Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran


Tinggi di Provinsi Jambi

Iskandar1

1 Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Jambi

Intisari

Penelitian dilakukan untuk mengetahui performan reproduksi sapi PO pada dataran rendah dan
dataran tinggi di Provinsi Jambi. Materi penelitian menggunakan sapi PO yang dipelihara di
kecamatan Sekernan (dataran rendah) dan di kecamatan Kayu Aro (dataran tinggi). Pemilihan
sampel dilakukan secara purposive sampling dengan menggunakan metode survey. Analisis data
menggunakan uji Z Test. Tingkat kepemilikan sapi PO setiap peternak relatif sama baik di
kecamatan Sekernan 1.98 ekor maupun di kecamatan Kayu Aro 2.02 ekor. Performan reproduksi
sapi PO antara kecamatan sekernan dengan kecamatan Kayu Aro berbeda sangat nyata (P<0,01)
seperti umur pubertas 672, 76 hari, umur kawin pertama 694.11 hari dan service period 114 hari
untuk kecamatan Kayu Aro dan lebih cepat dicapai bila dibandingkan dengan performan
reproduksi sapi PO di kecamatan Sekernan yaitu umur pubertas 823.436 hari, kawin pertama
847.89 hari dan service periode 162.345 hari. Service perconception untuk kecamatan Kayu Aro
sebesar 1.3 dan kecamatan Sekernan 1.5. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan performan reproduksi sapi PO antara dataran rendah dengan dataran tinggi.
Performan reproduksi sapi PO pada dataran tinggi lebih baik dari dataran rendah di Provinsi
Jambi.

Kata kunci: sapi PO, reproduksi, dataran rendah, dataran tinggi, Provinsi Jambi

Abstract
The research was conducted to evaluate the reproductive performance of PO cattle on lowland and highland
in Jambi Province. Sekernan Regency (lowland) and Kayu Aro Regency (highland) were purposively chosen
as a sample of two different area. Data were analyzed using Z-test. The number of cattle reared was
relatively similar between Sekernan Regency (1.98 heads) and Kayu Aro Regency (2.02 heads).
Reproductive performance of PO cattle was significantly different (P<0.01) between two areas on age of
puberty (Kayu Aro vs Sekernan : 672,76 d vs 823.44 d), age of first mating ( 694.11 d vs 847.89 d). service
period (114.00 d vs 162.45 d). Service per conception in Kayu Aro and Sekernan was 1.3 and 1.5
respectively. In conclusion, there were differences on reproductive performance of PO cattle between lowland
and highland areas in Jambi Province.

Key words: PO cattle, reproduction, lowland, highland, Jambi Province

Pendahuluan organ-organ reproduksi telah mulai


Umur pubertas merupakan salah berfungsi. Pada hewan betina pubertas
dicerminkan oleh terjadinya estrus dan
satu hal yang penting untuk diketahui
masyarakat peternak, karena pubertas ovulasi yang akan menentukan
performan reproduksi.
adalah umur saat datangnya berahi
Performan reproduksi sapi PO akan
pertama yang terjadi dalam hidup hewan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
betina, karena saat itu hewan telah
lainnya yaitu faktor genetik (bangsa),
sanggup memproduksi sel telur serta

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

51
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1

makanan dan lingkungan. Faktor Materi dan Metode


lingkungan yang dapat mempengaruhi Penelitian ini dilaksanakan pada
performan reproduksi sapi PO adalah
dataran rendah yaitu di Kecamatan
ketinggian tempat, karena ketinggian
Sekernan dan dataran tinggi di
tempat ini sangat erat kaitannya dengan
Kecamatan Kayu Aro Provinsi Jambi
suhu dan kelembaban. Sebagaimana
pada bulan Oktober sampai bulan
pernyataan Jaenudeen dan Hafez (2000),
Desember 2010. Materi penelitian
lama kebuntingan dipengaruhi oleh
menggunakan sapi PO yang dipelihara di
bangsa sapi, jenis kelamin dan jumlah
Kecamatan Sekernan (dataran rendah)
anak yang dikandung, umur induk,
dan di Kecamatan Kayu Aro (dataran
musim dan letak geografis.
tinggi). Jumlah sampel yang digunakan
Provinsi Jambi adalah daerah yang 111 ekor dari Kecamatan Sekernan
terdiri dari dataran rendah seperti daerah
dengan populasi sapi potongnya 631
Kecamatan Sekernan terletak di ekor, sedangkan sampel dari Kayu Aro
ketinggian 24 m dpl dengan suhu
133 ekor dengan populasi sapi PO 508
berkisar 22.0 – 34.0 0 C dan kelembaban
ekor.
30.0 – 60.0 %, sedangkan daerah dataran Pemilihan sampel dilakukan secara
tinggi terletak di sepanjang Bukit Barisan
purposive sampling yaitu pengambilan
yang membentang dari Gunung Kerinci sampel yang karakteristiknya sebagai
sampai ke Gunung Raya seperti daerah
berikut, sapi PO yang punya catatan
Kecamatan Kayu Aro terletak pada
seperti tanggal lahir, tanggal berahi
ketinggian 1575 m dpl, kisaran suhunya
pertama dan tanggal kawin pertama.
17.5 – 27.0 0 C dan kelembabannya 70.0 –
Untuk mengeleminasi pengaruh faktor
85.0 % (Anonimous, 2010). Kedua daerah makanan yang berbeda dari kedua
yang memiliki ketinggian tempat yang
kecamatan , maka dipilih sampel yang
berbeda ini digunakan oleh masyarakat sama kondisinya, yaitu sapi PO yang
peternak untuk pemeliharaan sapi PO,
paritas dua dengan kondisi tubuh sedang
tentu ketinggian tempat ini khususnya
dengan tanda-tanda sebagian tulang
suhu dan kelembaban akan
rusuk (kurang dari delapan buah,
mempengaruhi kehidupan sapi PO yang
biasanya empat sampai lima buah)
dipelihara, baik secara langsung ke sapi
tampak membayang di kulit (Santosa,
seperti pengaruh pada tingkah laku
2005). Sedangkan untuk mengeliminasi
makan dan fase berahi (estrus). Stress
pengaruh bangsa dipilih sapi PO
yang disebabkan temperatur tinggi dapat
sebagian atau seluruhnya
menyebabkan siklus estrus tidak teratur,
memperlihatkan tanda-tanda sebagai
periode estrus pendek dan berahi yang berikut : berpunuk, mempunyai lipatan-
tenang (Bearden dan Fuquay, 1980). Oleh
lipatan kulit di bawah leher dan perut,
karena itu ketinggian tempat yang telinga menggantung, kepala relatif
berbeda ini merupakan salah satu aspek
pendek dengan profil melengkung, mata
yang harus diperhatikan dalam
besar dan tenang, kulit sekitar lubang
pengaruhnya terhadap performan mata kurang lebih 1 cm berwarna hitam,
reproduksi ternak sapi PO yaitu umur
tanduk pendek kadang-kadang hanya
pubertas, umur kawin pertama, service bungkul kecil saja, tanduk yang betina
perconception, service periode. Bertitik tolak
lebih panjang dari pada tanduk yang
dari uraian di atas penulis tertarik untuk
jantan, warna bulu putih atau putih
meneliti performan reproduksi sapi PO
kehitaman dengan warna kulit kuning
di dataran rendah dan dataran tinggi di
terang (Hardjosubroto, 1994).
Provinsi Jambi.

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

52
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1

Penelitian ini dilaksanakan dengan c. Service per Conception S/C


menggunakan metode survey untuk (Angka Perkawinan per
mendapatkan keterangan terhadap kebuntingan) yaitu rata-rata
peubah-peubah penelitian. Lokasi untuk jumlah Inseminasi yang
dataran rendah dipilih daerah yang dibutuhkan oleh seekor sapi
memiliki populasi sapi PO terbanyak betina sampai terjadi
yaitu di Kecematan Sekernan yang kebuntingan (Toelihere, 1985).
berada pada ketinggian 24 m dpl. Begitu d. Service Period, dihitung dari saat
juga untuk dataran tinggi dipilih melahirkan sampai saat kawin
Kecamatan Kayu Aro dengan ketinggian terakhir yang menghasilkan
1575 m dpl. kebuntingan dalam hari
Peubah yang diamati adalah: (Rustanto, 2000).
a. Umur Pubertas, Umur pubertas
Untuk mengamati umur kawin
didapat dari tanggal kawin pertama, lama bunting, Service per
pertama dan dimundurkan satu
Conception, service periode, calving interval,
siklus atau lebih dari sapi yang berahi post partum , digunakan Uji Z
bersangkutan. Test. Rumus yang digunakan untuk
b. Umur Kawin Pertama, adalah
mengetahui nilai Z hitung menurut
umur sapi dara dikawinkan petunjuk Susetyo (2010) adalah sebagai
pertama kali saat sudah
berikut:
mengalami dewasa tubuh (Pane,
1986).

