Anda di halaman 1dari 11

Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik tentang Integrasi Nasional

Mengintegrasikan bangsa umumnya menjadi tugas pertama bagi negara


yang baru merdeka. Hal ini dikarenakan negara baru tersebut tetap
menginginkan agar semua warga yang ada di dalam wilayah negara bersatu
untuk negara yang bersangkutan. Apakah bangsa Indonesia pernah mengalami
integrasi sebelum merdeka tanggal 17 Agustus 1945?
1. Perkembangan sejarah integrasi di Indonesia
Ternyata sejarah menjelaskan bangsa kita sudah mengalami
pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia yang merdeka.
Menurutnya, ada tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan
integrasi di Indonesia, yakni 1) model integrasi imperium Majapahit, 2) model
integrasi kolonial, dan 3) model integrasi nasional Indonesia (modul buku
ajar mata kuliah wajib umum pendidikan kewarganegaraan cetakan 1,
2016 : 67).
a. Model integrasi imperium Majapahit
Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan (imperium)
Majapahit.Struktur kemaharajaan yang begitu luas ini berstruktur
konsentris. Dimulaidengan konsentris pertama yaitu wilayah inti kerajaan
(nagaragung): pulau Jawa dan Madura yang diperintah langsung oleh
raja dan saudarasaudaranya.Konsentris kedua adalah wilayah di luar
Jawa (mancanegaradan pasisiran) yang merupakan kerajaan-kerajaan
otonom. Konsentrisketiga (tanah sabrang) adalah negara-negara
sahabat di mana Majapahitmenjalin hubungan diplomatik dan hubungan
dagang, antara lain denganChampa, Kamboja, Ayudyapura (Thailand).
b. Model integrasi colonia
Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan integrasi
ataswilayah Hindia Belanda baru sepenuhnya dicapai pada awal abad
XXdengan wilayah yang terentang dari Sabang sampai Merauke.
Pemerintah kolonial mampu membangun integrasi wilayah juga dengan
menguasai maritim, sedang integrasi vertikal antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah dibina melalui jaringan birokrasi kolonial yang
terdiri dari ambtenaar-ambtenaar (pegawai) Belanda dan pribumi yang
tidak memiliki jaringan dengan massa rakyat. Dengan kata lain
pemerintah tidak memiliki dukungan massa yang berarti. Integrasi model
kolonial ini tidak mampu menyatukan segenap keragaman bangsa
Indonesia tetapi hanya untuk maksud menciptakan kesetiaan tunggal
pada penguasa kolonial.
c. Model integrasi nasional Indonesia
Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya
bangsa Indonesia sejak bernegara merdeka tahun 1945. Meskipun
sebelumnya ada integrasi kolonial, namun integrasi model ketiga ini
berbeda dengan model kedua. Integrasi model kedua lebih dimaksudkan
agar rakyat jajahan (Hindia Belanda) mendukung pemerintahan kolonial
melalui penguatan birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah. Integrasi
model ketiga dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru yakni
bangsa Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan
(nasionalisme) yang baru atau kesadaran kebangsaan yang baru.
Model integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya kesadaran
berbangsa khususnya pada diri orang-orang Indonesia yang mengalami
proses pendidikan sebagai dampak dari politik etis pemerintah colonial
Belanda. Mereka mendirikan organisasi-organisasi pergerakan baik
yang bersifat keagamaan, kepemudaan, kedaerahan, politik, ekonomi
perdagangan dan kelompok perempuan. Para kaum terpelajar ini mulai
menyadari bahwa bangsa mereka adalah bangsa jajahan yang harus
berjuang meraih kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa merdeka dan
sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal dari berbagai
daerah dan suku bangsa yang merasa sebagai satu nasib dan
penderitaan sehingga bersatu menggalang kekuatan bersama.
Misalnya, Sukarno berasal dari Jawa, Mohammad Hatta berasal dari
Sumatera, AA Maramis dari Sulawesi, Tengku Mohammad Hasan dari
Aceh. Dalam sejarahnya, penumbuhan kesadaran berbangsa tersebut
dilalui dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Masa Perintis
Masa perintis adalah masa mulai dirintisnya semangat
kebangsaan melalui pembentukan organisasi-organisasi
pergerakan. Masa ini ditandai dengan munculnya pergerakan Budi
Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Kelahiran Budi Utomo diperingati
sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
2) Masa Penegas
Masa penegas adalah masa mulai ditegaskannya semangat
kebangsaan pada diri bangsa Indonesia yang ditandai dengan
peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Dengan
Sumpah Pemuda, masyarakat Indonesia yang beraneka ragam
tersebut menyatakan diri sebagai satu bangsa yang memiliki satu
Tanah Air, satu bangsa, dan bahasa persatuanyaitu bahasa
Indonesia.
3) Masa Percobaan
Bangsa Indonesia melalui organisasi pergerakan mencoba
memintakemerdekaan dari Belanda. Organisasi-organisasi
pergerakan yangtergabung dalam GAPI (Gabungan Politik
Indonesia) tahun 1938mengusulkan Indonesia Berparlemen.
Namun, perjuangan menuntutIndonesia merdeka tersebut tidak
berhasil.
4) Masa Pendobrak
Pada masa tersebut semangat dan gerakan kebangsaan
Indonesia telahberhasil mendobrak belenggu penjajahan dan
menghasilkan kemerdekaan.Kemerdekaan bangsa Indonesia
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus1945. Sejak saat itu bangsa
Indonesia menjadi bangsa merdeka, bebas, dansederajat dengan
bangsa lain. Nasionalisme telah mendasari bagipembentukan
negara kebangsaan Indonesia modern.Dari sisi politik, proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakanpernyatan bangsa
Indonesia baik ke dalam maupun ke luar bahwa bangsaini telah
merdeka, bebas dari belenggu penjajahan, dan sederajat
denganbangsa lain di dunia. Dari sisi sosial budaya, Proklamasi
Kemerdekaan 17Agustus 1945 merupakan “revolusi integratifnya”
bangsa Indonesia, daribangsa yang terpisah dengan beragam
identitas menuju bangsa yang satuyakni bangsa Indonesia.
Tugas berat selanjutnya adalah mengintegrasikan segenap
unsur di dalam agar negara-bangsa yang baru ini kokoh, bersatu
dan dapat melanjutkan kehidupannya sebagai satu kesatuan
kebangsaan yang baru.
2. Pengembangan integrasi di Indonesia
Mengintegrasikan bangsa umumnya menjadi tugas pertama bagi
negara yang baru merdeka. Hal ini dikarenakan negara baru tersebut tetap
menginginkan agar semua warga yang ada di dalam wilayah negara bersatu
untuk negara yang bersangkutan.
Ada lima pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik
mengembangkan integrasi bangsa (modul buku ajar mata kuliah wajib
umum pendidikan kewarganegaraan cetakan 1, 2016 : 70). Kelima
pendekatan yang selanjutnya kita sebut sebagai faktor yang menentukan
tingkat integrasi suatu negara adalah :
a. Adanya ancaman dari luar
Adanya ancaman dari luar dapat menciptakan integrasi
masyarakat. Masyarakat akan bersatu, meskipun berbeda suku, agama
dan ras ketika menghadapi musuh bersama. Contoh, ketika penjajah
Belanda ingin kembali ke Indonesia , masyarakat Indonesia bersatu
padu melawannya.
Suatu bangsa yang sebelumnya berseteru dengan saudara
sendiri, suatu saat dapat berintergrasi ketika ada musuh negara yang
datang atau ancaman bersama yang berasal dari luar negeri. Adanya
anggapan musuh dari luar mengancam bangsa juga mampu
mengintegrasikan masyarakat bangsa itu.

