Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH DAN REVIEW JURNAL KEMAMPUAN MOTORIK

Mata Kuliah Psikologi Faal

KELOMPOK 4

Anggota :

1. Meutia Askina (11170700000015)

2. Nisrina Syakirah (11170700000153)

3. Octavia Putri K. Z. (11170700000151)

4. Unique Fasya Aulia (11170700000017)

5. Zenina Azzahra Ainaya (11170700000077)

Dosen Pengampu :

Neneng Tati Sumiati M.Si, Psi

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah psikologi faal ini tentang kendali motorik/
movement. Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik
dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan
terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah
ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta , 27 September 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Latar belakang penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mini eksperimen mata kuliah
psikologi faal mengenai kendali motorik/ movement. Makalah ini berfokus mengenai hubungan antara
keterampilan motorik dan hasil psikososial pada masa kanak-kanak. Bagaimana keterampilan motorik
dapat menyebabkan masalah internalisasi melalui berbagai faktor psikososial. Penelitian ingin menguji
apakah masalah teman sebaya dan persepsi kompetensi diri memediasi hubungannya dengan kemampuan
motorik anak, serta bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan emosional anak-anak, keterampilan
motorik dan masalah internalisasi.

B. Tujuan

- Mengetahui bagaimana keterampilan motorik dapat menyebabkan masalah internalisasi melalui


berbagai faktor psikososial mediasi.

- Menguji apakah masalah teman sebaya dan presepsi kompetensi diri memediasi hubungan antara anak
TK

- Meningkatkan kesejahteraan emosional anak anak, keterampilan motorik dan masalah internalisasi.
BAB II

TEORI

Dewey, Kaplan Crawford, & Wilson, 2002; Engel-Y menganggap kompetensi diri berbanding terbalik
dengan kesulitan internalisasi yang lebih besar (Sowislo & Orth, 2013 Vannatta, Gartstein, Zeller, & Noll,
2009). , domain-domain ini dimasukkan dalam eger studi saat ini & Hanna Kasis, 2010). Kedua dimensi
prublems Peer juga telah diidentifikasi sebagai mediator dalam penelitian sebelumnya (mis. Wagner et a
2012, Wilson et al, 2013). Misalnya, kemampuan berkinerja baik di pelabuhan dan permainan sangat
dihargai oleh anak-anak Livesey, Lum Mow, Toshack, & Zheng, 2011). Tidak jarang anak-anak dengan
DCD mengalami masalah di area ini, yang dapat mengarah pada peer victimization dan penolakan dari
rekan-rekan mereka, yang juga memprediksi masalah internalisasi pada anak-anak dengan DCD
(Campbell, Missiuna, & Vaillancourt, 2012).

Penelitian lain juga mengidentifikasi hubungan serupa di mana masalah rekan memediasi hubungan
antara keterampilan motorik dan internalisasi masalah dalam sampel masyarakat anak-anak Wagner et al,
2012: Wilsonet a, 2013). Peningkatan persepsi kompetensi diri dan hubungan rekan juga telah
diidentifikasi sebagai target potensial dalam intervensi psikomotor yang bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan motorik dan hasil psikososial pada anak-anak (Piek et al 2010).

Akibatnya, faktor-faktor ini telah dimasukkan dalam penelitian saat ini untuk memeriksa sejauh mana
mereka memediasi hubungan antara keterampilan motorik dan masalah internalisasi. Keterampilan
motorik dan regulasi emosional juga dapat berbagi dasar biologis daripada hubungan sebab-akibat
(Nicolson, Fawcett, & Dean, 2001) Namun studi kembar dan saudara kandung monozigotik yang
memperhitungkan pengaruh biologis bersama telah menemukan bahwa saudara kembar atau saudara
kandung dengan kesulitan gerakan melaporkan masalah internalisasi yang lebih besar dibandingkan
dengan saudara kembar / saudara kandung yang tidak terkena (Moruzzi et al., 2010; Piek et al. 2007:
Waszczuk, Leonard, Hill, Rowe, & Gregory, 2016).

Penelitian longitudinal telah menemukan bahwa keterampilan motorik yang buruk di masa kanak-kanak
merupakan prediksi masalah internalisasi yang lebih besar di kemudian hari (Lingam et al 2012:
Sigurdsson Van Os, & Fombonne. 2002). Dalam penelitian ini, kami mengadopsi pemahaman yang
konsisten dengan sebagian besar penelitian terbaru di mana hubungan kausal antara keterampilan motorik
dan masalah internalisasi secara luas berteori (Gairney et al. 2013). Meskipun desain korelasional dan
cross sectional mungkin tidak dapat memungkinkan untuk kesimpulan kausal, mereka berfungsi untuk
secara efisien mengidentifikasi target yang mungkin untuk metodologi eksperimental yang dapat
menentukan hubungan sebab-akibat periode masa kanak-kanak -6 tahun) ditandai dengan perubahan
perkembangan utama, Anak-anak pada usia ini berada di tahap awal pra-operasi awal perkembangan
kognitif, yang berarti mereka sebagian besar egosentris (Piaget. 1970).
BAB III

REVIEW JURNAL

Jurnal Pendukung:

Judul : The relationship between motor skills and psychosocial factors in youngchildren: A test of
the elaborated environmental stress hypothesis

Ditulis oleh : Vincent O. Mancini, Daniela Rigoli, Lynne D. Roberts Brody Heritage dan Jan P.
Piek

Abstrak:

Elaborated Environtmental Stress Hypothesis (EESH) memberikan kerangka kerja yang menggambarkan
bagaimana keterampilan motorik secara tidak langsung dapat menyebabkan masalah internalisasi melalui
berbagai faktor psikososial mediasi. Meskipun ada bukti untuk mendukung kerangka ini, sedikit yang
diketahui tentang bagaimana hubungan yang diusulkan dapat bervariasi di berbagai tahap perkembangan.
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah masalah teman sebaya dan persepsinya sendiri yang
dianggap mampu mengatasi gangguan mental dan mengurangi masalah mental pada anak-anak pra
Sekolah Dasar, jangka waktu 18 bulan. Sampel komunitas dari 197 anak sekolah pra-sekolah dasar (M =
5,40 tahun, SD = 0,30 tahun; 102 laki-laki, 95 perempuan) berpartisipasi pada Waktu 1, dengan 107 anak
menyelesaikan Waktu 2. Instrumen standar digunakan untuk mengukur keterampilan motorik dan IQ
verbal. Persepsi kompetensi diri diukur menggunakan ukuran laporan diri. Masalah rekan peserta dan
masalah internalisasi diukur menggunakan laporan guru. Umur, jenis kelamin, dan IQ verbal dimasukkan
sebagai kovariat. Analisis mediasi menggunakan proses menunjukkan bahwa hubungan antara
keterampilan motorik dan masalah internalisasi dimediasi oleh masalah rekan pada Waktu 1. Pada Waktu
2, hubungan itu dimediasi oleh masalah rekan dan kompetensi fisik yang dirasakan. Hasil saat ini
menunjukkan EESH dapat berfungsi secara berbeda di berbagai periode perkembangan. Masa transisi dari
pra-dasar ke Kelas 1 merupakan waktu perkembangan kognitif dan psikososial yang penting, yang
memiliki implikasi untuk bagaimana hubungan antara keterampilan motorik dan masalah internalisasi
dapat dipahami. Temuan ini menyoroti target sesuai usia yang potensial untuk intervensi psikomotor yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan emosional anak-anak.
Latar Belakang :

Hipotesis stress lingkungan yang diuraikan (EESH) memberikan kerangka kerja yang menggambarkan
bagaimana keterampilan motor dapat menyebabkan masalah internalisasi mempengaruhi berbagai faktor
psikososial mediasi. Meskipun ada bukti untuk mendukung kerangka kerja ini, hanya sedikit yang
diketahui tentang hubungan yang dapat memvariasikan berbagai tahap perkembangan.

Tujuan :

Menyelidiki apakah masalah teman sebaya dan presepsi kompetensi diri memediasi hubungan antara anak
pra sekolah dasar, dan pada tindak lanjut 18 bulan. Serta meningkatkan kesejahteraan emosional anak
anak, keterampilan motorik dan masalah internalisasi.

Hipotesis :

Hubungan antara kemampuann motorik dan masalah internalisasi pada sebuah sampel komunitas anak-
anak diperantarai oleh masalah kelompok, kompetensi fisik, dan kompetensi kognitif.

Metode penelitian :

Partisipan

Direkrut sebagai bagian dari penelitian yang lebih besar mengevaluasi program intervensi psikomotor
berbasis sekolah untuk anak-anak, melibatkan 12 sekolah yang berlokasi di metropolitan Western
Australia (Pick et al., 2010). Anak-anak pada penelitian ini diambil dari populasi kontrol saja, untuk
menghindari efek kontaminasi dari intervensi yang diterima oleh kelompok perlakuan. Partisipasi dalam
penelitian ini bergantung pada penyelesaian pengukuran variabel psikososial baik yang dikategorikan
oleh anak dan guru. Dua puluh empat peserta dihilangkan dari penelitian ini karena tidak ada
penyelesaian tindakan. Tambahan tiga peserta dikeluarkan karena kesulitan fisik atau perkembangan yang
sebelumnya didiagnosis yang dapat mempengaruhi kinerja mereka pada ukuran hasil. Sampel akhir terdiri
dari sampel komunitas 197 anak (102 laki-laki, 95 perempuan) antara 4 dan 6 tahun yang terdaftar di
sekolah pra-SD pada Waktu 1 M 5,40 tahun, SD -0,30 tahun). Sebuah sampel komunitas dari 197 anak-
anak sekolah pra-sekolah dasar (M- 5,40 tahun, SD 0,30 tahun; 102 laki-laki, 95 perempuan)
berpartisipasi pada Waktu I, dengan 107 melengkapi Metode Waktu 2 tindak lanjut. Instrumen standar
digunakan untuk mengukur keterampilan motorik dan IQ verbal Persepsi kompetensi diri diukur
menggunakan ukuran laporan diri. Masalah rekan peserta dan masalah internalisasi diukur menggunakan
laporan guru. Umur, jenis kelamin dan IQ verbal dimasukkan sebagai kovariat. Hasil. Analisis mediasi
menggunakan PROSES menunjukkan bahwa hubungan antara keterampilan motorik dan masalah
internalisasi dimediasi oleh masalah rekan pada Waktu I. Pada Waktu 2, hubungan dimediasi oleh
masalah rekan dan kompetensi fisik yang dirasakan.

Hasil :

Hasil saat ini menunjukkan EESH dapat berfungsi secara berbeda di berbagai periode perkembangan.
Transisi dari pra-primer ke Kelas I merupakan waktu perkembangan kognitif dan psikososial yang
penting, yang memiliki implikasi untuk bagaimana hubungan antara keterampilan motorik dan masalah
internalisasi dapat dipahami. Temuan ini menyoroti target usia yang sesuai untuk intervensi psikomotor
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan emosional anak-anak, keterampilan motorik, dan
masalah internalisasi.

Diskusi :

Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi sebuah jalur yang didalamnya memuat tentang
EESH. Penelitian ini berhipotesis bahwa hubungan antara kemampuann motorik dan masalah internalisasi
pada sebuah sampel komunitas anak-anak akan diperantarai oleh masalah dalam teman sebaya,
kompetensi fisik, dan kompetensi kognitif. Hubungan ini diteliti pada dua titik waktu yang mencakup 18
bulan antar periode pada masa anak-anak awal dan anak-anak akhir, untuk mengetahui apakah hubungan
ini bervariasi di berbagai tahap perkembangan. Setelah faktor pembaur (usia, gender, VIQ) dihitung,
hasilnya mengindikasikan bahwa kemampuan motorik tidak berpengaruh secara langsung terhadap
masalah internalisasi pada kedua waktu. Sebaliknya, kemampuan motorik secara tidak langsung
mempengaruhi masalah internalisasi melalui masalah teman sebaya pada waktu 1, serta melalui masalah
kelompok dan kompetensi fisik pada waktu ke-2. Penelitian ini memberikan dukungan terhadap EESH,
serta menggarisbawahi implikasi penting terhadap penerapannya dalam populasi komunitas anak-anak.

Hubungan antara keterampilan motorik dan masalah internalisasi mendasari EESH. Hasil saat ini
diuraikan pada penelitian sebelumnya yang telah mengidentifikasi hubungan ini di seluruh populasi klinis
(Skinner & Piek, 2001) dan kontinum penuh kemampuan motorik (Mancini, Rigoli, Cairney, et al., 2016).
Masalah rekan ditemukan untuk memediasi hubungan antara keterampilan motorik dan internalisasi
masalah dalam sampel masyarakat saat ini pada Waktu 1 dan Waktu 2. Ini konsisten dengan EESH dan
studi sebelumnya yang telah menemukan faktor interpersonal (misalnya, keterampilan sosial dan masalah
teman sebaya) menengahi asosiasi ini (Bart, Hajami, & Bar-Haim, 2007; Francis & Piek, 2003; Wagner et
al., 2012; Wilson et al., 2013). Kami juga menemukan hubungan yang lebih kuat antara masalah otot dan
rekan pada Waktu 2 dari Waktu 1, menunjukkan bahwa keterampilan motorik dapat menjadi prediktor
yang semakin penting dari masalah interpersonal selama pengembangan. Ini masuk akal, mengingat
meningkatnya tuntutan fisik anak-anak di dalam kelas (misalnya, tulisan tangan) dan di luar kelas
(misalnya, permainan yang terstruktur dan tidak terstruktur) selama masa kanak-kanak. Kemampuan
untuk memenuhi tuntutan ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan interaksi rekan
positif (Barnett, 2014; Cairney, Hay, Faught, Wade, et al., 2005; Smyth & Anderson, 2000). Akibatnya,
anak-anak dengan keterampilan motorik yang buruk dapat mengalami kesulitan rekan yang lebih besar
karena mereka terus berjuang untuk memenuhi tuntutan fisik yang meningkat dari masa kanak-kanak dan
sekolah. Hal ini penting, karena masalah teman sebaya merupakan faktor risiko yang mapan untuk
menginternalisasi masalah pada anak-anak (Ladd & Troop-Gordon, 2003; Reijntjes, Kamphuis, Prinzie,
& Telch, 2010). Studi menggunakan sampel DCD yang lebih tua (Hill, Brown, & Sorgardt, 2011; Hill &
Brown, 2013) dan populasi masyarakat (Rigoli et al., 2016) telah lebih jauh menyoroti peran jangka
panjang dari interpersonal factor hubungan antarmotorskills dan masalah internernalisasi.

Kompetensi fisik yang dirasakan hanya memediasi hubungan antara keterampilan motorik dan
internalisasi masalah pada Waktu 2. Ini menyoroti jalur tambahan di mana keterampilan motorik terkait
dengan masalah internalisasi di masa kanak-kanak nanti dibandingkan dengan masa kanak-kanak,
mendukung pentingnya transisi perkembangan dari prapembayaran ke formal sekolah (Marsh et al., 2002;
Piaget, 1970). Selama masa awal kanak-kanak, anak-anak mungkin tidak mengembangkan rasa
pengertian yang akurat dari kompetensi mereka. Namun, di masa kanak-kanak nanti, mereka mencapai
tonggak kognitif penting yang memungkinkan untuk rasa kompetensi diri yang lebih jelas. Untuk anak-
anak dengan keterampilan motorik yang buruk, mereka mungkin mulai melihat diri mereka sebagai
kurang kompeten secara fisik daripada rekan-rekan mereka. Hal ini sangat penting karena kompetensi
fisik yang dirasakan merupakan prediktor penting untuk menginternalisasi masalah pada anak sekolah
dasar (Orth, Robins, & Widaman, 2012; Ulrich, 1987).
Mempersepsikanfisikmenyiapkanpelajarpelajarpelajarmenghasilkanpelantaranwarsa dengan anak-anak
usia sekolah dasar. Dalam satu studi intervensi, McIntyre et al. (2014) menemukan bahwa peningkatan
daya motorik yang timbul telah meningkatkan kompetensi fisik pada sampel remaja. Intervensi serupa
dapat mempertimbangkan menargetkan populasi yang lebih muda dan juga harus memasukkan
internalisasi masalah sebagai ukuran hasil tambahan.

Persepsi kompetensi kognitif tidak langsung membedakan hubungan antara gangguan motorik
dan masalah internalisasi dalam penelitian ini. Tidak ada hubungan yang signifikan antara keterampilan
motorik dan kompetensi kognitif yang dirasakan ditemukan. Hal ini bertentangan dengan penelitian
sebelumnya yang telah menemukan bahwa anak-anak usia sekolah dasar dan remaja dengan
motorskillshavellevels yang buruk dari yang diakui dapat bersaing untuk membandingkannya (Miyahara
& Piek, 2006; Viholainen, Aro, Purtsi, Tolvanen, & Cantell, 2014). Namun, penelitian ini melibatkan
sampel anak-anak yang lebih tua, di mana kemampuan kognitif dapat menjadi penentu kompetensi diri
yang lebih penting (misalnya, perbandingan skor tes dengan teman sebaya). Kemungkinan lain adalah
bahwa tuntutan fisik di sekolah pada Waktu 2 mungkin belum cukup menuntut untuk anak-anak dengan
keterampilan motorik yang buruk untuk jatuh di belakang dengan jelas, karena peserta hanya dipusatkan
di kelas pertama mereka dari sekolah-sekolah yang memiliki tugas-tugas yang harus diperbaiki. Sebagai
contoh, anak-anak dengan DCD sering melaporkan tulisan tangan yang sulit, yang dapat berkontribusi
pada prestasi akademik ketika mereka tertinggal di sekolah (Piek et al., 2007). Penelitian masa depan
dapat memeriksa peran kompetensi kognitif yang dirasakan dalam sampel anak-anak yang lebih tua yang
diminta untuk menggunakan lebih banyak keterampilan motorik yang diperbaiki selama bersekolah.

Studi saat ini menemukan hubungan yang lebih lemah antara keterampilan motorik dan kedua
domain kompetensi diri yang dirasakan dari studi sebelumnya. Satu penjelasan yang mungkin mungkin
adalah bahwa penelitian ini menggunakan sampel anak-anak yang lebih muda. Namun, penjelasan
metodologis juga harus dipertimbangkan. Tingkat keandalan internal yang rendah dari ukuran kompetensi
diri yang dirasakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batasan yang patut diperhatikan. Ada
beberapa masalah teoritis dan pengukuran mengenai pengukuran kompetensi diri anak muda (Strein &
Simonson, 1999), dan penelitian saat ini lebih lanjut menyoroti masalah ini. Meskipun masalah ini,
PSPCSA adalah salah satu dari beberapa langkah self-report yang cocok untuk populasi target dan banyak
digunakan (Mantzicopoulos et al., 2004). Penggunaan prosedur bootstrap digunakan untuk meminimalkan
prospek perkiraan titik yang tidak dapat diandalkan. Namun, masuk akal bahwa tingkat kesalahan
pengukuran yang tinggi baik dalam kompetensi fisik yang dirasakan dan kompetensi kognitif mungkin
telah memperlemah hubungan yang sebenarnya antara variabel.

Dua periode pengumpulan data memungkinkan kami untuk menguji model yang dihipotesiskan
pada dua titik waktu yang berbeda menggunakan sampel peserta yang sama. Studi cross-sectional
sebelumnyamengeksupasampelelajupadatpadawaktu (mis., Wilsonet al., 2013) . Tidak seperti studi
longitudinal yang berusaha untuk memahami bagaimana satu variabel pada titik awal waktu dapat
memprediksi variabel lain pada titik waktu berikutnya (Lingam et al., 2012), studi saat ini meneliti
kemungkinan invarian model di seluruh titik waktu. Studi masa depan menggunakan sampel yang lebih
besar mungkin dapat menggunakan prosedur statistik yang lebih kuat untuk menguji invariance model
atau perubahan longitudinal. Hasil saat ini mendukung perubahan dalam jenis hubungan antara variabel
pada Waktu 2 dibandingkan dengan Waktu 1.

Model-model yang diperiksa dalam jurnal elektronik saat ini tidak dapat digunakan untuk
gangguan dasar; sebaliknya, mendukung validitas argumen kausal yang terkait dengan EESH. Missiuna
dan Campbell (2014) merekomendasikan bahwa intervensi berbasis bukti digunakan sebagai sarana untuk
membangun jalur kausal, sementara juga menyediakan dukungan untuk populasi yang membutuhkan
psikomotorintervention. Pengalaman rutin menunjukkan bahwa program-program penyelidik motorik
dapat meningkatkan keterampilan motorik, konsep diri, dan melaporkan kecenderungan ke arah yang
lebih rendah. kecemasan (Peens, Pienaar, & Nienaber, 2008). Temuan saat ini memberikan arahan untuk
menyesuaikan program intervensi / pencegahan psikomotor yang sesuai usia. Secara khusus, intervensi
untuk anak-anak dapat meningkatkan interaksi teman sebaya yang dapat dikombinasikan dengan upaya
untuk meningkatkan kompetensi fisik yang dirasakan untuk anak yang lebih tua. Program intervensi
berbasis sekolah juga dapat memfasilitasi kesadaran tentang hubungan antara keterampilan motorik dan
kesulitan psikososial bagi guru yang mungkin bekerja untuk meningkatkan faktor protektif bagi siswa
dengan kesulitan gerakan, misalnya, memfasilitasi lingkungan untuk meningkatkan keterampilan
interpersonal atau kompetensi diri.

Sementara signifikan, variabel-variabel yang termasuk dalam penelitian saat ini hanya
menyumbang jumlah yang sedang dari variasi peserta dalam masalah internalisasi. Hal ini konsisten
dengan pemahaman bahwa etiologi psikopatologi anak multifactorial (Koplewicz & Klass, 1993). Selain
itu, keputusan untuk mendaftarkan ukuran skrining yang dinilai oleh guru untuk masalah teman sebaya
juga membatasi temuan saat ini. Ukuran fungsi psikososial mungkin berbeda antara informan (De Los
Reyes & Kazdin, 2005), dan subskala SDQ Masalah Teman Sebaya hanya terdiri dari lima item yang
menangkap domain luas kesulitan interpersonal seperti rekan viktimisasi, keterampilan sosial, dan isolasi
sosial (Goodman, 1997). Penelitian masa depan dapat mencakup tindakan multi-informan dan ukuran
yang lebih komprehensif dari kesulitan interpersonal.

Kerangka EESH mencakup faktor psikososial tambahan yang berada di luar ruang lingkup
penelitian saat ini (misalnya, stres, aktivitas fisik, dukungan sosial). Ada bukti awal untuk mendukung
peran faktor-faktor ini (Cairney et al., 2013). Namun, evaluasi lebih lanjut adalah penting; faktor-faktor
ini dapat menjelaskan varians tambahan dalam masalah internalisasi dan sama sekali berbeda di luar tahap
perkembangan. Studi terakhir adalah untuk menguji komponen spesifik dari kerangka kerja yang
diusulkan oleh Cairney et al. (2013), hanya masalah internalisasi yang tidak termasuk hasilnya. Namun,
penelitian terbaru menunjukkan bahwa keterampilan motorik juga bisa menjadi penyebab yang masuk
akal. eksternalisasi masalah (King-Dowling, Missiuna, Rodriguez, Greenway, & Cairney, 2015; Wagner
et al., 2012). Penelitian selanjutnya dapat memanfaatkan EESH sebagai kerangka kerja untuk memahami
dampak keterampilan motorik baik dalam masalah internalisasi dan eksternalisasi.
Kesimpulan

Penelitian saat ini memberikan dukungan untuk hubungan tidak langsung antara keterampilan
motorik dan internalisasi masalah melalui masalah rekan (pada anak usia dini dan kemudian masa kanak-
kanak), dan kompetensi fisik yang dirasakan (pada masa kanak-kanak). Penelitian ini juga memberikan
dukungan untuk EESH dan memiliki implikasi penting bagi pemahaman kita tentang kerangka kerja;
hubungan yang ditentukan dalam kerangka ini dapat berbeda di berbagai tahap pengembangan. Temuan-
temuan ini juga menyoroti pentingnya target sesuai usia dalam intervensi psikomotor. Penelitian pada
masa mendatang diperlukan untuk lebih memahami bagaimana hubungan tidak langsung antara penghasil
energi dan masalah-masalah internal dapat mempengaruhi antara tahap perkembangan kunci.
BAB IV

EKSPERIMEN

4.1 Tujuan

Maksud dan tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah untuk menambah
wawasan yang lebih luas serta untuk menambah pengetahuan yang lebih dalam bagi penulis
khususnya bagi para pembaca pada umumnya dan mengetahui hubungan antara kepribadian dan
kendali motorik.

4.2 Sarana dan Prasarana Pendukung

a. Eksperimen yang kami lakukan menggunakan beberapa alat pendukung seperti laptop,
youtube, speaker, handphone dan catatan kecil untuk mencatat hasil dari penelitian yang
dilakukan.

b. Prosedur dalam eksperimen ini adalah para partisipan diminta berdiri lalu peneliti akan
memutarkan video senam yang harus diikuti gerakan nya oleh para partisipan, peneliti akan
mengamati setiap gerakan yang dilakukan oleh partisipan, lalu mencatat respon motorik dari
partisipan dengan dua kepribadian yang berbeda (introvert dan ekstrovert) terhadap video yang
ditayangkan.

c. Partisipan dan lokasi eksperimen,partisipan dalam eksperimen mini ini sebanyak 5 partisipan
yang merupakan mahasiswa fakultas psikologi UIN JAKARTA semester 3 dan eksperimen ini
dilakukan di halaman kos Griya Hijau yang merupakan lingkungan terbuka.

4.3 Hasil penelitian, penelitian ini menunjukan bahwa

4.4 Analisa hasil ekperimen

4.5 Diskusi
BAB IV

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai