Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

INTOKSIKASI (KERACUNAN)

A. DEFINISI
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel
pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.(Brunner &
Suddarth, 2004).
Keracunan makanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan
yang dapat terjadi setelah menelan makanan atau minuman yang
terkontaminasi.(Brunner & Suddarth, 2004).
Keracunan dapat diartikan sebagai setiap keadaan yang menunjukkan
kelainan multisystem dengan keadaan yang tidak jelas. (Arif Mansjoer,
2001).

B. ETIOLOGI
Menurut Brunner & Suddarth (2004) bahan-bahan penyebab
keracunan dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Obat-obatan (amphetamine, opioid, parasetamol dan lain-lain)
2. Bahan kimia industry dan rumah tangga (bahan korosif, hidrokarbon,
alcohol dan glikol, logam, gas beracun dan lain-lain)
3. Pestisida (organofosfat dan karbamat, organklorin, pestisida yang
mengandung arsen)
4. Racun alam (racun tanaman dan sengatan binatang berbisa)

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Pada anak-anak terdapat faktor-faktor yang mempermudah terjadinya
keracunan, yaitu:

1
1. Perkembangan kepribadian anak usia 0-5 tahun masih dalam fase oral
sehingga ada kecenderungan untuk memasukkan segala yang dipegang ke
dalam mulutnya.
2. Anak-anak masih belum mengetahui apa yang berbahaya bagi dirinya
(termasuk disini anak dengan retardasi mental).
3. Anak-anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Anak-anak pada usia
ini mempuyai sifat negativistic yaitu selalu menentang perintah atau
melanggar larangan. (Widodo, 2003)

D. MACAM-MACAM KERACUNAN MAKANAN


Macam-macam keracunan makanan menurut Kartono(2003):
1. Keracunan makanan
Gejala:
a. Mual, muntah
b. Diare
c. Nyeri perut
d. Nyeri kepala
e. Demam
f. Dehidrasi
g. Dapat menyerupai disentri

Tindakan pertolongan:
a. Muntah buatan
b. Beri minuman yang banyak atau larutan norit

2. Keracunan makanan laut


Gejala:
a. Masa laten ½ - 4 jam
b. Rasa panas disekitar mulut
c. Rasa baal pada ekstremitas
d. Lemah

2
e. Mual, muntah
f. Nyeri perut dan diare

Tindakan pertolongan:
a. Netralisasi dengan cairan
b. Upayakan muntah

3. Keracunan Jengkol
Gejala:
a. Nafas, mulut dan air kemih penderita berbau jengkol
b. Sakit pinggang yang disertai sakit perut
c. Nyeri pada waktu buang air kencing
d. Buang air kecil kadang disertai darah

Tindakan pertolongan:
a. Minum air putih yang banyak
b. Obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk menghilangkan rasa
sakitnya

4. Keracunan Jamur
Gejala:
a. Sakit perut
b. Muntah
c. Diare
d. Berkeringat

Tindakan pertolongan:
a. Netralisasi dengan cairan
b. Upayakan pasien muntah

5. Alkohol (etilalkohol, alkoholpekat, metilalkohol)

3
Gejala:
a. Kekacauan mental
b. Pupil mata dilatasi
c. Sering muntah-muntah
d. Bau alkohol

Tindakan pertolongan:
a. Upayakan muntah bila pasien sadar
b. Pertahankan agar pernapasan baik
c. Bila sadar, beri minum kopi hitam
d. Pernapasaan buatan bila perlu

6. Acetosal (aspirin/naspro)
Gejala:
a. Napas dan nadi cepat
b. Gelisah
c. Nyeri perut
d. Muntah (sering bercampur darah)
e. Sakit kepala

Tindakan pertolongan:
a. Upayakan muntah
b. Bila sadar beri minum
c. Berikan vitamin K bila ada perdarahan

7. Luminal (obat tidur sejenisnya)


Gejala:
a. Refleks berkurang
b. Depresi pernapasan
c. Pupil kecil akhirnya dilatasi
d. Shock bisa koma

4
Tindakan pertolongan:
a. Bila sadar berikan minum air hangat atau norit serta upayakan agar
penderita muntah
b. Bila penderita tidak sadar, bersihkan saluran pernafasan

8. ARSEN (racun tikus)


Gejala:
a. Perut dan tenggorokan terasa terbakar
b. Muntah, mulut kering
c. Buang air besar seperti air cucian beras
d. Nafas dan kotoran berbau bawang
e. Kejang, shock

Tindakan pertolongan:
a. Usahakan agar dimuntahkan
b. Beri minuman air hangat atau norit
c. Segera kirim ke rumah sakit

