Menurut Suriasumantri (2007) mengatakan bahwa bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama yaitu, sebagai sarana komunikasi antarmanusia dan sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakanbahasa tersebut. Fungsi yang pertama dapat kita sebutkan sebagai fungsi komukitatif dan fungsi yang kedua sebagai fungsi kohesif atau integratif. Pengembangan suatu bahasa haruslah memperhatikan kedua fungsi ini agar terjadi keseimbangan yang saling menunjang dalam pertumbuhannya. Seperti juga manusia yang mempergunakannya bahasa harus terus tumbuh dan berkembang seiring dengan pergantian zaman. Hakikat bahasa yang muncul ke permukaan memang lebih dominan kepada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada sebagai tataran ilmu linguistik yang memang berfokus terhadap seluk beluk bahasa. Hal ini wajar karena bahasa menyentuh segala sisi manusia dari semua golongan bila ditinjau dari aspek komunikasi ketimbang aspek linguistik yang hanya menjadi ajang penelitian akademisi. Akan tetapi terlepas daripada itu semua, kedudukan bahasa bagi sebuah bangsa amatlah penting karena bahasa merupakan identitas sebuah bangsa. Bangsa yang memiliki karakter adalah bangsa yang tetap mempertahankan bahasanya. Di Indonesia, berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia (SPI) 2010 yang dikumpulkan kembali melalui Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa Indonesia memiliki 1211 bahasa dan 1158 didalamnya termasuk bahasa daerah yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Berdasarkan fakta tersebut, perlu adanya bahasa nasional yang resmi dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa. Tepat pada 28 Oktober 1928, dalam peringatan Sumpah Pemuda , bahasa Indonesia resmi dijadikan bahasa nasional sampai saat ini. Juga tercantum dalam UUD 1945 Bab XV, Pasal 36 yang berbunyi Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia. Ketentuan ini menyatakan bahwa Bahasa Indonesia tidak lagi dipakai sebagai bahasa perhubungan, tetapi juga sebagai bahasa resmi kenegaraan. Sebagai alat satu implementasi politik bahasa. Setelah diresmikan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan dari sisi komunikasinya. Setiap warga Indonesia, dituntut menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Baik berarti kondisional, sedangkan benar berarti sesuai tata aturan. Hanya saja perkembangannya selalu mendapatkan permasalahan dari segi penuturnya. Hal tersebut diakibatkan penutur asli bahasa Indonesia tidak bisa terlepas dari budaya daerahnya yang melekat. Disinilah sering terjadi kesenjangan sosial yang sering terjadi kesalah pahaman makna meski menggunakan bahasa yang sama. Permasalahan bahasa di Indonesia tidak hanya menyangkut perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, tapi juga hubungannya dengan bahasa-bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu dari penutur etnisnya dan juga bahasa asing (Hernayah, 2003, hlm.128). Berangkat dari pendapat Hernayah, Indonesia memiliki dua permasalahan sekaligus yang berangkat dari dalam dan luar. Dari dalam permasalahan dengan bahasa ibu dari penutur etnisnya, sedangkan dari luar permasalahan bahasa asing sebagai dampak pengaruh globalisasi. Bila tidak ada tindak lanjut dari pemerintah, dalam hal ini mereka yang memiliki wewenang untuk membuat sebuah kebijakan, peranan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa, tidak akan berfungsi dengan baik. Para penutur akan bersikap etnositrisme karena kurangnya rasa nasionalisme dan lebih mementingkan budaya. Terlebih lagi hadirnya bahasa asing yang juga harus dikuasai untuk menghadapi tantangan ke depan, bisa jadi menggeser kedudukan bahasa Indonesia karena penutur akan lebih memilih menguasai bahasa asing dan mengesampingkan bahasa Indonesia. Peran pemerintah untuk mengatasi berbagai macam problematika tersebut amatlah penting. Pemerintah harus mengadakan pengolahan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam seluruh kebijakan nasional yang dibuat. Pengolahan tersebut kemudian lebih dikenal dengan politik bahasa nasional yang mulai didengungkan sejak 29-30 Oktober 1974 di Jakarta dengan penyelenggaraan Praseminar Politik Bahasa Nasional, disusul dengan seminarnya 25-28 Februari 1975 di Jakarta. Dalam pidato pengarahan, Amran Halim, Ketua Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa saat itu, menyatakan bahwa tujuan politik bahasa nasional adalah. 1. Perencanaan dan perumusan kerangka dasar kebijaksanaan dalam kebahasaan. 2. Perumusan dan penyusunan ketentuan-ketentuan dan pengembangan kebijakasanaan umum mengenai penelitian, pengembangan pembakuan, dan pengajaran bahasa dan sastra. 3. Penyusunan rencana pengembangan kebijaksanaan/nasional.
Politik selalu dikaitkan dengan sebuah kebijakan. Politik bahasa berarti
menjadikan bahasa sebagai objek dalam mnentukan kebijakan tersebut. Berbeda dengan pemahaman bahasa politik, yang menjadi objeknya justru politik itu sendiri dilihat dari bahasa yang digunakan oleh politikus baik lisan maupun tulisan. Adapun istilah politik bahasa, menurut Purnomo (2010) bila dilihat dari dua macam hubungan. Pertama, hubungan koordinatif atau sejajar antara politik dan bahasa. Di sini politik dan bahasa berinteraksi, saling memengaruhi, dan tarik-menarik secara setara. Keduanya saling berpengaruh dan berkontribusi karena keduanya menjadi subjek. Kedua, hubungan subordinatif atau saling membawahkan antara politik dan bahasa. Di sini salah satu menjadi subjek dan lainnya menjadi objek. Pada satu pihak bahasa dapat dijadikan agenda, kebijakan, dan sasaran kajian politik sehingga di sini politik menjadi subjek dan bahasa menjadi objek; dan pada pihak lain tuturan politik dan perilaku verbal politik dapat dilihat sebagai gejala kebahasaan dan sasaran kajian (ke) bahasa (an) sehingga di sini politik menjadi objek dan bahasa menjadi subjek. Yang pertama dapat disebut politik bahasa (language politics), sedang yang kedua dapat disebut bahasa politik (political language, linguistics of power). Mengingat politik bahasa menjadikan bahasa objek di dalam berpolitik, tentu perlu adanya upaya-upaya nyata ynag dilakukan agar kedudukan dan peran bahasa Indonesia tetap menjadi alat pemersatu bangsa. Oleh karena itu, penulis memilih judul Peran Bahasa Indonesia dalam Politik Bahasa pada judul makalah ini sebagai tinjauan deskriftif mengenai permasalahan yang sering terjadi di dalam politik bahasa Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berbeda dengan masalah, rumusan masalah ini merupakan beberapa pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Namun, rumusan masalah erat kaitannya dengan masalah karena masalah merupakan landasan dalam merumuskan masalah penelitian (Sugiyono, 2014, hlm. 55). Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan oleh penulis, berikut adalah rumusan masalah yang disusun penulis: 1) Apa pengertian politik bahasa? 2) Permasalahan bahasa apa yang terjadi berkaitan dengan politik bahasa? 3) Bagaimana solusi mengatasi permasalahan tersebut?
1.3. Tujuan Penulisan
1) Mendeskripsikan pengertian politik bahasa. 2) Menjelaskan permasalahan bahasa yang terjadi berkaitan dengan politik bahasa. 3) Memaparkan solusi mengatasi permasalahan tersebut. BAB II PEMBAHASAN PERAN BAHASA INDONESIA DALAM POLITIK BAHASA
2.1. Peranan Bahasa
Bahasa memiliki peranan penting dalam suatu negara karena bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk saling berinteraksi serta menuangkan pikiran, perasaan, maupun keinginan yang akan diucapkan. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, ratusan suku, dankebudayaan yang berbeda-beda tentu harus mempunyai bahasa untuk mempersatukan itu semua. Bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu bagi bangsa Indonesia karena dapat menyatukan seluruh suku yang ada di Indonesia. Tentunya setiap suku memiliki bahasa daerahnya masing-masing sehingga disepakati pada hari sumpah pemuda diresmikan bahwa Indonesia memiliki bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Awalnya pembentukan bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Tetapi dalam pertumbuhan dan perkembangannya, bahasa melayu yang telah berubah nama menjadi bahasa Indonesia itu terus diperkaya. Sumbernya adalah bahasa daerah dan bahasa asing. Bahasa itu bersifat dinamis sehingga akan berubah mengikuti perkembangan dan kemajuan dunia modern yang mana sangat dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin berkembang dan majunya suatu negara maka akan semakin luas pula jangkauan pemikirannya dan karena itu ia membutuhkan bahasa yang berkemampuan tinggi untukmenyatakan semua yang dipikirkannya serta semakin banyak kosakata ataupun istilah-istilah yang akan muncul akibat pengaruh tersebut. Karena apabila kita hidup di lingkungan yang sederhana secara tidak langsung bahasa yang digunakan pada lingkungan tersebut merupakan bahasa kehidupan sehari-hari. Berbeda apabila kita hidup dilingkungan yang telah mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi yang mana kita harus mampu berbahasa menyesuaikan dengan zamannya. 2.2. Politik Bahasa Terdapat perbedaan antara bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Pernah ada yang mengatakan bahwasanya bahasa Indonesia itu wajib, bahasa daerah itu pasti dan bahasa asing itu perlu. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang paling penting karena kita diwajibkan untuk menguasainya, sedangkan bahasa daerah itu perlu mengapa karena agar kita tidak melupakan identitas kedaerahaan yang dimiliki oleh masing-masing individu yang mana lahir dari daerahnya masing-masing. Berbeda lagi dengan kedudukan bahasa asing bagi orang Indonesia ialah bahasa asing itu perlu karena dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kita harus mampu bersaing dengan negara- negara lain, apabila kita memiliki kemampuan dalam mengusai bahasa asing tentu itu akan mempermudah bagi kita untuk melakukan interaksi dengan orang asing. Selama ini kita menganggap bahwa yang dimaksud dengan politik bahasa nasional ialah kedudukan bahasa dalam dunia politik nasional. Akan tetapi, anggapan tersebut kurang tepat karena yang dimaksud dengan politik bahasa nasional adalah kebijakan nasional yang berisi perencanaan , pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa. Politik bahasa nasional menempatkan bahasa Indonesia pada titik pusat. Politik bahasa nasional adalah kebijakan di bidang kebahasaan dan kesastraan secara nasional, yaitu kebijakan yang meliputi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan penggunaan bahasa asing. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki multifungsi, antara lain digunakan dalam upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik lisan maupun tulisan, mengharusakan lembaga-lembaga pendidikan menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia, sebagai pelaksana administrasi pemerintahan, pendidikan dan pengajaran, pengembangan kesussastraan nasioanal, peningkatan mutu media massa, dan sebagai penulisan buku-buku pelajaran maupun buku-buku ilmu pengetahuan. Selain itu juga, fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, antara lain mencerminkan nilai- nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebanggaan kita, mengajak kita bersyukur kepada Tuhan karena telah memiliki bahasa nasioanl yang berasal dari bumi kita sendiri sehingga kita dapat bersatu dalam kebesaran Indonesia, lambing identitas nasional.
2.3. Permasalahan Rintisan Sekolah Bersekolah Internasional
Pada tahun 2010 pernah terjadi isu mengenai keberadaan sekolah RSBI dan SBI yang mana dianggap menggeser kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Hal ini merupakan salah satu masalah dalam kebahasaan yang mana menjadi kajian bagi politik bahasa nasioanl untuk mementukan bahasa pengantar yang harus digunakan di sekolah. Menurut wakil kepala sementara pusat bahasa Agus Dharma mengatakan bahwa RSBI dinilai salah kaprah dalam mengertikan internasionalisasi pendidikan. Internasionalisasi diartikan dengan menggentikan bahasa pengantar bahasa Indonesia menjadi bahasa Inggris. Padahal, mestinya sistem pendidikan, kurikulum,standar,dan kualitasnya yang internasioanl, bukan mengesampingkan bahasa Indonesia. Tujuan internasionalisasi pendidikan adalah untuk meningkatkan daya saing siswa di kancahinternasional. Jika bahasa Indonesia yang dikesampingkan, siswa akan kehilangan jati diri sekaligus tidak mampu merebut kualitas internasional. Adapun permasalahan kebahasaan yang lainnya terdapat pada bidang jurnalistik. Pada bidang jurnalistik bahasa yang digunakan tidak boleh melanggar kode etik jurnalistik. Para jurnalis harus mampu membuat sebuah berita dengan bahasa jurnalistik yang baik dan benar. Seperti halnya yang diungkapkan Yos bahwa ragam bahasa jurnalistik mengandung beberapa ciri khas antara lain sederhana, ringkas, jelas, padat, dan objektif. Bahasa adalah sebagai alat komunikasi untuk seluruh manusia dalam keseluruhan aspek kehidupan, membuat bahasa tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan harus dikuasai oleh masyarakat indonesia. Bahkan, tidak hanya dikuasai namun harus dipraktekkan dengan baik dan benar. Ini penting karena fungsi bahasa adalah sebagai alat pemersatu bangsa dan merupakan bagian integral dari keberadaan manusia karena hanya makhluk berpikir yang diberi kemampuan berbahasa, sedangkan makhluk hidup lain tidak memilikinya. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana, bahasa merupakan alat pikiran, alat pemikiran yang terbaik dalam lingkungan masyarakat dan kebudayaan. Bahasa indonesia yang berdasarkan kongres bahasa indonesia kedua di medan tahun 1954 dinyatakan sebagai bahasa nasional.
2.4. Permasalahan Perkembangan Bahasa
Permasalahan bahasa indonesia tidak hanya menyangkut perkembangan bahasa indonesia sebagai bahasa nasional, tapi juga hubungannya dengan bahasa- bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu dari penutur etnisnya dan juga bahasa asing. Fungsi bahasa sebagai pengantar resmi dalam dunia pendidikan, bahkan dalam dunia pendidikan, bahasa indonesia sudah menjadi mata pelajaran bagi anak pelajar bahkan sebagai ujian nasional, sebagai bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional, dan sebagai bahasa resmi dalam pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan iptek modern telah mengakibatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berpacu dalam menata dan mengembangkan diri agar tetap berperan sebagai sarana komunikasi dalam berbagai bidang. Menurut Kridalaksana bahwa bahasa adalah sistem lambang yang arbiter yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan untuk mengidentifikasi diri. Sehubungan dengan fakta bahwa bahasa digunakan dalam keseluruhan aspek, kehidupan maka bahasa pun tidak terlepas dari penggunanya dalam dunia politik. Di suatu negara dikenal adanya bahasa politik yang hidup dan berlaku di lingkungan geografis pemerintahan negara tersebut. kita lebih sering mendengar bahasa politik memang bahasa digunakan dalam seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bidang politik. Menurut KBBI politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan, dan segala urusan dan tindakan kebijakan, siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Mengacu kepada definisi mengenai politik dan definisi mengenai bahasa, pengertian bahasa politik dapat dirumuskan sebagai bahasa yang digunakan oleh seseorang dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan masalah kenegaraan dan pemerintahan. Berbeda dengan politik bahasa yang akan kita bahas saat ini mengenai perkembasngan bahasa saat ini. Kongres bahasa indonesia pun diselenggarakan dan dinyatakan sebagai peristiwa nasional. Betapa pentingnya peran bahasa terutama di indonesia sehingga banyak diadakan bermacam acara nasional mengenai perkembangannya, sebut saja kongres bahasa indonesia yang telah diadakan sampai yang terakhir kali pada tahun 1998 (kongres bahasa indonesia ke VII) bulan bahasa, seminar politik bahasa dan acara-acara lain yang berhubungan dengan bahasa. Khusus yang terkait dengan penggunaan bahasa oleh masyarakat penutur bahasa-bahasa daerah indonesia, perubahan pola, prilaku para penutur tersebut setidaknya dapat dikaitkan dengan dua situasi kebahasaan yang mereka hadapi. Di satu sisi para penutur bahasa daerah indonesia mesti berhadapan dengan tuntutan untuk menggunakan bahasa nasional, bahasa indonesia, yang menjadi media komunikasi dalam layanan-layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya. ketidakmampuan menggunakan bahasa indonesia akan berdampak pada tereliminasinya yang bersangkutan untuk mengakses layanan-layanan publik yang dirancang dan bersifat nasional itu. Sementara itu tidak semua lapisan masyarakat penutur bahasa daerah di wilayah indonesia mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa indonesia, terutama generasi lanjut yang tinggal di pedesaan. Pada sisi lain, bahasa indonesia telah dideklarasikan sebagai salah satu indentitas bangsa indonesia sejak 28 oktober 1928. Khusus terkait dengan politik dan perencanaan bahasa, misalnya setiap daerah sepertinya berlomba untuk mengedepankan sentimen bahasa daerah dengan dalih pemeliharaandan pemuliaan bahasa daerah. Akibatnya, keindonesiaan yang tengah dibangun sebagai sebuah keutuhan dari bangsa indonesia melalui bahasa indonesia sebagai bahasa negara yang berfungsi sebagai bahasa persatuan itu menghadapi ancaman yang tidak kurang bahayanya. Bagaimana pun, pengikaran bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan melalui sumpah pemuda pada 28 oktober 1982 merupakan gerakan yang sangat elitis para pemimpin organisasi pemuda yang saat itu tengah berjuang gigih meraih kemerdekaan.
2.5. Keberlangsungan Bahasa Daerah-daerah
Kekhawatiran tentang kelangsungan hidup bahasa-bahasa daerah karena semakin mendominasinya pemakaian Bahasa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan dan juga sikap penutur bahasa daerah yang kurang positif terhadap bahasa daerahnya. Sikap ini disamping disebabkan oleh penutur bahasa daerah yang relatif kecil jumlahnya, juga karena memandang rendah dirinya sebagai kelompok minoritas yang kurang berprestise. Dengan kata lain, dari gejala yangtampak tersebut, patut diduga bahwa bahasa indonesia sesungguhnya memang belum merupakan bagian dari budaya inti nmasyarakat bangsa indonesia. Akibatnya, pembangunan dan penguatan jati diri bangsa indonesiayang digalang melalui bahasa indonesia pun, bisa jadi, tidak akan memberikan hasil yang paling optimal. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penguatan jati diri yang tidak didasarkan pada nilai budaya inti sebuah masyarakat sangat rentan untuk tidak berhasil, sebab ia akan mudah luntur bahkan berpeluang hilang dari individu. Menurut Berger Peter L dan Thomas Luckman menjelaskan bahwa dalam proses konstruksi realitas, bahsa menjadi unsur utama. Bahasa merupakan alat konseptualisasi dan alat narasi. Penggunaan bahasa dapat menentukan format narasi dan makna tertentu, termasuk di dalamnya adalah bentuk pencitraan yang diinginkan. Dari prespektif ini, bahasa tidak hanya mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus dapat menciptakan realitas. Dari kondisi seperti itu, maka secara faktual akan relatif sulit untuk menentukan kadar keindonesiaan yang bisa dijadikan indikator umum dan bisa digunakan untuk mengukur mana-mana dan apa yang sesungguhnya menggambarkan dan bisa disebut sebagai jati diri bangsa indonesia itu. Namun, semboyan yang dipegang dan tertuang dalam Bhineka Tunggal Ika memberikaninspirasi bahwa sesungguhnya indonesia itu adalah kenegaraan yang dilihat sebagai sebuah kesatuan. Dari pembahasan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa kencangnya pengaruh lingkungan, baik lokal maupun global akan mempengaruhi sikap anggota masyarakat, termasuk dalam sikap berbahasa. Nilai-nilai budaya inti yang dimiliki anggota sebuah masyarakat memiliki andil yang kuat terhadap perilaku mereka. Sikap bahasa seperti ini dapat dikaitkan dengan persepsi mereka tentang budaya inti mereka. Semakin tinggi penilasian mereka terhadap posisi bahasa dalam dalam pusaran budaya inti, maka semakin kuat dan sentimen mereka terhadap bahasanya, dan tetu sebaliknya. Dengan demikian kelangsungan hidup bahasa tersebut dapat lebihu terjamin. Sebaliknya, masyarakat yang tidak memandang bahasa sebagai bagian paling penting yang menisbatkan dirinya dengan budaya masyarakatnya. Yang perlu diupayakan sekarang adalah bagaimana agar penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari kita justru didominasi oleh gambaran berbahasa yang berkarakter positif untuk mendukung pembentukan jati diri yang terpuji.
2.6. Permasalahan Akronim dan Eufemisme
Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi dan saling bertukar informasi. Menurut Kurniawan (dalam Nasution, 2007, hlm. 446) bahasa berperan dalam mencapai tujuan nasional maupun internasional suatu bangsa. Bahasa membentuk suatu ikatan sosial melalui interaksi dan proses saling memengaruhi penggunaannya. Karena melalui bahasa suatu bangsa mengungkapkan pendapat, harapan, obsesi, kenyataan, ketakutan, maupun protes-protesnya dalam kehidupan, sehingga bahasa menjadi sangat penting bagi kita. Perkembangan bahasa saat ini sudah dibatasi pengertian-pengertian istilahnya dan diabadikan untuk kepentingan penguasa dan pengusaha. (Marcuse dalam Nasution, , hlm. 447). Hal tersebut ditunjukkan dengan penggunaan akronim dan eufemisme yang tidak jelas dan tidak sesuai dengan aturan. Akronim adalah gabungan huruf atau suku kata yang dilafalkan sebagai kata yang wajar, sedangkan eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dianggap dapat merugikan atau tidak menyenangkan. Penggunaan akronim yang tidak sesuai