Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN

PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMAN


KABUPATEN SIDOARJO

Carina Delvi Trisiyah1, Chatarina Umbul W2


1
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo
2
Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
Alamat Korespondensi: CarinaDelviTrisiyah
E-mail: carindelvi99@gmail.com

ABSTRACT
Pneumonia is the cause of 16% of underfive children deaths worldwide. The number of cases of pneumonia in
Sidoarjo had been continued to increase from 2013-2015. This study aims to describe the condition of home
environment with the incidence of pneumonia in underfive children. This research was descriptive observational
study with case control study approach. The sample in this study consisted of 32 cases of underfive children who
suffering ISPA pneumonia and 32 cases of ARI without pneumonia. The independent variables in this study were
occupancy density, ventilation area, floor type, wall type, and cigarette smoke exposure. The results showed that
underfive children who suffering ISPA pneumonia have high home density (68,8%), often exposed by cigarette
smoke (75,0%), and ventilation respondents was not eligible (100,0%). Based on the results of this study, the
parents should to change the behavior not to smoke in their home. In addition, they should get used to open the
door of their house so the air circulation in the house can exchange well.

Keywords: underfive children, pneumonia, home environment condition

ABSTRAK
Pneumonia merupakan penyebab dari 16% kematian balita di seluruh dunia. Jumlah kasus pneumonia di
Kabupaten Sidoarjo terus meningkat dari tahun 2013-2015. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
kondisi lingkungan rumah dengan kejadian pneumonia pada balita. Penelitian ini merupakan penelitian
observasional deskriptif dengan pendekatan case control study. Sampel di dalam penelitian ini terdiri dari 32
balita penderita ISPA pneumonia dan 32 kasus ISPA tanpa pneumonia. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah kepadatan hunian, luas ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, dan paparan asap rokok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa balita yang menderita ISPA pneumonia memiliki kepadatan rumah yang tinggi (68,8%),
balita sering terpapar oleh asap rokok (75,0%), dan ventilasi seluruhnya tidak memenuhi syarat (100,0%).
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada orang tua balita yang merokok untuk mengubah perilaku
merokok yaitu dengan tidak merokok saat sedang bersama balita dan saat berada di dalam rumah. Selain itu,
orang tua harus membiasakan diri membuka pintu rumah agar sirkulasi udara di dalam rumah dapat berjalan
dengan baik.

Kata kunci: balita, pneumonia, kondisi lingkungan rumah

PENDAHULUAN Pneumonia merupakan penyakit


pembunuh utama di dunia karena penyakit
Pneumonia merupakan penyakit yang ini termasuk ke dalam kategori penyakit
mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang mematikan. Kasus pneumonia lebih
dapat disebabkan oleh berbagai banyak dibandingkan dengan penyakit lain
mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan seperti AIDS, campak, dan malaria. Kasus
jamur. Beberapa gejala penyakit pneumonia di negara berkembang 60%
pneumonia di antaranya adalah demam, disebabkan oleh bakteri, sedangkan di
sesak napas, sakit kepala, menggigil, dan negara maju disebabkan oleh virus.
batuk yang disertai dengan dahak Penyakit pneumonia di negara berkembang
(Kemenkes RI, 2015). disebut sebagai pembunuh yang terlupakan
(the forgotten disease) (WHO, 2009).

©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.119-129


Received 28 October 2017, received in revised form 29 January2018, Accepted 31 January 2018, Published
online: July 2018
120 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 119-129

Angka kematian balita adalah salah masalah kesehatan masyarakat di


satu indikator penting untuk mengukur Indonesia (Riskesdas, 2013).
derajat kesehatan masyarakat. Kematian Penemuan kasus pneumonia pada
balita di seluruh dunia pada tahun 2011 balita sedini mungkin di pelayanan
adalah 6,9 juta kematian, hampir dua kesehatan dasar, rujukan dan
pertiga (64%) disebabkan karena penyakit penatalaksanaan kasus pneumonia
menular dengan kondisi seperti merupakan salah satu usaha pemerintah
pneumonia, diare, malaria, meningitis, dalam menurunkan angka kematian
tetanus, HIV dan campak (WHO, 2013). pneumonia pada balita. Usaha pemerintah
Pada tahun 2015, diproyeksikan 5,9 juta tersebut adalah dengan keterpaduan lintas
anak-anak seluruh dunia akan mati program melalui pendekatan Manajemen
sebelum mencapai ulang tahun kelima Terpadu Balita Sakit (MTBS) di
mereka. Sebanyak 5,9 juta kematian puskesmas. Penyakit pneumonia memiliki
tersebut, pneumonia bertanggung jawab ciri-ciri pada saat bernapas terjadi
atas 16% kematian (IVAC, 2016). penarikan dinding dada bagian bawah ke
Setiap tahunnya penyakit dalam disertai dengan peningkatan
pneumonia masih menjadi penyakit yang frekuensi napas (retraksi), suara napas
menduduki peringkat 10 besar tertinggi di melemah, fremitus melemah, ronki, dan
fasilitas kesehatan. Jumlah kasus perkusi pekak. Faktor risiko pneumonia
pneumonia di Indonesia pada tahun 2016 dibedakan menjadi faktor instrisik dan
sebanyak 503.738 kasus dengan jumlah faktor ektrinsik. Faktor instrinsik meliputi
kematian 551 balita. Jumlah kasus ini jenis kelamin, umur, pemberian Air Susu
mengalami penurunan dibandingkan tahun Ibu (ASI), pemberian vitamin A, status
sebelumnya yaitu sebanyak 554.650 kasus gizi, dan status imunisasi. Faktor ekstrinsik
pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2016). meliputi kepadatan hunian dalam satu
Penurunan kasus pneumonia tidak selalu rumah, luas ventilasi rumah, pencahayaan
menjadi hal yang baik. Minimnya alami, kelembaban rumah, jenis lantai,
perhatian pemerintah, tenaga kesehatan, jenis dinding, dan paparan asap rokok.
dan masyarakat bisa menjadi salah satu Berdasarkan Keputusan Menteri
penyebab menurunnya penemuan kasus Kesehatan Republik Indonesia
pneumonia. No.829/Menkes/SK/VII/1999, rumah
Pneumonia di Indonesia menyerang merupakan salah satu kebutuhan pokok
segala usia, akan tetapi prevalensi paling manusia yang berfungsi sebagai tempat
tinggi terjadi pada umur 1-4 tahun, tinggal atau hunian yang digunakan untuk
sedangkan umur 15- 24 tahun kasus rendah berlindung dari gangguan iklim dan
dan meningkat kembali pada usia 45-54 makhluk lainnya, serta tempat
tahun. Hasil Riset Kesehatan Dasar perkembangan kehidupan keluarga.
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan Kondisi fisik rumah dan lingkungan yang
penyebab utama kematian bayi (0- 11 tidak memenuhi standar kesehatan
bulan) akibat penyakit pneumonia sebesar merupakan faktor risiko penularan
23,80% dan penyebab kedua kematian berbagai jenis penyakit, termasuk
balita (1-4 tahun) akibat pneumonia pneumonia.
sebesar 15,50%. Rata-rata setiap harinya Pencemaran lingkungan yang
balita yang meninggal akibat pneumonia utama berasal dari kegiatan manusia
adalah sekitar 83 balita. Berdasarkan data seperti asap rokok. Kebiasaan kepala
tersebut dapat diketahui penyakit keluarga yang merokok di dalam rumah
pneumonia berperan terhadap tingginya dapat berdampak negatif bagi anggota
angka kematian balita di Indonesia, oleh keluarga khususnya balita. Salah satu
sebab itu penyakit ini masih menjadi prioritas masalah dalam indikator Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah
Carina Delvi Trisiyah dan Chatarina Umbul W, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah... 121

perilaku merokok. Merokok merupakan penyakit pneumonia. Tingginya frekuensi


salah satu kebiasaan yang umum kejadian pneumonia pada balita
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari kemungkinan disebabkan oleh kepadatan
sehingga mudah menemukan orang penduduk. Keadaan penduduk yang padat
merokok khususnya lelaki (Bustan, 2007). dapat menciptakan pemukiman yang
Indonesia juga merupakan salah satu kumuh (Profil Kesehatan Puskesmas
negara berkembang yang memiliki tingkat Taman, 2015). Tujuan dari penelitian ini
konsumsi dan produksi rokok yang tinggi. adalah untuk menggambarkan kondisi
Sebanyak 62 juta perempuan dan 30 juta lingkungan rumah dengan kejadian
laki-laki Indonesia menjadi perokok pasif pneumonia balita di wilayah kerja
di Indonesia, dan anak-anak usia 0-4 tahun Puskesmas Taman Kabupaten Sidoarjo.
yang terpapar asap rokok berjumlah 11,4
juta anak (Riskesdas, 2013).
Provinsi Jawa Timur merupakan 8900
provinsi yang memiliki kasus pneumonia 8800
tertinggi kedua setelah Provinsi Jawa 8700
Barat. Jumlah penderita pneumonia di 8600
Jawa Timur pada tahun 2015 yaitu 99.190 8500
kasus. Beberapa wilayah/ kota di Jawa 8400
Timur yang memiliki kasus terbanyak di 8300
antaranya adalah Kabupaten Jember 8200
sebanyak 9.066 kasus, Kabupaten Sidoarjo 2013 2014 2015
sebanyak 8.834 kasus, Kabupaten Gresik
sebanyak 8.536 kasus, dan Kabupaten
Bojonegoro sebanyak 8.242 kasus (Dinkes Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
Provinsi Jawa Timur, 2015). Gambar 1. Kasus Pneumonia Pada
Kasus pneumonia di Kabupaten Balita di Sidoarjo Tahun 2013-2015
Sidoarjo dari tahun 2013- 2015 mengalami
peningkatan. Berdasarkan hasil laporan di METODE PENELITIAN
Kabupaten Sidoarjo dari tahun 2013
sejumlah 8.441 kasus, tahun 2014 Jenis penelitian ini adalah
sejumlah 8.562 kasus dan tahun 2015 observasional deskriptif. Peneliti hanya
menjadi 8.834 kasus. Penemuan kasus bermaksud untuk melakukan observasi
pneumonia pada tahun 2015 paling banyak tanpa memberikan intervensi pada variabel
berada di Puskesmas Taman sebesar 945 yang diteliti. Rancang bangun penelitian
kasus. ini menggunakan desain case control.
Wilayah kerja Puskesmas Taman Desain case control merupakan sebuah
merupakan daerah industri dan dekat studi observasional untuk menilai
dengan wilayah Kota Surabaya serta hubungan antara paparan dan penyakit.
terdapat lebih dari 150 perusahaan besar Sekelompok orang yang berpenyakit
dan kecil selain industri rumah tangga. disebut kelompok kasus dan sekelompok
Mobilitas penduduk di wilayah kerja orang yang tidak berpenyakit disebut
Puskesmas Taman cukup tinggi. Mobilitas kelompok kontrol. Penelitian ini juga
yang tinggi menyebabkan jumlah mengikuti perjalanan penyakit ke arah
penduduk di wilayah Kerja Puskesmas belakang (retrospektif) dimana paparan
Taman menjadi padat. Hampir 20 % yang diduga menimbulkan suatu penyakit
penduduknya adalah penduduk musiman akan diamati oleh peneliti (Murti, 2003).
(pekerja yang indekos). Ada berbagai Variabel yang akan diteliti adalah kondisi
macam penyakit yang berkaitan dengan lingkungan rumah yang terjadi pada masa
kondisi lingkungan salah satunya adalah lampau sebelum terjadi pneumonia.
122 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 119-129

Populasi kasus yaitu semua balita HASIL


yang datang ke Puskesmas Taman pada
periode bulan Agustus 2016- Mei 2017 Kabupaten Sidoarjo pada tahun
yang didiagnosis ISPA pneumonia oleh 2015 mempunyai jumlah penduduk
tenaga kesehatan. Populasi kontrol adalah 2.117.279 jiwa tersebar di 18 kecamatan,
semua balita yang datang ke Puskesmas sebagian besar di wilayah utara yang
Taman yang didiagnosis ISPA tanpa berbatasan dengan Surabaya dan Sidoarjo
pneumonia oleh tenaga kesehatan. Sampel bagian tengah. Kabupaten Sidoarjo
kasus yaitu balita yang datang ke menjadi daerah utama bagi pencari kerja
Puskesmas Taman yang didiagnosis ISPA dan tempat hunian baru mengingat banyak
dengan pneumonia oleh tenaga kesehatan. industri di wilayah ini. Jumlah penduduk
Kriteria inklusi sampel kasus adalah balita tertinggi Kabupaten Sidoarjo terdapat di
yang bertempat tinggal di wilayah kerja Kecamatan Waru dan Kecamatan Taman.
Puskesmas Taman, sedangkan kriteria Luas wilayah Puskesmas Taman 19,71
eksklusi adalah terdapat 2 balita dalam satu km², wilayah kerja Puskesmas Taman
rumah dan pernah memperbaiki rumah terbagi menjadi 8 kelurahan, 7 desa yang
setelah balita diklasifikasi pneumonia semuanya sudah swasembada dengan 101
seperti mengecat, dan menambah ventilasi. RW dan 448 RT. Jumlah penduduk di
Sampel kontrol adalah balita yang datang wilayah kerja Puskesmas Taman tahun
ke Puskesmas Taman yang didiagnosis 2015 sebanyak 142.543 jiwa. Jumlah
ISPA tanpa pneumonia oleh tenaga antara penduduk laki-laki dan penduduk
kesehatan. Kriteria inklusi sampel kontrol perempuan relatif seimbang yaitu 71.607
adalah balita yang bertempat tinggal di (50,23%) jiwa penduduk laki-laki dan
wilayah kerja Puskesmas Taman, 70.936 (49,76%) jiwa penduduk
sedangkan kriteria eksklusi adalah terdapat perempuan.
2 balita dalam satu rumah. Sampel dalam Tabel 1. Menunjukkan kelompok
penelitian ini diambil sesuai dengan yang menderita pneumonia balita banyak
kriteria sebanyak 64 responden dengan terjadi pada umur 25- 59 bulan sebanyak
jumlah sampel kasus 32 dan sampel 23 balita (71,9%), pada kelompok tidak
kontrol 32. menderita pneumonia balita banyak terjadi
Cara pengambilan sampel pada umur 2- 24 bulan sebanyak 19 balita
dilakukan dengan menggunakan teknik (59,4%). Berdasarkan jenis kelamin
pengambilan sampel non probability sebanyak 32 balita yang menderita
sampling yaitu dengan purposive pneumonia balita sebagian besar 21 balita
sampling. Penelitian ini dilakukan di (65,6%) memiliki jenis kelamin
wilayah kerja Puskesmas Taman perempuan. Kelompok yang tidak
Kabupaten Sidoarjo. menderita pneumonia memiliki jumlah
Penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yang sama antara laki-laki dan perempuan
yaitu variabel bebas dan variabel terikat. yaitu masing-masing 16 balita (50,0%).
Variabel bebas adalah kondisi lingkungan Sebanyak 64 ibu balita yang
rumah meliputi kepadatan hunian, luas menjadi responden sebanyak 32 balita
ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, dan yang menderita pneumonia sebagian besar
paparan asap rokok. Variabel terikat adalah 24 balita (75,0%) memiliki umur ibu 20-35
kejadian pneumonia pada balita. Teknik tahun. Balita yang tidak menderita
pengumpulan data dilakukan dengan pneumonia sebagian besar 27 balita
wawancara dan observasi. Penelitian ini (84,4%) memiliki ibu yang beurmur 20-35
sudah melewati tahap kaji etik. tahun. Karakteristik ibu balita berdasarkan
tingkat pendidikan bervariasi mulai dari
SD hingga tamat pergururan tinggi.
Carina Delvi Trisiyah dan Chatarina Umbul W, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah... 123