9. Senyawa Hidrokarbon (bensin, minyak tanah)


Gejala inhalasi:
a. Nyeri kepala
b. Mual
c. Lemah
d. Sesak nafas

Tindakan pertolongan:
a. Jangan lakukan muntah buatan
b. Beri minuman air hangat atau larutan norit

10. Karbon Monoksida

5
Gejala:
a. Bibir dan kulit berwarna merah jambu (pink)
b. Sakit kepala dan pusing
c. Korban bingung
d. Sesak napas
e. Shock

Tindakan pertolongan:
a. Upayakan mendapat udara segar
b. Usahakan mendapat oksigen murni
c. Bantu pernapasan sampai napas adekuat

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Bresler (2006), tanda dan gejala keracunan meliputi:
1. Gejala yang paling menonjol meliputi
a. Kelainan Visus
b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
c. Gangguan Saluran pencernaan
d. Kesukaran bernafas
2. Keracunan ringan
a. Anoreksia
b. Nyeri kepala
c. Rasa lemah
d. Rasa takut
e. Tremor pada lidah dan kelopak mata
f. Pupil miosis
3. Keracunan sedang
a. Nausea
b. Muntah – muntah
c. Kejang dan kram perut
d. Hipersalifa

6
e. Hiperhidrosis
f. Fasikulasi otot
g. Bradikardi
4. Keracunan berat
a. Diare
b. Reaksi cahaya negatif
c. Sesak nafas
d. Sianosis
e. Edema paru
f. Inkontinensia urine dan feses
g. Kovulsi
h. Koma
i. Blokade jantung akhirnya meninggal

F. PATOFISIOLOGI
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu
faktor bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat
mempengaruhi vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ –
organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual,
muntah, diare, perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah
dan kerusakan hati ( sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi
mual, muntah di karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam
lambung meningkat . Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO)
dapat menghambat ( inktivasi ) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam
keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH)
dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi
racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya
akan terjadi penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul
gejala – gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan
efek muscarinik, nikotinik, dan ssp ( menimbulakan stimulasi kemudian
depresi SSP ).(Djok Raka, 2009)

7
G. PATHWAY

Faktor Penyebab (bahan kimia/kuman)

Racun masuk kedalam darah, paru, hati & ginjal

Depresi SSP (sistem saraf pusat)

Distress pernapasan penurunan kesadaran & depresi cardiovaskuler G3 organ2 tubuh

Obstruksi trakheobronkeal kekurangan O2 (Hipoksia) Iritasi pada Lambung

pola napas tidak efektif perubahan perfusi jaringan HCL meningkat

enzim
asrtikolinesterase
tubuh (khE) terhambat

Perubahan nutrisi kurang dari keb. Tubuh Anorexia mual, muntah

Defisit volume cairan

H. KOMPLIKASI
1. Kejang
2. Koma
3. Henti jantung
4. Henti napas (Apneu)
5. Syok

I. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

8
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma,
penting untuk memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik
(Menurun sekian % dari harga normal).
Keracunan akut :
a. Ringan : 40 - 70 %
b. Sedang : 20 - 40 %
c. Berat : < 20 %

Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 %


setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah
meningkat > 75 % N

2. Patologi Anatomi ( PA )
Pada keracunan acut,hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak
khas.sering hanya ditemukan edema paru,dilatsi kapiler,hiperemi
paru,otak dan organ-oragan lainnya.
3. Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl), elektrolit
serum (termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl)).
4. Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.
5. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan karena
sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus
takikardi, sinus bradikardi, takikardi supraventrikuler, takikardi
ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi elektromekanik.
Beberapa faktor predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan adalah
keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia,
gangguan elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantung
iskemik.

9
J. PENATALAKSANAAN
Tindakan yang dilakukan bila racun masuk ke saluran pencernaan
adalah dengan menghilangkan atau menginaktifkan racun sebelum diabsorbsi,
untuk memberikan perawatan pendukung untuk memelihara system organ
vital, menggunakan antidote spesifik untuk menetralkan racun, dan
memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi.
Pertolongan pertama pada keracunan makanan
1. Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air putih sebanyak-
banyaknya atau diberi susu
2. Agar perut terbebas dari racun, berikan norit dengan dosis 3-4 tablet
selama 3 kali berturut-turut dalam setiap jamnya
3. Air santan kental dan air kelapa hijau yang dicampur dengan 1 sendok
makan garam dapat menjadi alternative jika norit tidak tersedia
4. Jika penderita dalam kondisi sadar, usahakan agar muntah. Lakukan
dengan cara memasukkan jari pada kerongkongan leher dan posisi badan
lebih tinggi dari kepala untuk memudahkan kontraksi
5. Apabila penderita dalam keadaan pingsan, bawa segera ke rumah sakit
atau dokter terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif.

Penatalaksanaan :
1. Resusitasi
Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa
pernapasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kecepatan 15-20 tetes/menit.Beri
oksigen, hisap lendir dalam saluran pernapasan, hindari obat-obatan
depresan saluran napas kalau perlu respirator pada kegagalaan napas
berat. Hindari pernapasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo
phosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernapasan buatan hanya
dlakukan dengan meniup face mask ataumenggunakan alat bag-valve-
mask.
2. Eliminasi

10
Emesis merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar.Katarsis (intestinal lavage) dengan pemberian laksan bila
diduga racun telah sampai di usus halus dan besar.Kumbah lambung atau
gastrik lavage pada penderita yang kesadarannya menurun, atau pada
penderita yang kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung
dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya
dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam, pada koma derajat
sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dikerjakan
dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal untuk mencegah aspirasi
pneumonia.
3. Anti Dotum
Atropin sulfat (AS) bekerja dengan menghambat efek akumulasi
Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1-2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5-1 mg setiap 5-10-15 menit sampai timbul
gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, medriasis,
febris, danpikosis)
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15-30-60 menit selanjutnya
setiap 2-4-6-8 dan 12 jam
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2x24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema
paru dan kegagalan pernapasan akut yang sering fatal

11
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Wawancara
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran menurun
b. Pernafasan
Nafas tidak teratur
c. Kardiovaskuler
Hipertensi, nadi aritmia.
d. Persarafan
Kejang, miosis, vasikulasi, penurunan kesadaran, kelemahan, paralise
e. Gastrointestinal
Muntah, diare
f. Integumen
Berkeringat
g. Muskuloskeletal
Kelelahan, kelemahan
h. Integritas Ego
Gelisah, pucat
i. Eliminasi
Diare
j. Selaput lendir
Hipersaliva
k. Sensori
Mata mengecil/membesar, pupil miosis

12
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas infektif b.d obstruksi trakheobronkeal
2. Defisit volume cairan b.d muntah, diare
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
4. Gangguan perfusi jaringan b.d kekurangan O2

C. INTERVENSI & RASIONAL


1. Pola nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanik
Tujuan : menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru bersih
Kriteria hasil : suara nafas normal
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
Rasional : untuk mengetahui pola nafas, dan keadaan dada saat
bernafas
b. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
Rasional : untuk memberikan kenyamanan dan memberikan posisi
yang baik untuk melancarkan respirasi
c. 3) Dorong atau bantu klien dalam mengambil nafas dalam
d. Rasional : untuk membantu melancarkan pernafasan klien
2. Defisit volume cairan b.d muntah, diare
Tujuan : mempertahankan volume cairan adekuat
Intervensi :
a. Awasi intake dan output, karakter serta jumlah feses
Rasional: untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran kebutuhan
cairan klien
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan
turgor kulit
Rasional : untuk mengetahui apakah klien kekurangan cairan dengan
mengamati sistem integuman.
c. Kolaborasi pemberian cairan paranteral sesuai indikasi

13
Rasional : untuk membantu menormalkan kembali cairan tubuh klien
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia
Tujuan : nutrisi adekuat
Intervensi :
a. Catat adanya muntah
Rasional : untuk mengetahui frekuensi cairan yang keluar pada saat
klien muntah
b. Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering
Rasional : untuk membantu klien agar tidak kekurangan nutrisi
c. Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
Rasional : untuk membantu klien agar dapat mencerna makanan
dengan lancar serta tidak lagi mengalami mual, muntah
d. Kolaborasi pemberian antisida sesuai indikasi
Rasional : untuk mengurangi nyeri pada abdomen
4. Gangguan perfusi jaringan b.d kekuranagn O2
Tujuan : terjadi peningkatan perfusi jaringan
Intervensi :
a. Observasi warna & suhu kulit atau membran mukosa
Rasional : untuk mengetahui apakah klien mempunyai alergi kulit
b. Evaluasi ekstremitas ada atau tidaknya kualitas nadi
Rasional : untuk mengetahui apakah klien mengalami
takikardi/bradikardi dan kekuatan pada ekstremitas
c. Kolaborasi pemberian cairan (IV/peroral) sesuai indikasi
Rasional : untuk menetralkan intake kedalam tubuh

14
DAFTAR PUSTAKA

Bresler, Michael Jay. 2006. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC.

Brunner and Suddarth. 2004. Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta:


EGC.

Widodo, Djoko. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Pustaka.

Mohammad, Kartono. 2003. Pertolongan Pertama. Jakarta: PT Gramedia.

Putra, Djok Raka. 2009. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai