Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit pertama dalam pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit yang memprioritaskan pasien sesuai dengan tingkat
keadaan gawat darurat. Dalam hal ini perawat dituntut untuk mampu dalam
berkomunikasi dan memberikan pelayanan secara profesional. Kondisi pasien
yang datang ke IGD bervariasi, baik yang mengancam jiwa maupun yang
menjelang ajal. Pasien dengan kondisi mengancam nyawa berfokus pada
tindakan resusitasi, sedangkan pada pasien yang menjelang ajal lebih berfokus
pada perawatan End of Life.
End of Life Care diberikan pada pasien yang menjelang meninggal atau
fase kritis dengan menerapkan Teori Peaceful End of Life. (Ruland & Moore,
1998 dalam Maria, Retty, Retno, 2016). Teori ini yang mencakup konsep
persiapan yang baik dalam menghadapi kematian. Intervensi dalam konsep
teori ini dilakukan yang bertujuan pasien merasa bebas dari rasa nyeri, merasa
kenyamanan, merasa dihargai, dihormati dan berada dalam kedamaian dan
ketenangan juga merasa dekat dengan orang dirawatnya.
Beckstrand et al, 2015 (Maria, Retty, Retno, 2016) menyebutkan perawat
mengalami hambatan dalam memberikan pelayanan End of Lifeyang baik
pada pasien yang tidak memiliki identitas. Selain itu perawatan End of Life
menjadi sulit dilakukan dan menimbulkan permasalahan bagi perawat,
terutama jika tidak ada yang mendampingi. IGD RSUD dr. Saiful Anwar
cukup banyak pasien terlantar.
Berdasarkan Laporan Tahunan RSUD dr. Saiful Anwar (2014) di IGD
menerima pasien terlantar pada tahun 2012 sebanyak 69 orang, pada tahun
2013 sebanyak 55 orang pasien terlantar, dan tahun 2014 mengalami
peningkatan 75 orang pasien yang terlantar. Berdasarkan pengamatan peneliti

1
pada bulan desember 2015 di IGD RSUD dr.Saiful Anwar, perawat tidak
dapat maksimal menemani dan selalu berada mendampingi disisi pasien
terlantar ini. Persepsi perawat pada pasien terlantar dengan End of Life
bukanlah pasien yang prioritas lagi. Banyak pasien lain dalam kondisi
emergency yang membutuhkan penanganan sehingga perawat tidak memiliki
banyak waktu untuk fokus membantu pasien terlantar melewati fase End of
Life.
Wolf, 2015 dalam (Maria, Retty, Retno, 2016) menyebutkan bahwa
perawat di IGD sudah menyediakan End of Life Care, dan perawat mengakui
sudah menerapkan End of Life Care namun terdapat keterbatasan dalam
pelaksanaan fase End of Life meliputi beberapa hal yaitu pengalaman perawat,
dan pengetahuan perawat, persepsi perawat, jumlah perawat saat menghadapi
pasien dengan kondisi yang kritis. IGD merupakan lingkungan yang sibuk,
bising dan memiliki privasi yang sangat rendah. Kondisi ini menyebabkan
pasien terlantar tidak mendapatkan perawatan End of Life. Hal ini sangat
bertolak belakang dengan yang dibutuhkan untuk perawatan pasien terlantar
dalam tahap End of Life, yang membutuhkan penanganan yang bertujuan
untuk memberikan rasa nyaman, ketenangan, kedekatan dukungan sosial. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Beckstand et al (2015) yang
menyebutkan IGD merupakan bukan tempat yang ideal saat menghadapi
kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Isu End Of Life?
2. Apa peran perawat dalam Isu End Of Life?
3. Apa tantangan perawat dalam Isu End Of Life?
4. Apa hambatan dalam implementasi End Of Life Care?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Isu End Of Life.
2. Untuk mengetahui peran perawat dalam Isu End Of Life.
3. Untuk mengetahui tantangan perawat dalam Isu End Of Life.
4. Untuk mengetahui hambatan dalam implementasi End Of Life Care.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Isu End Life


End of life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan
kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup (Ichikyo,2016). End of
life care adalah perawatan yang diberikan kepada orang-orang yang berada di
bulan atau tahun terakhir kehidupan mereka (NHS Choice,2015). End of life
akan membantu pasien meninggal dengan bermartabat. Pasien yang berada
dalam fase tersebut biasanya menginginkan perawatan yang maksimal dan
dapat meningkatkan kenyamanan pasien tersebut.
End of life care bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaik-
baiknya dan meninggal dengan bermartabat (Curie, 2014). End of life care
adalah salah satu kegiatan membantu memberikan dukungan psikososial dan
spiritual (Putranto, 2015).
Jadi dapat disimpulkan bahwa End of life care merupakan salah satu
tindakan keperawatan yang difokuskan pada orang yang telah berada di akhir
hidupnya, tindakan ini bertujuan untuk membuat orang hidup dengan sebaik-
baiknya selama sisa hidupnya dan meninggal dengan bermartabat.

B. Peran Perawat Dalam Isu And Of Life


1. Perawat tetap bersikap profesional menghormati harkat dan martabat
pasien dalam memberikan perawatan.
Konflik batin, emosi, perasaan hati tersentuh muncul dengan melihat
kondisi pasien terlantar menjelang ajal.
2. Dukungan spiritual tidak dapat diberikan namun perawatan suportif
menjadi bagian perawatan terbaik bagi pasien terlantar yang menjelang
ajal.

3
Tantangan dan hambatan dalam perawatan End of Life yaitu kondisi
lingkungan kerja di IGD tidak adanya team kerohanian dan tidak adanya
ruangan khusus untuk pasien yang End of Life. Selain itu pelayanan IGD
yang lebih memprioritaskan pasien dengan kesempatan hidupnya lebih
tinggi.
3. Adanya fasilitas ruangan yang khusus dan team kerohanian.

Bagi pasien terlantar diharapkan dapat menyiapkan kematian yang damai


dan bermartabat dengan tidak adanya perlakuan yang berbeda antara
pasien terlantar dengan pasien lain yang menjelang ajal.

C. Tantangan Perawat Dalam Isu And Of Life


1. Menolak (Denial)
Pada tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi
dan menunjukkan reaksi menolak.
2. Marah (Anger)
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan
segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
3. Menawar (Bargaining)
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan
dirinya.
4. Kemurungan (Depresi)
Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan
mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan
tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.
5. Menerima atau Pasrah (Acceptance)
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan
keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu
kematian. Fase ini sangat membantu apabila kien dapat menyatakan
reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang

4
ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat
wasiat.

D. Hambatan dalam Implementasi End Of Life Care


Berdasarkan penelitian Santi, Etika, dan Ristina (2018), terdapat 3
hambatan dalam implementasi End of Life Care, yaitu sebagai berikut:
1. Tingginya beban kerja perawat IGD
Hasil yang sama ditemukan dalam beberapa penelitian yang dilakukan
oleh Heaston et al (2006), Beckstrand et al (2008), dan Ka-Ming Ho
(2016). Tiga studi menyatakan bahwa beban kerja yang tinggi di UGD
adalah item penghalang utama pertama yang dirasakan oleh perawat dalam
menerapkan perawatan EOL. (Santi, Etika, dan Ristina, 2018).
Alasan terbesar adalah bahwa beban kerja yang tinggi dilaporkan dapat
memengaruhi ketersediaan waktu yang dimiliki perawat, sehingga perawat
mengalami kesulitan menyediakan perawatan EOL yang memadai untuk
pasien dan keluarga mereka. Beban kerja perawat didefinisikan sebagai
volume kerja perawat di unit rumah sakit, volume kerja perawat adalah
waktu yang dibutuhkan untuk menangani pasien per hari (Hendianti,
2012).
Khan & Lai, 2010 dalam (Santi, Etika, dan Ristina, 2018) menjelaskan
bahwa beban kerja yang tinggi sering dikaitkan dengan ketidakseimbangan
dalam jumlah pasien dan perawat. Adanya ketidakseimbangan ini
menyebabkan perawat kesulitan untuk memberikan perawatan kepada
pasien EOL secara optimal, petugas kesehatan darurat termasuk perawat
diharuskan untuk memberikan perawatan berdasarkan skala darurat,
sehingga pasien EOL dengan tingkat darurat rendah sering kali bukan
pasien prioritas.
2. Ketidaksepakatan dalam keluarga terkait dengan penggunaan alat bantu
hidup.
Studi serupa dilakukan oleh Heaston et al (2006), Beckstrand et al
(2008), dan Ka-Ming Ho (2016), studi ini menemukan bahwa ketidak-

5
sepakatan dalam keluarga terkait dengan penggunaan alat bantu hidup
bukan hambatan terbesar yang dirasakan oleh perawat. dalam menerapkan
perawatan EOL. Item ini mungkin menjadi item hambatan terbesar karena
dapat mempengaruhi lamanya waktu dan efektivitas perawatan yang
diberikan (Heaston et al., 2006).
Salah satu contoh hambatan keluarga adalah bahwa pasien menun-
jukkan tanda-tanda kegagalan pernafasan dan memerlukan pemasangan
tabung endotrakeal (ETT) segera. Kemudian, perawat meminta
persetujuan keluarga, tetapi keputusan diambil lama karena ketidak-
setujuan keluarga, dan itu akan dipengaruhi oleh rencana asuhan
keperawatan. Ketidaksepakatan dalam keluarga telah menghabiskan waktu
perawat karena perawat harus membantu dan memastikan persetujuan.
Perawat dan petugas kesehatan lainnya harus menindaklanjuti
keputusan dan persetujuan keluarga, dan selanjutnya, berdampak pada
peningkatan beban kerja darurat UGD. Kondisi serupa terjadi di Indonesia,
di mana mayoritas populasi adalah keluarga besar, dan pengambilan
keputusan mempertimbangkan pendapat keluarga besar (Effendy, 1998).
3. Burden is facing family members’angry (Berhadapan langsung dengan
keluarga)
Keluarga yang marah ketika perawat harus memberikan intervensi di
ruang gawat darurat akan mengganggu rencana perawatan perawat.
Beckstrand et al (2008) menyatakan bahwa berurusan dengan kemarahan
anggota keluarga yang tidak dapat menerima kondisi pasien, atau
dikejutkan oleh kemunduran yang tiba-tiba sering membuat situasi di
UGD kacau dan mengakibatkan ketidaksesuaian rencana perawatan,
perawat meluangkan waktu untuk menjelaskan situasi atau terminologi
pasien ke keluarga sehingga emosi atau kemarahan dari anggota keluarga
menurun.
Perawat dituntut untuk dapat melakukan komunikasi terapeutik yang
baik dengan waktu terbatas untuk mengatasi kemarahan anggota keluarga.
Komunikasi terapeutik dengan keluarga pasien penting karena keluarga

6
merupakan salah satu bagian dari pasien dapat mempengaruhi
implementasi dan keberhasilan perawatan.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
End of life care merupakan salah satu tindakan keperawatan yang
difokuskan pada orang yang telah berada di akhir hidupnya, tindakan ini
bertujuan untuk membuat orang hidup dengan sebaik-baiknya selama sisa
hidupnya dan meninggal dengan bermartabat.
Adapun peran perawat terhadap pasien end of life adalah: (1)Perawat tetap
bersikap profesional menghormati harkat dan martabat pasien dalam
memberikan perawatan, (2)Dukungan spiritual tidak dapat diberikan namun
perawatan suportif menjadi bagian perawatan terbaik bagi pasien terlantar
yang menjelang ajal. (3)Adanya fasilitas ruangan yang khusus dan team
kerohanian. Sedangkan tantangan perawat terhadap pasien end of life adalah
menolak, marah, menawar, kemurungan, dan menerima atau pasrah.
B. Saran
Setelah mempelajari makalah ini, maka diharapkan agar dapat memahami
dan bisa mengaplikasikan End Of Life ini dalam dunia kerja dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai