A. OBAT
Obat adalah zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati, yang dalam dosis layak dapat
meringankan, mencegah, dan menyembuhkan, penyakit atau gejala-gejalanya.
Berdasarkan sumbernya obat yang ada dewasa ini digolongkan menjadi tiga yaitu:
Obat yang masuk kedalam tubuh melalui berbagai cara pemberian pada umumnya mengalami
absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai ditempat kerja dan menimbulkan efek,
dengan atau tanpa metabolisme/biotransformasi, terutama di hati berupa tranformasi
enzimatik, kemudian obat tersebut diekskresikan dari dalam tubuh.
Aktivitas biologis obat didalam tubuh dipengaruhi oleh fase-fase yang dilalui obat tersebut
didalam tubuh. Dikenal tiga fase perjalanan obat didalam tubuh yaitu:
1. Fase Biofarmasetika adalah waktu mulai penggunaan sediaan obat hingga pelepasan
zat aktifnya kedalam tubuh dan siap untuk diabsorpsi;
2. Fase farmakokinetik adalah fase atau tahapan yang dilalui obat setelah dilepas dari
bentuk sediaan. Fase farmakokinetik obat diawali dengan tahap absorpsi di usus,
dilanjutkan dengan tahap transportasi dalam darah, hingga tahap distribusi obat
kejaringan-jaringan dalam tubuh. Didalam darah, obat mengikat protein darah dan
obat akan dimetabolisme, terutama ketika obat melewati hepar (hati) hingga pada
akhirnya obat diekskresikan dari tubuh.
Faktor-faktor penentu proses farmakokinetik adalah :
a. Sistem kompartemen cairan dalam tubuh;
b. Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin
dapat mengikat obat;
c. Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen;
d. Dosis dan sediaan obat, transport antar kompartemen seperti proses absorpsi,
bioaktivasi, dan ekskresi yang akan menentukan lama obat dalam tubuh.
3. Fase farmakodinamik adalah fase atau tahapan terjadinya interaksi obat dengan
reseptor tubuh.
B. METABOLISME OBAT
Pada proses metabolisme obat terjadi perubahan struktur kimia obat didalam tubuh dan proses
ini dikatalisis enzim. Metabolisme dapat menghasilkan metabolit yang tidak aktif (bioinaktivasi)
atau metabolit yang mempunyai efek terapeutik (bioaktivasi), bahkan dapat membentuk
metabolit yang bersifat toksin atau beracun. Metabolisme obat bertujuan mengubah obat
menjadi metabolit yang tidak aktif, tidak beracun/tidak bersifat toksin, mudah larut dalam air
(hidrofil), dan mudah diekskresikan dari tubuh. Kecepatan biotransformasi obat dipengaruhi
oleh konsentrasi obat, fungsi hati, usia, genetic, dan pemakaian obat lain. Metabolisme obat
terdiri dari dua fase yaitu fase perombakan dan fase konjugasi.
a. Fase Perombakan
Adalah fase untuk membuat senyawa obat menjadi lebih polar dan mudah diekskresikan
dengan cara memasukan gugus baru kedalam molekul obat atau gugus fungsional yang ada.
Fase perombakan dapat berupa proses oksidasi, reduksi, atau hidrolisis.
Contoh reaksi oksidasi : reaksi oksidasi asetanilid menjadi asetaminofen
Gambar 1.1. Reaksi oksidasi asetanilid menjadi asetaminofen Contoh reaksi reduksi
b. Fase Konjugasi
Adalah fase untuk melindungi gugus fungsi suatu obat atau metabolit obat dengan gugus baru
seperti glukuronat, sulfat, dan asam amino yang diperoleh dari fase perombakan. Konjugasi
dapat juga terjadi melalui reaksi metilasi, seperti N-metilasi, O- metilasi, dan S-metilasi.
Contoh reaksi-reaksi pada fase konjugasi :
Reaksi konjugasi glukoronat
Mekanisme kerja obat yang paling umum adalah terikat pada tempat reseptor. Reseptor
melokalisasi efek obat. Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena memiliki bentuk kimia
yang sama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok dan kuncinya untuk
menimbulkan efek terapeutiknya. Setiap sel dalam tubuh memiliki kelompok reseptor yang
unik.
Reseptor obat adalah suatu makromolekul dapat berupa lipoprotein, atau asam nukleat yang
jelas dan spesifik terdapat dalam jaringan sel hidup, mengandung gugus fungsional atau atom-
atom yang terorganisasi, berinteraksi secara reversible dengan molekul obat membentuk suatu
kompleks sehingga pada akhirnya menimbulkan respon biologis yang spesifik. Suatu senyawa
yang dapat mengaktivasi sehingga menimbulkan respon
disebut agonis. Selain itu senyawa yang dapat membentuk kompleks dengan reseptor tapi tidak
dapat menimbulkan respon dinamakan antagonis. Sedangkan senyawa yang mempunyai
aktivitas diantara dua kelompok tersebut dinamakan antagonis parsial. Sebagian besar
dari reseptor terdapat pada membran sel misalnya reseptor asetilkolin, reseptor insulin, dan
sebagian kecil terdapat dalam sel atau inti sel misalnya reseptor hormon steroid.
Interaksi antara obat dengan sisi ikatan pada reseptornya tergantung dari
kesesuaian/keterpaduan dari dua molekul tersebut. Molekul yang paling sesuai denga reseptor
dan mempunyai jumlah ikatan yang banyak (biasanya non-kovalen), yang terkuat akan
mengalahkan senyawa yang lain dalam berinteraksi dengan sisi aktif reseptornya. Oleh
karenanya, senyawa tersebut mempunya afinitas terbesar terhadap reseptornya.
Sifat fisika dan kimia suatu obat dapat mempengaruhi aktivitas biologi. Kedua sifat ini
ditentukan oleh struktur kimianya, dengan demikian aktivitas obat dapat dipengaruhi oleh
kekhususan/kespesifikan struktur suatu obat. Kekhususan/kespesifikan struktur suatu obat
terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Obat yang berstruktur tidak spesifik adalah obat yang bekerja secara langsung dan
tidak tergantung struktur kimianya, kecuali bahwa struktur kimia mempengaruhi sifat
fisikokimianya. Obat yang berstruktur tidak spesifik mempunyai struktur kimia
bervariasi dan tidak berinteraksi dengan struktur kimia spesifik. Aktivitas biologi obat
dengan struktur tidak spesifik banyak disebabkan oleh sifat fisika molekul obat seperti
kelarutan, derajat ionisasi, aktivitas permukaan dan termodinamika. Contoh obat
berstruktur tidak spesifik adalah obat-obat anastetik sistemik seperti eter, kloroform,
nitrogen oksida, dan obat-obat yang mengandung senyawa bakterisidal seperti fenol,
0-kresol, resorsinol, dll.
2. Obat yang berstruktur spesifik adalah obat-obat yang aktivitas biologinya disebabkan
oleh sifat kimianya dan kerja obat ditentukan oleh interaksi langsung antara obat
dengan reseptor atau akseptor spesifik. Aktivitas biologi dihasilkan dari struktur kimia
yang beradaptasi dengan struktur reseptor membentuk kompleks. Sedikit modifikasi
pada struktur fundamental akan menyebabkan perubahan aktivitas biologi yang
signifikan sehingga suatu seri senyawa dapat menunjukkan rentang aktivitas mulai dari
anatgonis hingga serupa dengan aktivitas senyawa induk. Sebagian besar molekul obat
masuk dalam kelompok ini. Contoh obat-obat diuretik.
Struktur kimia suatu obat umumnya terdiri dari struktur inti dan rantai samping. Struktur inti
dapat berbentuk cincin siklik, heterosiklik, atau polisiklik. Rantai samping (R) berupa alifatik,
siklik, atau heterosiklik. Rantai samping (R) bertindak sebagai gugus minor atau radikal bebas,
menentukan aktivitas biologi dan sifat kimia fisika obat.
Contoh beberapa struktur inti yang terdapat pada senyawa obat.
Contoh rantai samping (R) senyawa obat
Gambar 1.5. Rantai samping (R) senyawa obat Tabel 1.1. Rantai
Hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis dapat dilakukan dengan mengaitkan
gugus fungsional tertentu dengan respon biologis tertentu. Senyawa dengan gugus fungsional
yang sama akan mempunyai aktivitas sama, contoh fenol, kresol, eugenol mengandung gugus
fungsi hidroksil fenol dan berkhasiat sebagai antibakteri.
Beberapa senyawa memiliki struktur kimia yang berbeda namun aktivitas biologisnya sama.
Contoh senyawa dengan struktur berbeda namun memililki aktivitas biologi sama adalah obat
anastesi sistematik seperti eter, siklopropan, halotan.
CH3-CH2-O-CH2CH3
(a) (b) (c)
Ada pula senyawa dengan unit struktur sama tetapi memiliki aktivitas biologis bermacam-
macam. Contoh senyawa dengan struktur berbeda dan aktivitas biologis berbeda adalah obat
turunan sulfonamide yang dapat berkhasiat sebagai antibakteri (sulfanilamide),
diuretik (hidroklorotiazid), antilepra (diazon), antimalaria (sulfadoksin), urikosurik
(probenesid), dan antidiabetes (karbutamid).
Gambar 1.8. Senyawa dengan struktur berbeda dan aktivitas biologis berbeda
Aktivitas biologis obat juga dipengaruhi oleh sifat kimia fisika molekul obat seperti pada proses
distribusi obat dan interaksi obat dengan reseptor. Proses distribusi obat dengan penembusan
membran biologis dipengaruhi oleh sifat lipofil molekul obat, kelarutan, derajat ionisasi, dan
pH. Proses interaksi obat dengan reseptor khas dipengaruhi ikatan kimia, seperti ikatan-ikatan
kovalen, ion, hidrogen, dipol-dipol, van der Waals, ukuran molekul obat dan efek stereokimia.
Oleh sebab itu sifat-sifat lipofil, elektonik dan sterik sangat menunjang molekul obat dalam
memperoleh aktivitas.
Mempelajari hubungan struktur aktivitas suatu obat dapat membantu dalam memahami
mekanisme kerja obat selain itu ilmu ini sangat berguna dalam membuat rancangan obat baru
dengan aktivitas yang lebih besar, lebih selektif, toksisitas dan efek samping lebih rendah,
kenyamanan yang lebih besar serta lebih ekonomis.
Setiap suatu senyawa aktif yang mengalami perubahan struktur dapat menyebabkan perubahan
aktivitas biologinya. Hal ini dipelajari dalam Hubungan Struktur Aktivitas (HSA) atau Structure
Activity Relationship (SAR). Hubungan struktur aktivitas didukung oleh banyak faktor-faktor,
yang terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Faktor-faktor yang kurang mendukung Hubungan Struktur Aktivitas senyawa obat
antara lain :
a. perbedaan keadaan pengukuran parameter kimia, fisika dan aktivitas biologis;
b. senyawa yang digunakan pra obat harus mengalami bioaktivasi menjadi
metabolit aktif;
c. aktivitas obat dipengaruhi oleh banyak keadaan in vivo;
d. senyawa mempunyai pusat atom asimetris, sehingga kemungkinan merupakan
campuran rasemat dan tiap isomer mempunyai derajat aktivitas yang berbeda;
e. senyawa mempunyai aktivitas biologis yang mirip dengan senyawa lain tetapi
berbeda mekanisme aksinya;
f. pengaruh bentuk sediaan terhadap aktivitas, seperti ukuran partikel dan bentuk
kristal obat dalam sediaan farmasi;
g. obat bersifat multipoten, struktur kimia yang diperlukan untuk menimbulkan
aktivitas biologis yang berbeda kemungkinan serupa atau tumpang tindih;
h. perbedaan spesies. perbedaan terjadi pada obat yang bersifat lipofilik dapat
disebabkan oleh perbedaan proses metabolik dihati dan ekskresi obat di ginjal.
2. Faktor-faktor yang mendukung hubungan struktur aktivitas, yaitu:
a. Hubungan struktur aktivitas empiris yang sifatnya insidental (incidental). Hukum
empiris untuk terjadinya aktivitas biologi pada tipe obat tertentu dapat
digunakan untuk membuat turunan obat berdasarkan data percobaan;
b. Struktur obat simetrik. Beberapa tipe obat tertentu ada yang mengandung dua
gugus fungsi simetrik yang berhubungan dan menimbulkan aktivitas.
3. Hubungan struktur aktivitas yang sebenarnya.
Aktivitas biologis merupakan refleksi sifat kimia fisika dari senyawa bioaktif, sehingga hubungan
struktur aktivitas memiliki hukum tertentu.
Contoh : seri homolog sederhana R(CH2)nCH3 dan R(CH2)nR’ lipofilitas atau kemampuan untuk
membuat ikatan hidrofob berubah secara teratur sesuai jumlah n.
F. MODIFIKASI STRUKTUR
Modifikasi struktur molekul obat bertujuan mendapatkan obat baru dengan aktivitas yang lebih
baik. Variasi dalam struktur akan mempengaruhi aktivitas biologi obat yang ditentukan oleh
sifat kimia fisika, distribusi ke sel dan jaringan, penembusan ke enzim dan reseptor, cara
bereaksi ke target dan ekskresi.
Salah satu tujuan modifikasi struktur adalah merubah masa kerja obat. Masa kerja obat dapat
diperpanjang atau diperpendek sesuai dengan efek terapi yang diharapkan misalnya ada
antibiotika golongan tertentu diperlukan untuk memperoleh konsentrasi tinggi dan
dipertahankan dalam darah. Salah satu cara untuk memperpanjang masa kerja obat dilakukan
dengan cara pembentukan garam asam, senyawa ester dari senyawa obat misal prokain
penisilin, esterifikasi pada steroid (estrogen, progesteron, androgen), dan antibiotika tertentu
(eritromisin, kloramfenikol). Cara untuk memperpendek masa kerja obat dapat dilakukan
dengan mengganti gugus kimia yang stabil dengan gugus yang labil misalnya klorpropamid
dengan masa kerja 5,7 jam menjadi tolbutamid dengan masa kerja 3,3 jam.
Topik 1
Hubungan Struktur Aktivitas
Obat-obat Antibiotika
46
A. PENDAHULUAN
Pada pembelajaran kali ini kita akan membahas mengenai antibiotika. Masih ingatkah
anda sejarah penemuan antibiotika? Pada tahun 1929 Alexander Fleming secara tidak
sengaja menemukan sifat antibakteria dari penisilin. Penemuan ini kemudian dianggap
sebagai tonggak kelahiran era antibiotika modern. Meski demikian, penisilin baru
dipergunakan dalam terapi infeksi pada tahun 1939 oleh Florey dan Chain, dan sejak saat
itulah eksploitasi terhadap penemuan ini baru benar-benar terealisasi. Berabad-abad yang
lalu, manusia telah mempelajari berbagai macam ramuan yang digunakan untuk mengobati
penyakit infeksi topical, yang saat ini diasumsikan bahwa ramuan tersebut efektif mengobati
infeksi karena adanya bahan-bahan antibiotika dalam ramuan tersebut.
Istilah antibiotika berasal dari kata antibiosis yang berarti ‘melawan hidup’. Istilah ini
digagas oleh Ied Vuillemin yang mendefinisikan antibiosis sebagai konsep biologis
kelangsungan hidup, dimana suatu organisme menghancurkan organisme lainnya demi
bertahan hidup. Pada tahun 1942, Waksman mendefinisikan antibiotika sebagai bahan kimia
yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan
atau mematikan mikroorganisme. Definisi inilah yang kemudian digunakan hingga saat ini.
Meski demikian dengan berkembang pesatnya antibiotika, maka dibuatlah batasan-batasan
pengertian mengenai antibiotika. Sehingga suatu bahan kimia digolongkan ke dalam
antibiotika bilamana bahan kimia tersebut :
1. merupakan produk metabolisme, meskipun dalam produksinya dilakukan melalui
sintesa kimia;
2. merupakan produk sintesa yang diproduksi sebagai struktur analog dari antibiotika
alamiah;
3. dapat menghambat pertumbuhan satu atau lebih mikroorganisme;
4. efektif pada konsentrasi rendah.
Kita telah mempelajari mengenai sejarah dan definisi antibiotika. Bahasan selanjutnya
adalah mengenai penggolongan antibiotika. Antibiotika dapat diklasifikasikan berdasarkan
spektrum aktivitasnya maupun mekanisme kerja dan struktur kimianya. Mari kita bahas satu
per satu mengenai penggolongan antibiotika ini pada bahasan selanjutnya.
47
B. PENGGOLONGAN ANTIBIOTIKA
48
2. Berdasarkan mekanisme kerjanya
Klasifikasi atau penggolongan antibiotika berdasarkan mekanisme kerjanya ditampilkan
pada Gambar 2.1. berikut.
(Sumber : https://online.science.psu.edu/micrb106_wd/node/6053)
49
3. Berdasarkan struktur kimianya
Penggolongan antibiotika berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi enam
kelompok yakni :
a. Antibiotika β laktam
b. Aminoglikosida
c. Tetrasiklin
d. Polipeptida
e. Makrolida
f. Linkomisin
g. Lain-lain
a. Antibiotika β laktam
Antibiotika β laktam terdiri atas 2 sub kelompok yaitu (1) antibiotika turunan penisilin
dan (2) antibiotoka turunan sefalosporin.
50
Tabel 2.1. Penamaan turunan Penisilin berdasarkan rantai samping yang terikat pada 6-APA
51
Contoh-contoh antibiotik turunan Penisilin yang peka terhadap penisilinase
ditampilkan pada Tabel 2.2. berikut.
b) Aminopenisilin
Ciri atau karakteristik Aminopenisilin adalah:
1. memiliki spektrum aktivitas yang luas melawan bakteri gram negatif
dan gram positif;
2. tidak efektif terhadap pseudomonas aeruginosa.
52
Contoh-contoh antibiotik turunan Penisilin yang merupakan kelompok
aminopenisilin ditampilkan pada Tabel 2.3. berikut.
53
c) Antipseudomonal penisilin (carboxy penicillin)
Contoh-contoh antibiotik turunan Penisilin yang merupakan kelompok
antipseudomonal penisilin (carboxy penicillin) ditampilkan pada Tabel 2.4.
berikut.
d) Ureidopenisilin
Contoh-contoh antibiotik turunan Penisilin yang merupakan kelompok
Ureidopenisilin ditampilkan pada Tabel 2.5. berikut.
54
e) Turunan Penisilin lainnya
Contoh-contoh antibiotik turunan Penisilin yang merupakan kelompok
turunan penisilin lainnya ditampilkan pada Tabel 2.6. berikut.
Tabel 2.6. Antibiotik turunan Penisilin yang termasuk kelompok turunan penisilin
55
d. Penisilin yang aktif terhadap bakteri gram negatif dan Pseudomonas aeruginosa
disebabkan adanya gugus asidik pada rantai samping seperti COOH, SO 3H, dan –
NHCO-.
e. Penisilin yang bekerja sebagai prodrug (pra-obat), didapatkan melalui cara-cara
berikut ini :
dibuat dalam bentuk garamnya, contoh: prokain penisilin G, dan benzatin
penisilin G;
menutupi gugus amino bebas, missal yang terdapat pada struktur ampisilin,
dengan membentuk garam amida yang akan diurai kembali pada in vivo
contoh : piperasilin, azlosilin, mezlosilin dan apalsilin;
membentuk ester pada gugus karboksil yang terikat pada atom C3, contoh :
bakampisilin, pivampisilin, dan talampisilin.
2) Turunan Sefalosporin
Sefalosporin pertama kali diekstraksi dari jamur Cephalosporium acremonium pada
tahun 1948 oleh Pro Tzu, Newton dan Abraham (1953). Produk utama adalah sefalosporin C,
dari molekul inilah berbagai modifikasi dilakukan untuk mendapatkan berbagai turunan
sefalosporin yang digunakan hingga sekarang. Adapun struktur kimia dari sefalosporin C
ditampilkan pada Gambar 2.3. berikut.
Penggolongan Sefalosporin
Turunan sefalosporin dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimia, penggunaan
klinis, spektrum antibakteri dan ketahanan terhadap penisilinase, yakni :
1. Sefalosporin yang diberikan secara oral : sefalexin, sefradin, dan sefaklor;
2. Sefalosporin yang diberikan secara parenteral : sefalotin, sefasetril, sefazedon.
Turunan ini sensitive terhadap β-laktamase;
3. Sefalosporin yang resisten terhadap β-laktamase dan diberikan secara parenteral
: sefuroksim, sefamandol, sefoksitin;
4. Sefalosporin yang tidak stabil secara metabolis : sefalotin dan sefapirin.
56
Turunan sefalosporin berdasarkan system generasi dibedakan menjadi empat kelompok
yakni sefalosporin generasi I, II, III, IV. Masing-masing generasi sefalosporin diuraikan sebagai
berikut.
a. Sefalosporin Generasi I
Obat-obat Sefalosporin Generasi I memiliki aktivitas yang tinggi terhadap
bakteri gram positif namun aktivitasnya rendah terhadap bakteri gram
negatif. Obat-obat yang masuk dalam Sefalosporin Generasi I ditampilkan
pada Tabel 2.7.
57
Tabel 2.8. Obat-obat Golongan Sefalosporin Generasi II
b. Sefalosporin Generasi II
Turunan Sefalosporin Generasi II ini lebih aktif terhadap bakteri gram
negatif dan tidak terlalu aktif terhadap bakteri gram positif bila
dibandingkan dengan Sefalosporin Generasi I. Obat-obat yang masuk dalam
Sefalosporin Generasi II ditampilkan pada Tabel 2.8. berikut.
58
Tabel 2.9. Obat-obat Golongan Sefalosporin Generasi III
d. Sefalosporin Generasi IV
Obat-obat dalam kelompok Sefalosporin Generasi IV ini memiliki spektrum
yang lebih luas dalam melawan bakteri dibandingkan turunan sefalosporin
sebelumnya. Obat-obat yang termasuk dalam Sefalosporin Generasi IV
ditampilkan pada Tabel 2.10.
59
Gambar 2.4. Struktur umum turunan sefalosporin
Uraian tentang hubungan struktur dan aktivitas turunan sefalosporin adalah sebagai
berikut:
a. Turunan sefalosporin memiliki struktur inti yang sama, kecuali pada rantai
samping pada posisi C7 dan C3. Modifikasi substituen pada C-3 dilakukan
untuk mendapatkan sifat fisika kimia yang lebih baik, dan modifikasi
substituent pada posisi C7 untuk mengubah spektrum aktivitasnya.
b. Adanya gugus pendorong electron pada posisi C3 dapat meningkatkan
aktivitas antibakteri.
c. Aktivitas biologis sangat bergantung pada rantai samping yang terikat pada
posisi C7. Substitusi gugus metoksi pada posisi C7 seperti pada sefamisin
dapat meningkatkan ketahanan terhadap β laktamase.
d. Pergantian isosterik dari atom S pada cincin dihidrotiazin dengan atom O
menghasilkan oksasefamisin atau oksasefem, menunjukkan spektrum
antibakteri yang lebih luas.
b. Aminoglikosida
Aminoglikosida merupakan antibiotika yang memiliki satu atau lebih gula amino yang
terhubung pada cincin aminosititol melalui ikatan glikosida. Antibiotika golongan ini
umumnya merupakan antibiotika spektrum luas dengan aktivitas yang lebih tinggi dalam
melawan bakteri gram negatif dibandingkan gram positif. Streptomycin merupakan
antibiotika aminoglikosida pertama yang diisolasi dari Streptomyces griseus oleh Waksman
dkk pada tahun 1944. Adapun antibiotika aminoglikosida lainnya dan mikroorganisme
penghasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.11. berikut.
60
Tabel 2.11. Nama, Sumber, dan Mikroorganisme Penghasil Antibiotika Aminoglikosida
Nama Sumber Struktur Kimia
Streptomisin Streptomyces
griseus
Neomisin S. fradiae
Kanamisin S. kanamyeleticus
Gentamisin Micromonospora
purpura
Netilmisin Micromonospora
species
Tobramisin S. tenebrarius
(Nebramisin)
Framisetin S.decaris
61
Nama Sumber Struktur Kimia
(Soframisin)
Amikasin 1-L-(-)4-amino-
2hydroxy butyryl
kanamicin
Gambar 2.5. Gugus gula amino pada struktur utama turunan aminoglikosida
Posisi C6 dan C2 merupakan target dari penginaktifan enzim bakteri. Ada sustitusi
metil pada C6 dapat meningkatkan resistensi enzim.
Hilangnya gugus 3-OH atau 4-OH atau keduanya tidak mempengaruhi aktivitas
enzim.
62
2. Cincin aminosiklisitol
c. Tetrasiklin
Antibiotika turunan tetrasiklin merupakan turunan oktahidronaftasen yang terbentuk
oleh gabungan 4 buah cincin, serta memiliki 5 atau 6 pusat atom C asimetrik. Turunan
tetrasiklin merupakan antibiotika poten yang memiliki aktivitas berspektrum luas baik
terhadap bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif. Oleh karena itu tetrasiklin
merupakan obat pilihan untuk berbagai macam penyakit infeksi.
Penggolongan Tetrasiklin
Tetrasiklin dapat dikelompok ke dalam tetrasiklin alami, tetrasiklin semi-sintetis, dan
protetrasiklin. Adapun obat-obat serta struktur kimia ketiga kelompok turunan tetrasiklin
tersebut yakni :
63
1. Tetrasiklin alami
2. Tetrasiklin semi-sintetis
64
Tabel 2.13. Nama-nama Obat Golongan Tetrasiklin Semi Sintetis
No Nama Obat R1 R2 R3 R4
1. Doksisiklin -OH -H -CH3 -H
2. Minosiklin -H -H -H -N-(CH3)2
3. Metasiklin -OH =CH2 - -H
4. Meklosiklin -OH =CH2 - -Cl
5. Sansiklin -H -H -H -H
3. Protetrasiklin
65
Tabel 2.13. Nama-nama Obat Golongan Protetrasiklin
No Nama R
1. Rolitetrasiklin
2. Limesiklin
3. Klomosiklin
4. Apisiklin
5. Pipasiklin
6. Guamesiklin
7. Meglusiklin
66
Secara spesifik cincin A mengandung trikarbonil, suatu gugus ketoenol pada
posisi C1,2 dan 3. Struktur kimia penting lainnya untuk aktivitas antibakteri
adalah pada gugus amin pada posisi C4 pada cincin A.
d. Polipeptida
Antibiotika turunan polipeptida memiliki struktur polipeptida yang kompleks, yang
resisten terhadap protease hewan dan tumbuhan. Antibiotika ini juga memiliki gugus lipid
selain gugus amino yang tidak dimiliki oleh hewan dan tumbuhan. Obat-obat golongan ini
adalah basitrasin (Gambar 2.11.(a)), polimiksin (Gambar 2.11.(b)), ampomisin, tirotrisin, dan
vankomisin.
(a) (b)
e. Makrolida
Antibiotika turunan makrolida merupakan antibiotika yang sangat bermanfaat
khususnya untuk terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif baik
dalam bentuk coccus maupun basilus. Antibiotika ini juga efektif melawan bakteri gram
negatif coccus, khusunya Neisseria spp. Antibiotika turunan makrolida ini pada umumnya
dihasilkan oleh Streptomyces sp dan mempunyai 5 bagian struktur dengan karakteristik
sebagai berikut:
1. Cincin lakton yang besar, biasanya mengandung 12-17 atom
2. Gugus keton
3. Satu atau dua gula amin seperti glikosida yang berhubungan dengan cincin lakton
4. Gula netral yang berhubungan dengan gula amino atau pada cincin lakton.
5. Gugus dimetilamino pada residu gula yang menyebabkan sifat basa dari senyawa
dan memungkinkan untuk dibuat bentuk garamnya.
Obat-obat ynag termasuk golongan turunan makrolida adalah erythromisin,
oleandomisin, klaritromisin, fluritromisin, diritromisin, dan azitromisin. Struktur kimia dari
obat-obat tersebut ditampilkan pada Gambar 2.12. berikut.
Nama, Gugus R dan R1 dari beberapa obat golongan turunan makrolida ditampilkan pada
Tabel 2.14.
