Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah perubahan pada frekuensi, durasi
dan jumlah atau volume perdarahan menstruasi. Sekitar 20% dari individu yang terkena berada pada kelompok usia remaja, dan 50% dari individu berusia 40-50 tahun. Dalam sebuah penelitian terhadap 400 wanita perimenopause, jenis yang paling umum adalah menorrhagia (67,5%), dan bentuk patologi yang paling sering ditemukan adalah hiperplasia endometrium sederhana tanpa bentuk atipik (31%). Faktor resiko dari perdarahan uterus disfungsional meliputi umur 35 tahun atau lebih, obesitas, sindrom polikistik ovarium, endometriosis, penggunaan estrogen dan progesteron jangka panjang dan hipertensi. Hiperplasia endometrium merupakan prekursor terjadinya kanker endometrium yang terkait dengan stimulasi estrogen yang tidak terlawan (unopposed estrogen) pada endometrium uterus. Stimulasi estrogen yang tidak terlawan dari siklus anovulatory dan penggunaan dari bahan eksogen pada wanita postmenopause menunjukkan peningkatan kasus hiperplasia endometrium dan karsinoma endometrium. Kelainan ini biasanya muncul dengan perdarahan uterus abnormal. Resiko terjadinya progresifitas sangat terkait dengan ada atau tidak adanya sel atopik. Kanker endometrium sering didahului oleh hiperplasia sel-sel endometrium yang merupakan lesi pra-kanker. Hiperplasia endometrium secara klinis ditandai dengan adanya perdarahan uterus yang abnormal. Penyebab hiperplasia endometrium diduga akibat ketidakseimbangan hormon estrogen maupun progesteron, yang dihasilkan oleh ovarium. Dalam pengaturan siklus menstruasi, kadar kedua hormon ini dapat berubah setiap bulannya. Bila efek estrogen berlebihan atau produksi estrogen dalam tubuh lebih banyak dari progesteron, maka sel-sel endometrium akan terstimulasi untuk bertumbuh dengan sangat cepat. Bila hiperplasia endometrium tidak diatasi, maka akan berkembang menjadi karsinoma endometrium. Berdasarkan gambaran histopatologi tingkat atipia sel, hiperplasia endometrium terbagi atas hiperplasia endometrium dengan/ tanpa sel-sel atipik, sedangkan berdasarkan kompleksitas kelenjar, hiperplasia endometrium dapat terbagi menjadi jenis simpleks dan kompleks (Cahyanti,2008). Pasien dengan Hiperplasia Endometrium dengan tindakan histerektomi dapat mengalami masalah baik fisik mau psikologisnya. Wanita yang mengalami Hiperplasia Endometrium mengalami penebalan dinding uterus sehingga terjadi pendarahan abnormal yang dapat menimbulkan masalah seperti nyeri, masalah pendarahan, gangguan aktifitas, resiko infeksi dan masalah psikologi seperti kecemasan dan harga diri rendah jika pasien belum memiliki keturunan, karena dampak dari histerektomi adalah tidak bisa mengalami kehamilan. Sehingga membutuhkan penanganan medis maupun penanganan atau asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut. Dari masalah diatas maka mahasiswa tertarik untuk membahas tentang asuhan keperawatan pasien dengan Hyperplasia Endometrium. Pasien dengan hiperplasia dapat diterapi dengan terapi progestin atau histerektomi, tergantung dari usia dan adanya keinginan untuk memiliki anak. Wanita-wanita muda dengan hiperplasia sederhana seringkali berhasil diterapi dengan pil kontrasepsi oral, progesterone periodik withdrawal atau progestin dosis tinggi. Histerektomi dianjurkan pada pasien dengan hiperplasia atipikal kompleks. Histerektomi adalah pengangkatan rahim dari wanita dengan indikasi medis tertentu. Pasien-pasien yang masih memiliki keinginan untuk memiliki anak atau mereka yang memiliki masalah kesehatan lain yang menyulitkan operasi dapat diterapi dengan progestin dosis tinggi sambil diawasi dengan ketat melalui biopsi endometrial yang diulang setiap 3-6 bulan. Angka kejadian hiperplasia endometrium pada perempuan kelompok umur 18-90 tahun adalah 58 per 100 ribu perempuan pertahun, sedangkan hiperplasia endometrium kompleks tanpa sel atipik adalah 63 per 100 ribu perempuan, dan dengan sel atipikaladalah 17 per 100 ribu perempuan(Reed et al.,2009). Untuk data penderita hiperplasia endometrium di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Hiperplasia endometrium lebih berisiko pada perempuan kelompok umur di atas 35 tahun, belum pernah hamil, menopause pada usia tua, haid pertama (menarche) pada usia dini, mempunyai riwayat penyakit (seperti DM,sindroma polikistik ovarium, atau penyakit tiroid), obesitas, merokok dan riwayat keluarga (The American College of Obstetrician and Gynecologists, 2012). Penelitian di India menyatakan bahwa perdarahan uterus abnormal paling sering terjadi pada wanita multipara pada dekade ke-4 dan ke-5. Pola perdarahan yang paling umum adalah menorrhagia. Kelainan endometrium ditemukan pada 53% kasus. Hiperplasia endometrium (27%), pola campuran endometrium (19%), endometritis (4%), polip endometrium (2%) dan karsinoma endometrium (1%). Frekuensi hiperplasia endometrium tertinggi di multipara dan perempuan dalam dekade ke-4. Gejala yang paling umum didapati pada hiperplasia adalah menorrhagia (35%) dan menometrorrhagia (30%). Empat puluh satu persen pasien dengan menometrorrhagia memiliki kejadian hiperplasia endometrium. Pasien pascamenopause telah didominasi proliferasi, hiperplastik dan pola campuran (Ishikawa, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada kasus ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. R dengan Hyperplasia Endometrium post histerektomi di ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar tahun 2019.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan pengkajian dan memberikan asuhan keperawatan pada Ny. R dengan Hyperplasia Endometrium post histerektomi di ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar tahun 2019. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny.R dengan Hyperplasia Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar. 2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.R dengan Hyperplasia Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar. 3. Mahasiswa mampu menyusun intervensi pada Ny.R dengan Hyperplasia Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar. 4. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada Ny.R dengan Hyperplasia Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar. 5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Ny.R dengan Hyperplasia Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar. 6. Mahasiswa mampu mendokumentasikan hasil pemberian asuhan keperawatan pada Ny.R dengan Hyperplasia Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penelitian ini, dapat digunakan untuk mahasiswa, institusi tempat penelitian, keluarga dan Klien, serta pengembangan ilmu keperawatan.
1.4.1 Bagi mahasiswa
Diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan baru dalam melakukan studi kasus terkait dengan pemberian asuhan keperawatan pada Klien dengan hiperplasia endometrium. 1.4.2 Bagi institusi pendidikan Penulis diharapkan mahasiswa dapat menerapkan melakukan asuhan keperawatan pada klien hiperplasia endometrium dengan masalah keperawatannya di ruangan KB rawatan di RSUD Batusangkar tahun 2019. 1.4.3 Bagi pengembangan ilmu keperawatan Mahasiswa mampu menerapkan intervensi-intervensi terbaru dalam memberikan asuhan keperawatan kepada Klien Hiperplasia Endometrium di ruangan KB rawatan di RSUD Batusangkar pada tahun 2019.