Anda di halaman 1dari 7

Frekuensi Kehadiran Jenis Mamalia Di Taman

Nasional Gunung Halimun Salak


Anggita Rizki Setiani1, Maulida Nur Avianti2, Nur Fadhilah3, Rizka Nur Fadhilah4*
1,2,3,4,
Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Untirta
Jalan Raya Jakarta KM 4, Penancangan, Cipocok Jaya, Serang, Banten, Indonesia
1
anggitarizki6@gmail.com

Abstrak— Indonesia memiliki keanekaragaman fauna yang didukung dengan banyaknya hewan endemik yang berasal dari Indonesia sendiri.
Untuk menjaga kelestarian dan mempertahankannya, dibuatlah tempat pelestarian seperti Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang
memiliki banyak tipe ekosistem yang baik bagi kehidupan fauna khususnya bagi mamalia. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui
keanekaragaman jenis mamalia yang terdapat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Metode yang digunakan pada pengamatan ini
adalah metode survey dengan teknik jelajah jalur untuk mengetahui frekuensi kehadiran dan kelimpahan mamalia di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak. Hasil dari frekuensi kehadiran mamalian yang paling banyak adalah Tupai Kekes _(Tupaia javanica)_ sebanyak 0,28. Dan
spesies mamalia yang paling banyak ditemukan berdasarkan kelimpahannya adalah Owa Jawa _(Hylobates moloch)_ yaitu sebesar 0,35%.

Kata kunci—Taman Nasional Gunung Halimun salak, Mamalia, Owa Jawa, Bajing

I. PENDAHULUAN Mamalia adalah sekelompok hewan yang mempunyai ciri


Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) khas yaitu adanya kelenjar susu (glandula mamae), yang
termasuk ke dalam 3 wilayah, yaitu Kabupaten Bogor dan berfungsi sebagai sumber makanan untuk anaknya. Kelenjar
Sukabumi, propinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak, lain yang biasa ditemukan adalah kelenjar minyak
propinsi Banten. Kawasan TNGHS merupakan daerah yang (sebasea), dan kelenjar keringat (sudofira). Rambut tumbuh
basah, curah hujan berkisar antara 4.000-6.000 mm/tahun, selama periode tertentu dalam hidupnya, meskipun
dengan bulan kering kurang dari 3 bulan, sekitar Mei hingga berkurang atau tidak ada sama sekali pada stadium tua
September. Iklim ini digolongkan ke dalam tipe A hingga B seperti pada paus. (Sukiya. 2001). Mamalia besar
menurut klasifikasi curah hujan. Suhu bulannya berkisar merupakan satwa yang memiliki derajat paling tinggi di
antara 19,7-31,8°C, dengan kelembaban udara rata-rata dunia, namun kemampuan hidup mamalia besar sangat
88%. (Wahab, MT. 2010). Surat Keputusan Menteri rentan terhadap ketersediaan pakan dan gangguan habitat.
Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 (Anggrita, et al. 2017). Sedangkan mamalia kecil adalah
menerangkan tentang penunjukan kawasan Taman Nasional jenis mamalia yang memiliki berat badan dewasa yang
Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan perubahan fungsi kurang dari lima kilogram. (Gunawan, et al. 2008).
kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang
produksi terbatas pada Kelompok Hutan Gunung Halimun menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu
dan kelompok Hutan Gunung Salak yang dikelola oleh habitat. Selain itu frekuensi kehadiran dapat disebut juga
Perum Perhutani, maka Taman Nasional Gunung Halimun nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies
Salak (TNGHS) yang luasnya 40.000 hektar berubah dalam sampling plot yang ditentukan, yang dapat dihitung
menjadi 113.357 hektar. Pengelolaan TNGHS berada dengan menggunakan rumus. (Fentaria. R, 2015).
dibawah Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kelimpahan merupakan jumlah individu yang menempati
(BTNGHS). (Dewi, MC. 2011). wilayah tertentu per satuan luas atau per satuan volume.
Mencatat semua jenis makhluk hidup dalam bentuk individu
maupun koloni dan menghitung kelimpahan jenis dalam
satu komunitas dengan rumus
Berbagai jenis mamalia dapat ditemukan di Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) seperti Owa
Jawa (Hylobates moloch), Bajing (Callosciurus notatus),
Surili Jawa (Presbytis comate), Lutung Jawa
(Trachypithecus auratus), Tupai Kekes (Tupaia javanica).
Keberadaan mamalia ini dapat diketahui berdasarkan
perjumpaan langsung di lapangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
frekuensi kehadiran mammalia, habitat dan sumber daya
yang mendukung kehadiran mammalia, serta waktu
kehadiran tertinggi dari berbagai jenis mammalia dan jenis data-data yang dikumpulkan yaitu : jenis satwa, jumlah
endemik mammalia yang terdapat di Taman Nasional individu, posisi ditemukan satwa, jarak pengamat dengan
Gunung Halimun Salak. Selain itu pengamatan ini satwa, posisi ketinggian satwa, waktu perjumpaan, ciri
dihaarapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi morfologi, jenis pohon tempat ditemukan satwa, perilaku,
tentang keanekaragaman jenis mammalia yang terdapat di kondisi habitat, jejak-jejak mamalia (cakaran, feses, jejak
Taman Nasional Gunung Halimun Salak. kaki, suara, lubang habitat).

II. METODOLOGI PENELITIAN Metode perhitungan frekuensi kehadiran :


Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Frekuensi kehadiran =
Halimun Salak (TNGHS) yang terletak di Kampung
Citalahab Sentral, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung
pada tanggal 26-28 Oktober 2019. Objek penelitian ini
adalah mamalia pada kawasan hutan yang terdapat di Taman
Nasional Gunung Halimun Salak. Peralatan yang digunakan
dalam penelitian antara lain binokuler, kamera Sony cyber,
canon 1300d, canon 3000d, lembar pengamatan, toples, Metode perhitungan nilai kelimpahan :
buku panduan mamalia, dan alat tulis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Psi = × 100%
metode survey dengan menggunakan teknik jelajah jalur.
Teknik pengamatan jelajah jalur dilakukan dengan Keterangan :
pengamatan berjalan sepanjang jalur yang telah ditentukan
dengan mencatat semua jenis satwa mamalia yang Psi = Nilai persen kelimpahan jenis ke-i
ditemukan dalam jalur pengamatan. Jalur pengamatan ini ni = Jumlah individu jenis ke-i
dibagi menjadi dua jalur, yaitu jalur A dan jalur B. Adapun
N = Jumlah individu seluruh jenis

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Tabel Hasil Temuan Langsung Mamalia di TNGHS
Nama Lokal Nama Latin Nilai Frekuensi
Owa Jawa Hylobates moloch 8
Surili Jawa Presbytis comate 6
Lutung Jawa Trachypithecus auratus 5
Bajing Callosciurus notatus 1
Tupai Kekes Tupaia javanica 2
Gambar.3 Grafik Kolom Hasil Temuan Langsung Mammalia di TNGHS

3.2 Tabel Hasil Temuan Tak Langsung Mamalia di TNGHS

Jejak yang di
Nama Lokal Nama Latin Nilai Frekuensi
tinggalkan
Tupai Kekes Tupaia javanica Feses 1
Musang Luwak Paradoxurus Feses 2

hermaphroditus
Babi Hutan Sus scrofa Gesekan tubuh 1
padabatang pohon
Tringgiling Manis javanica Lubang galian 1

Gambar.4 Grafik Kolom Hasil Temuan Tak Langsung Mammalia di TNGHS

3.3 Tabel Kelimpahan Mammalia Temuan Langsung


Nama Lokal Nama Latin Nilai Kelimpahan (%)
Owa Jawa Hylobates moloch 35
Surili Jawa Presbytis comate 26
Lutung Jawa Trachypithecus auratus 21.7
Bajing Callosciurus notatus 4.3
Tupai Kekes Tupaia javanica 8.6

Gambar.5 Grafik Kolom Kelimpahan Mammalia Temuan Langsung

3.4 Tabel Kelimpahan Mammalia Temuan Tak Langsung

Jejak yang di
Nama Lokal Nama Latin Nilai Frekuensi
tinggalkan
Tupai Kekes Tupaia javanica Feses 1
Musang Luwak Paradoxurus Feses 2

hermaphroditus
Babi Hutan Sus scrofa Gesekan tubuh 1
padabatang pohon
Tringgiling Manis javanica Lubang galian 1
Gambar.6 Grafik Kolom Kelimpahan Mammalia Temuan Tak Langsung
Berdasarakan data di tabel 3.2 dapat diketahui Hal ini dapat terjadi
bahwa pada pengmatan mammalia di Kawasan Taman karena perbedaan
Nasional Gunung Halimun Salak, dapat dilihat bahwa frekuensi
frekuensi keterdapatan mammalia jenis Owa, Surili, Lutung, perjumpaan dengan
bajing, dan Musang memiliki nilai frekuensi yang sama, owa jawa yang dapat
yaitu sebesar 0,14. Sedangkan pada mammalia jenis Tupai disebabkan oleh
memiliki nilai frekuensi yang berbeda, yaitu sebesar 0,28. ketersediaan pohon
Pada tabel 3.3 dapat dilihat bahwa hasil nilai pakan dan pohon tidur pada
persen kelimpahan mammalia yang ditemukan beragam. jalur penelitian. Owa Jawa
Nilai tertinggi yaitu 35%, dengan jenis mammalia yaitu banyak ditemukan dengan kedaan pohon sangat tinggi
Owa Jawa dengan jumlah jenis individu sebanyak 8 ekor dengan tajuk yang agak rapat dan kanopi yang saling
dan nilai terendah sebesar 0,04 % ditunjukan oleh bersambungan sebagai areal pergerakan dan sumber
mammalia jenis Bajing dan Musang, dengan jumlah jenis kehidupanya yang arboreal. (Yumarni, 2011). Owa jawa
individu sebanyak 1 ekor. Jenis Surili memiliki nilai persen (Hylobates moloch) ketika ditemukan perilaku yang
sebesar 26% dengan jumlah jenis individu sebanyak 6 ekor. dilakukan owa jawa adalah sedang duduk dan
Lutung memiliki nilai persen sebesar 0,22% dengan jumlah bergelantungan dari satu phon ke pohon lainnya. Owa jawa
jenis individu sebanyak 5 ekor, dan pada jenis tupai melakukan sebagian besar aktivitas hariannya pada lapisan
memiliki nilai persen sebesar 0,13% dengan jumlah jenis atas kanopi dengan ketinggian 20-30 m di atas permukaan
individu sebanyak 3 ekor. Nilai persen kelimpahan yang tanah. Lapisan atas kanopi yang menerima banyak sinar
didapat dari setiap jenis mammalia diperoleh dengan dibagi matahari memiliki buah yang melimpah sebagai makan owa
dengan jumlah individu seluruh jenis mammalia yang jawa. (Supriatna, Wahyono, 2000). Dari dua jalur penelitian
ditemukan di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun terdapat 2 plot yang sering dijumpai spesies tersebut.
Salak, yaitu sejumlah 23 ekor. Sedangkan nilai kelimpahan jenis mamalia terendah adalah
Pada tabel yang telah dibuat bahwa hasil kelimpahan Bajing (Callosciurus notatus) dan kotoran musang luwak
peemuan jenis mamalia di TNGHS ditemukan sebanyak 6 (Paradoxurus hermaphroditus).
jenis kelompok mamalia dengan 23 individu, baik melalui
pengamatan langsung dan tidak langsung. Berdasarkan hasil
pengamatan, untuk mengetahui kelimpahan dari suatu
spesies kita perlu mencari terlebih dahulu nilai
frekuensinya. Nilai frekuensi jenis mamalia tertinggi adalah
Tupai Kekes (Tupaia javanica), karena tupai kekes
ditemukan di 2 plot. Sedangkan nilai kelimpahan tertinggi
adalah Owa Jawa (Hylobates moloch) yang ditemukan
sebanyak 8 spesies, karena saat pengamatan kami selalu
bertemu langsung dan ditemukan banyak jumlah individu
Owa Jawa. Hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan Gambar 3.1 Owa Jawa (Hylobates moloch)
dengan hasil penelitian Renaldi et al. (2008) yang Sumber [Dokumentasii Pribadi]
menemukan 11 spesies Owa Jawa di koridor TNGHS.
lingkungan yang baik dan mendukung kehidupan Tupai
Kekes (Tupaia javanica).
Tabel 3.2 juga menunjukkan bahwa kelompok owa jawa
menjadi spesies yang frekuensi penemuan yang paling kecil
yakni 0.14. Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa
kondisi ini kemungkinan terjadi karena fragmentasi hutan di
lokasi tersebut yang mengakibatkan terjadinya kelompok-
kelompok hutan yang luasannya kecil dan terputusnya tajuk
pohon yang satu dengan yang lain, sehingga luas habitat
Gambar 3.2 feses Musang (Paradoxurus hermaphrodites) menjadi sempit dan bahkan tidak memenuhi syarat lagi
Sumber [Dokumentasi Pribadi] sebagai habitat owa jawa. Menurut (Yumarni,et.al. 2011) hal
ini dapat terjadi karena perbedaan kualitas dan kuantitas
Tabel 3.3 memperlihatkan bahwa Hasil frekuensi habitat pada lokasi-lokasi tersebut. Semakin baik kualitas
penemuan saat pengamatan kelompok mamalia TNGHS, habitat, maka akan semakin banyak jumlah kelompok owa
ditemukan 6 jenis kelompok mamalia dengan 23 individu. jawa yang bisa mendiami lokasi tersebut. Sesuai dengan
Hasil penelitian frekuensi penemuan terbesar di dapati pada pendapat Alikodra dalam Yumarni.et.al (2011) bahwa
pada spesies Tupai Kekes (Tupaia javanica) yakni sebesar kualitas dan kuantitas habitat, akan menentukan keberadaan
0.28. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya pohon pakan satwaliar. Semakin baik faktor-faktor lingkungan yang
pada jalur penelitan serta dapat disebabkan faktor-faktor mendukung kehidupan owa jawa.

Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. SKRIPSI. Fakultas


Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
[5] Fentaria, R. (2015). Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai
IV. KESIMPULAN
Bioindikator Di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading
Berdasarkan metode pengumpulan data dengan cara Kabupaten Deli Serdang. 8 hlm. Diakses dari
pengamatan langsung dan tidak langsung ditujukkan untuk http://www.jurnal.usu.ac.id. 19 November 2019, pukul 7.36 WIB.
[6] Gunawan, AP. Kartono., & I. Maryanto. (2008). Keanekaragaman
menghitung frekuensi kehadiran dan kelimpahan dari Mamalia Besar Berdasarkan Ketinggian Tempat di Taman Nasional
mammalia di TNGHS. Frekuensi kehadiran tertinggi Gunung Ciremai. Jurnal Biologi Indonesia. 4 (5): 321—334
dimiliki oleh hewan Tupai Kekes (Tupaia javanica) [7] Mahardika, Y. 2008. Pemilihan Pakan Dan Aktivitas Makan Owa
sebanyak 0,28 dan kelimpahan terbesar dimiliki oleh owa Jawa (Hylobates Moloch) Pada Siang Hari Di Penangkaran Pusat
Penyelamatan Satwa, Gadog – Ciawi. 96 hlm.
jawa (Hylobates moloch) dengan nilai 0,35%. https://repository.ipb.ac.id//. Diakses pada 13 Nov 2019 pk 23:00
WIB>
Ucapan Terima Kasih [8] Nijman, V. 2004.
Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang Concervation
of The Javan Gibbon
telah berperan dalam terselenggaranya penelitian hingga Hylobates moloch:
tersusunnya artikel ini, terutama kepada Allah SWT, Balai Population estimates,
Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jurusan local ectinctions,
Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan and conservation
prioritas. The Raffles
Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa, Bapak Rahmat Bulletin of Zoology,
Fadrikal,M.Pd, Ibu Indria Wahyuni,M.pd, dan para mentor 52(1): 271- 280.
kelompok mamalia. [9] Panggabean E. 2011. Menggeruk Untung dari Bisnis Kopi Luwak.
Jakarta: AgroMedia Pustaka.
REFERENSI [10] Renaldi, D & SA. Harahap. (2008). Ekologi Koridor Halimun Salak.
Gunung Halimun-Salak National Park Management Project:
[1] [BTNGC] Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (ID). 2014. Kabandungan.
Manusia dan Satwaliar. Kuningan (ID): Balai Taman Nasional [11] Sukiya. (2001). Biologi Vertebrata. JICA: Yogyakarta.
Gunung Ciremai [12] Supriyatna, J. Wahyono, H. (2000). Buku Panduan Lapangan
[2] Anggrita, I. Nasihin., & Y. Nendrayana. (2017). Keanekaragaman Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.
jenis dan Karakteristik Mamalia Besar di Kawasan Hutan Bukit [13] Renaldi, D & SA. Harahap. (2008). Ekologi Koridor Halimun Salak.
Bahonor Desa Citapen kecamatan Hantra Kabupaten Kuningan. Gunung Halimun-Salak National Park Management Project:
Jurnal Wanaraksa. 11 (1): 21—29 Kabandungan.
[3] Badru, M. (2019). Ciri, Perilaku, dan Klasifikasi Bajing Kelapa. [14] Yumarni & HS. Alikodra. (2011). Analisis Populasi Owa Jawa
Diakses dari https://generasibiologi.com. 14 November 2019, pukul (Hylobates moloch) di Koridor Taman Nasional Gunung Halimun
6.33 WIB. Salak. Jurnal Media Konservasi. 16 (3): 133--140
[4] Dewi, MC. (2011). Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman [15] Wahab, MT. (2010). Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Nasional Gunug Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial (TNGHS). Diakses dari http://www.lib.ui.ac.id.pdf 13 November
2019, pukul 08.14 WIB.

Anda mungkin juga menyukai