67
Tabel 2.14. Nama, Gugus R dan R1 dari beberapa obat golongan turunan makrolida
Nama R R1
Eritromisin =O -H
Roksitromisin CH3OCH2CH2OCH2O- -H
Klaritromisin =O -CH3
f. Linkomisin
Turunan linkomisin merupakan senyawa bakteriostatika, yang pada kadar tinggi dapat
bersifat bakterisid. Senyawa ini dapat diisolasi dari Actinomycetes, Streptomyces dan
(Azithromisin)
68
Bertambahnya panjang rantai substituent propil hingga n-heksil pada posisi C4
pada gugus pirolidin meningkatkan aktivitas in vivo.
Thiometil eter pada gugus thiolinkosamida adalah penting untuk aktivitas
antibakteri.
Modifikasi struktur pada posisi C7 , seperti penambahan 7-S kloro, atau 7R-OCH3
akan mengubah sifat fisikokimia obat dan mempengaruhi sifat farmakokinetika
dan spektrum aktivitasnya. Efek samping yg umumnya terjadi adalah ruam kulit,
mual, muntah dan diare.
g. Lain-lain
Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini adalah kloramfenikol, rifampisin dan
mupirosin. Masing-masing antibiotik dari golongan lain-lain ini dijelaskan sebagai berikut:
1) Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotika spektrum luas yang bersifat bakteriostatik. Obat
ini merupakan obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid akut yang disebabkan oleh
Salmonella sp. Kloramfenikol diisolasi dari Streptomyces venezuele oleh Ehrlich et al pada
tahun 1947. Kemampuan kloramfenikol menembus system saraf pusat menjadikannya
alternative untuk pengobatan meningitis dan sebagai anti riketsia. Struktur kloramfenikol
dapat dilihat pada Gambar 2.14 dibawah ini.
69
2) Rifampisin
Rifampisin diisolasi dari fermentasi kultur Nocardia mediterranea dan merupakan
antibiotika dengan spektrum aktivitas yang luas. Pada umumnya rifampisin digunakan
sebagai obat antituberkulosis. Adapun struktur kimia dari rifampisin dapat dilihat pada
Gambar 2.15 di bawah ini :
Latihan
Untuk dapat menjawab soal-soal latihan di atas, Anda harus mempelajari kembali Topik 1
tentang Hubungan Struktur Aktivitas Obat-obat Golongan Antibiotika.
Ringkasan
1. Istilah antibiotika berasal dari kata antibiosis yang berarti ‘melawan hidup’. Istilah ini
digagas oleh Ied Vuillemin yang mendefinisikan antibiosis sebagai konsep biologis
kelangsungan hidup, dimana suatu organisme menghancurkan organisme lainnya demi
bertahan hidup. Pada tahun 1942, Waksman mendefinisikan antibiotika sebagai bahan
kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme.
70
2. Antibiotika berdasarkan spektrum aktivitasnya dapat dibagi menjadi antibiotika
spektrum luas dan antibiotika spektrum sempit.
3. Antibiotika berdasarkan mekanisme kerjanya dapa dibagi menjadi lima kelompok,
yakni, (i) antibiotika yang bekerja menghambat pembentukan dinding sel, (ii)
antibiotika yang bekerja pada membran sel, (iii) antibiotika yang menghambat
pembentukan DNA/RNA, (iv) antibiotika yang menghambat pembentukan protein pada
ribosom dan (v)antibiotika yang menghambat sintesa asam folat pada sitoplasma.
4. Antibiotika berdasarkan struktur kimianya dapat dibedakan menjadi; (i) Antibiotika β-
laktam, (ii) Aminoglikosida, (iii) Tetrasiklin, (iv) Polipeptida, (v) Makrolida,
(vi)Linkomisin dan (vii) Lain-lain.
Tes
71
5) Struktur inti dari antibiotika turunan penisilin adalah ....
A. cincin thiazolidin dan cincin β-laktam
B. cincin aminosiklisitol
C. gugus thiolinkosamida
D. gugus gula amino
6) Pada penisilin, adanya gugus hidrofil seperti NH2 pada rantai samping dapat
memperluas aktivitas antibakteri karena ….
A. menambah kelarutan turunan penisilin
B. memperbesar penembusan obat melalui pori saluran protein
C. mempengaruhi sifat fisikokimia turunan penisilin
D. salah semua
72
73