Anda di halaman 1dari 8

A.

Masa Kecil

Florence Nightingale lahir di Firenze, Italia pada tanggal 12 Mei 1820 dan dibesarkan dalam keluarga
yang berada. Namanya diambil dari kota tempat ia dilahirkan.[2] Nama depannya, Florence merujuk
kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris.

Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William
Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya
adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence Nightingale
memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope.

Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan
martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan
aktivitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence lebih banyak keluar
rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.

B. Perjalanan ke Jerman

Pada tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih jauh tentang rumah sakit
modern pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola oleh biarawati
Lutheran (Katolik).

Di sana Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian yang dipraktikkan oleh para
biarawati kepada pasien.

Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris dengan membawa angan-angan
tersebut.

C. Belajar merawat

Pada usia dewasa Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri tuan tanah yang
kaya, mendapat banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia tolak, karena Florence merasa
"terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan.

Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton Milnes seorang
penyair dan seorang ningrat (Baron of Houghton), lamaran inipun ia tolak karena pada tahun itu ia sudah
membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan.

Ditentang oleh keluarga

Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini dikarenakan pada masa itu di Inggris,
perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit adalah tempat yang jorok. Banyak orang
memanggil dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di rumah.
Perawat pada masa itu hina karena:

1. Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang miskin) yang
mengikuti ke mana tentara pergi.

2. Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga
dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan wanita
tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak senonoh

3. Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan
tersebut di atas.

4. Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.

Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa merendahkan
profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman perawat juga biarawati Katolik yang sudah disumpah
untuk tidak menikah dan hal ini juga secara langsung melindungi mereka dari perlakuan yang tidak
hormat dari pasiennya.

Walaupun ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan, tetapi ia tidak setuju bila
Florence menjadi perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan anaknya bekerja di tempat yang
menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan keluar negeri untuk menenangkan
pikiran.

Tetapi Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk mendapatkan pelatihan bersama
biarawati di sana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth, Jerman di bawah tekanan dari
keluarganya yang takut akan implikasi sosial yang timbul dari seorang gadis yang menjadi perawat dan
latar belakang rumah sakit yang Katolik sementara keluarga Florence adalah Kristen Protestan.

Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit untuk orang miskin di Prancis.

Kembali ke Inggris

Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London dan mendapat pekerjaan sebagai
pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick Gentlewomen, sebuah rumah sakit kecil
yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya
memberinya ₤500 per tahun (setara dengan ₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga
Florence dapat hidup dengan nyaman dan meniti kariernya.

Di sini ia beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang
beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini mengubah
peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa;
“rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga Yahudi dan agama
lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka, termasuk
rabi, dan ulama untuk orang Islam”

Komite Rumah Sakit pun mengubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.

D. Perang Krimea

Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea. Tentara Inggris bersama tentara Prancis
berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, tetapi yang lebih
menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka.

Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel pergi ke Krimea. Dalam tulisannya
untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa
diberi perawatan sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau
mengabdikan dirinya dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?".

Hati rakyat Inggrispun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa masanya telah tiba, ia pun
menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney Herbert, untuk menjadi sukarelawan.

Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap bahwa Florence adalah satu-satunya wanita yang
mendaftarkan diri. Di Krimea prajurit-prajurit banyak yang mati bukan karena peluru dan bom, tetapi
karena tidak adanya perawatan, dan perawat pria jumlahnya tidak memadai. Ia meminta Florence untuk
memimpin gadis-gadis sukarelawan dan Florence menyanggupi.

Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih oleh Nightingale dan termasuk
bibinya Mai Smith,[3] berangkat ke Turki menumpang sebuah kapal.

Pada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit pinggir pantai di Scutari. Saat tiba
di sana kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan.

Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas, semua
ruangan penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan beratus-ratus prajurit bergelimpangan di
halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang merawat.

Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan
mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh tersebut
ditumpuk begitu saja di luar jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya jauh-jauh ke tempat lain.
Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak
sedap.

Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah sakit tersebut dan
menyanggupi untuk membantu.
Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para penderita di
dalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia
mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling tidak bernaung di bawah pohon dan
menugaskan pendirian tenda.

Penjagaan dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat;

Perban diganti secara berkala.

Obat diberikan pada waktunya.

Lantai rumah sakit dipel setiap hari.

Meja kursi dibersihkan.

Baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk setempat.

Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai dibersihkan,
mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam.

Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah berubah sama sekali, walaupun baunya belum hilang
seluruhnya namun jerit dan rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat sukarelawan
bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan Florence Nightingale.

Ia juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi, bahkan mengunci mereka dari luar pada
malam hari. Ini dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah,
bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah kepemimpinan kuat seorang wanita, anak-anak mereka
bisa dilindungi dari kemungkinan serangan seksual.

Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di Inggris menentang anak perempuan mereka menjadi
perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya di
mana profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati dan biarawati-biarawati ini berada di bawah
pengawasan Biarawati Kepala.

Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence menuliskan
pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui.

Namun, kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh banyak pada jumlah
kematian prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah meningkat menjadi yang terbanyak
dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim dingin pertama Florence berada
di sana sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat prajurit malah
meninggal karena penyakit seperti; tipes, tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian
akibat luka-luka saat perang. Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah pasien
melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal ini menyebabkan sistem pembuangan
limbah dan ventilasi udara memburuk.
Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah Florence Nightingale datang, komisi
kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah dan sirkulasi udara, sejak saat
itu tingkat kematian menurun drastis.

Namun Florence tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang kurang dari
suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah saat Florence
kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris
(Royal Commission on the Health of the Army), akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di
rumah sakit meninggal akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan.

Hal ini berpengaruh pada kariernya di kemudian hari di mana ia gigih mengkampanyekan kebersihan
lingkungan sebagai hal yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya angka kematian prajurit
pada saat damai (tidak sedang berperang) dan menunjukkan betapa pentingnya disain sistem
pembuangan limbah dan ventilasi udara sebuah rumah sakit.

Bidadari berlampu

Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara datang dan melapor
pada Florence bahwa dari kedua belah pihak korban yang berjatuhan banyak sekali.

Florence menanti rombongan pertama, tetapi ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya pada bintara
tersebut apa yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa korban
selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap.

Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan pertempuran untuk
mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan karena bila mereka menunggu hingga esok hari
korban-korban tersebut bisa mati kehabisan darah.

Saat bintara tersebut terlihat enggan, Florence mengancam akan melaporkannya kepada Mayor Prince.

Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya pria, hanya Florence satu-
satunya wanita. Florence dengan berbekal lentera membalik dan memeriksa tubuh-tubuh yang
bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup dan masih bisa diselamatkan, termasuk prajurit
Rusia.

Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajurit Inggris dan tiga
prajurit Rusia.

Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling dengan lampu
untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari berlampu
yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang seharusnya sudah meninggal.

Selama perang Krimea, Florence Nightingale mendapatkan nama "Bidadari Berlampu".[4] Pada tahun
1857 Henry Longfellow, seorang penyair AS, menulis puisi tentang Florence Nightingale berjudul "Santa
Filomena", yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara pada malam
hari, sendirian, dengan membawa lampu.

"Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu untukku."

E. Pulang ke Inggris

Florence Nightingale kembali ke Inggris sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus 1857, semua orang
tahu siapa Florence Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di medan pertempuran Krimea,
dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang paling terkenal setelah Ratu Victoria sendiri.
Nightingale pindah dari rumah keluarganya di Middle Claydon, Buckinghamshire, ke Burlington Hotel di
Piccadilly. Namun, ia terkena demam, yang disebabkan oleh Bruselosis ("demam Krimea") yang
menyerangnya selama perang Krimea.[5] Dia memalangi ibu dan saudara perempuannya dari kamarnya
dan jarang meninggalkannya.

Sebagai respon pada sebuah undangan dari Ratu Victoria - dan meskipun terdapat keterbatasan
kurungan pada ruangannya - Nightingale memainkan peran utama dalam pendirian Komisi Kerajaan
untuk Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert menjadi ketua. Sebagai wanita, Nightingale
tidak dapat ditunjuk untuk Komisi Kerajaan, tetapi ia menulis laporan 1.000 halaman lebih yang
termasuk laporan statistik mendetail, dan ia merupakan alat implementasi rekomendasinya. Laporan
Komisi Kerajaan membuat adanya pemeriksaan tentara militer, dan didirikannya Sekolah Medis Angkatan
Bersenjata dan sistem rekam medik angkatan bersenjata.

F. Karir selanjutnya

Ketika ia masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu untuk memberikan pengakuan
pada Florence Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang yang membuat didirikannya Dana
Nightingale untuk pelatihan perawat. Sidney Herbert menjadi sekretaris honorari dana, dan Adipati
Cambridge menjadi ketua. Sekembalinya Florence ke London, ia diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat.
Mereka mendirikan sebuah badan bernama "Dana Nightingale", di mana Sidney Herbert menjadi
Sekertaris Kehormatan dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya. Badan tersebut berhasil
mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000 sebagai rasa terima kasih orang-orang Inggris
karena Florence Nightingale berhasil menyeamatkan banyak jiwa dari kematian.

Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk wanita yang
pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang berpendidikan.
Florence berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka profesi perawat akan menjadi lebih
dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik akan mengizinkan anak-anak perempuannya untuk bersekolah di
sana dan masyarakat akan lain sikapnya menghadapi seseorang yang terdidik.

Sekolah tersebut pun didirikan di lingkungan rumah sakit St. Thomas Hospital, London. Dunia kesehatan
pun menyambut baik pembukaan sekolah perawat tersebut.

Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan baik-baik mendaftarkan diri,
perjuangan Florence di Semenanjung Krimea telah menghilangkan gambaran lama tentang perempuan
perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar baru tentang perawat
terdidik dan dimulailah masa baru dalam dunia perawatan orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan
Sekolah Perawat dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence Nightingale School of Nursing and
Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King College London.

Sebagai pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin. Tulisannya mengenai
dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di sekolah tersebut.

Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama Florence menamatkan sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga
pemudi habis diambil oleh rumah sakit sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak meminta bagian.

Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool Workhouse Infirmary.
Ia juga berkampanye dan menggalang dana untuk rumah sakit Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat
rumah tinggal keluarganya.

Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan ditempat-tempat
tersebut.

Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-gadis berbakat untuk dididik di
sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan mendirikan sekolah serupa di negerinya masing-
masing.

Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence telah tumbuh dan mengembangkan
pengaruh mereka pada awal-awal pengembangan profesi keperawatan. Beberapa dari mereka telah
diangkat menjadi perawat senior (matron), termasuk di rumah sakit-rumah sakit London seperti St.
Mary's Hospital, Westminster Hospital, St Marylebone Workhouse Infirmary dan the Hospital for
Incurables (Putney); dan diseluruh Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh Royal
Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal Infirmary dan juga di Sydney Hospital, di New South
Wales, Australia.

Orang sakit menjadi pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka mendapatkan perawatan
yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku dan buah pikiran
Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini.
Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on Nursing) buku setebal
136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan sekolah keperawatan
lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan orang awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh
dunia.

Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan bayi.

Pada tahun 1869, Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan Universitas Medis Wanita.

Pada tahun 1870-an, Linda Richards, "perawat terlatih pertama Amerika", berkonsultasi dengan Florence
Nightingale di Inggris, dan membuat Linda kembali ke Amerika Serikat dengan pelatihan dan
pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah perawat. Linda Richards menjadi pelopor perawat di
Amerika Serikat dan Jepang.

Pada tahun 1883 Florence dianugerahkan medali Palang Merah Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu
Victoria.

Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di hadapan beratus-ratus undangan
menganugerahkan Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence
Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini.

Pada tahun 1908 ia dianugerahkan Honorary Freedom of the City dari kota London.

Nightingale adalah seorang anggota Gereja Anglikan Inggris.[6] Pada tanggal 7 Februari 1837 – tidak
lama sebelum ulang tahunnya ke-17 – sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis, "Tuhan
berbicara padaku dan memanggilku untuk melayani-Nya.".

G. Meninggal dunia

Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13 Agustus 1910. Keluarganya
menolak untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia dimakamkan di Gereja St. Margaret yang
terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris

Anda mungkin juga menyukai