Rumus Uji Signifikansi (Uji z), dengan rumus:

Keterangan :
= Rata-rata Peubah sapi dara PO di dataran rendah
= Rata-rata Peubah sapi dara PO di dataran tinggi
= Jumlah Sampel sapi dara PO di dataran rendah
= Jumlah Sampel sapi dara PO di dataran tinggi
= Simpangan Baku sapi dara PO di dataran rendah
= Simpangan Baku sapi dara PO di dataran tinggi

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

53
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1

Hasil dan Pembahasan palawija. Sebagaimana pernyataan


Anonimous (2009) dataran rendah adalah
Karakteristik Daerah Penelitian wilayah dataran yang memiliki
Daerah yang dijadikan lokasi ketinggian 0- 200 m dpl, dimanfaatkan
penelitian adalah daerah dataran rendah untuk pemukiman, industri dan
di Provinsi Jambi yaitu kecamatan pertanian, tanaman yang cocok di
Sekernan yang terletak 24 m dpl (di atas dataran rendah adalah padi, palawija dan
permukaan laut), memiliki rawa- rawa tebu, sedangkan dataran tinggi adalah
yang dimanfaatkan untuk perkebunan, wilayah dataran yang terletak pada
persawahan, lahannya sering digenangi ketinggian di atas 200 m dpl.
air bila musim hujan dan banjir. Perbandingan data faktor iklim
Sedangkan daerah dataran tinggi pada saat penelitian dilakukan antara
kecamatan Kayu Aro yang letaknya 1575 kedua kecamatan di atas disajikan pada
m dpl (di atas permukaan laut) Tabel 1.
daerahnya berbukit yang dimanfaatkan
untuk lahan perkebunan teh dan

Tabel 1. Perbandingan Faktor Iklim antara Kecamatan Sekernan dengan


Kecamatan Kayu Aro Provinsi Jambi

Faktor iklim Kecamatan


Sekernan Kayu Aro
Suhu lingkungan ( C) 0 22.0 - 34.0 17.5 - 27.0

Kelembaban (%) 30.0 - 60.0 70.0 - 85.0

Sumber : Hasil survey pada bulan Oktober 2010

Pada Tabel 1 dijumpai adanya permukaan laut maka akan semakin


perbedaan iklim khususnya suhu dan rendah suhu.
kelembaban antara kecamatan Sekernan
dengan kecamatan Kayu Aro, perbedaan Karakteristik Responden
suhu lingkungan ini akibat dari adanya
Masyarakat petani yang memelihara
perbedaan ketinggian tempat antara
ternak dan merupakan responden pada
kecamatan Sekernan (24 m dpl) dengan
penelitian ini memiliki karakteristik
kecamatan Kayu Aro (1575 m dpl).
sebagaimana yang tercantum pada Tabel
Sebagaimana pernyataan Gregory (1961)
2.
semakin tinggi letak suatu daerah di atas

Tabel 2 : Karakteristik Responden

Pekerjaan Pendidikan
Kecamatan Kepemilikan PNS Swasta Tani SD SMP SMA DII
Rataan (ekor) Persen
Sekernan 1.98 17.9 12.5 69.6 3.6 12.5 75.0 8.9

Kayu Aro 2.02 21.5 10.8 67.7 0 3.1 86.2 10.8

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

54
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1

secara individu penting dan berpengaruh


Pada Tabel 2 dijumpai tingkat dalam menyerap inovasi dan cara-cara
kepemilikan sapi PO pada kecamatan baru di bidang pertanian atau usaha
Sekernan 1.98 ekor (rataan) dan peternakan.
kecamatan Kayu Aro 2.02 ekor (ekor). Berdasarkan penelitian dan
Keadaan ini mencerminkan bahwa sapi pengamatan tentang jenis dan frekuensi
PO di dua lokasi penelitian ini masih pemberian pakan, responden yang ada di
merupakan usaha sambilan bila dilihat kecamatan Sekernan terbesar
dari tingkat kepemilikan sapi, di samping memberikan pakan sapinya berupa
itu juga peternak yang memelihara sapi rumput lapang adalah 59.09 %,
PO yang pekerjaan utamanya bukan tani sedangkan di kecamatan Kayu Aro
sebesar 30.38 % untuk kecamatan terbesar memberikan campuran berupa
Sekernan dan 32.31 % untuk kecamatan rumput unggul, rumput lapang dan
Kayu Aro. Menurut pernyataan Hadi et limbah kebun yaitu 50.77 % . Keadaan ini
al. (2002) bahwa karakteristik menggambarkan bahwa responden yang
pemeliharaan sapi potong rakyat adalah ada di Kecamatan Kayu Aro sudah
bertujuan untuk pembibitan atau berupaya untuk memperbaiki kualitas
penggemukan dengan skala usaha sangat pakan, hal ini terlihat dari campuran jenis
kecil yaitu 1 – 3 ekor. Sedangkan menurut bahan pakan yang diberikan pada sapi
Aryogi et al. (2005) usaha sapi potong PO nya. Alasan peternak (100%) baik di
rakyat sebagian besar merupakan usaha kecamatan Sekernan maupun kecamatan
yang bersifat turun temurun dengan pola Kayu Aro dalam memberikan pakan
pemeliharaan sesuai dengan kemampuan pada ternak sapinya bertujuan untuk
peternak terutama dalam hal pemberian meningkatkan bobot badan Namun
pakan, hijauan bervariasi jenis dan peternak (100%) belum memberikan
jumlahnya. konsentrat, karena menurut responden
Peternak sebagai responden telah konsentrat itu sulit untuk diperoleh.
menempuh pendidikan formal (100 % ), Menurut Matondang et al. (2001) dalam
bahkan persentase terbesar pada Umiyasih dan Anggraeny (2007)
pendidikan SLA (Sekolah Lanjutan Atas) perkembangan organ reproduksi selama
yaitu 75.00 % untuk kecamatan Sekernan masa pertumbuhan dan status fisiologis
dan 86.15 % kecamatan Kayu Aro. sapi dara harus diperhatikan, karena
Keadaan ini akan berpengaruh pada kekurangan gizi dapat menyebabkan
pemeliharaan sapi PO yang dikelola oleh tidak berfungsinya ovarium. Selain itu
peternak, khususnya tentang penanganan juga bisa mengalami gangguan
betina produktif jika pemeliharaan betina reproduksi seperti terjadinya kegagalan
produktif dikelola dengan baik dan tepat, kebuntingan dan terjadinya kemajiran
antara lainnya yaitu perbaikan kualitas bila berat badan meningkat secara
dan kuantitas makanan yang sesuai berlebihan (Wijono, 1992 dalam Umiyasih
dengan kebutuhan dan kondisi sapi dan Anggraeny, 2007).
betina menjelang dikawinkan dan
melahirkan, agar sapi betina tersebut siap Performan Reproduksi Sapi PO
menerima kebuntingan dan proses Berdasarkan hasil penelitian dan
menyusui. Selain dari itu peternak juga pengamatan dilapangan tentang
dapat dengan mudah menerima performan reproduksi sapi PO baik di
teknologi pemuliabiakan dan perbaikan kecamatan Sekernan dan kecamatan
mutu genetik sapi melalui program IB Kayu Aro, sebagai berikut ;
(inseminasi buatan). Sebagaimana
pernyataan Mosher (1983) pendidikan

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

55
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1

- Umur Pubertas tercapainya dewasa kelamin bagi setiap


Berdasarkan hasil penelitian dan individu ternak tidak seragam karena
pengamatan di lapangan, umur pubertas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
sapi PO yang dipelihara di kecamatan lain yaitu keturunan (breed), sosial, iklim
Kayu Aro (dataran tinggi) lebih cepat dan kandungan protein makanan.
150.7 hari bila dibandingkan dengan Perbedaan pencapaian umur
kecamatan Sekernan. Perbedaan ini pubertas sapi PO antara kecamatan Kayu
disebabkan oleh ketinggian tempat dari Aro dengan kecamatan Sekernan yaitu
permukaan laut, yang menyebabkan 150.7 hari, keadaan ini disebabkan
terjadinya perbedaan suhu dan adanya perbedaan suhu dan kelembaban
kelembaban. Suhu dan kelembaban dapat antara kecamatan Kayu Aro sebagai
mempengaruhi kehidupan sapi dataran tinggi dengan kecamatan
khususnya pada tingkah laku makan, jika Sekernan sebagai dataran rendah. Sesuai
suhu lingkungan tinggi sapi cenderung dengan pernyataan Campbell dan Lasley
lebih banyak minum dari pada (1985), kisaran suhu yang nyaman untuk
merumput (makan), akibatnya Bos indicus adalah 10 – 26.670 C dan
kebutuhan makan khususnya zat- zat kelembaban yang nyaman adalah 95 %,
makanan seperti protein dan mineral sedangkan untuk Bos Taurus suhu yang
untuk hidup pokok dan produksi jadi nyaman adalah 150 C dan kelembabannya
berkurang, tentu hal ini akan yang nyaman adalah 80%. Selain itu juga
menghambat pencapaian umur pubertas disebabkan faktor pakan yang diberikan,
sapi PO. Sebagaimana pernyataan dimana peternak kecamatan Kayu Aro
Hafez, (1968) kebutuhan zat makanan memberikan rumput unggul dan limbah
pada ternak di pengaruhi oleh suhu dan kebun, kedua jenis bahan pakan ini
kelembaban, jika kelembabannya tinggi mengandung kandungan gizi seperti
dapat menurunkan konsumsi makan. protein dan mineral yang cukup.
Oleh karena itu, kekurangan nutrisi Menurut Williamson dan Payne, (1993),
terutama energi akan menghambat nilai nutrisi pada tanaman makanan lebih
perkembangan seksual dan pubertas tinggi pada daerah yang memiliki curah
(Umiyasih dan Anggraeny, 2007). hujan yang tinggi dibandingkan di
Pencapaian umur pubertas sapi PO daerah yang curah hujannya rendah.
di kecamatan Kayu Aro (dataran tinggi) Sebagaimana pernyataan Church (1977)
672.8 hari dan kecamatan Sekernan bahwa hijauan yang berkualitas tinggi
(dataran rendah) 823.5 hari (Tabel 3). banyak mengandung fosfor. Sedangkan
Hasil yang diperoleh ini lebih tinggi bila Toelihere (1981) menyatakan gejala
dibandingkan dengan laporan Astuti.et kekurangan fosfor umumnya pada sapi
al. (1983), untuk sapi Ongole atau Ongole dara menyebabkan pubertas terlambat
Jawa di kecamatan Cangkringan pada dan kegagalan estrus pada induk. Berarti
umumnya dicapai setelah sapi–sapi kebutuhan protein dan mineral salah
tersebut mencapai umur 15 bulan. satunya fosfor untuk sapi PO yang
Keadaan ini disebabkan adanya dipelihara di kecamatan Kayu Aro telah
perbedaan lingkungan antara lokasi terpenuhi.
tempat penelitian dengan kecamatan Pencapaian umur pubertas di
Cangkringan Jawa Tengah. Lingkungan kecamatan Sekernan lebih lama 150.7 hari
yang dapat mempengaruhi pencapaian jika dibandingkan dengan kecamatan
umur pubertas sapi seperti suhu dan Kayu Aro. Hal ini disebabkan pakan
kelembaban, kualitas pakan yang yang diberikan hanya berupa rumput
diberikan dan managemen pemeliharaan. lapang dan juga rumput kering disaat
Sebagaimana pernyataan Taufik (1986) musim kemarau, dimana kandungan gizi

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

56
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1

kedua bahan pakan tersebut seperti dibutuhkan temperatur lingkungan yang


protein dan mineral rendah, tentu sesuai, umumnya sapi membutuhkan
kebutuhan hidup pokok sapi PO tidak temperatur nyaman 13 – 18 oC
terpenuhi akibatnya proses produksi dan (Chantalakhana dan Skunmun, 2002).
reproduksi terganggu, seperti pencapaian Lebih dipertegas oleh Muthalib (2002),
umur pubertas jadi lama (panjang). suhu lingkungan dapat mempengaruhi
Keadaan ini sejalan dengan pernyataan suhu tubuh ternak, kegiatan merumput
Toelihere (1981) rumput kering yang jelek (makan), selain itu ternak yang terkena
selalu memberikan defisiensi protein dan suhu tinggi akan lebih banyak minum
biasanya berhubungan dengan dan mengurangi makan karena untuk
rendahnya kadar mineral di dalam mengatur suhu tubuhnya, sehingga
pakan terutama P (Posfor) dan Co efisiensi pakan jadi menurun serta
(cobalt). Apabila sapi mengalami mengganggu aktifitas organ-organ tubuh.
defisiensi Co dapat menyebabkan Umur kawin pertama di kecamatan
menurunnya nafsu makan, pubertas Sekernan 847.9 hari dan kecamatan kayu
terlambat dan kegagalan estrus pada sapi Aro 694.1 hari. Keadaan ini sejalan
betina. Sedangkan defisiensi P dapat dengan pernyataan Payne, (1970) Sapi-
menyebabkan pubertas terlambat pada sapi dari daerah sub tropis dikawinkan
sapi dara dan pada induk terjadinya pertama kali pada umur 1,5– 2 tahun, dan
kegagalan estrus. sapi-sapi Indonesia pada umur 2 – 2,5
tahun. Pada Tabel 6, di junpai adanya
- Kawin Pertama perbedaan umur kawin pertama antara
Berdasarkan hasil penelitian dan kecamatan Sekernan (dataran rendah)
pengamatan di lapangan, dijumpai dengan kecamatan Kayu (dataran tinggi)
adanya perbedaan umur kawin pertama 153.8 hari. Perbedaan ini disebabkan oleh
antara kecamatan Kayu Aro (dataran perbedaan suhu lingkungan dan
tinggi) dengan kecamatan Sekernan kelembaban udara antara kecamatan
(dataran rendah) yaitu 153.8 hari Kayu Aro 17.50 – 27.00 C dan kelembaban
Setelah di analisis statistik umur 70.0 – 85.0 %, dengan kecamatan
kawin pertama sapi PO di kecamatan Sekernan yang suhunya 22.00- 34.00C dan
Kayu Aro adanya perbedaan (153.8 hari) kelembaban 30.0 – 60.0 % (Tabel 1). Hal
yang sangat nyata (P<0.01) Perbedaan ini juga berpengaruh terhadap kualitas
umur kawin pertama pada sapi PO yang dan kuantitas hijauannya sebagai pakan
dipelihara di kecamatan Kayu Aro sapi. Kayu Aro merupakan dataran tinggi
dengan kecamatan Sekerrnan akibat bersuhu rendah dan memiliki intensitas
adanya perbedaan pencapaian umur curah hujan rata-rata 107.67 mm perbulan
pubertas, terlambatnya pubertas itu (Anonimous, 2010), kondisi ini yang
disebabkan faktor lingkungan salah menyebabkan hijauan dapat tumbuh
satunya suhu lingkungan dan dengan baik, selain itu juga kualitas
kelembaban udara antara kecamatan hijauanpun jadi baik, akibatnya
kayu Aro dengan kecamatan Sekernan. kebutuhan pakan untuk sapi PO baik
Suhu lingkungan dapat secara langsung secara kuantitas maupun kualitas dapat
berpengaruh pada tubuh sapi, suhu yang terpenuhi. Menurut pernyataan Prabowo
tinggi (panas) dapat menyebabkan et al. (1984). Iklim dan kondisi lingkungan
cekaman panas yang kuat pada sapi dan sangat berpengaruh terhadap
akhirnya sapi menjadi stres, mengurangi ketersediaan mineral dalam pakan
aktifitas merumput (makan). Supaya hijauan, pada daerah yang kering dan
ternak dapat hidup nyaman dan proses curah hujannya rendah dapat
fisiologi dapat berfungsi normal, menyebabkan kandungan mineral dalam

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

57
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1

pakan ternak rendah dan pada musim untuk kebutuhan sapi dapat terpenuhi.
kemarau kandungan mineral dalam Sebaliknya di kecamatan Sekernan waktu
pakan lebih rendah dibandingkan pada untuk service periode 162.4 hari lebih
musim hujan, jika pakan tersebut lama akibat dari pengaruh suhu
defisiensi mineral maka dapat lingkungan yang tinggi 22.00- 34.00C
menyebabkan gangguan pada (Tabel 1) dan kelembabannya 30.0 – 60.0
pencapaian umur pubertas. Toelihere % (Tabel 1) rendah, tentu hal ini
(1981) menyatakan jika pakan sapi menyebabkan cekaman panas (stres)
kekurangan mineral Co (Cobalt) dapat pada sapi, pada kondisi seperti ini sapi
menurunkan nafsu makan, pubertas lebih cenderung istirahat dan melakukan
terlambat pada sapi dara dan kegagalan evaporasi. Faktor yang mempengaruhi
estrus pada induk. Apabila kekurangan service periode adalah anestrus post
mineral pada pakan sapi dara dan partum, waktu fase anestrus post partum
berlangsung terlalu tentu hal ini dapat sangat ditentukan antara lain masa
menyebabkan organ-organ reproduksi menyusui, produksi susu, kondisi tubuh
tidak dapat berkembang dan berfungsi dan nutrisi (Peter and Balls, 1987). Kumar
secara optimal, akibatnya kegagalan dan Kumar (2006) menyatakan lama
estrus dapat terjadi dan umur kawin anestrus post partum menentukanan
pertama jadi tertunda. Matondang et al. jarak kelahiran anak, semakin pendek
(2001) dalam Umiyasih dan Anggraeny fase anestrus maka ternak akan cepat
(2007) perkembangan organ reproduksi berahi kembali dan kawin, bunting,
terjadi selama masa pertumbuhan melahirkan serta laktasi. Sedangkan
sehingga status fisiologis sapi dara harus menurut pernyataan Syarifuddin (2005),
diperhatikan, karena kekurangan gizi semakin pendek fase anestrus post
dapat menyebabkan tidak berfungsinya partum maka semakin cepat berahi
ovarium. kembali, kawin, bunting dan melahirkan
serta laktasi.
- Service period
Berdasarkan hasil penelitian dan - Service Perconception
pengamatan di lapangan dijumpai Berdasarkan penelitian dan
perbedaan service periode sapi PO yang pengamatan di lapangan, diperoleh
dipelihara di kecamatan Kayu Aro service perconception sapi PO yang
(dataran tinggi) dengan kecamatan dipelihara di kecamatan Sekernan dan
Sekernan (dataran rendah) yaitu 47.8 hari kecamatan Kayu Aro masing-masing
Setelah di analisis statistik dengan adalah 1.5 dan 1.3. Berarti untuk
menggunakan uji Z adanya perbedaan kecamatan Sekernan agar sapi PO yang
sangat nyata (P<0.01) antara service dikawinkan dan terjadinya kebuntingan
periode di kecamatan Sekernan dengan membutuhkan service per conception 1.5,
kecamatan Kayu Aro. Waktu service sedangkan untuk kecamatan Kayu Aro
periode di kecamatan Kayu Aro (dataran hanya membutuhkan 1.3 kali (rataan)
tinggi) yaitu 47.8 hari (Tabel 5) lebih kawin untuk terjadi kebuntingan.
cepat bila dibandingkan dengan Menurut pernyataan Toelihere (1985)
kecamatan Sekernan (dataran rendah), bahwa service perconception yang normal
karena pengaruh suhu dan kelembaban. pada ternak adalah 1.6 -2,1 dan semakin
Kecamatan Kayu Aro memiliki suhu rendah nilainya maka semakin tinggi
lingkungan 17.50 – 27.00C (Tabel 1), dapat kesuburanya. Angka service
membuat rasa nyaman pada sapi PO perconception yang diperoleh pada
tentu aktifitas merumput (makan) tidak penelitian ini lebih rendah bila
terganggu dan akibatnya asupan gizi dibandingkan dengan laporan dari

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

58
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1

beberapa peneliti, keadaan ini terjadi Anonimous, 2009. Kondisi Fisik


akibat adanya perbedaan lingkungan dan Wilayah.
mencerminkan adanya upaya perbaikan http//donwloadpdfsmpmuht
serta peningkatan penanganan saat sapi er.fies.
mengalami berahi, agar kegagalan saat wordpresscom/2009/11/02-
kawin tidak terjadi, disamping itu juga ips-kls-8-bab-1.pdf. 28
ketrampilan peternak dalam mendeteksi Otokber 2010
berahi pada dua lokasi penelitian ini
cukup terampil, tepat dan mengetahui Aryogi, Sumadi dan W.
siklus berahi. Sebagaimana pernyataan Hardjosubroto. 2005.
Toelihere (1981) kegagalan reproduksi Performan Sapi Silangan
ternak terletak pada kesalahan atau tidak Peranakan Ongole di Dataran
bisa mengenal tanda estrus dan terlalu Rendah (Studi Kasus di
cepat mengawinkan kembali ternak Kecamatan Kota Anyar
setalah melahirkan. Kabupaten Probolinggo Jawa
Selain itu juga rendahnya angka Timur). Makalah Seminar
service perconception sapi PO yang diamati Nasional Teknologi Pe-
pada kedua tempat penelitian ini, ternakan dan Veteriner.
menggambarkan bahwa bangsa sapi PO
Astuti, M., W. Hardjosubroto dan S.
mampu beradaptasi pada lingkungan
Lebdosoekojo .1983. Analisis
yang jelek seperti suhu dan kelembaban
Jarak Beranak Sapi PO di
tinggi serta kualitas pakan yang rendah.
Kecamatan Cangkringan DIY.
Sapi PO walaupun makanan terbatas
Proceeding Pertemuan Ilmiah
badan terlihat sangat kurus dan anak
Ruminansia Besar. Pusat
terlambat disapih, sapi tetap dapat
Penelitian dan Pengembangan
dikawinkan, bunting dan
Peternakan BP3. Departemen
beranak.(Diwyanto, et al., 2009). Untuk
Pertanian, Bogor.
memperbesar keberhasilan terjadinya
kebuntingan adalah ketepatan Bagley, C . P and R. R. Evans. 2007.
mengawinkan sapi betina yaitu sekitar 10 Replacement Heifer Selection
– 14 jam sejak tanda-tanda estrus muncul and Management. Depar-
(Bagley dan Evans, 2007). tement of Agricultural Sciences
A.M. University Commerce.
Kesimpulan Mississippi State
University.
Berdasarkan hasil dan pembahasan http//www.pfizerah.com/index_
dapat diambil kesimpulan, performan species.asp.drug. 7 Oktober 2010.
reproduksi sapi PO di dataran tinggi
lebih baik bila dibandingkan dengan Bearden, H. J. and John W. Fuquay.
1980. Applied Animal
dataran rendah di Provinsi Jambi.
Reproduction Reston
Publishing Company. Inc. A.
Daftar Pustaka
Printice Hall Company
Anonimous, 2010. Jambi Dalam Reston, Virginia.
Angka. Badan Perencanaan Campbell, J.R. and J.F. Lasley. 1985.
Pembangunan Daerah The Science of Animal That
Provinsi Jambi. Bekerja Sama Serve Humanity, 2nd. Ed. Tata
Dengan Badan Pusat Statistik
Provinsi Jambi.

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

59
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1

Mc.Graw- Hill Publishing Co. http//gbpihed.nic.in/envish/


Ltd. New Delhi. HTML/ Vol. 172- Harendra
htm. 28 Oktober 2010.
Chantalakhana, CH. And P.
Skunmun, 2002. Sustainable Mosher,A.T. 1983.Menggerakan dan
Smallholder Animal Systems Membangun Pertanian.
in the Tropics. Kasetsart Penerbit CV Yasaguna,
University Press, Bangkok Jakarta.

Church, D.C. 1977. Digestive Muthalib, R.A. 2002. Kajian Beberapa


physiology and nutrition of Faktor Genetik dan Non Genetik
ruminants practicasl nutrition, Terhadap Produktifitas
Publisheed by D.C. Church Kambing PE di Kabupaten
Departement of Anim. Sci. Batanghari Propinsi Jambi. Jurnal
Oregon States University.. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan.
Vol. 5(3). hlm. 112 – 119.
Diwyanto, K., A. Priyanti, dan I. Inounu.
Pane, I. 1986. Pemuliabiakan Ternak
2009. Dampak Crossbreeding
Sapi. PT. Gramedia, Jakarta.
Terhadap Kinerja Repro-
duksi Sapi Potong Di Indonesia. Payne, W. J. A. 1970. Cattle Production in
Wartazoa. Vol. 18 No. 1. pp. 34-45 the Tropics. Vol 1. Longhman
London
Gregory, K.E.1961, Improvement of Prabowo, A., J. E. Van Eys., I. W.
Beef Cattle Through Breeding Matheus., M. Rangkuti dan
Method. Regional Publication. W.L.Johnson. 1984. Studies
120. USDA. on the mineral Nutrition on
Hadi, P.U., A. Thahar., N. Ilham dan B. Sheep in West Java. Balai
Winarso. 2002. A. Progress Report Penelitian Bogor. 25 pp.
Summary, Analytic Framework to Rustanto. 2000. Rahasia Sexual Sapi
Facilitate Development of Betina. Balai Inseminasi Buatan.
Indonesia's Beef Industry “ Paper Bandung.
Presented at The Routme Seminar
Center For Agro Socio Economic Santosa, U. 2005. Tatalaksana
Research and Development Pemeliharaan Ternak Sapi. Edisi
Bogor, 8 Maret 2002. ke-4. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Hafez, E.S.E. And Jaenudeen, M.R. 1968.
Cattle and Water Buffalo. In Susetyo, B. 2010. Statistika Untuk Analisis
Reproduction in Farm Animal, 5 th Data Penelitian Dilengkapi Cara
Ed. Lea and Febringer, Perhitungan dengan SPSS dan MS
Phyladelphia office Excel.Cetakan Kesatu 2010.
Penerbit PT. Refika Adi-
Hardjosubroto. W. 1994. Aplikasi tama. Bandung.
PemuliabiakanTernak di
Lapangan. Gramedia Widia- Syarifuddin, A.N. 2005. Deteksi
sarana Indonesia, Jakarta. Gangguan Reproduksi Sapi
Brahman Cross Betina Melalui
Kumar, H and S. Kumar. 2006. Teknik Radio Immuno Assay
Incidence of Post Partum (RIA) dan Analysis Tatalaksana
Anestrus in Bovine of Rural Pemeliharaan, Fakultas Pertanian
Area of Kumaon Region. Lambung Mangkurat Banjar Baru.
Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

60
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1

Taufik,R. 1986. Petunjuk Praktis di


bidang Peternakan.Jilid I. BP
Karya Tani, Jakarta.
Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi
Reproduksi Pada Ternak.
Angkasa, Bandung.

Toelihere, M. R. 1985. Inseminasi


Buatan Pada Ternak.Penerbit
Angkasa, Bandung.
Umiyasih,U dan Anggraeny, Y. N. 2007.
Petunjuk Teknis Ransum
Seimbang, Strategi Pakan Pada
Sapi Potong, Laporan Penelitian,
Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Peternakan,
Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian,
Depertemen Pertanian, Jakarta.
Williamson, G.and W. J. A. Payne. 1993.
Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis. Edisi Ketiga.Cetakan
Pertama.Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta

Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi

61

Anda mungkin juga menyukai