KELOMPOK JENIS BAHAN MAKANAN
1992, 1993, 1994 – 1997
VI/68
TABEL VI - 14
PERKEMBANGAN PENYEDIAAN PANGAN
DIUKUR DENGAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH)
1992, 1993, 1994 - 1997
Akhir
Repelita V Repelita VI
1)
No.Jenis Komoditas 1993 1994 1995 1996 1997
1992
1. Padi-padian .. 31,70 32,62 31,23 32,40 ..
2. Umbi-umbian .. 3,67 3,61 3,29 3,49 ..
3. Buah biji berminyak .. 2,35 1,26 1,16 1,12 ..
1) Angka diperbaiki
TABEL VI – 15
KEGIATAN USAHA PERBAIKAN GIZI KELUARGA
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 19977/98
VI/70
TABEL VI – 15.A
KEGIATAN USAHA PERBAIKAN GIZI KELUARGA
1968, 1973)74, 1978/19, 1983/84, 1988/89
VI/71
TABEL VI – 16
PELAKSANAAN PENCEGAHAN GONDOK ENDEMIK, ANEMIA GIZI, DAN ¹)
VI/72
KEKURANGAN VITAMIN A
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
Akhir
Repelita V Repelita VI
No. Uraian Satuan 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98
²) ³)
1.Pencegahan Gondok Endemik
– Kapsul Yodium penduduk 8.600.00 11.015.305 12.449.412 12.300.00 10.750. 7.591.34
0 0 000 5
2.Pencegahan Anemia Gizi
– Distribusi Tablet Besi ibu hamil 1.428.30 2.200.000 2.490.000 2.913.902 3.500.0 2.746.44
Melalui UPGK 0 00 5
3.Pencegahan Kekurangan
– Distribusi Kapsul Vitamin A Anak balita 13.730.000 11.796.293 12.500.00 13.800. 14.345.39
13.417.00 0 000 7
0
1) Angka tahunan
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara sampai dengan Desember
1997
TABEL VI – 16.A
PELAKSANAAN PENCEGAHAN GONDOK ENDEMIK, ANEMIA GIZI,
DAN KEKURANGAN VITAMIN A ¹)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
VI/73