b. Gaya politik kepemimpinan


Gaya politik para pemimpin bangsa dapat menyatukan atau
mengintegrasikan masyarakat bangsa tersebut. Pemimpin yang
karismatik, dicintai rakyatnya dan memiliki jasa-jasa besar umumnya
mampu menyatukan bangsanya yang sebelumya tercerai berai. Misal
Nelson Mandela dari Afrika Selatan. Gaya politik sebuah kepemimpinan
bisa dipakai untuk mengembangkan integrasi bangsanya. Adakah
pemimpin kita yang mampu menyatukan seperti ini?
c. Kekuatan lembaga- lembaga politik
Lembaga politik, misalnya birokrasi, juga dapat menjadi sarana
pemersatu masyarakat bangsa. Birokrasi yang satu dan padu dapat
menciptakan sisten pelayanan yang sama, baik, dan diterima oleh
masyarakat yang beragam. Pada akhirnya masyarakat bersatu dalam
satu sistem pelayanan.
d. Ideologi Nasional
Ideologi merupakan seperangkat nilai-nilai yang diterima dan
disepakati. Ideologi juga memberikan visi dan beberapa panduan
bagaimana cara menuju visi atau tujuan itu. Jika suatu masyarakat
meskipun berbeda-beda tetapi menerima satu ideologi yang sama maka
memungkinkan masyarakat tersebut bersatu.
Bagi bangsa Indonesia, nilai bersama yang bisa mempersatukan
masyarakat Indonesia adalah Pancasila. Pancasila merupakan nilai
sosial bersama yang bisa diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia .
Nilai-nilai bersama tidak harus berlaku secara nasional. Di
beberapa daerah di Indonesia terdapat nilai-nilai bersama. Dengan nilai
itu kelompok-kelompok masyarakat di daerah itu bersedia bersatu. Misal
“Pela Gadong” sebagai nilai bersama yang dijunjung oleh masyarakat
Maluku.
e. Kesempatan pembangunan ekonomi
Jika pembangunan ekonomi berhasil dan menciptakan keadilan,
maka masyarakat bangsa tersebut bisa menerima sebagai satu
kesatuan. Namun jika ekonomi menghasilkan ketidakadilan maka
muncul kesenjangan atau ketimpangan. Orang –orang yang dirugikan
dan miskin sulit untuk mau bersatu atau merasa satu bangsa dengan
mereka yang diuntungkan serta yang mendapatkan kekayaan secara
tidak adil. Banyak kasus karena ketidakadilan, maka sebuah masyarakat
ingin memisahkan diri dari bangsa yang bersangkutan. Dengan
pembangunan ekonomi yang merata maka hubungan dan integrasi
antar masyarakat akan semakin mudah dicapai
Suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi (modul buku ajar mata
kuliah wajib umum pendidikan kewarganegaraan cetakan 1, 2016 : 72)
apabila:
a. Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai
fundamental yang dapat dijadikan rujukan bersama, Jika masyarakat
memiliki nilai bersama yang disepakati maka mereka dapat bersatu,
namun jika sudah tidak lagi memiliki nilai bersama maka mudah
untuk berseteru
b. Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus, memiliki “croos
cutting affiliation” sehingga menghasilkan “croos cutting loyality”,
Jika masyarakat yang berbeda-beda latar belakangnya menjadi
anggota organisasi yang sama, maka mereka dapat bersatu dan
menciptakan loyalitas pada organisasi tersebut, bukan lagi pada
latar belakangnya.
c. Masyarakat berada di atas meiliki sifat saling ketergantungan di
antara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi. Apabila masyarakat saling memiliki
ketergantungan, saling membutuhkan, saling kerjasama dalam
bidang ekonomi, maka mereka akan bersatu. Namun jika ada yang
menguasai suatu usaha atau kepemilikan maka yang lain akan
merasa dirugikan dan dapat menimbulkan perseteruan.
Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami oleh
semua negara, terutama adalah negara-negara berkembang. Dalam
usianya yang masih relatif muda dalam membangun negara bangsa
(nation state), ikatan antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam
negara masih rentan dan mudah tersulut untuk terjadinya pertentangan
antar kelompok .Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi
nasional yang mantap ada beberapa strategi yang mungkin ditempuh, yaitu:
a. Stategi Asilmilasi

Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai


dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk
kebudayaan baru. Apabila asimilasi ini menjadi sebuah strategi bagi
integrasi nasional, berarti bahwa negara mengintegrasikan
masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang
ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi
menampakkan identitas budaya kelompok atau budaya lokal.

Asimilasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan


atau lebih menjadi satu kebudayaan yang baru, di mana dengan
percampuran tersebut maka masing-masing unsur budaya melebur
menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang baru itu tidak tampak
lagi identitas masing-masing budaya pembentuknya. Ketika asimilasi ini
menjadi sebuah strategi integrasi nasional, berarti bahwa negara
mengintegrasikan 191 masyarakatnya dengan mengupayakan agar
unsur-unsur budaya yang ada dalam negara itu benar-benar melebur
menjadi satu dan tidak lagi menampakkan identitas budaya kelompok
atau budaya lokal.

Dengan strategi yang demikian tampak bahwa upaya


mewujudkan integrasi nasional dilakukan tanpa menghargai unsur-unsur
budaya kelompok atau budaya lokal dalam masyarakat negara yang
bersangkutan. Dalam konteks perubahan budaya, asimilasi memang
bisa saja terjadi dengan sendirinya oleh adanya kondisi tertentu dalam
masyarakat. Namun bisa juga hal itu merupakan bagian dari strategi
pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya, yaitu
dengan cara melakukan rekayasa budaya agar integrasi nasional dapat
diwujudkan. Dilihat dari perspektif demokrasi, apabila upaya yang
demikian itu dilakukan dapat dikatakan sebagai cara yang kurang
demokratis dalam mewujudkan integrasi nasional.Contohnya
perkawinan antarsuku sehingga terjadi pembauran dari kebudayaan
masing-masing individu sehingga muncul kebudayaan baru

b. Strategi Akulturasi

Akulturasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan


atau lebih sehingga memunculkan kebudayaan yang baru, di mana ciri-
ciri budaya asli pembentuknya masih tampak dalam kebudayaan baru
tersebut. Dengan demikian berarti bahwa kebudayaan baru yang
terbentuk tidak “melumat” semua unsur budaya pembentuknya. Apabila
akulturasi ini menjadi strategi integrasi yang diterapkan oleh pemerintah
suatu negara, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya
dengan mengupayakan adanya identitas budaya bersama namun tidak
menghilangkan seluruh unsur budaya kelompok atau budaya lokal.

Dengan strategi yang demikian tampak bahwa upaya


mewujudkan integrasi nasional dilakukan dengan tetap menghargai
unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal, walaupun
penghargaan tersebut dalam kadar yang tidak terlalu besar.
Sebagaimana asimilasi, proses akulturasi juga bisa terjadi dengan
sendirinya tanpa sengaja dikendalikan oleh negara. Namun bisa juga
akulturasi menjadi bagian dari strategi pemerintah negara dalam
mengintegrasikan masyarakatnya. Dihat dari perspektif 192 demokrasi,
strategi integrasi nasional melalui upaya akulturasi dapat dikatakan
sebagai cara yang cukup demokratis dalam mewujudkan integrasi
nasional, karena masih menunjukkan penghargaan terhadap unsur-
unsur budaya kelompok atau budaya lokal.Contoh akulturasi antara
budaya Hindu dan Islam yang tampak pada seni arsitektur masjid Kudus

c. Strategi Pluralis

Paham pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya


perbedaan dalam masyarakat. Paham pluralis pada prinsipnya
mewujudkan integrasi nasional dengan memberi kesempatan pada
segala unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk hidup dan
berkembang. Ini berarti bahwa dengan strategi pluralis, dalam
mewujudkan integrasi nasional negara memberi kesempatan kepada
semua unsur keragaman dalam negara, baik suku, agama, budaya
daerah, dan perbedaan-perbedaan lainnya untuk tumbuh dan
berkembang, serta hidup berdampingan secara damai. Jadi integrasi
nasional diwujudkan dengan tetap menghargai terdapatnya perbedaan-
perbedaan dalam masyarakat.
Hal ini sejalan dengan pandangan multikulturalisme, bahwa
setiap unsur perbedaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama,
sehingga masing-masing berhak mendapatkan kesempatan untuk
berkembang.Contohnya setiap individu atau kelompok yang berbeda-
beda dapat memperkaya peran mereka dalam suatu masyarakat
sebagai social fabric.

Ketiga strategi tersebut terkait dengan seberapa jauh


penghargaan yang diberikan atas unsur-unsur perbedaan yang ada
dalam masyarakat. Srtategi asimilasi, akulturasi, dan pluralisme masing-
masing menunjukkan penghargaan yang secara gradual berbeda dari
yang paling kurang, yang lebih, dan yang paling besar penghargaannya
terhadap unsur-unsur perbedaan dalam masyarakat, di dalam upaya
mewujudkan integrasi nasional tersebut.

C. Factor pendorong dan factor penghambat integrasi nasional


1. Factor pendorong

a. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.

b. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana


dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
c. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana
dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi
kemerdekaan.
d. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara,
sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di
medan perjuangan.
e. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi
Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu
kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
2. Factor penghambat

a. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam


faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan
daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
b. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang
dikelilingi oleh lautan luas.
c. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan
bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
d. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan
dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas
dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-
golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan
unjuk rasa.
e. Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang
menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap
rendah budaya suku bangsa lain.
3. Contoh Wujud Integrasi Nasional, antara lain sebagai berikut:
a. Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh
Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di
kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua
propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap anjungan
menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di
provinsi itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan
sebagainya.
b. Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda
dengan teman, tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.
c. Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain,
bahkan mau mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat
Jawa atau Sumatra, belajar menari legong yang merupakan salah satu
tarian adat Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di Indonesia, di
dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan
tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu
masjid (untuk agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik),
pura (untuk agama Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu
diketahui, bahwa waktu itu agama resmi di Indonesia baru 5 (lima)
macam.
Nurwardani, Paristiyanty. 2016. Pendidikan kewarganegaraan untuk perguruan
tinggi. Direktorat jenderal pembelajaran dan kemahasiswaan kementrian riset
tenologi dan perguruan tinggi. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai

  • PKN 3 No 1
    PKN 3 No 1
    Dokumen5 halaman
    PKN 3 No 1
    Olfa Palenciaa
    Belum ada peringkat
  • PKN 3 No 1
    PKN 3 No 1
    Dokumen5 halaman
    PKN 3 No 1
    Olfa Palenciaa
    Belum ada peringkat
  • No 4
    No 4
    Dokumen3 halaman
    No 4
    Olfa Palenciaa
    Belum ada peringkat
  • No 4
    No 4
    Dokumen3 halaman
    No 4
    Olfa Palenciaa
    Belum ada peringkat
  • No 3
    No 3
    Dokumen10 halaman
    No 3
    Olfa Palenciaa
    Belum ada peringkat