Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah perubahan pada frekuensi, durasi


dan jumlah atau volume perdarahan menstruasi. Sekitar 20% dari individu yang
terkena berada pada kelompok usia remaja, dan 50% dari individu berusia 40-50
tahun. Dalam sebuah penelitian terhadap 400 wanita perimenopause, jenis yang
paling umum adalah menorrhagia (67,5%), dan bentuk patologi yang paling sering
ditemukan adalah hiperplasia endometrium sederhana tanpa bentuk atipik (31%).
Faktor resiko dari perdarahan uterus disfungsional meliputi umur 35 tahun atau
lebih, obesitas, sindrom polikistik ovarium, endometriosis, penggunaan estrogen
dan progesteron jangka panjang dan hipertensi.
Hiperplasia endometrium merupakan prekursor terjadinya kanker
endometrium yang terkait dengan stimulasi estrogen yang tidak terlawan
(unopposed estrogen) pada endometrium uterus. Stimulasi estrogen yang tidak
terlawan dari siklus anovulatory dan penggunaan dari bahan eksogen pada wanita
postmenopause menunjukkan peningkatan kasus hiperplasia endometrium dan
karsinoma endometrium. Kelainan ini biasanya muncul dengan perdarahan uterus
abnormal. Resiko terjadinya progresifitas sangat terkait dengan ada atau tidak
adanya sel atopik. Kanker endometrium sering didahului oleh hiperplasia sel-sel
endometrium yang merupakan lesi pra-kanker. Hiperplasia endometrium secara
klinis ditandai dengan adanya perdarahan uterus yang abnormal. Penyebab
hiperplasia endometrium diduga akibat ketidakseimbangan hormon estrogen
maupun progesteron, yang dihasilkan oleh ovarium. Dalam pengaturan siklus
menstruasi, kadar kedua hormon ini dapat berubah setiap bulannya. Bila efek
estrogen berlebihan atau produksi estrogen dalam tubuh lebih banyak dari
progesteron, maka sel-sel endometrium akan terstimulasi untuk bertumbuh
dengan sangat cepat. Bila hiperplasia endometrium tidak diatasi, maka akan
berkembang menjadi karsinoma endometrium. Berdasarkan gambaran
histopatologi tingkat atipia sel, hiperplasia endometrium terbagi atas hiperplasia
endometrium dengan/ tanpa sel-sel atipik, sedangkan berdasarkan kompleksitas
kelenjar, hiperplasia endometrium dapat terbagi menjadi jenis simpleks dan
kompleks (Cahyanti,2008).
Pasien dengan Hiperplasia Endometrium dengan tindakan histerektomi dapat
mengalami masalah baik fisik mau psikologisnya. Wanita yang mengalami
Hiperplasia Endometrium mengalami penebalan dinding uterus sehingga terjadi
pendarahan abnormal yang dapat menimbulkan masalah seperti nyeri, masalah
pendarahan, gangguan aktifitas, resiko infeksi dan masalah psikologi seperti
kecemasan dan harga diri rendah jika pasien belum memiliki keturunan, karena
dampak dari histerektomi adalah tidak bisa mengalami kehamilan. Sehingga
membutuhkan penanganan medis maupun penanganan atau asuhan keperawatan
untuk mengatasi masalah tersebut. Dari masalah diatas maka mahasiswa tertarik
untuk membahas tentang asuhan keperawatan pasien dengan Hyperplasia
Endometrium.
Pasien dengan hiperplasia dapat diterapi dengan terapi progestin atau
histerektomi, tergantung dari usia dan adanya keinginan untuk memiliki anak.
Wanita-wanita muda dengan hiperplasia sederhana seringkali berhasil diterapi
dengan pil kontrasepsi oral, progesterone periodik withdrawal atau progestin dosis
tinggi. Histerektomi dianjurkan pada pasien dengan hiperplasia atipikal kompleks.
Histerektomi adalah pengangkatan rahim dari wanita dengan indikasi medis
tertentu. Pasien-pasien yang masih memiliki keinginan untuk memiliki anak atau
mereka yang memiliki masalah kesehatan lain yang menyulitkan operasi dapat
diterapi dengan progestin dosis tinggi sambil diawasi dengan ketat melalui biopsi
endometrial yang diulang setiap 3-6 bulan.
Angka kejadian hiperplasia endometrium pada perempuan kelompok umur
18-90 tahun adalah 58 per 100 ribu perempuan pertahun, sedangkan hiperplasia
endometrium kompleks tanpa sel atipik adalah 63 per 100 ribu perempuan, dan
dengan sel atipikaladalah 17 per 100 ribu perempuan(Reed et al.,2009).
Untuk data penderita hiperplasia endometrium di Indonesia sampai saat ini
belum diketahui secara pasti. Hiperplasia endometrium lebih berisiko pada
perempuan kelompok umur di atas 35 tahun, belum pernah hamil, menopause
pada usia tua, haid pertama (menarche) pada usia dini, mempunyai riwayat
penyakit (seperti DM,sindroma polikistik ovarium, atau penyakit tiroid), obesitas,
merokok dan riwayat keluarga (The American College of Obstetrician and
Gynecologists, 2012).
Penelitian di India menyatakan bahwa perdarahan uterus abnormal paling
sering terjadi pada wanita multipara pada dekade ke-4 dan ke-5. Pola perdarahan
yang paling umum adalah menorrhagia. Kelainan endometrium ditemukan pada
53% kasus. Hiperplasia endometrium (27%), pola campuran endometrium (19%),
endometritis (4%), polip endometrium (2%) dan karsinoma endometrium (1%).
Frekuensi hiperplasia endometrium tertinggi di multipara dan perempuan dalam
dekade ke-4. Gejala yang paling umum didapati pada hiperplasia adalah
menorrhagia (35%) dan menometrorrhagia (30%). Empat puluh satu persen pasien
dengan menometrorrhagia memiliki kejadian hiperplasia endometrium. Pasien
pascamenopause telah didominasi proliferasi, hiperplastik dan pola campuran
(Ishikawa, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada kasus ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada
Ny. R dengan Hyperplasia Endometrium post histerektomi di ruang KB rawatan
RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar tahun 2019.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan pengkajian dan
memberikan asuhan keperawatan pada Ny. R dengan Hyperplasia Endometrium
post histerektomi di ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar
tahun 2019.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny.R dengan Hyperplasia
Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M.
Hanafiah Batusangkar.
2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.R
dengan Hyperplasia Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan
RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar.
3. Mahasiswa mampu menyusun intervensi pada Ny.R dengan Hyperplasia
Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M.
Hanafiah Batusangkar.
4. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada Ny.R dengan
Hyperplasia Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD
Prof. Dr. M. Hanafiah Batusangkar.
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Ny.R dengan Hyperplasia
Endometrium post histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M.
Hanafiah Batusangkar.
6. Mahasiswa mampu mendokumentasikan hasil pemberian asuhan
keperawatan pada Ny.R dengan Hyperplasia Endometrium post
histerektomi di Ruang KB rawatan RSUD Prof. Dr. M. Hanafiah
Batusangkar.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penelitian ini, dapat digunakan untuk mahasiswa, institusi tempat
penelitian, keluarga dan Klien, serta pengembangan ilmu keperawatan.

1.4.1 Bagi mahasiswa


Diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan baru
dalam melakukan studi kasus terkait dengan pemberian asuhan
keperawatan pada Klien dengan hiperplasia endometrium.
1.4.2 Bagi institusi pendidikan
Penulis diharapkan mahasiswa dapat menerapkan melakukan asuhan
keperawatan pada klien hiperplasia endometrium dengan masalah
keperawatannya di ruangan KB rawatan di RSUD Batusangkar tahun
2019.
1.4.3 Bagi pengembangan ilmu keperawatan
Mahasiswa mampu menerapkan intervensi-intervensi terbaru dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada Klien Hiperplasia Endometrium
di ruangan KB rawatan di RSUD Batusangkar pada tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai