Anda di halaman 1dari 21

HAM DAN PERLINDUNGAN SOSIAL

PERLINDUNGAN SOSIAL TENAGA KERJA


MELALUI SISTEM JAMINAN SOSIAL

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Akhir Semester V


Mata Kuliah HAM dan Keadilan Sosial
Dosen Pengampu : Luthfi J. Kurniawan, S.Sos

HALAMAN JUDUL

Oleh :
Siti Noor Khatija Ibrahim
201610030311116

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................... 4
2.1 Konsep Hak Asasi Manusia ........................................................................... 4
2.2 Hak Asasi Ketenagakerjaan ............................................................................ 5
2.3 Konsep Perlindungan Sosial ........................................................................... 6
2.4 Program Perlindungan Sosial Ketenagakerjaan ............................................. 8
2.5 Perlindungan Sosial Ketenagakerjaan Prespektif Hak Asasi Manusia .......... 9
BAB III ANALISIS KASUS..................................................................................... 12
3.1 Permasalahan ................................................................................................ 12
3.2 Pembahasan .................................................................................................. 13
3.2.1 Kesenjangan Upah Antar Gender .................................................................. 13
3.2.2 Pemutusan Hubungan Kerja Yang Sepihak Karena Serikat Buruh .......... 15
BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 17
4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 17
4.2 Rekomendasi ................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Pada dasarnya, perlindungan sosial dan Hak Asasi Manusia merupakan satu
kesatuan yang saling berkaitan. Umumnya perlindungan dan Hak Asasi Manusia
(HAM) merupakan bagian dari tujuan pendirian suatu negara. Hal ini senada dengan
prespektif teori Locke bahwa perlindungn atas hak-hak kodrati (Hak Asasi Manusia)
merupakan dasar pendirian suatu negara.1 Seperti halnya tujuan dasar pendirian
negara Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
bahwa untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Demikian pula dalam UUD 1945 (amandemen kedua Pasal 28H) menyatakan, bahwa
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagaimana manusia yang bermartabat”.
Masalah perlindungan sosial menjadi hal yang kompleks karena menyangkut
berbagai macam aspek seperti hak atas kehidupan yang layak, hak atas pendidikan
dan kesehatan, hak atas pekerjaan, dan sebagainya. Muara dari perlindungan sosial
yakni terwujudnya kesejahteraan. Perlindungan sosial merupakan elemen penting dari
strategi kebijakan sosial sebagai bentuk pelaksanaan konsep Sustainable
Development Goals (SDGs) yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kemiskinan
serta memperkecil kesenjangan. Singktanya, perlindungan sosial merupakan strategi
kebijakan dan program yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan (provety),
kerentanan (vulnerability), dan ketidakmerataan (inequality).
Jaminan sosial bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu bentuk dan
strategi perlindungan sosial. Jaminan sosial tenaga kerja (workers’ social security)
adalah suatu bentuk perlindungan yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya
terhadap berbagai resiko pasar tenaga kerja (labor market risks), misalnya: resiko
kehilangan pekerjaan, penurunan upah, kecelakaan kerja, sakit, cacat, lanjut usia,
meninggal dunia, dan lain-lain. Jaminan-jaminan tersebut menjadi hak setiap pekerja.
Perlindungan dan pemenuhan hak tersebut memberikan arti penting bagi pencapaian
standar kehidupan yang layak.2 Selain itu, hak atas pekerjaan dan hak dalam bekerja
merupakan Hak Asasi Manusia. Dzerwicki menegaskan bahwa buruh/tenaga kerja
dalam pekerjaannya sangat terkait dengan Hak Asasi Manusia.3 Suatu pekerjaan yang
layak pada dasarnya dapat mengekspresikan tujuan dasar seseorang yakni dapat
memungkinkan kehidupan keluarga yang bermartabat. Hak Asasi bagi para pekerja di
Indonesia sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) yang

1
Yahya Ahmad Zein, 2012. “Problematika Hak Asasi Manusia (HAM)”. Liberty Yogyakarta :
Yogyakarta, hal 57.
2
Majda El Muhtaj, 2009. “Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya”, Rajawali Pres : Jakarta, hal.181.
3
Ibid, hal.187.

1
menyatakan bahwa “setiap warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Indonesia sebagai salah satu anggota PBB yang menghormati dasar-dasar Hak Asasi
Manusia sebagaimana GBHN 1999-2004 mengamanatkan jaminan sosial tenaga kerja antara
lain melalui peningkatan sistem jaminan sosial tenaga kerja dalam menyediakan
perlindungan, keamanan, dan keselamatan kerja yang pengelolaannya melibatkan tiga unsur
yakni pekerja, pengusaha, dan pemerintah nampaknya hanya menjadi narasi eksklusif
non-aplikatif. Di Indonesia, berbagai kebijakan terkait dengan perlindungan
ketenagakerjaan untuk mewujudkan kesejahteraan para pekerja telah banyak diatur.
Namun dalam pelaksanaan program perlindungan baik ekonomi, sosial dan budaya
yang berkaitan dengan ketenagakerjaan khususnya bagi masyarakat rentan
nampaknya masih menghadapi beberapa permasalahan. Realitas sosial membuktikan
dimana banyak terjadinya kasus-kasus pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan yang
harus mendapatkan perlindungan sosial.
Dalam masalah ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi
hal yang sangat penting dalam masalah ketenagakerjaan karena dengan adanya PHK
maka berakhirlah hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja yang selanjutnya para
pekerja akan kehilangan pekerjaannya. Dibeberapa kasus PHK menjadi awal dari
kesengsaraan pekerja. Menurut teori, pekerja berhak untuk mengakhiri hubungan
kerja, namun dalam prakteknya pengusahalah yang sering melakukan pemutusan
hubungan kerja. Salah satu contoh kasus pemutusan hubungan kerja sepihak yang
dialami oleh 4 petugas satuan pengaman PT Westpoint Security Indonesia (WSI)
dikarenakan ingin mendirikan serikat pekerja/buruh.
4 Satpam Dikenai PHK Sepihak Gara-Gara Ingin Dirikan Serikat Pekerja
16 Juni 2016 by ademarza Leave a Comment

Palembang – Kasus pemberangusan serikat buruh memang masih banyak terjadi di Indonesia. Baru-
baru ini, hal tersebut dialami oleh empat petugas satuan pengamanan (satpam) dari PT Westpoint
Security Indonesia (WSI). Mereka harus menerima pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak
oleh manajemen peruahaan, pada Senin (06/06/2016) lalu. Pemecatan tersebut diduga karena mereka
berencana akan mendirikan serikat pekerja.
Sebelumnya, para satpam itu sempat bergabung
dengan Serikat Pekerja Transportasi untuk Kalangan
Sendiri (TUKS) PT Kaliguma Trasindo, salah satu
sub kontraktor PT Tanjungenim Lestari Pulp and
Paper yang bergerak di bidang pengapalan atau
pengelolaan pelabuhan. Sejak tanggal 30 November
2015 lalu, sebagai Badan Usaha Jasa Pengamanan
(BUJP), PT WSI menugaskan sebanyak 13
pekerjanya di perusahaan tersebut untuk
mengamankan area pelabuhan. Namun, menurut
Ketua Serikat TUKS PT Kaliguma Indonesia, Ahmad
Hafiz, pihak perusahaan berusaha menghalang-
Gambar Satpam yang di-PHK karena ingin halangi dengan berbagai cara. Bahkan, PT WSI
dirikan serikat pekerja. sempat mengeluarkan edaran dari Kepolisian RI
tentang larangan berserikat bagi satpam.

“Jelas bahwa PT WSI telah melanggar hak-hak pekerja sekuriti untuk berserikat, sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Tanggal 6 Juni 2016,

2
perusahaan memecat secara sepihak tanpa alasan yang jelas. Kami yakin pemecatan ini berkaitan erat
dengan aktivitasnya dalam berserikat,” ungkap Ahmad dalam siaran persnya, Rabu (15/06/2016).

Persoalan kebebasan berserikat bagi para satpam memang menjadi perhatian banyak aktivis buruh
sejak beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2013 lalu, Kapolri mengeluarkan surat edaran yang meminta
Kepala Kepolisian Daerah di seluruh Indonesia agar melarang satpam untuk membentuk serikat
pekerja. Surat edaran itu dimanfatakan perusahaan outsourcing yang mengelola satpam untuk
memaksa mereka tak boleh berserikat seperti pekerja lain. Diambah lagi oleh Ahmad, PT WSI cukup
banyak melakukan pelanggaran ketenagakerjaan sejak beroperasi di pelabuhan. Mulai dari upah masih
di bawah upah minimum, kelebihan jam kerja tidak diperhitungkan sebagai lembur, pekerja yang tidak
dikutsertakan sebagai peserta BPJS, seragam yang tidak sesuai ketentuan, hingga soal kontrak kerja.
Kasus ini pun sudah dilaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bandar Lampung. 4

Selain kasus Pemutusan Hubungan Kerja, kasus Kesenjangan Upah Antar


Gender juga kerap terjadi. Badan Pusat Statistik secara jelas mencatat pada Februari
2018 terdapat perbedaan rata-rata upah sebulan antara buruh laki-laki dan buruh
perempuan. Rata-rata upah buruh laki-laki selalu lebih tinggi dari pada upah buruh
perempuan disetiap jenjang pendidikan yang ditamatkan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Universitas.

Tabel 2 : Rata-rata Upah Buruh per Bulan menurut pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis
Kelamin (rupiah), Februari 2018.5
Pendidikan Tertinggi Yang Laki-laki Perempuan Laki-laki +
Ditamatkan Perempuan
SD ke Bawah 1.825.338 1.092.918 1.571.481
SMP 1.997.047 1.424.433 1.808.698
SMA Umum 2.792.207 1.858.346 2.503.664
SMA Kejuruan 2.809.891 2.109.633 2.595.390
Diploma I/II/III 4.319.892 2.794.861 4.454.620
Universitas 5.219.178 3.568.841 4.417.217
Rata-rata Upah Buru 2.910.301 2.213.282 2.654.070
Nasional

Dari data Badan Pusat Statistik diatas menunjukan bahwa pada tingkat
pendidikan SD ke bawah, rata-rata upah buruh laki-laki sebesar 1.83 juta rupiah
sedangkan rata-rata upah buruh perempuan sebesar 1.09 juta rupiah. Selain itu, pada
tingat pendidikan tertinggi yakni Universitas, rata-rata upah buruh laki-laki sebesar
5,22 juta rupiah sedangkan perempuan 3,57 juta rupiah. Selisih rata-rata upah buru
laki-laki dan perempuan tingkat Universitas yaitu sebesar 1,65 juta rupiah.
Dengan demikian, jelas bahwa ketidaksetaraan pengupahan yang melahirkan
bentuk pengdiskriminasi dalam ketenagakerjaan menjadi bukti pelanggaran prinsip-
prinsip Hak Asasi Manusia terkait kesetaraan dan non diskriminasi serta melanggar
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (2) “Setiap orang berhak mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.

44
https://www.solidaritas.net/4-satpam-dikenai-phk-sepihak-gara-gara-ingin-dirikan-serikat-
pekerja/ (Di akses pada Jum’at 26 Oktober 2018)
5
Data Resmi Badan Pusat Statistik. “Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018”,
No. 42/05/Th.XXI, 07 Mei 2018, hal. 13.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1Konsep Hak Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia dapat diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri
manusia. Istilah ini hampir sama maknanya dengan haqul insan (Arab), human right
(Inggris), droits de l’homme (Prancis), menselijke rechten (Belanda). Secara
terminologis, Hak Asasi Manusia diartikan sebagai hak-hak dasar atau karunia dari
Alla h Yang Maha Kuasa.6 Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki seseorang
karena semata-mata ia manusia. Umat manusia memiliki hak bukan karena pemberian
masyarakat atau negaranya atau berdasarkan hukum positif melainkan semata-mata
berdasarkan martabatnya sebagai manusia. “Human Rights are rights held by
individuals simply because they are part of the human species” (Micheline R. Ishay,
2004: 3).7 Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 tahun1999 disebutkan
mengenai pengertian Hak Asasi Manusia, bahwa: Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada haikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak Asasi Manusia merupakan suatu perangkat asas-asas yang timbul dari
nilai-nilai yang kemudian menjadi kaidah-kaidah yang mengatur perilaku manusia
dalam hubungan dengan sesama manusia. Todung Mulya Lubis menyatakan bahwa
menelaah Hak Asasi Manusia, artinya telah menelaah totalitas kehidupan, sejauh
mana kehidupan kita memberi tempat yang wajar kepada kemanusiaan.8 Manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang senantiasa selalu berinteraksi
dengan sesamanya tidak terlepas dari 4 (empat) nilai yang ada di dalam kehidupan
yaitu : 1) nilai kesosialan, 2) nilai kebudayaan, 3) nilai moral dan 4) nilai keagamaan
atau religion value (Sukardja, 1995).9 Dalam keempat nilai yang ada dalam
kehidupan manusia, yang paling terkait dengan perlindungan dan penghargaan Hak
Asasi Manusi adalah nilai yang ketiga yakni nilai moral atau kesusilaan. Nilai moral
terkandung nilai yang yang dilaksanakan dengan menjalankan kewajiban-kewajiban
dalam kehidupan masyarakat. sehingga untuk dapat memahami perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia diperlukannya kewajiban untuk menghargai Hak Asasi
Manusia orang lain.
Menurut A. Masyhur Effendi, Hak Asasi Manusia dapat diartikan sebagai hak
dasar yang suci yang melekat pada setiap orang/manusia, sebagai pemberian Tuhan
untuk selamanya, ketika menggunakannya tidak merugikan hak-hak dasar anggota

6
Osgar S. Matompo, dkk.,2018. “Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Instrans Publishing:
Malang, hal. 02.
7
Majda El Muhtaj, 2009. “Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya”, Rajawali Pres : Jakarta, hal.14.
8
Osgar S. Matompo, dkk.,2018. “Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Instrans Publishing:
Malang, hal,03.
9
Winda Roselina Effendi. 2017. “Hak Asasi Manusia : Studi Hak-hak Buruh di Indonesiai”.
Jurnal Dimensi, Vol.6, No. 1:106-125, hal, 112.

4
masyarakat lainnya.10 Inti paham Hak Asasi Manusia menurut Magnis Suseno,
terletak dalam kesadaran bahwa masyarakat atau umat manusia tidak dapat dijunjung
tinggi kecuali setiap manusia individual, tanpa diskriminasi dan tanpa kekecualian,
dihormati dalam keutuhannya.11
John Locke menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta, karenanya tidak ada kekuasaan
apapun didunia yang dapat mencabutnya. Namun hal ini tidak berarti manusia dapat
bertindak semaunya, sebab apabila seseorang melanggar hak orang lain maka dengan
sendirinya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu.12 Karena semua Hak
Asasi Manusia itu diberikan oleh Tuhan, maka tidak ada yang boleh mencabut dan
menghilangkan selain Tuhan. Dengan demikian, Hak Asasi perlu mendapatkan
perlindungan dan jaminan dari negara. Selain itu, bila ada yang melanggarnya maka
harus mendapatkan sangsi yang tegas.

2.2Hak Asasi Ketenagakerjaan


Dalam penyelenggaraan perlindungan dan jaminan sosial di bidang
ketenagakerjaan, telah dilandasi oleh beberapa peraturan perundang-undangan baik
yang bersifat global maupun nasional. Craven membagi hak atas pekerjaan kedalam
tiga elemen utama yaitu akses pekerjaan, kebebasan dari kerja paksa dan keamanan
dalam pekerjaan. Hak atas pekerjaan telah digariskan dalam pasal 23 Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang berbunyi sebagai beriku :
(1) Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan,
berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil dan serta baik dan berhak atas
perlindungan dari pengangguran; (2) setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas
pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama; (3) setiap orang yang melakukan
pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya
dan keluarganya, suatu kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat dan
jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya; (4) setiap orang berhak
mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.13

Berkaitan dengan kebijakan ketenagakerjaan bagi masyarakat Indonesia, pada


dasarnya sudah semakin kuat. Hal tersebuat ditegaskan dalam pasal 27 ayat (2) UUD
1945 ”tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”. Pencantuman hak atas pekerjaan bertujuan untuk menjamin hak-
hak yang terkait dengan pekerjaan yang fundamental sesuai dengan deklarasi
International Labour Organisation (ILO) tentang prinsip dan hak mendasar di
tempat kerja. Dalam deklarasi International Labour Organisation (ILO) telah

10
Osgar S. Matompo, dkk.,2018. “Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Instrans Publishing:
Malang, hal. 03.
11
Majda El Muhtaj, 2009. “Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya”, Rajawali Pres : Jakarta, hal.32.
12
Osgar S. Matompo, dkk.,2018. “Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Instrans Publishing:
Malang, hal. 04-05.
13
Majda El Muhtaj, 2009. “Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya”, Rajawali Pres : Jakarta, hal.183.

5
mengatur ketentuan-ketentuan yang lebih rinci mengenai hak-hak pekerja yang
terdapat dalam konvensi-konvensi perburuhan internasional. Di Indonesia,
penjaminan hak-hak perburuhan tersebut kemudian diperkuat dengan kebijakan
dalam bentuk Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Di
dalam Undang-undang ketenagakerjaan ini secara lengkap dibahas tentang kewajiban
perusahaan terhadap para pekerja dan hak-hak apa saja yang didapatkan oleh pekerja.

2.3Konsep Perlindungan Sosial


Secara konsep, definisi dari Perlindungan Sosial (Social Protection) masih
belum memiliki keseragaman. Keragaman definisi perlindungan sosial ini
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial dan budaya suatu negara.
United Nations Children’s Fund (UNICEF, 2012) mendefinisikan perlindungan
sosial sebagai serangkaian kebijakan publik dan privat yang bertujuan untuk
mencegah, mengurangi, dan menghapuskan kerentanan ekonomi dan sosial terhadap
kerugian dan kemiskinan.14 UNICEF berpendapat terdapat dua hal yang harus
dilakukan untuk menciptakan sistem perlindungan sosial yang efektif dan
berkelanjutan. Pertama, adanya koordinasi dengan penyedia investasi untuk
meningkatkan kualitas layanan publik. Kedua, adanya strategi perlindungan sosial
dalam sebuah kebijakan sosial dan ekonomi yang luas sehingga dapat mempercepat
pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi.
Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan perlindungan sosial sebagai
sekumpulan kebijakan yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan
melalui usaha perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri dari bencana dan
hilangnya pendapatan.15 ADB membagi perlindungan sosial ke dalam 5 (lima)
elemen, yakni : (1) pasar tenaga kerja (labor markets), (2) asuransi sosial (social
insurance), (3) bantuan sosial (social assitance), (4) skema mikro dan area-based
untuk perlindungan bagi komunitas setempat, (5) perlindungan anak (child
protection). Senada dengan yang dikatakan Edi Suharto dalam bukunya bahwa
kebijakan dan program perlindungan sosial khususnya di negara-negara kawasan
ASEAN mencakup lima komponen tersebut. Table 1 menerangkan beberapa
kelompok rentan yang menjadi target utama kelima jenis perlindungan sosial.
Tabel 1 : Jenis Perlindungan Sosial dan Target Utamanya16

No. Skema Perlindungan Target Utama : Kelompok Rentan


Sosial dan Kurang Beruntung
1. Pasar Tenaga Kerja Populasi usia kerja, baik pekerja bergaji
atau tidak bergaji dan sektor formal dan
informal, pekerja di lingkungan kerja
berbahaya, setengah penganggur,

14
Radita Wahyu Supriyanto, dkk.,2014. “Perlindungan Sosial Di Indonesia : Tantangan dan
Arah Ke Depan”, Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Kementrian PPN/Bapenas :
Jakarta. Hal 05.
15
Ibid, hal. 05.
16
Edi Suharto, 2006.“Kebijakan Perlindungan Sosial”. (Jurnal International Policy
Fellowship), hal. 08.

6
penganggur terbuka.
2. Bantuan sosial Orang dengan kecacatan fisik/mental,
etnik minoritas, korban penyalahgunaan
narkoba, yatim piatu, orang tua tunggal,
pengungsi, korban bencana, janda, lanjut
usia terlantar.
3. Asuransi Sosial Orang sakit, lanjut usia, janda, orang
dengan kecacatan, penanggur, pekerja
informal, buruh tani, pedagang kakilima.
4. Skema Berbasis Masyarakat Komunitas perkotaan atau pedesaan
yang tidak memiliki skema/sistem yang
dapat melindungi mereka dari berbagai
resiko.
5. Perlindungan Anak Anak jalanan, pekerja anak, anak-anak
dan remaja rentan lainnya dibawah 18
tahun.
Sumber: Suharto, et al (2006b:6)

Meskipun demikian, Bank Dunia menanggapi bahwa konsep perlindungan


sosial yang digunakan Asian Development Bank (ADB) masih bersifat tradisonal.
Dalam dokumen Social Protection and Labor Strategy, Bank Dunia menyebutkan
perlindungan sosial mencakup jaring pengaman sosial, investasi pada sumber daya
manusia, upaya-upaya penanggulangan pemisahan sosial, mempertimbangkan
keadaan yang sebenarnya dan lebih berfokus kepada pencegahan, bukan lagi kepada
gejala dan akibat.17
International Labour Organization (ILO) (1984) mendefinisikan perlindungan
sosial sebagai sebuah sistem yang disediakan melalui serangkaian kebijakan publik
untuk meminimalkan dampak dari guncangan ekonomi dan sosial yang dapat
disebabkan oleh hilangnya atau berkurangnya pendapatan sebagai akibat dari,
penyakit yang diderita, kehamilan, kecelakaan kerja, pengangguran, disabilitas, usia
tua, atau kematian.18 Konsep perlindungan sosial menurut ILO merupakan konsep
yang luas dimana konsep ini juga mencerminkan perubahan-perubahan ekonomi
sosial pada tingkat internasional yang mencakup jaminan sosial (social scurity) dan
skema-skema swasta. Lebih jauh dijelaskan bahwa sistem perlindungan sosial
menurut ILO (2002) dibedakan dalam 3 (tiga) lapis. Pertama, merupakan jejaring
pengaman sosial yang didanai penuh oleh pemerintah; Kedua, merupakan skema
asuransi sosial yang didanai dari kontribusi pemberi kerja (employer) dan pekerja;
dan Ketiga, merupakan provisi suplementari yang dikelola penuh oleh swasta.
Perlindungan sosial tidak semata terbatas pada bantuan sosial dan jaminan
sosial. Menurut Barrientos dan Shepherd (2003), perlindungan sosial secara
tradisional dikenal sebagai konsep yang lebih luas dari jaminan sosial, asuransi sosial,
dan jaring pengaman sosial. Perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai
17
Radita Wahyu Supriyanto, dkk.,2014. “Perlindungan Sosial Di Indonesia : Tantangan dan
Arah Ke Depan”, Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Kementrian PPN/Bapenas :
Jakarta. Hal 05.
18
Ibid, hal,05.

7
kumpulan upaya publik yang dilakukan dalam menghadapi dan menanggulangi
kerentanan, risiko dan kemiskinan yang sudah melebihi batas (Conway, de Haan
dkk.; 2000).19
Edi Suharto (2006) mendefinisikan perlindungan sosial sebagai segala inisiatif
baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat yang
bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi pada orang miskin,
melindungi kelompok rentan terhadap resiko-resiko kehidupan (livelihood) dan
meningkatkan status dan hak sosial kelompok-kelompok yang terpinggirkan di dalam
suatu masyarakat.20 Sehingga, dapat dikatakan bahwa perlindungan sosial sebagai
instrument negara untuk memberdayakan masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam
dimensi kehidupan baik ekonomi, sosial, politik maupun budaya. Sebagaimana yang
didefinisikan dalam Social Protection Floor (SPF) “Social protection - provides the
basis for citizen empowerment, in that it strengthens the capacity of workers and
citizens to participate in economic, social, political and cultural life”.21
Umumnya konsep perlindngan sosial bertujuan untuk meningkatkan
pembangunan manusia, mempromosi kebijakan untuk meningkatan kapasitas
pendapatan masyarakat dan menyediakan kesejahteraan ekonomi dan sosial untuk
semua anggota masyarakat. Social protection should ensure a level of welfare
sufficient to maintain a minimum quality of life for people’s development; facilitate
access to social services; and secure decent work (Cecchini and Martínez, 2011).22

2.4Program Perlindungan Sosial Ketenagakerjaan


Berkaitan dengan perlindungan sosial ketenagakerjaan, Indonesia telah
mencatat sejarah baru dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu dengan
telah beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS)
yang merupakan transformasi dari PT Jamsostek (Persero) sejak 1 Juli 2015. Jaminan
sosial tenaga kerja (workers’ social security) adalah suatu bentuk perlindungan yang
diberikan kepada pekerja dan keluarganya terhadap berbagai resiko pasar tenaga kerja
(labor market risks), misalnya: resiko kehilangan pekerjaan, penurunan upah,
kecelakaan kerja, sakit, cacat, lanjut usia, meninggal dunia, dan lain-lain.
Perlindungan terhadap tenaga kerja sebagaimana didasarkan pada UU No 13
Tahun 2003, dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan
menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun
untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan dunia usaha. Program-program yang terdapat dalam

19
Ibid, hal. 08
20
Edi Suharto,2006.“Kebijakan Perlindungan Sosial”. (Jurnal International Policy
Fellowship), hal. 06.
21
Wouter van Ginneken, 2011.“Social Protection and the Millenium Development Goals:
Towards a Human Rights-based Approach”. (Paper International Conference: “Social Protection for
Social Justice”, Institute of Development Studies, UK), hal. 01.
22
Milena Lavigne and Luis Heran Vargas, 2013. “Social Protection Systems in Latin and The
Carribban Jamaica”. Economic Commission for Latin America and the Caribbean (ECLAC) Social :
United Nations, hal. 05.

8
skema jamsostek meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan
pemeliharaan kesehatan dan jaminan hari tua.23
Cakupan jaminan kecelakaan kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan, biaya
pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang bagi
pekerja yang tidak mampu berkerja, dan cacat. Apabila pekerja meninggal dunia
bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas jaminan
kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila pekerja
telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka
berhak untuk memperolah jaminan hari tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau secara
berkala. Sedangkan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja
termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan
kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat.

2.5Perlindungan Sosial Ketenagakerjaan Prespektif Hak Asasi Manusia


Di bawah hukum Hak Asasi Manusia, Negara diwajibkan untuk membangun
sistem perlindungan sosial. Tugas ini mengalir langsung dari hak atas jaminan sosial,
yang diartikulasikan dalam Pasal 9 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (ICESCR)24. Bahkan terkait dengan perlindungan sosial juga
dicantumkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan
apabila mencapai hari tua, menderita sakit, mengalami cacat, menganggur, dan
meninggal dunia. Dengan demikian, sistem perlindungan dan jaminan tenaga kerja
memiliki potensi untuk membantu dalam realisasi hak atas standar hidup yang layak,
hak untuk keamanan sosial, hak untuk pendidikan dan hak untuk mencapai standar
tertinggi kesehatan.
Ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan hak-hak ketenagakerjaan secara
rinci telah diatur dalam konvensi-konvensi perburuhan internasional yang berada
dibawah naungan International Labour Organisation (ILO). Berkaitan dengan
perlindungan sosial ketenagakerjaan, terdapat 4 (empat) kategori peraturan
ketenagakerjaan yang disampaikan dalam konvensi utama yang harus menjadi hak
fundamental karena mencakup perlindungan hak-hak dasar para pekerja, diantaranya
: 1) Kebebasan berserikat dan pengakuan secara efektif atas hak untuk melakukan
perundingan bersama; 2) Penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib; 3)
Penghapusan pekerja anak secara efektif; dan 4) Penghapusan diskriminasi dalam
pekerjaan dan jabatan.25 Deklarasi ini menegaskan bahwa semua negara yang menjadi
anggota ILO berkewajiban untuk menghormati, mempromosikan serta mewujudkan
prinsip-prinsip terkait hak-hak fundamental yang menjadi inti dari konvensi-konvensi
tersebut. Deklarasi ini dimaksudkan untuk memastikan terpenuhi perlindungan sosial
terkait dengan ketenagakerjaan.
23
Yohandrawati, dkk., 2003. “Sistem Perlindungan dan Jaminan Sosial”. Direktorat
Kependudukan, Kesejahteraab Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Bappenas : Jakarta, hal. 20.
24
Magdalena Sepuleveda and Carly Nyst, 2012. “The Human Rihgts Approach to Social
Protection”. Ministry for Foreign Affairs of Finland : Finland, hal.22.
25
“Prinsip-Prinsip Ketenagakerjaan :Global Compact – Perserikatan Bangsa-Bangsa/Panduan
Untuk Dunia Usaha”, ILO : Organisasi Perburuhan Internasional – Jakarta, 2009, hal. 13.

9
Dengan membangun dan memperkuat sistem perlindungan sosial yang
berkaitan dengan keteagakerjaan maka pemerintah dapat memenuhi kewajiban
mereka untuk memberikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sesuai standar prinsip
Hak Asasi Manusia. Ketika merancang, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi
perlindungan sosial (dan pembangunan lainnya) Negara harus memastikan kepatuhan
empat prinsip utama Hak Asasi Manusia (Sepúlveda, 2011) diantaraya (a) kesetaraan
dan non-diskriminasi; (b) partisipasi, (c) transparansi dan akses informasi dan (d)
akuntabilitas.26
Selain itu, Osgar (dalam bukunya) menyebutkan terdapat 4 (empat) prinsip-
prinsip Hak Asasi Manusia, diantaranya (a) Kesetaraan (b) Non Dikriminasi (c)
Kewajiban Negara (d) Hubungan Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia.27 Prinsip
Kesetaraan merupakan prinsip yang paling fundamental dari Hak Asasi Manusia.
Prinsip kesetaraan dalam Hak Asasi Manusia menekankan kedudukan manusia yang
setara menyangkut harkat dan martabatnya sebagai manusia. Contoh prinsip
kesetaraan dalam ketenagakerjaan apabila terdapat buruh laki-laki dan perempuan
dengan pengetahuan, pengalaman, keahlian dan jabatan yang sama dalam sebuah
perusahaan maka upah yang diperoleh juga harus sama.
Prinsip Non Diskriminasi merupakan konsekuensi dari prinsip kesetaraan. Jika
prinsip kesetaraan sudah dilakukan maka tidak ada namanya prinsip diskriminasi.
Prinsip ini memastikan bahwa tidak seorangpun dapat meniadakan hak asasi orang
lain karena faktor-faktor luar seperti warna kulit, jenis kelamin, gender, pandangan,
kebangsaan atau lainnya. Dengan demikian, prinsip kesetaraan dan non diskriminasi
dalam pekerjaan memungkinkan semua orang dari segala ras, jenis kelamin latar
belakang sosial, agama, status kesehatan, disabilitas dan lain sebagainya dapat
berpeluang besar untuk mendapatkan pekerjaan agar dapat keluar dari kemiskinan
dan dapat menghidupkan keluarganya.
Prinsip Kewajiban Negara untuk melindungi Hak Asasi Manusia
mengharuskan negara untuk mencegah pelanggaran Hak Asasi Manusia. Prinsip
kewajiban negara timbul sebagai konsekuensi logis adanya prinsip ketentuan menurut
hukum Hak Asasi Manusia internasional bahwa individu dalam pihak yang
memegang Hak Asasi Manusia (right bearer) sedangkan negara berposisi sebagai
pemegang kewajiban (duty bearer) terhadap Hak Asasi Manusia, yaitu kewajiban
untuk melindungi (to protect), menghormati (to respect) dan memenuhi (to fulfill).28
Negara berkewajiban untuk mencegah terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia
dan wajib tidak mengintervensi hak-hak warga negaranya serta wajib mengambil
tindakan yang tepat dalam upaya memenuhi realisasi hak-hak warga negaranya.
Berkaitan dengan prinsip kewajiban negara dalam pekerjaan, apabila dalam sebuah
perusahaan terdapat pelanggaran terkait kesetaraan dan diskriminasi ditempat kerja

26
Magdalena Sepuleveda and Carly Nyst, 2012. “The Human Rihgts Approach to Social
Protection”. Ministry for Foreign Affairs of Finland : Finland, hal.04.
27
Osgar S. Matompo, dkk.,2018. “Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Instrans Publishing:
Malang, hal. 14-17.
28
Ibi d, hal. 16-17

10
yang berakibat kerugian terhadap pekerja/buruh maka pelaku diskriminasi tersebut
dapat dikenakan sanki dan dapat dituntut ke pengadilan untuk di adili.
Prinsip Hubungan Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia
merupakan pemberian Tuhan, sebagai konsekuensi dari manusia adalah ciptaan
Tuhan, sehingga tidak dapat dirampas atau dihapukan oleh negara. Dengan demikian,
prinsip ini menjadi konsekuensi dari prinsip sebelumnya dimana negara berkewajiban
menanggung beban atau bertanggungjawab untuk penghormatan, pemenuhan dan
perlindungan Hak Asasi Manusia bagi seluruh warga negaranya. Drezwicki
menegaskan bahwa buruh dalam pekerjaannya sangat terkait dengan Hak Asasi
Manusia. Oleh karena itu, penghormatan terhadap martabat kemanusiaan harus
dikedepankan dan hal itu merupakan tanggung jawab utama negara.29

Majda El Muhtaj, 2009. “Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai Hak Ekonomi Sosial dan
29

Budaya”, Rajawali Pres : Jakarta, hal.187.

11
BAB III
ANALISIS KASUS

3.1 Permasalahan
Sebagaimana disebutkan di atas, terdapat 4 (empat) prinsip-prinsip Hak Asasi
Manusia, diantaranya (1) Kesetaraan (2) Non Dikriminasi (3) Kewajiban Negara (5)
Hubungan Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, berkaitan dengan
perlindungan hak-hak ketenagakerjaan, terdapat 4 (empat) kategori peraturan
ketenagakerjaan yang disampaikan dalam deklarasi perburuhan International Labour
Organisation (ILO) tentang hak fundamental para pekerja, diantaranya : 1)
Kebebasan berserikat dan pengakuan secara efektif atas hak untuk melakukan
perundingan bersama; 2) Penghapusan segala bentuk kerja paksa; 3) Penghapusan
pekerja anak secara efektif; dan 4) Penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan
jabatan. Di Indonesia, berbagai kebijakan terkait dengan perlindungan
ketenagakerjaan untuk mewujudkan kesejahteraan para pekerja telah banyak diatur.
Namun dalam pelaksanaan program perlindungan baik ekonomi, sosial dan budaya
yang berkaitan dengan ketenagakerjaan khususnya bagi masyarakat rentan
nampaknya masih menghadapi beberapa permasalahan.
Dalam penulisan ini, penulis mengambil 2 (dua) contoh kasus pelanggaran hak-
hak ketenagakerjaan yang harus mendapatkan perlindungan sosial.
Pertama, Kesenjangan Upah Antar Gender. Pada dasarnya kasus terkait
dengan kesenjangan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan bukan menjadi hal
yang baru. Badan Pusat Statistik secara jelas mencatat pada Februari 2018 terdapat
perbedaan rata-rata upah sebulan antara buruh laki-laki dan buruh perempuan. Rata-
rata upah buruh laki-laki selalu lebih tinggi dari pada upah buruh perempuan disetiap
jenjang pendidikan yang ditamatkan mulai dari Sekolah Dasar sampai Universitas.

Tabel 2 : Rata-rata Upah Buruh per Bulan menurut pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
dan Jenis Kelamin (rupiah), Februari 2018.30
Pendidikan Tertinggi Laki-laki Perempuan Laki-laki +
Yang Ditamatkan Perempuan
SD ke Bawah 1.825.338 1.092.918 1.571.481
SMP 1.997.047 1.424.433 1.808.698
SMA Umum 2.792.207 1.858.346 2.503.664
SMA Kejuruan 2.809.891 2.109.633 2.595.390
Diploma I/II/III 4.319.892 2.794.861 4.454.620
Universitas 5.219.178 3.568.841 4.417.217
Rata-rata Upah Buru 2.910.301 2.213.282 2.654.070
Nasional

30
Data Resmi Badan Pusat Statistik. “Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018”,
No. 42/05/Th.XXI, 07 Mei 2018, hal. 13.

12
Dari data Badan Pusat Statistik diatas menunjukan bahwa pada tingkat
pendidikan SD ke bawah, rata-rata upah buruh laki-laki sebesar 1.83 juta rupiah
sedangkan rata-rata upah buruh perempuan sebesar 1.09 juta rupiah. Selain itu, pada
tingat pendidikan tertinggi yakni Universitas, rata-rata upah buruh laki-laki sebesar
5,22 juta rupiah sedangkan perempuan 3,57 juta rupiah. Selisih rata-rata upah buru
laki-laki dan perempuan tingkat Universitas yaitu sebesar 1,65 juta rupiah.
Kesenjangan upah tidak hanya dirasakan oleh kaum perempuan. Realitas
dilapangan menunjukan bahwasanya kesenjangan upah juga dirasakan oleh kaum
minoritas dan kelompok rentan lainnya. Dengan demikian, jelas bahwa
ketidaksetaraan pengupahan yang melahirkan bentuk pengdiskriminasi dalam
ketenagakerjaan menjadi bukti pelanggaran prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia terkait
kesetaraan dan non diskriminasi serta melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
28D ayat (2) “Setiap orang berhak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja”.
Kedua, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang Sepihak karena Serikat
Buruh. Banyak kasus buruh yang di PHK secara sepihak oleh perusahaan karena
dinilai membentuk dan menjalankan kegiatan serikat buruh dengan berbagai alasan,
mulai dari perusahaan yang tidak mengakui serikat buruh, menganggap bahwa serikat
buruh dapat mengancam jalannya usaha karena serikat buruh kerap mengkrtisi segala
kebijakan perusahaan yang melanggar hukum.
Salah satu contoh kasus pemutusan hubungan kerja sepihak yang dialami oleh 4
petugas satuan pengaman PT Westpoint Security Indonesia (WSI) dikarenakan ingin
mendirikan serikat pekerja/buruh. Keempat security tersebut harus menerima
pemutusan hubungan kerja secara sepihak oleh manajemen perusahaan pada senin
(06/06/2016).31 Dengan demikian, jelas bahwa PT WSI telah melanggar hak-hak para
pekerja petugas satuan pengaman untuk berserikat sesuai dengan peraturan
ketenagakerjaan oleh International Labour Organisation (ILO) tentang kebebasan
berserikat dan pengakuan secara efektif atas hak untuk melakukan perundingan
bersama dan melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh serta Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.

3.2 Pembahasan
3.2.1 Kesenjangan Upah Antar Gender
Salah satu persoalan ketenagakerjaan yaitu terkait dengan pengupahan. Upah
merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam dunia kerja, karena tujuan orang
bekerja adalah untuk mendapatkan upah yang kemudian akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Upah diterima oleh para pekerja/buruh atas imbalan
jasa kerja yang telah dilakukan, sehingga upah pada dasarnya harus sebanding atau
setara dengan kontribusi yang diberikan pihak pekerja/buruh dalam memproduksi
barang atau jasa tersebut. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28D ayat (2) Undang-

31
https://www.solidaritas.net/4-satpam-dikenai-phk-sepihak-gara-gara-ingin-dirikan-serikat-
pekerja/ (Di akses pada Jum’at 26 Oktober 2018)

13
Undang Dasar 1945 “Setiap orang berhak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja”.
Selain itu, Hak atas pekerjaan juga telah digariskan dalam pasal 23 Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang berbunyi sebagai beriku :
(1) Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak
atas syarat-syarat perburuhan yang adil dan serta baik dan berhak atas perlindungan dari
pengangguran; (2) setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama
untuk pekerjaan yang sama; (3) setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas
pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu
kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat dan jika perlu ditambah dengan
perlindungan sosial lainnya; (4) setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-
serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.32

Dilansir dari laporan ILO terkait dengan Kegiatan Pengarustamaan Gender


ILO-Jakarta, menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor utama terjadinya
ketidakseimbangan gender dalam dunia kerja. Pertama,hampir separuh (48,4%)
penduduk perempuan usia 15 tahun ke atas tidak aktif secara ekonomi, dibandingkan
22,3% laki-laki. Kedua, perempuan yang mau bekerja menghadapi kesulitan yang
lebih besar daripada laki-laki dalam mencari pekerjaan. Ketiga, bila perempuan
memperoleh pekerjaan, mereka akan menerima upah dan tunjangan yang lebih kecil
dari pekerja laki-laki dengan jabatan yang sama33.
Melatarbelakangi faktor-faktor kesenjangan gender dalam dunia kerja tersebut,
kemudian pada tahun 2009 ILO Memprakarsai Proyek Regulasi Budget Suplementary
Account untuk mempromosikan kesetaraan gender di beberapa negara Asia termasuk
di Indonesia, yang bertujuan untuk mempromosian kesetaraan gender dan pekerjaan
yang layak bagi perempuan Asia melalui upaya pencegahan perdagangan manusia,
perlindungan Pekerjaan Rumah Tangga dan peningkatan kapasitas gender.
Berbagai peraturan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah untuk
mendukung penerapan prinsip Hak Asasi Manusia terkait dengan kesetaraan dan non
diskriminasi yang juga merupakan peraturan perburuhan International Labour
Organisation (ILO) pada point empat tentang penghapusan diskriminasi dalam
pekerjaan dan jabatan. Bahkan sejumlah perusahaan juga telah memiliki kebijakan
khusus untuk menerapkan kebijakan terkait prinsip tersebut. Namun realitas
dilapangan masih juga menunjukan banyaknya perempuan dari pada laki-laki di
Indonesia yang melakukan pekerjaan dengan upah rendah dan berbahaya. Di
Indonesia sekitar 18% pekerja perempuan atau sekitar 18 juta orang adalah pekerja
ranpa upah, sementara yang lain tetap dibayar namun jumlahnya hanya 30%. Terkait
upah per jam, besar upah perempuan hanya sekitar 68% dari upah laki-laki (Kegiatan
Pengarustamaan Gender ILO-Jakarta, Agustus 2011).

32
Majda El Muhtaj, 2009. “Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya”, Rajawali Pres : Jakarta, hal.183.
33
Mempromosikan Kesetaraan Gender :Kegiatan Pengarustamaan Gender”, ILO : Organisasi
Perburuhan Internasional – Jakarta, 2011, hal. 2.

14
3.2.2 Pemutusan Hubungan Kerja Yang Sepihak Karena Serikat Buruh
Kebebasan buruh dalam berserikat kerap terancam oleh pihak perusahaan.
Perusahaan mengganggap bahwa keberadaan serikat buruh dapat mengancam
jalannya usaha. Kasus pemutusan hubungan kerja oleh manajemen PT Westpoint
Security Indonesia (WSI) terhadap keempat Securitinya secara sepihak karena dinilai
ingin mendirikan perserikatan buruh menjadi contoh kongkrit adanya pelanggaran
norma-norma ketenagakerjaan yang dilakukan oleh manajemen perusahan tersebut.
Secara hukum, buruh membentuk dan menjalankan kegiatan serikat pekerja
dijamin oleh berbagai ketentuan hukum nasional dan internasional. Serikat Pekerja
adalah Organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja baik diperusahaan
maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan
bertanggungjawab, guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kewajiban pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya (Pasal
1 Ayat (1) UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buru).34
Merujuk pada pengertian serikat buruh yang telah ditegaskan dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buru, maka secara
hukum PT Westpoint Security Indonesia (WSI) dinyatakan telah melanggar kebijakan
tersebut dengan melakukan tindakan menghalang-halangi para buruh dan melakukan
PHK kepada para buruh yang ingin melakukan serikat pekerja. Selain itu, PT
Westpoint Security Indonesia (WSI) telah melanggar hak-hak para pekerja petugas
satuan pengaman untuk berserikat sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan oleh
International Labour Organisation (ILO) tentang kebebasan berserikat dan
pengakuan secara efektif. Dari penjelasan tersebut maka, PT Westpoint Security
Indonesia (WSI) dinilai melanggar hukum dikarenakan dua alasan pertama telah
melanggar hak-hak para pekerja dengan menghalang-halangi para buruh melakukan
serikat pekerja dan kedua, melakukan tindakan pemutusan hubungan kerja yang
sepihak tanpa melalui bipartit.35 Singkatnya, secara umum PT Westpoint Security
Indonesia (WSI) telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 28 UU No. 21 Tahun
2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dimana, tindakan pemutusan hubungan
kerja oleh PT Westpoint Security Indonesia (WSI) telah bertentangan dengan
Undang-Undang yang telah dibuat oleh Negara.

Melihat kedua kasus diatas, dapat dijelaskan bahwa pada prinsipnya kedua
kasus tersebut memiliki kesamaan dalam hal pemenuhan hak atas pekerjaan dan
pemenuhan hak-hak bagi pekerja. Dalam kedua kasus tersebut, selain melanggar
peraturan ketenagakerjaan yang telah dideklarasikan oleh International Labour
Organisation (ILO) juga melanggar berbagai peraturan nasional terkait
ketenagakerjaan. Selain itu, dalam beberapa kasus pemutusan hubungan kerja di
Indonesia yang dialami oleh kaum rentan, Negara kerap dinilai tidak melakukan

34
www.hukumtenagakerja.com
35
“Bipartit” dalam pasal 1 ayat (10) UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan
Industrial yaitu perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha
untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. www.hukumtenagakerja.com

15
penindakan terhadap pengusaha yang menjadi pelaku dalam melakukan pelanggaran
kebebasan berserikat. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Negara gagal dalam
menjalankan prinsip kewajiban negara untuk melindungi (to protect), menghormati
(to respect) dan memenuhi (to fulfill) Hak Asasi Manusia para pekerja/buruh. Akibat
dari pemutusan hubungan kerja ini tentu akan sangat berdampak negative pada
pencapaian standar kehidupan yang layak dan bermartabat.
Berkaitan dengan prinsip Negara hukum, Sri Soemantri (dalam buku Osgar,
2018) menyatakan bahwa suatu negara hukum harus memenuhi beberapa unsur,
antara lain : 1) Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban harus berdasar
atas hukum atau peraturan perundang-undang; 2) Adanya jaminan terhadap hak-hak
asasi manusia (warga negara); 3) Adanya pembagian kekuasaan dalam negara; 4)
adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.36Adanya unsur-unsur diatas
menunjukan adanya perlindungan terhadap warga negara dimana pada point ke dua
secara tegas telah menjelasakan adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia bagi
warga negaranya.
Namun demikian, kebijakan-kebijakan yang pada hakikanya sebagai tombak
utama dalam mewujudkan cita-cita fundamental bangsa Indonesia yaitu
mengsejahterakan rakyat, ironisnya hanya menjadi narasi muara hukum eksklusif
non-aplikatif. Realitas sosial membuktikan berapa banyak kasus pelanggaran hak-hak
asasi yang terjadi seperti praktik-praktik kecurangan, penindasan, ketidakadilan dan
diskriminasi terhadap para pekerja/buruh khususnya mereka yang rentan. Dari kedua
contoh kasus di atas manunjukan bahwa perlindungan sosial terkait hak-hak asasi
manusia terutama dalam bidang ketenagakerjaan hingga saat ini belum terpenuhi
secara maksimal. Padahal dengan pemenuhan hak atas pekerjaan dan pemenuhan hak
dalam bekerja pada dasarnya dapat mengekspresikan tujuan dasar seseorang yakni
mewujudkan kehidupan keluarga yang bermartabat.
“For the ILO, social protection is about people and families having security in the face
of vulnerabilities and contingencies, it is having access to health care, and it is about
working in safety. But we are far from realizing the ideal of adequate social protection
as a right for all. This is particularly true for the poorest in the informal economy.
Commonly they are working and working hard just to survive. They experience many
forms of insecurity. They are most in need of support and protection yet they are the
least protected”.37 (“Bagi ILO, perlindungan sosial adalah tentang seorang dan
keluarga yang memiliki keamanan dalam kerentanan. Ia memiliki akses ke perawatan
kesehatan dan bekerja dengan aman. Tetapi kita jauh dari mewujudkan cita-cita
perlindungan sosial yang memadai sebagai hak untuk semua terutama untuk mereka
yang paling miskin di ekonomi informal. Umumny mereka bekerja keras hanya untuk
bertahan hidup. Mereka mengalami banyak ketidakamanan. Mereka sangat
membutuhkan dukungan dan perlindungan namun mereka paling tidak dilindungi”).

36
Osgar S. Matompo, dkk.,2018. “Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Instrans Publishing:
Malang, hal. 19.
37
A. Bonilla Garcia and J.V Gruat, 2003. “Social protection: a life cycle continuum investment
for social justice, poverty reduction and development”. Juan Somavia Director General : Geneva, hal
04.

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasa diatas, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Ketentuan mengenai perlindungan hak-hak ketenagakerjaan secara rinci telah
diatur dalam konvensi-konvensi perburuhan internasional yang berada dibawah
naungan International Labour Organisation (ILO). Terdapat 4 (empat) kategori
peraturan ketenagakerjaan yang disampaikan dalam konvensi utama yang harus
menjadi hak fundamental karena mencakup perlindungan hak-hak dasar para
pekerja, diantaranya : 1) Kebebasan berserikat dan pengakuan secara efektif atas
hak untuk melakukan perundingan bersama; 2) Penghapusan segala bentuk kerja
paksa atau kerja wajib; 3) Penghapusan pekerja anak secara efektif; dan 4)
Penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan.
2. Dari uraian pembahasan tekait kedua kasus pelanggaran prinsip-prinsip Hak Asasi
Manusia, pada kasus pertama terdapat tiga faktor utama terjadinya
ketidakseimbangan gender dalam dunia kerja, yakni (1) Separuh penduduk
perempuan usia 15 tahun ke atas tidak aktif secara ekonomi, dibandingkan laki-
laki. (2) Perempuan yang mau bekerja dalam menghadapi kesulitan lebih besar
daripada laki-laki dalam mencari pekerjaan. (3) Bila perempuan memperoleh
pekerjaan, mereka akan menerima upah dan tunjangan yang lebih kecil dari
pekerja laki-laki dengan jabatan yang sama. Kasus kedua, pemutusan hubungan
kerja (PHK) yang sepihak dikarenakan pekerja/buruh terlibat dalam organisasi
serikat buruh. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kesenjangan upah
antar gender dan pemutusan hubungan kerja dikarnakan ikut tergabung dalam
serikat pekerja/buruh merupakan kasus pelanggaran prinsip-prinsip Hak Asasi
Manusia baik yang telah diatur dalam peraturan nasional maupun internasional.
3. Berbagai peraturan kebijakan telah dibuat oleh pemerintah untuk mendukung
penerapan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia terkait dengan prinsip kebebasan
berserikat dan pengakuan secara efektif atas hak untuk melakukan perundingan
bersama, dan prinsip kesetaraan non diskriminasi. Namun dalam penerapannya
belum dilakukan dengan maksimal. Akibatnya, berbagai macam pelanggaran
kesetaraan dan diskriminasi serta pemutusan hubungan kerja sepihak kerap
dilakukan ditempat kerja. Sebagai konsekuensi dari pelanggaran ini dapat
melahirkan kerugian bagi pekerja/buruh dan juga melahirkan keurgian kepada
pihak perusahaan yakni hilangnya reputasi atau legitimasi perusahaan. Secara
hukum, pelaku diskriminasi dan pemutusan hubungan kerja sepihak juga dapat
dituntut ke pengadilan dan didenda.

17
4.2 Rekomendasi
Mencermati kesimpulan di atas, maka beberapa hal yang perlu
direkomendasikan :
1. Untuk mengatasi diskriminasi dan mewujudkan kesetaraan gender ditempat kerja
dalam kaitannya dengan upah maka pemerintah harus memperbaiki kebijakan
dengan membuat peraturan perundang-undangan untuk memberi perlindungan dan
pengakuan terhadap pekerjaan rumah tangga (PRT). Hal ini dikarenakan pekerjaan
rumah tangga merupakan kelompok terbesar pekerja perempuan berupah yang
bekerja di dalam rumah tangga orang lain baik di dalam maupun di luar negeri.
2. Apabila tindakan pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari maka,sebelum
membuat putusan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh, pihak
perusahaan harus melakukan musyawarah dengan serikat pekerja atau
pekerja/buruh itu sendiri dengan cara melakukan bipartit. Hal ini sebagai bentuk
pelaksanaan dari peraturan terkait pemutusan hubungan kerja agar pemutusan
tidak dilakuakn oleh sepihak.
3. Agar dapat mewujudkan perlindungan sosial ketenagakerjaan sebagai bentuk
pemenuhan prinsip-prinsip Hak Asasi maka harus terciptanya kerja sama yang
harmonis dari semua kalangan baik pekerja/buruh, pengusaha/perusahaan dan
pemerintan. Dengan membangun dunia kerja yang memberikan kenyamanan,
perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia atas pekerjaan maka dapat
memberikan pengaruh penting dalam upaya pencapaian standar kehidupan yang
layak dan bermartabat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :
Majda El Muhtaj. 2009. Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Osgar S.Matompo, dkk. 2018. Hukum dan Hak Asasi Manusia. Intrans Publishing: Malang.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Yahya Ahmad Zein. 2012. “Problematika Hak Asasi Manusia (HAM)”. Liberty Yogyakarta:
Yogyakarta.

Sumber E-Book :
A.Bonilla Garcia and J.V Gruat. 2003. “Social Protection: A Life Cycle Continuum
Investment For Social Justice, Poverty Reduction And Development”. Juan Somavia
Director General : Geneva
Magdalena Sepuleveda and Carly Nyst. 2012. “The Human Rihgts Approach to Social
Protection”. Ministry for Foreign Affairs of Finland : Finland
Milena Lavigne and Luis Heran Vargas. 2013. “Social Protection Systems in Latin and The
Carribban Jamaica”. Economic Commission for Latin America and the Caribbean
(ECLAC) Social: United Nations.
Radita Wahyu Supriyanto, dkk. 2014.“Perlindungan Sosial Di Indonesia : Tantangan dan
Arah Ke Depan”. Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Kementrian
PPN/Bapenas: Jakarta.

Sumber Jurnal :
Daniel Perwira, dkk. 2013. “Perlindungan Tenaga Kerja Melalui Sistem Jaminan Sosial :
Pengalaman Indonesia”. Lembaga Penelitian SMERU: Jakarta.
Data Resmi Badan Pusat Statistik. “Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018”,
No. 42/05/Th.XXI, 07 Mei 2018
Edi Suharto,2006.“Kebijakan Perlindungan Sosial”. (Jurnal International Policy Fellowship)
International Labour Organisation. 2009. “Prinsip-Prinsip Ketenagakerjaan :Global
Compact – Perserikatan Bangsa-Bangsa/Panduan Untuk Dunia Usaha”, ILO :
Organisasi Perburuhan Internasional – Jakarta.
International Labour Organisation. 2011. Mempromosikan Kesetaraan Gender :Kegiatan
Pengarustamaan Gender”, ILO : Organisasi Perburuhan Internasional – Jakarta.
Winda Roselina Effendi. 2017. “Hak Asasi Manusia : Studi Hak-hak Buruh di Indonesiai”.
Jurnal Dimensi, Vol.6, No. 1:106-125
Wouter van Ginneken. 2011.“Social Protection and the Millenium Development Goals:
Towards a Human Rights-based Approach”. (Paper International Conference: “Social
Protection for Social Justice”, Institute of Development Studies, UK).

Sumber Internet :
https://www.solidaritas.net/4-satpam-dikenai-phk-sepihak-gara-gara-ingin-dirikan-serikat-
pekerja/ (Di akses pada Jum’at 26 Oktober 2018)
http://www.id.undp.org/content/indonesia/id/home/presscenter/pressreleases/2017/03/22/indo
nesia-s-human-development-index-rises-but-inequality-remains-.html
www.hukumtenaga kerja.com (Di akses pada 26 Oktober 2018)

19

Anda mungkin juga menyukai