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Balita

Variabel Kasus (n= 32) Kontrol (n=32)


Jumlah % Jumlah %
Karakteristik Balita
Umur balita
2-24 bulan 9 28,1 19 59,4
25- 59 bulan 23 71,9 13 40,6
Jenis Kelamin Balita
Laki-laki 11 34,4 16 50,0
Perempuan 21 65,6 16 50,0
Karakteristik Ibu
Umur Ibu
<20 tahun 0 0,0 0 0,0
20- 35 tahun 24 75,0 27 84,4
>35 tahun 8 25,0 5 15,6
Pendidikan Ibu
Rendah (SD, SMP) 12 37,5 8 25,0
Tinggi (SMA, Perguruan
Tinggi) 20 62,5 24 75,0
Status Pekerjaan Ibu
Bekerja 13 40,6 10 31,3
Tidak Bekerja 19 59,4 22 68,7
rumah yang tidak normal atau padat.
Kelompok yang menderita Kelompok balita yang tidak menderita
pneumonia balita sebagian besar 20 balita pneumonia balita sebagian besar 18 balita
(62,5%) memiliki ibu berpendidikan (56,3%) memiliki kepadatan hunian yang
tinggi. Kelompok balita yang tidak tidak normal atau padat. Artinya, balita
menderita pneumonia sebagian besar 24 yang mempunyai kepadatan hunian padat
balita (75,0%) memiliki ibu berpendidikan memiliki proporsi kejadian pneumonia
tinggi. Pendidikan ibu menentukan tingkat balita dan tidak pneumonia balita sama
pengetahuan terhadap kesehatan dan tinggi.
pencegahan penyakit pneumonia. Penderita pneumonia maupun tidak
Karakteritik ibu balita berdasarkan status pneumonia balita memiliki proporsi besar
pekerjaan sebanyak 32 balita yang nilai yang sama luas ventilasi tidak
menderita pneumonia sebagian besar 19 memenuhi syarat yaitu 32 balita (100,0%).
balita (59,4%) mempunyai ibu yang tidak Artinya, semua balita memiliki luas
bekerja. Balita yang tidak menderita ventilasi tidak memenuhi syarat.
pneumonia balita sebagian besar 22 balita Kebanyakan rumah balita berupa kos-
(68,8%) memiliki ibu yang tidak bekerja. kosan atau kontrakan. Balita yang
Sebagian besar aktivitas yang dilakukan menderita pneumonia sebagian besar 24
oleh ibu sehari- hari adalah mengurus anak balita (75,0%) terpapar oleh asap rokok.
dan suami atau biasa disebut sebagai ibu Kelompok balita yang tidak menderita
rumah tangga. Kelompok balita yang pneumonia sebagian besar 17 balita (53,1
menderita pneumonia sebagian besar 22 %) tidak terpapar oleh asap rokok.
balita (68,8%) memiliki kepadatan hunian
124 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 119-129

Tabel 2. Analisis Hubungan Antara Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Pneumonia
pada Balita
Kondisi Lingkungan Kasus (n= 32) Kontrol (n=32)
Rumah Jumlah % Jumlah % n %
Kepadatan Hunian
Padat 22 68,8 18 56,3 40 62,5
Standar 10 31,2 14 43,7 24 37,5
Luas Ventilasi
Tidak memenuhi syarat 32 100,0 32 100,0 64 100,0
Memenuhi syarat 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Paparan Asap Rokok
Ada 24 75,0 15 46,9 39 60,9
Tidak ada 8 25,0 17 53,1 25 39,1
Jenis Lantai
Tidak memenuhi syarat 5 15,6 3 9,40 8 12,5
Memenuhi syarat 27 84,4 29 90,6 56 87,5
Jenis Dinding
Tidak memenuhi syarat 6 18,8 9 28,1 15 23,4
Memenuhi syarat 26 81,2 23 71,9 49 76,6
rumah dengan jumlah anggota keluarga
Kelompok balita yang menderita yang tinggal dalam rumah. Hasil penelitian
pneumonia sebagian besar 27 balita dari 64 rumah balita menunjukkan bahwa
(84,4%) memiliki jenis lantai yang sebagian besar rumah memiliki kepadatan
memenuhi syarat (tegel/keramik). rumah yang tinggi. Beberapa rumah balita
Kelompok balita yang tidak menderita tersebut berupa kos-kosan atau kontrakan
pneumonia sebagian besar 29 balita yang dihuni 4-5 anggota keluarga. Jenis
(90,6%) memiliki jenis lantai yang tempat tinggal kos-kosan/ kontrakan sangat
memenuhi syarat (tegel/keramik). Artinya, sempit dan tidak cukup ruang gerak untuk
balita yang memiliki jenis lantai memenuhi keluarga. Frekuensi kontak dan kedekatan
syarat memiliki proporsi kejadian antara satu orang dengan orang lainnya
pneumonia sama besar dengan balita yang dalam satu rumah juga semakin tinggi,
tidak menderita pneumonia. sehingga menyebabkan suhu di dalam
Kelompok balita yang menderita rumah terasa panas dan cukup lembab.
pneumonia sebagian besar 26 balita Selain itu, keberadaan banyak orang dalam
(81,3%) memiliki jenis dinding memenuhi suatu rumah akan mempercepat transmisi
syarat. Kelompok balita yang tidak mikroorganisme bibit penyakit dari
menderita pneumonia sebagian besar 23 seseorang ke orang lain.
balita (68,8%) memiliki jenis dinding yang Menurut Okoko dkk (2017) kamar
memenuhi syarat. Artinya, balita yang yang dihuni lebih dari 2 orang berisiko 1,8
memiliki jenis dinding memenuhi syarat kali menyebabkan kematian balita akibat
memiliki proporsi kejadian pneumonia pneumonia. Hal ini didukung oleh
sama besar dengan balita yang tidak penelitian Wulandari dkk (2016) yang
menderita pneumonia. menyatakan bahwa kepadatan hunian
rumah berhubungan dengan kejadian
PEMBAHASAN pneumonia balita.
Rasio penghuni harus disesuaikan
Kepadatan Hunian
dengan luas rumah, jika luas rumah sempit
Nilai kepadatan rumah didapatkan sedangkan jumlah anggota keluarga
dari hasil perhitungan antara luas lantai banyak akan tidak seimbang. Kondisi
Carina Delvi Trisiyah dan Chatarina Umbul W, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah... 125

rumah yang padat memicu tumbuhnya ventilasi rumah dengan kejadian


bakteri dan virus penyebab pneumonia pneumonia pada anak balita.
yang dapat menular melalui saluran Lancar atau tidaknya kecepatan
pernapasan. Anak-anak yang masih di ventilasi dalam suatu ruangan ditentukan
bawah umur rentan tertular bakteri dan oleh luas ventilasi. Luas ventilasi yang
virus tersebut. Luas lantai rumah yang kurang akan mengakibatkan pergantian
sehat harus cukup untuk penghuni rumah udara yang tidak adekuat, sehingga udara
di dalamnya, artinya agar tidak terjadi menjadi kotor akan mikroorganisme
kelebihan penghuni dalam rumah maka patogen penyebab penyakit respirasi.
jumlah penghuni harus disesuaikan dengan Ventilasi yang buruk juga berpengaruh
luas lantai rumah tersebut (Listyowati, terhadap peningkatan kelembapan dalam
2013). ruangan yang merupakan media baik untuk
Kamar tidur balita minimal tempat hidup mikroorganisme patogen.
memiliki luas 3m2 / orang dan kamar tidur Ventilasi yang baik akan mengencerkan
tidak bertingkat. Selain itu, kamar tidur konsentrasi mikroorganisme patogen dan
tidak dihuni lebih dari 2 orang, kecuali alergen penyebab penyakit respirasi,
untuk suami istri dan anak kurang dari 2 sehingga menurunkan penularan penyakit
tahun. Hal ini untuk mengendalikan saluran pernapasan salah satunya adalah
kepadatan hunian dalam rumah, sehingga pneumonia (Kemenkes RI, 2013).
dapat mengurangi risiko pneumonia pada Bakteri Streptococcus pneumoniae
balita (Soesanto, 2000). merupakan bakteri gram positif, berbentuk
bulat telur atau seperti bola dan penghuni
Luas Ventilasi normal dari saluran pernapasan bagian atas
manusia. Bakteri ini dapat tumbuh dengan
Luas ventilasi yang memenuhi
baik pada suhu 37,5ºC dalam media
syarat menurut Permenkes RI No.
dengan pH 7,6-7,8 pada suasana aerob dan
1077/Menkes/Per/V/2011 adalah 10% dari
fakultatif anaerob. Bakteri Streptococcus
luas lantai rumah. Hasil ketika di lapangan
pneumoniae dapat bertahan selama
menunjukkan bahwa seluruh rumah balita
beberapa hari dalam perbenihan biasa dan
yang menjadi responden memiliki luas
dalam sputum kering yang tidak terkena
ventilasi tidak memenuhi syarat. Rata-rata
sinar matahari langsung dapat bertahan
ventilasi kecil dan minim cahaya masuk.
selama beberapa bulan. Bakteri ini hanya
Ventilasi tersebut juga jarang di buka dan
mati oleh sinar matahari langsung (Radji,
beberapa rumah ada yang ventilasinya
2010).
rusak, bahkan ada juga rumah balita yang
tidak memiliki ventilasi.
Paparan Asap Rokok
Luas ventilasi rumah yang tidak
memenuhi syarat dapat disebabkan oleh Berdasarkan hasil pemeriksaan
tipe rumah yang kecil kerena kepemilikan menunjukkan bahwa balita yang menderita
lahan yang sedikit. Kepemilikan lahan ISPA pneumonia sebagian besar memiliki
yang sedikit akibat harga lahan di anggota keluarga yang merokok,
perkotaan yang mahal dan jumlah sedangkan balita yang menderita ISPA
penduduk yang semakin padat (Trisiyah, tanpa pneumonia sebagian besar tidak
2017). memiliki anggota keluarga yang merokok.
Menurut Khasanah dkk (2016) luas Keberadaan perokok ini sebagian besar
ventilasi rumah yang tidak memenuhi adalah kepala keluarga/ ayah dari balita.
syarat berisiko 3,6 kali lebih besar terkena Biasanya ayah balita merokok tidak jauh
pneumonia. Penelitian Hayati dkk (2017) dari balita tersebut. Beberapa di antaranya
menyatakan hal yang berbeda bahwa tidak ayah balita merokok di dalam rumah.
ada hubungan yang signifikan antara luas Sumber asap rokok di dalam ruangan
(indoor) lebih membahayakan daripada di
126 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 119-129

luar ruangan (outdoor), karena sebagian dari zat tersebut merupakan zat karsinogen,
besar balita menghabiskan 60-90% yaitu zat yang dapat menyebabkan kanker.
waktunya di dalam ruangan (Kemenkes RI, Third hand smoke juga dapat
2010). mengakibatkan kerusakan organ seperti
Kejadian pneumonia erat kaitannya kerusakan fungsi liver dan jantung,
dengan paparan asap rokok. Balita yang gangguan pernapasan, juga perilaku
terpapar asap rokok berisiko 18,480 kali hiperaktif pada anak yang tinggal di
mengalami pneumonia dibandingkan lingkungan third hand smoke. Pneumonia
dengan balita yang tidak terpapar asap merupakan satu dari sekian banyak
rokok (Supriyatin, 2015). Hal ini didukung penyakit pernapasan yang disebabkan
oleh penelitian Wijaya (2014) oleh third hand smoke pada anak-anak dan
menyebutkan bahwa kebiasaan merokok balita (Matt dkk, 2011).
anggota keluarga berhubungan dengan Asap rokok yang dihisap baik pada
kejadian pneumonia balita. perokok aktif maupun pasif akan
Efek rokok sangat membahayakan menyebabkan fungsi silia menurun bahkan
bagi kesehatan baik untuk perokok aktif tidak berfungsi. Jika silia tidak berfungsi,
maupun perokok pasif. Perokok pasif juga maka tubuh akan memproduksi dahak
biasa disebut dengan second hand smoke. yang berlebihan. Selain itu, potensi infeksi
Paparan asap rokok pada perokok pasif pada saluran napas sangat besar. Asap
dapat berupa sidestream smoke yaitu asap rokok juga dapat menyebabkan iritasi,
rokok samping yang dihasilkan oleh peradangan dan penyempitan saluran
pembakaran rokok itu sendiri, maupun napas. Proses penyembuhan bagi penderita
berupa mainstream smoke yang merupakan pneumonia akan membutuhkan waktu
asap rokok utama yang dihembuskan yang lama jika penderita masih terpapar
kembali ke udara oleh perokok aktif. asap rokok karena proses pertahanan tubuh
Sidestream smoke memiliki kandungan zat terhadap infeksi tetap akan terganggu
beracun yang lebih berbahaya (Kusumawati, 2010).
dibandingkan dengan mainstream smoke.
Asap rokok lingkungan atau environmental Jenis Lantai
tobacco smoke merupakan kombinasi dari
Hasil pemeriksaan menunjukkan
sidestream smoke dan mainstream smoke.
bahwa sebagian besar lantai rumah telah
Environmental tobacco smoke terdiri dari
berubin atau memenuhi syarat, namun
sekitar 85% sidestream smoke dan 15%
beberapa rumah kondisi lantai masih
mainstream smoke (Pieraccini dkk, 2008).
terlihat kotor/ jarang dibersihkan. Menurut
Asap rokok yang mengandung zat-
Kemenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999
zat residu rokok dapat terhirup langsung
tentang persyaratan kesehatan perumahan
oleh orang lain dan dapat tersebar di
adalah jenis lantai yang baik harus kedap
lingkungan hingga jarak 10 meter. Asap
air dan mudah dibersihkan.
rokok juga dapat menempel di baju
Menurut penelitian Padmonobo
maupun benda, seperti gorden, seprai, dan
dkk (2012) lantai rumah balita yang tidak
sebagainya yang kemudian dapat dihirup
permanen berisiko 2,635 kali lebih besar
oleh orang lain. Zat-zat residu rokok
menderita pneumonia dibanding dengan
tersebut biasa disebut dengan third hand
balita yang tinggal di rumah dengan lantai
smoke. Anak-anak dan balita yang tinggal
yang permanen. Rumah yang sudah
di rumah dengan perokok aktif menjadi
berubin memiliki kelembapan yang rendah
kelompok yang paling berisiko untuk
jika dibandingkan dengan rumah yang
terkena pajanan dari third hand smoke.
lantainya belum berubin. Balita yang
Zat-zat residu rokok merupakan zat-zat
sering bermain di lantai yang belum
yang berbahaya bagi tubuh apabila
berubin atau lantainya belum memenuhi
terpapar dalam dosis yang tinggi. Beberapa
Carina Delvi Trisiyah dan Chatarina Umbul W, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah... 127

syarat akan mempunyai risiko terkena mudah terbakar. Kondisi dinding rumah
pneumonia lebih tinggi (Yuwono, 2008). yang tidak dilengkapi dengan luas ventilasi
Jenis lantai tanah akan dapat memberikan kontribusi terciptanya
menyebabkan kondisi dalam rumah kelembapan yang tidak normal di dalam
berdebu. Keadaan berdebu ini sebagai rumah. Kelembapan rumah yang tidak
salah satu bentuk terjadinya polusi udara normal akan menjadi pra kondisi
dalam rumah (indoor air pollution). Debu pertumbuhan bakteri maupun virus
dalam udara apabila terhisap akan penyebab pneumonia. (Padmonobo dkk,
menempel pada saluran napas bagian 2012).
bawah yang menyebabkan pergerakan silia
menjadi lambat, sehingga mekanisme SIMPULAN
pembersihan saluran pernapasan menjadi
terganggu. Jika mekanisme ini terganggu Terdapat lima variabel dalam
dapat mengakibatkan balita kesulitan penelitian ini. Sebagian besar balita
bernapas. Oleh karena itu, lantai perlu memiliki kepadatan hunian rumah yang
dilapisi bahan kedap air (disemen, padat serta balita sering terpapar asap
dipasang tegel atau keramik) (Sugihartono rokok di dalam rumah. Luas ventilasi dari
dkk, 2012). seluruh responden adalah tidak memenuhi
syarat.
Jenis Dinding Saran yang dapat diberikan yaitu
bagi orang tua balita yang merokok agar
Hasil penelitian menunjukkan
mengubah perilaku merokok yaitu dengan
bahwa sebagian besar kondisi dinding
tidak merokok saat sedang bersama balita
rumah telah memenuhi syarat yaitu terbuat
dan saat berada di dalam rumah. Selain itu,
dari bahan yang kedap air, namun ada juga
orang tua harus membiasakan diri
kondisi dinding rumah yang terbuat dari
membuka pintu rumah agar sirkulasi udara
papan/ triplek. Secara teoritis penyebab
di dalam rumah dapat berjalan dengan
pneumonia pada balita sangat bervariasi
baik.
yaitu Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, Respiratory
DAFTAR PUSTAKA
Syncytial Virus (RSV), Hitoplasma
capsulatum, maupun Mycoplasma
Bustan, M. 2007. Epidemologi Penyakit
pneumoniae (WHO, 2006).
Menular. Yogyakarta: Rineka
Menurut penelitian Yuwono (2008)
Cipta.
kondisi dinding rumah balita yang tidak
Departemen Kesehatan RI tahun 1999.
memenuhi syarat mempunyai risiko
Kepmenkes RI
terkena pneumonia sebesar 2,9 kali lebih
No.829/Menkes/SK/VII/1999.
besar dibandingkan kondisi rumah balita
Persyaratan Kesehatan
yang kondisi dinding rumahnya memenuhi
Perumahan. Jakarta: Depkes RI
syarat. Penelitian lain mengatakan berbeda
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
bahwa balita yang memiliki jenis dinding
tahun 2013. Data Profil Kesehatan
tidak normal tidak memiliki hubungan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2013.
dengan kejadian pneumonia (Husnah,
Sidoarjo: Dinas Kesehatan
2016).
Kabupaten Sidoarjo.
Dinding yang baik adalah terbuat
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
dari bahan kedap air dan tahan terhadap
tahun 2014. Data Profil Kesehatan
api serta tidak terbuat dari bahan yang
Kabupaten Sidoarjo tahun 2014.
mudah melepaskan zat-zat yang dapat
Sidoarjo: Dinas Kesehatan
membahayakan kesehatan seperti tembok
Kabupaten Sidoarjo.
dan keramik. Dinding yang tidak baik
adalah terbuat dari kayu/ bambu dan
128 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 119-129

Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Khasanah M., Suhartono, Dharminto.


tahun 2015. Data Profil Kesehatan 2016. Hubungan Kondisi
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015. Lingkungan dalam Rumah dengan
Sidoarjo: Dinas Kesehatan Kejadian Pneumonia Pada Balita di
Kabupaten Sidoarjo. Wilayah Kerja Puskesmas Puring
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Kebumen. Jurnal
tahun 2015. Data Profil Kesehatan Kesehatan Masyarakat [e-journal]
Puskesmas Taman tahun 2015. 4(5).
Sidoarjo: Dinas Kesehatan Kusumawati, Ita, 2010. Hubungan Antara
Kabupaten Sidoarjo. Status Merokok Anggota Keluarga
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dengan Lama Pengobatan ISPA
tahun 2015. Data Profil Kesehatan Balita di Kecamatan Jenawi.
Provinsi Jawa Timur tahun 2015. Thesis. Surakarta: Universitas
Surabaya: Dinas Kesehatan Sebelas Maret.
Provinsi Jawa Timur. Listyowati, 2013. Hubungan Kondisi
Hayati A. M., Suhartono, Sri W. 2017. Lingkungan Fisik Rumah Dengan
Hubungan Antara Faktor Kejadian Pneumonia pada Balita di
Lingkungan Fisik Rumah dengan Wilayah Kerja Puskesmas Tegal
Kejadian Pneumonia pada Anak Barat Kota Tegal. Jurnal
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kesehatan Masyarakat [e-journal]
Semin I Kabupaten Gunung Kidul. 2(1).
Jurnal Kesehatan Masyarakat [e- Matt, G., Quintana, P., Destaillats, H.,
journal] 5(5). Gundel, L., Sleiman, M., Singer,
Husnah, 2016. Kondisi Lingkungan B., Jacob, P., Benowitz, N.,
Rumah Sebagai Faktor Risiko Winickoff, J., Rehan, V., Talbot,
Kejadian Pneumonia Balita. P., Schick, S., Samet, J., Wang, Y.,
Skripsi. Surabaya: Universitas Hang, B., Martins-Green, M.,
Airlangga. Pankow, J. and Hovell, M. 2011.
International Vaccine Access Center Thirdhand Tobacco Smoke:
(IVAC). 2016. Pneumonia & Emerging Evidence and Arguments
Diarrhea Progress Report: for a Multidisciplinary Research
Reaching Goals Through Action Agenda. Environ Health Perspect
and Innovation. IVAC. [e-journal] 119(9).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan Metode
tahun 2010. Pneumonia Balita. Riset Epidemiologi. Yogyakarta:
Buletin Jendela Epidemiologi, Gadjah Mada University Press.
Volume 3. Jakarta: Kementrian Okoko A.R., Hossie E., N’djobo-
Kesehatan RI. Mamadoud I.C., Moyen E., Ekouya
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Bowasa G., Moyen G. 2017.
tahun 2013. Profil Kesehatan Pneumonia of Children under 5
Indonesia 2013. Jakarta: Years of Age in Brazzaville
Kementrian Kesehatan RI. (Republic of Congo). Open Journal
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia of Pediatrics [e-journal].
tahun 2015. Profil Kesehatan Padmonobo, H., Setiani o., Joko T. 2012.
Indonesia 2015. Jakarta: Hubungan Faktor-Faktor
Kementrian Kesehatan RI. Lingkungan Fisik Rumah dengan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Kejadian Pneumonia ada Balita di
tahun 2016. Profil Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas
Indonesia 2016. Jakarta: Jatibarang Kabupaten Brebes.
Kementrian Kesehatan RI.
Carina Delvi Trisiyah dan Chatarina Umbul W, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah... 129

Jurnal Kesehatan Lingkungan Dan Rumah Tidak Sehat dengan


Indonesia. [e-journal] 11(2). Kejadian Pneumonia pada Anak
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Balita di Puskesmas Wirobrajan
Indonesia tahun 2011. Keputusan Yogyakarta Tahun 2015. Skripsi.
Menteri Kesehatan Republik Yogyakarta: STIKES Aisyiyah.
Indonesia Nomor Trisiyah, C. D., 2017. Hubungan Pola
1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Menyusui dan Kondisi Lingkungan
Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah dengan Kejadian
Rumah. Jakarta. Pneumonia pada Balita di Wilayah
Pieraccini, G., Furlanetto, S., Orlandini, S., Kerja Puskesmas Taman
Bartolucci, G., Gramini, L., Kabupaten Sidoarjo. Skripsi.
Pinzauti, S., & Moneti, G. 2008. Surabaya: Universitas Airlangga.
Identification And Determination WHO. 2006. Pneumonia the Forgotten
Of Mainstream And Side Stream Killer of Children.WHO.
Smoke Components In Different WHO. 2009. Global Action Plan for the
Brands And Types Of Cigarettes Prevention and Control of
By Means Of Solid- Phase Pneumonia (GGAP). WHO.
Microextraction- Gas WHO. 2013. Ending Preventable Child
Chromatography- Mass Deaths from Pneumonia and
Spectometry. Journal of Diarrhoea by 2025. WHO.
Chromatography [e-journal] Wijaya, Bahar, H., 2014. Hubungan
1180(1). Kebiasaan Merokok, Imunisasi
Radji M. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi dengan Kejadian Penyakit
Panduan Mahasiswa Farmasi dan Pneumonia pada Balita di
Kedokteran. Jakarta: EGC. Puskesmas Pabuaran Tumpeng
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta: Kota Tangerang. Forum Ilmiah [e-
Balitbang Kemenkes RI. journal] 11(3).
Soesanto, S.S., Lubis, A. 2000. Hubungan Wulandari, P.S., Suhartono, Dharminto,
Kondisi Perumahan dengan 2016. Hubungan Lingkungan Fisik
Penularan Penyakit ISPA dan TB Rumah dengan Kejadian
Paru. Media Litbang Kesehatan [e- Pneumonia pada Balita di Wilayah
journal] 10(2). Kerja Puskesmas Jatisampurna
Sugihartono S, Rahmatullah P, Nurjazuli Kota Bekasi. Jurnal Kesehatan
N. 2012. Analisis Faktor Risiko Masyarakat [e-journal] 4(5).
Kejadian Pneumonia Pada Balita Yuwono, T.A., 2008. Faktor-Faktor
Di Wilayah Kerja Puskesmas Lingkungan Fisik Rumah yang
Sidorejo Kota Pagar Alam. Jurnal Berhubungan dengan Kejadian
Kesehatan Lingkungan Indonesia Pneumonia pada Balita di Wilayah
[e-journal] 11(1). Kerja Puskesmas Kawungaten
Supriyatin, O., Sulistyaningsih. 2015. Kabupaten Cilacap. Thesis.
Hubungan Paparan Asap Rokok Semarang: Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai