Anda di halaman 1dari 24

Modul Pelatihan

PENTINGNYA WARALABA
& BAGAIMANA CARA
MEWARALABAKAN BISNIS

Page | 1
Bagi sebagian masyarakat nama-nama gerai retail dan restoran berikut mungkin sudah
tidak asing lagi. Alfamart, Indomaret, Johny Andrean, Taman Sari Spa, Excelso, dan Apotik K-24.
Demikian juga Rumah Makan Padang Sederhana, Es Teler 77, CFC (California Fried Chicken), J.Co,
RM Wong Solo, Quick Chicken, Pecel Lele Lela, Kebab Turki Baba Rafi, Excelso, Express Chicken,
Coffee Toffee, Bumbu Desa, Amazy Fried Chicken, RM Cibiuk dan lain-lain. Merek-merek tersebut
adalah merek lokal yang dikenal menggunakan format franchise atau waralaba.

Regulasi Waralaba
Sejalan dengan perkembangan industri waralaba nasional, konsep bisnis waralaba telah
diatur dalam banyak peraturan dan perundangan. Setidaknya sudah ada tiga Undang-undang,
dua Peraturan Pemerintah dan tiga Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) disamping
Peraturan Daerah. Diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997, PP No. 42
tahun 2007 tentang Waralaba, PP No. 42 tahun 2007, dan Peraturan Menteri Perdagangan No.
7/M-DAG/2/2013 tentang Waralaba. Demikian juga terdapat dalam UU No. 20 tahun 2008
tentang UMKM.

Tabel 1. Regulasi Terkait di Bidang Waralaba


No.
Regulasi Tentang Keterangan

1 UU No. 5 th 1999 Larangan Praktik Monopoli Khususnya pasal 50


dan Persaingan Usaha huruf (b) terkait
Tidak Sehat. Perjanjian Waralaba
2 UU No. 20 th 2008 Usaha Mikro, Kecil, dan Khususnya pasal 26
Menengah. huruf (c) terkait
Kemitraan.
3 UU No.7 Th 2014 Perdagangan. Menyebutkan bahwa
waralaba merupakan
bagian dari peredaran
barang dan jasa.

Page | 2
4 PP No. 16 tahun 1997 Waralaba Regulasi awal tentang
Waralaba
5 SK Menperindag No. Ketentuan dan Tata Cara Petunjunjuk teknis atas
259/MPP/Kep/7/199 Pelaksanaan Pendaftaran PP 16/1997
7 Usaha Waralaba
6 Permendag No. Penyelenggaraan Ketentuan dan tatacara
12/M- Waralaba Penerbitan Surat Tanda
Dag/Per/3/2006 Pendaftaran Usaha
Waralaba
7 PP No. 42 th 2007 Waralaba. Menggantikan PP
sebelumnya
8 Permendag No. Penyelenggaraan waralaba Menggantikan
31/M_Dag/Per/8/20 Permendag No. 12/M-
08 Dag/Per/3/2006
9 Keputusan KPPU No. Pedoman Pelaksanaan Tentang Pengecualian
57/KPPU/Kep/III/200 ketentuan Pasal 50 huruf Penerapan UU No. 5 th
9 (b) 1999 terhadap Perjanjian
yang Berkaitan dangan
Waralaba.
10 PP No. 17 th 2013 Pelaksanaan UU No. 20 th Terkait Pasal 11 huruf
2008 tentang UMKM (c), pasal 12 paragraf 4,
dan Pasal 15-18.
No. Regulasi Tentang Keterangan
11 Permendag No. Penyelenggaraan Memuat klausul
53/M- Waralaba perjanjan waralaba.
DAG/PER/8/2012 Mencabut Permendag
No.
31/M_Dag/Per/8/2008.

Page | 3
Kewajiban pencantuman
logo waralaba.
12 Permendag No. Waralaba untuk Jenis Membatasi pembagunan
68/M- Usaha Toko Modern. gerai milik sendiri dalam
DAG/PER/10/2012 waralaba untuk jenis
usaha toko modern
maksimal 150 gerai.
13 Permendag No. Pengembangan Kemitraan Membatasi pembagunan
07/M- dalam Waralaba untuk gerai milik sendiri dalam
DAG/PER/2/2013 Jenis Usaha Makanan dan waralaba untuk jenis
Minuman. usaha makanan dan
minuman maksimal 250
gerai.
Sumber : Diolah Rambat Lupiyoadi (2016) dari beberapa sumber (Kemenkumham RI, Kemendag RI, KPPU)

Pengertian Waralaba
Apa yang dimaksud Waralaba? Model bisnis waralaba (franchise) oleh Stanworth &
Curran (1999) didefinisikan sebagai:
A business form essentially consisting of an organization (the franchisor) with
a market-tested business package centered on a product or service, entering
into a contractual relationship with franchisees, typically self-financed and
owner-managed small firms, operating under the franchisor’s trade name to
produce or market goods and services according to a format specified by the
franchisor (Stanworth & Curran, 1999).

Tampak bahwa pada dasarnya franchise adalah suatu bentuk bisnis dimana franchisor
dengan paket/sistim bisnis yang telah teruji di pasar dan menjadikan produk atau jasa sebagai
unsur sentral, melakukan hubungan kontraktual dengan franchisee, yaitu perusahaan-

Page | 4
perusahaan kecil yang didanai secara mandiri dan dikelola secara langsung oleh pemiliknya untuk
beroperasi di bawah nama (brand) franchisor, memproduksi dan memasarkan barang-barang
atau jasa menurut format yang ditentukan oleh si franchisor.
Sejalan dengan hal ini, waralaba di tanah air pendiriannya harus memenuhi beberapa
persyaratan. Diantaranya adalah harus memiliki ciri khas usaha, terbukti sudah memberikan
keuntungan, memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang
dibuat secara tertulis, mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya dukungan yang
berkesinambungan, dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang telah terdaftar. Persyaratan ini
sebagaimana diatur dalam PP No. 42 Tahun 2007 yang memasukkan kriteria suatu usaha
waralaba memiliki HKI yang telah terdaftar (tidak hanya hak khusus/sistem bisnis). Waralaba
dituntut memenuhi kriteria terkait dengan dimilikinya intangible asset berupa merek dan HKI
lainnya, adanya unsur standar kualitas produk/layanan, dan dukungan manajemen (termasuk
sistim produksi dan pemasaran).
Franchise atau waralaba dalam istilah Indonesia sudah digunakan pada Peraturan
Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997. Dalam regulasi ini pengertian waralaba
adalah suatu bentuk kerja sama dimana pemberi waralaba (franchisor) memberikan izin kepada
penerima waralaba (franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya, seperti nama, merek
dagang produk dan jasa, dan sistem operasi usahanya. Demikian juga dalam Peraturan Menteri
Perdagangan selanjutnya (Permendag No. 53/M-DAG/PER/8/2012) waralaba disebutkan sebagai
hak khusus yang dimiliki oleh perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri
khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan
dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Sebagai timbal baliknya, penerima waralaba membayar suatu jumlah tertentu seperti franchise
fee dan royalty fee atau lainnya. Dari pengertian tersebut, secara sederhana dapat dipahami
bahwa dalam suatu perjanjian waralaba, ada dua pihak yang terlibat, yaitu pemberi waralaba
(franchisor) dan penerima waralaba (franchisee).
Dalam literatur pemasaran jasa, definisi waralaba menurut Lovelock dan Wright (2007)
ialah pemberian lisensi kepada wirausaha independen untuk memproduksi dan menjual jasa
bermerek dengan mengikuti prosedur khusus yang ketat. Menurut Khan (2005) waralaba

Page | 5
merupakan hak dan lisensi yang diberikan oleh pemberi waralaba terhadap penerima waralaba
untuk memasarkan barang dan jasa, dengan menggunakan merek dagang dan sistem bisnis yang
dikembangkan oleh pemberi waralaba. Tampak terdapat dua pelaku utama waralaba, pemberi
waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee).
Sementara franchisor adalah badan usaha atau perseorangan yang memberikan hak
kepada pihak lain (franchisee) untuk memanfaatkan segala ciri khas usaha dan segala kekayaan
intelektual, seperti nama, merek dagang dan sistem usaha, yang dimilikinya. Mereka juga sering
disebut sebagai pewaralaba. Penerima waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau
perseorangan yang diberikan atau menerima hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak
atas kekayaan intelektual atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh franchisor. Pihak ini sering
disebut juga terwaralaba.

Perkembangan Industri Waralaba


Data dari AFI (Asosiasi Franchise Indonesia) tahun 2015 menunjukkan beberapa waralaba
lokal dapat berkembang pesat jumlah gerainya. Mereka adalah Bumbu Desa (50 gerai), Excelco
(120 gerai), Kebab Turki Baba Rafi (1.000 booth), Pecel Lele Lela (100 gerai), Sabana Fried Chicken
(1.000 booth), J,Co (75), CFC (277) dan RM Cibiuk (43 gerai). Beberapa waralaba lokal juga sudah
ada yang go Internasional seperti J.Co sebanyak 15 gerai yang tersebar di Malaysia, Cina dan
Singapore.
Kementerian Perdagangan mencatat bisnis waralaba tersebar ke beberapa sektor. Grafik
berikut memperlihatkan sebaran tersebut :

60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%

Gambar 1. Proporsi Sektor dalam Industri Franchise di Indonesia

Page | 6
(Sumber: Kementerian Perdagangan RI, 2013)
Tampak sektor restoran mendominasi hampir setengah (47,9%) industri waralaba di
Indonesia. Disusul sektor jasa pendidikan/kursus (18,6%), eceran dan lainnya (10,4%),
convenience store (6,3%), sisanya produk kue/roti, perhotelan, produk kesehatan, penyewaan
trasportasi, jasa pelatihan manajemen, perlengkapan bayi dan jasa perawatan saluran air.
Berdasarkan Survey Industri Franchise 2013, Asosiasi Franchise Indonesia (AFI)
memperkirakan bahwa market size waralaba Indonesia dari sekitar 600 merek waralaba yang ada
di pasar Indonesia adalah sebesar Rp. 190 triliun (AFI, 2013). Jumlah ini nilainya sangat besar.
Namun bila dibandingkan dengan negara lainnya, seperti Belanda dan Taiwan, nilai ini termasuk
kecil. Sebagai contoh, Majalah Franchise (2013) pernah mencatat bahawa market size waralaba
di Taiwan yang hanya berpenduduk 22,7 juta jiwa (1/10 penduduk Indonesia) pada tahun 2004
sudah mencapai Rp. 136 triliun.
Perusahaan waralaba lokal (pemberi waralaba dalam negeri) sempat mencapai jumlah
terbesar pada tahun 2013. Pada tahun tersebut terdapat 18 merek yang mendapat STPW (Surat
Tanda Pendaftaran Waralaba) dari Kementerian Perdagangan.

Tabel 2. Jumlah Penerbitan STPW (Surat Tanda Pendaftaran Waralaba) Kementerian


Perdagangan RI

No Tahun Pemberi Waralaba Penerima Waralaba


LN DN LN DN
1 s.d 2007 - - 89 -
2 2008 6 - 2 -
3 2009 20 - 6 -
4 2010 14 - 7 -
5 2011 9 - 11 -
6 2012 16 1 10 -
7 2013 22 18 12 -
8 2014 18 8 16 -

Page | 7
9 2015 9 6 5 -
10 2016* 4 5 5 -
Jumlah 118 38 163 -
*Sampai dengan April 2016. Sumber: Rambat Lupiyoadi (2016) diolah dari Kemendag RI (2016)

Berdasarkan data diatas tampak bahwa waralaba asing ikut menyemarakkan industry
waralaba Indonesia. Secara umum sampai dengan tahun 2016 waralaba merek luar negeri (asing)
masih mendominasi keberadaan waralaba merek lokal dalam hal pendaftaran waralaba (STPW).
Dari sejumlah 156 pemberi waralaba yang terdaftar secara resmi di Kementerian Perdagangan,
hanya sekitar 20% merupakan pemberi waralaba dalam negeri/lokal, selebihnya adalah waralaba
asing. Gencarnya penetrasi/kehadiran waralaba asing ke pasar Indonesia. Pemain waralaba luar
negeri lainnya (selain AS), seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Korea pun ikut melakukan
penetrasi dan menjajakan bisnisnya di Indonesia.
Di sektor restoran atau Food & Beverages, telah masuk McDonald’s, KFC, Wendy’s; sektor
jasa pendidikan (Educational Products & Services) ada English First, Direct English; sektor ritel dan
convenience store, seperti 7-eleven, Circle K, AM/PM, Body Shop, sektor Real Estate Services,
seperti Century 21, Ray White, Era, serta sektor ritel Laundry & Dry Cleaning, seperti One Hours
Martinizing, 5 A Sec dan lain-lain.

Apa Keunggulan Waralaba


Model bisnis waralaba punya banyak kelebihan. Kelebihan usaha franchise sebagai suatu
model bisnis sudah cukup banyak diungkapkan oleh para peneliti.i Usia panjang dan kesuksesan
usaha franchise dapat terjadi karena adanya fakta bahwa secara organisasi, ia merepresentasikan
sebuah aliansi kolaboratif (collaborative alliance). Aliansi ini bergantung pada kerjasama dua
pihak/pengusaha (franchisor dan franchisee) dalam rangka mencapai keberhasilan.ii Selanjutnya,
kedua mitra usaha ini mengandalkan kerjasama yang terjalin diantara mereka guna
meningkatkan keunggulan metode-metode yang ada maupun tujuan-tujuan yang hendak
dicapai,iii seperti berbagi informasi mengenai berbagai inovasi yang berpotensi memberikan
keuntungan bagi seluruh mitra franchise.iv

Page | 8
Franchisor secara alamiah telah menawarkan banyak keunggulan kompetitif bagi banyak
bisnis yang beroperasi secara mandiri. Pihak franchisor memiliki akses atas permodalan v dan
berbagi biaya dengan franchisee dengan risiko yang relatif lebih rendah. Pihak franchisee
mendapat kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis dengan cara yng cepat dan biaya yang
lebih rendah dengan produk atau jasa yang telah teruji dan terbukti kredibilitas serta mereknya.

Gambar 2. Franchise memungkinkan wirausaha lain menjual produk atau jasa yang telah
teruji dan terbukti kredibilitas mereknya.

Terlebih lagi, franchisee menerima secara berkala bantuan-bantuan manajerial dalam hal
seperti pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi, pembelian dan pemasaran.vi
Dari segi franchisor, keuntungan diperoleh dengan memperhitungkan economies of scale; tenaga
kerja yang memiliki motivasi tinggi dari wirausaha-wirausaha lokal; biaya-biaya pengawasan dan
kontrol yang lebih kecil; dengan demikian, penetrasi pasar dapat dilangsungkan secara cepat dan
seksama dengan biaya relatif lebih kecil daripada membangun sistim distribusi milik sendiri.vii

Page | 9
Keunggulan-keunggulan tersebut menjadikan bisnis franchise memiliki kemampuan untuk
survive lebih tinggi dibandingkan dengan usaha independen skala kecil dan menengah lainnya. viii

Apa saja permasalahan atau kelemahan Franchising?


Bagaimanapun juga franchise bukanlah solusi yang tidak mempunyai kekurangan. Para
pakar marketing sebagian melihat bahwa franchising bukanlah sistim distribusi yang permanen.
Oxenfeldt & Kelly (1969) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sistim franchise yang
berhasil kemungkinan besar pada akhirnya akan menjadi jaringan gerai yang dimiliki sendiri
(wholly-owned corporate chain). Ada beberapa alasan mengapa franchisor lebih menyukai
corporate owned. Pertama, gerai company owned memberikan profit per unit yang lebih besar,
kedua, perusahaan mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap unit tersebut, ketiga dapat
lebih memperkecil permasalahan hukum. Dengan demikian franchisee melihat bahwa dalam
jangka panjang franchisor akan secara bertahap mengurangi jumlah franchisee. Baik itu dengan
lebih memperbanyak gerai cabang sendiri atau mengambilalih kepemilikan franchisee.
Selain itu, tidak seluruh janji yang ditawarkan franchisor diterima oleh franchisee. Hal ini
terkait dengan tidak ada jaminan bahwa merek terkenal akan sukses. Suatu studi pernah
mengungkapkan bahwa dari sebanyak 282 restoran franchisee, 92% menerima pendapatan lebih
kecil dibanding proyeksi profit yang dipromosikan oleh franchisornya.ix Kelemahan lainnya
adalah, masih adanya ketidak-amanan dalam suatu franchise, karena franchisor dapat
memutuskan perjanjian atau tidak memperbaharui perjanjian.
Tidak ada gading yang tak retak, meskipun franchise menjanjikan banyak kelebihan,
kewaspadaan dan pembelajaran para pelaku bisnis franchise harus ditingkatkan, agar
harapan/impian binsis franchisee tercapai, seiring suksesnya para franchisor.

Page | 10
Franchise Sebagai Strategi Pertumbuhan UKM

Strategi franchising dalam manajemen dikenal sebagai suatu strategi kooperatif tingkat
korporasi (Assauri, 2011), dan strategic alliance (kemitraan/kerjasama strategis) bersama dengan
consortium, licencing, contract manufacturing dan joint venture Wheelen & Hunger (2010).
Dalam strategi ini suatu perusahaan (franchishor) menggunakan franchise sebagai suatu
hubungan kontraktual untuk menggambarkan dan mengendalikan penyertaan sumber-sumber
daya dan kapabilitasnya dengan para partner, yaitu franchisee. Franchisor memberikan jaminan
hak kepada franchisee (penerima awaralaba) untuk dapat membeli poduk-produknya atau
melakukan bisnis di bawah merek dagang (trademark) dalam suatu lokasi tertentu dan untuk
waktu tertentu.
Fred David (2013) dalam bukunya Strategic Management, menyebutkan bahwa
franchising merupakan cara efektif dalam pengimplementasian strategi integrasi ke depan/hilir
(forward integration). Strategi ini telah berkembang pesat di US dimana sekitar 2.000 perusahaan
dari 50 industri yang berbeda menggunakan franchising untuk mendistribusikan produk atau
jasanya. Suatu usaha dapat berekspansi secara cepat dikarenakan biaya dan peluang disebar
diantara banyak pihak/individu. Nilai total penjualan industri ini telah mencapai $1 triliun per
tahunnya. Dalam laporan The International Franchise Association Educational Foundations
jumlah bisnis franchise tumbuh 2,5% pada tahun 2011 dengan jumlah gerai mencapai 780.000
lebih gerai. Diantara perusahaan yang menggunakan strategi ini adalah Hilton International,
McDonald’s dan Ace Hardware.

Page | 11
Tampak bahwa strategi franchising banyak digunakan pada industri yang terfragmentasi,
seperti industri ritel, restoran, dan perhotelan. Di dalam industri seperti ini sejumlah besar
perusahaan kecil dan menengah bersaing sebagai penantang, meskipun pada kenyataannya tidak
ada perusahaan kecil yang mempunyai share dominan. Itulah mengapa mereka, termasuk para
franchise lokal, mengkonsolidasikan beberapa perusahaan yang independen dengan dasar
hubungan kontraktual.
Dalam teori service marketing, melalui pewaralabaan, pewaralaba menggunakan
terwaralaba sebagai perantara (saluran pemasaran) dalam penghantaran produk intinya bahkan
seluruh elemen bauran pemasarannya (Lovelock & Wirtz, 2012). Penghantaran melalui waralaba
peusahaan dapat melakukan perluasan dan pengembangan pasar ke berbagai tempat/lokasi
tanpa memerlukan investasi modal. Hal ini dimungkinkan karena terwalaraba bersedia
menginvestasikan waktu dan modal mereka sendiri dalam mengelola konsep layanan yang
dikembangkan. Sebagai imbalannya pewaralaba memberikan dukungan berupa pelatihan
tentang bagaimana mengelola dan memasarkan bisnisnya, menyediakan peralatan/teknologi
yang diperlukan, memberikan dukungan promosi dalam lingkup nasional maupun regional untuk
mendukung kegiatan pemasaran lokal gerai yang dilakukan oleh terwaralaba.
Cross & Walker (2010) menemukan bahwa pewaralabaan merupakan strategi yang
disukai oleh perusahaan layanan yang berorientasi pertumbuhan. Hal ini dikarenakan
terwaralaba sangat termotivasi untuk selalu berorientasi pelanggan dan layanan yang berkualitas
tingggi. Tidak saja pada konteks restoran cepat saji, tapi juga pada beragam layanan B2B bahkan
ke lebih dari 75 kategori produk lainnya.
Iacobucci, Shannon & Grigoriou (2015) juga sependapat bahwa franchising merupakan
format unik dari ekspansi multi lokasi (multisite). Mereka mengistilahkan sebagai cara bagi suatu
perusahaan melakukan quasi-integrate, dimana perusahaan dapat tetap mempertahankan
kendali tanpa harus mengeluarkan modal (capital expenditure) atau kepemilikan lengkap
(complete ownership). Sistim franchise menawarkan manfaat baik bagi franchisor (perusahaan)
dan franchisee (the local frontline).

Page | 12
Bisnis Franchise dan Pengembangan UKM
Bisnis franchise dapat memegang peran penting dalam pengembangan UKM di suatu
negara. Hal ini dapat terjadi karena franchise dapat merupakan bentuk kemitraan antara suatu
perusahaan besar dalam hal ini franchisor dengan UKM sebagai pemegang hak atas pengelolaan
usaha gerai dengan menggunakan merek dagang yang dimiliki oleh franchisor, dengan berbagai
kemudahan bisnis yang ditawarkannya.
Bisnis franchise sendiri memberikan berbagai kemudahan bagi pendatang baru dalam
dunia bisnis produk apapun yang akan ditekuninya. Hal ini disebabkan karena dalam bisnis
franchise, franchisor mempunyai komitmen untuk memberikan perangkat yang dibutuhkan
dalam menjalankan bisnis, termasuk di dalamnya bantuan manajerial. Dengan demikian sebagai
new comer dalam bisnis, franchisee dapat memperoleh pengetahuan yang dibutuhkannya
dengan learning cost yang rendah dan dari pihak yang sudah memiliki pengalaman cukup dalam
bisnis ini. Di samping itu, dengan menjalankan bisnis dengan merk yang sudah teruji di pasar,
berarti wirausaha tersebut tidak memulai segalanya dari nol.
Dalam bisnis franchise, dikenal istilah business format franchising (BFF) yang merupakan
kerangka kegiatan operasional secara komprehensif yang harus diterapkan oleh franchisee. BFF
ini merupakan hasil eksplorasi franchisor terhadap berbagai kemungkinan dalam proses bisnis
sampai diperoleh suatu formula dalam mengkombinasikan sumber daya dengan proses bisnis
yang paling sesuai dengan budaya maupun merek yang dimiliki, termasuk di dalamnya cara-cara
produksi. Formula ini yang kemudian menjadi prinsip atau template kerja di tingkat gerai. Di
samping itu, franchisor berkewajiban memberikan pelatihan yang diperlukan maupun
managerial assistance kepada franchisee, sehingga franchisee benar-bebar piawai dalam
menjalankan bisnisnya.

Page | 13
Gambar 3. Kampus McDonald’s, Hamburger University.
Franchisor menyediakan bantuan pendidikan/pelatihan bagi SDM franchisee-nya.

McDonald’s misalnya memiliki Pusat Training Management di Oak Brook, Illinois, USA,
yang dikenal dengan Hamburger University. Kampus ini menempati area seluas 320.000 m²
dengan didukung tak kurang dari 20 profesor. Tujuannya adalah untuk mengajarkan kepada
karyawan McDonald’s di berbagai aspek bisnis. Setiap tahun lebih dari 5.800 crew/pegawai lulus
dengan gelar Bachelor of Hamburgerology. Selain di Oakbrook juga ada di Australia, Inggris,
Jepang & Hongkong.
Menerapkan BFF dalam bisnis franchise merupakan salah satu alat kontrol yang
memudahkan franchisor, namun demikian hal ini belum diterapkan oleh franchise lokal, hal ini
terjadi karena kekuatiran terhadap kegiatan hit and run (mitra kerja meninggalkan perusahaan
dan membuka usaha sendiri dengan nama atau merek dagan yang serupa tapi tak sama), juga
karena melakukan dokumentasi prosedur belum banyak dilakukan oleh perusahaan lokal, di
samping pendokumentasian prosedur kerja bukanlah hal yang mudah, mereka sudah terbiasa
melakukan pekerjaan berdasarkan kebiasaan.

Page | 14
Peran Bisnis Franchise Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Bisnis franchise melalui pengembangan UKM mempunyai peran terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah yang akhirnya dapat berdampak pada perekonomian suatu negara. Pertama,
bisnis franchise mengharuskan adanya transfer pengetahuan kepada mitra kerjanya, dalam hal
ini UKM. Hal ini berdampak pada adanya peningkatan kapabilitas pekerja yang dengan sendirinya
turut meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Di samping itu, transfer pengetahuan ini
memperpendek waktu tunggu dalam memperoleh keuntungan bagi suatu usaha baru, karena
format bisnis yang diterapkan sudah teruji sehingga UKM tidak perlu lagi melalui proses trial and
error.
Kedua, bisnis franchise umumnya menerapkan standar dan kualitas tertentu terhadap
produk yang dihasilkan, sedangkan standar dan kualitas produk ini tergantung pada masukan
dalam proses produksi. Akibatnya, terjadi sinergi antara UKM dengan rantai pemasoknya (supply
chain) untuk memastikan produk sesuai standar dan kualitas yang ditentukan. Dengan demikian
proses pembelajaran bukan hanya terjadi di tingkat gerai, tetapi juga pada interaksi gerai dengan
lingkungannya. Hal ini akhirnya akan meningkatkan kapabilitas sumber daya pada cluster
ekonomi dimana UKM tersebut beroperasi, meningkatkan persaingan di dalamnya dan
meningkatkan kualitas dan daya saing sumberdayanya.

Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Franchise


Dari uraian sebelum ini, dapat dilihat peranan franchise terhadap pertumbuhan ekonomi,
kaitannya terhadap perluasan lapangan kerja dan terutama meningkatkan kemampuan daya beli
masyarakat di bagian piramida paling bawah. Pemerintah harus mendorong upaya perumusan
dan pengembangan model bisnis ini. Pemerintah tidak hanya mengatur perijinan, tapi juga harus
ikut mensosialisasikannya, agar pertumbuhan franchise lokal seimbang dengan perkembangan
franchise asing.

Page | 15
Melalui proses adaptasi lokal, franchisee telah menemukan produk-produk baru sebagai
hasil inovasi. Pemerintah perlu melindungi hasil-hasil inovasi franchisee lokal dari perusahaan
franchise asing, agar hak kekayaan intelektual dihargai dan dapat meningkatkan devisa negara
dengan pendapatan royalti atas pemakaian hak cipta dari perusahaan lokal oleh pihak asing.
Perlu adanya sosialisasi peraturan-peraturan HAKI bukan hanya di bisnis rekaman ataupun bisnis
lainnya, tetapi juga untuk bisnis franchise, dimana interaksi franchisee lokal dengan perusahaan
franchise asing sangat dekat.
Pemerintah harus mampu menjadi katalisator dalam pengembangan bisnis franchise di
Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Diantaranya adalah pertama,
memberikan kepastian hukum menyangkut hal-hal seperti jaminan terhadap kerjasama
franchise, hukum yang jelas dalam penyelesaian sengketa, dan perlindungan terhadap hak cipta,
terutama untuk hasil-hasil inovasi yang dilakukan oleh Country Operator. Kedua, peningkatan
peran notaris, peran notaris tidak hanya sekedar melakukan legalisasi perjanjian kerja sama,
tetapi juga memberikan advokasi aspek hukum dari perjanjian kerja sama agar dapat diperoleh
perjanjian kerja berorientasi win-win, termasuk dalam penyelesaian sengketa yang mungkin
terjadi antara ke dua belah pihak. Ketiga, pemanfaatan Badan Arbitrage Nasional (BANI) dalam
penyelesaian sengketa yang terjadi antara franchisor dan franchisee, tanpa harus ke pengadilan.
Masih disayangkan bahwa peraturan mengenai bisnis franchise hanya sekedar pemahaman
waralaba semata, sehingga pengembangan hubungan antara franchisor dengan franchisee
lebih dari hanya sekedar penyertaan modal investasi dari pihak franchisee. Dengan kata lain,
sebagai regulator agent, pemerintah diharapkan dapat mendorong perkembangan bisnis
franchise dengan franchisee sebagai operator outlet, sehingga dengan adanya sistim
replikasi melalui template bisnis, pengembangan kemampuan bisnis dapat diperoleh, terutama
bagi pengusaha kecil.

Page | 16
Kiat Menilai Franchisor
Pada saat ini banyak sekali usaha-usaha kecil dan menengah tumbuh. Indonesia
mempunyai sekitar 50 juta UKM. Beberapa menawarkan hak franchise untuk ekspansi bisnis dan
memperluas pasarnya. Usaha-usaha yang menawarkan konsep franchise pun berterbaran bak
cendawan di musim hujan. Masing-masing menawarkan keuntungan yang menggiurkan bagi
franchisee, bahkan ada yang menjanjikan bebas risiko. Hendaknya kita perlu melakukan
investigasi sebelum memutuskan berinvestasi atau membeli/mengambil hak franchise. Oleh
karena itu ada beberapa hal penting yang perlu diselidiki dan diperhatikan oleh calon franchisee
dalam menilai keberadaan franchisor.

1. Berapa lama franchisor menekuni bisnisnya.


Franchisor yang akan dipilih haruslah franchisor yang sudah berpengalaman di bisnis yang
ia tekuni. Memilih franchisor yang baru saja menggeluti bidang yang ia tekuni sekarang sangat
riskan. Misalkan franchisor membuka bisnis Spa. Namun ia ternyata tidak mengetahui seluk beluk
mengenai Spa, karena baru saja menggeluti bisnis Spa. Apabila ada permasalahan dalam
bisnisnya maka ia sangat sulit mengatasi dalam waktu singkat karena ia harus belajar dahulu.
Hendaknya memilih franchisor yang sudah menekuni bisnisnya paling tidak lima tahun.
Apabila ia bukan pebisnis, paling tidak ia pernah bekerja sebagai karyawan di bidang yang ia
tekuni lebih dari dua tahun dan tahu manajemen tempat ia bekerja. Misalkan ada franchisor
bengkel yang menawarkan bisnisnya. Ia belum punya pengalaman sebagai pemilik bengkel,
namun ia sudah pernah menjadi karyawan bengkel orang lain dan mengetahui seluk beluk
manajemen tempat ia bekerja.

2. Ada bukti sukses


Selain kita mengetahui pengalaman franchisor, yang perlu kita ketahui adalah bukti
sukses dari bisnis yang dijalankan oleh franchisor. Bagaimana kita percaya dengan franchisor
apabila bisnis yang ia jalankan menunjukkan kerugian. Paling tidak sebelum memutuskan untuk
membeli franchise, kita harus tahu laporan keuangan minimal dua tahun. Kita adalah

Page | 17
mitra/investor, jadi kita berhak mengetahui kinerja keuangan perusahaan yang akan kita beli hak
franchisenya.
Bisa saja franchisor menunjukkan kesuksesan. Namun kita harus tahu juga bagaimana
kesuksesan orang yang menjadi franchisee sebelumnya. Apakah mengalami kerugian karena
bisnis franchisor sistemnya tidak baik. Bagaimana kesuksesan cabang-cabangnya. Ada sebuah
rumah makan yang meledak dengan jumlah cabangnya. Namun cabang-cabangnya mulai rontok
satu-persatu. Franchisor terlalu cepat berekspansi, tanpa diimbangi dengan peningkatan
kapasistas manajemen bisnisnya. Uang yang sudah ditanam oleh para franchisee menguap begitu
saja. Perusahaan seperti ini sebaiknya jangan dipilih untuk dijadikan tempat investasi.

3. Produknya bagus dan unik


Pilihlah perusahaan yang menjual produk berkualitas dan disukai orang. Apabila kita
memilih produk yang tidak berkualitas dan harganya sama dengan produk lain dengan kualitas
yang lebih baik, maka bisa dipastikan tidak sedikit konsumen yang mau membeli produk kita.
Apabila kita bergerak dalam bidang jasa yang perlu diperhatikan adalah kualitas jasa yang
diberikan. Hal ini bergantung kepada sumber daya manusia yang kita miliki. Dalam bidang jasa,
untuk memberikan servis yang memuaskan, hal yang paling penting adalah kualitas sumber daya
manusia. Bidang jasa adalah bidang dimana produksi dan konsumsi dilakukan pada waktu yang
bersamaan. Banyak restoran/warung yang terkenal enak, namun karena pelayannya jorok,
menjadikan pelanggan kapok datang lagi.
Selain itu produk yang kita pilih adalah produk yang mengalami pertumbuhan. Bukan
produk yang sudah jenuh pasar/industrinya. Memilih produk yang sudah jenuh pasarnya akan
menyulitkan kita untuk menjual ke konsumen lain. Apabila kita terpaksa menjualnya, maka kita
bisa menekankan pada servis dan keunikan. Sebenarnya pasar yang jenuh hanyalah mitos. Kita
bisa saja menjual produk yang sudah jenuh dengan memberikan servis yang memberikan
kepuasan maksimum kepada pelanggan. Selain itu tawarkan keunikan-keunikan produk yang
membuat orang penasaran untuk mengkonsumsi walaupun pasar sudah jenuh. Pilihlah bisnis
yang berkualitas dan unik di tengah jenuhnya pasar.

Page | 18
4. Sistem sudah teruji sukses

Franchisor yang baik menurut Robert T. Kiyosaki menawarkan sistem bisnis. Ketika kita
membeli franchise berarti kita membeli sistem. McDonald’s sendiri semata-mata bukan menjual
merek kepada para franchisee, tetapi menjual sistem. Merek hanyalah salah satu kunci sukses,
tetapi kunci terpenting lainnya dalam bisnis adalah sistem. Sistem di sini adalah manajemen
produksi, keuangan, pemasaran, alur pasokan dan logistik (supply chain), dan sumber daya
manusia.
Apabila franchisor tidak memiliki salah satu dari sistem di atas, maka akan sangat sulit
sekali memperoleh kesuksesan. Kita sebagai mitra/investor jangan memilih perusahaan tersebut
karena sebagai franchisee yang kita beli bukan hanya produk dan merek, tetapi sistem.
Walaupun sudah ada sistem yang memadai, namun kita juga harus melihat apakah
sistemya sudah teruji. Apabila franchisor sudah memiliki sistem, namun ternyata sistemnya
berantakan dalam mengatasi masalah, maka sebaiknya kita sebagai investor jangan memilih
franchise tersebut.
Manajemen produksi adalah hal yang perlu kita perhatikan. Apabila sebuah perusahaan
memiliki manajemen produksi yang baik, maka efisiensi biaya produksi akan semakin baik pula.
Kita bisa menawarkan produk dengan harga yang murah atau bisa memperoleh keuntungan yang
besar dengan menetapkan harga yang sama dengan pesaing.
Lalu sistem yang yang berikutnya adalah manajemen keuangan. Bagaimana sistem
akuntansinya? Apakah menggunakan standar akuntansi yang berlaku? Banyak juga perussahaan
kecil dan menengah yang menawarkan franchise tetapi tidak memiliki sistem akuntansi dan
manajemen keuangan yang standar.

Page | 19
Bagaimana dengan sistem pemasarannya. Pemasaran merupakan ujung tombak dalam
bisnis. Orang kenal dengan merek kita, orang mau membeli barang kita, dan orang benci dengan
kita karena pengaruh pemasaran. Pemasaran sendiri membutuhkan biaya yang besar. Yang perlu
diperhatikan sebagai franchisee adalah bagaimana sistem pemasarannya? Apakah menjadi
tanggung jawab franchisor atau franchisee? Perusahaan yang baik adalah dimana franchisee
tidak dipusingkan dengan aktivitas pemasaran. Umumnya pemasaran terkait dengan lokasi.
Biasanya franchisor yang baik adalah franchisor yang memilih lokasi strategis dan mengunakan
franchise fee atau iuran apapun untuk aktivitas pemasaran dengan tanggung jawab pemasaran
kepada kantor pusat terutama untuk promosi nasional. Namun demikian, setiap gerai juga
mempunyai tanggung jawab melakukan local store marketing, untuk berkomunikasi dengan
pelanggan di sekitar gerainya.
Manajemen alur pasokan dan logistik menjadi hal yang penting pula. Logistik dan alur
pasokan menentukan efisiensi dan kualitas bahan baku. Apabila franchisor belum memiliki sistem
logistik dan alur pasokan sama sekali bisa dipastikan franchisor tadi hanya memanfaatkan
franchise sebagai ajang menjaring uang untuk perluasan bisnisnya. Banyak franchise khususnya
franchise makanan kurang memperhatikan sistem alur pasokan dan logistik menjadi bangkrut.
Masih banyak franchise restoran lokal yang pemenuhan kebutuhan bahan bakunya membeli
sendiri-sendiri di pasar tradisional. Padahal, dengan teknik distribution center akan lebih
meningkatkan efisiensi usaha. Distribution center bertugas menampung bahan-baku dari para
supplier berdasarkan besarnya kebutuhan dari seluruh gerai yang ada.
Lalu yang terpenting adalah sistem manajemen sumber daya manusia. Manusia begitu
penting di bisnis manapun. Walaupun kita memiliki perusahaan bereputasi bisa saja reputasi kita
hancur karena sumber daya manusia yang tidak memadai. Sebagai kasus ada perusahaan jasa
yang terkenal menjadi jelek citranya karena masuk surat pembaca. Di surat pembaca tersebut
disebutkan bahwa ketidakpuasan konsumen disebabkan oleh kelakuan pegawai yang tidak
menyenangkan. Kelakuan yang tidak menyenangkan bisa saja timbul dari manajemen sumber
daya manusia yang buruk. Perusahaan tidak memberikan reward dan pusnishment. Perusahaan
tidak memberikan insentif. Yang paling penting ditanyakan kepada franchisor adalah bagaimana
manajemen sumber daya manusianya? Apakah ada training khusus? Apakah ada pembinaan?

Page | 20
Apakah ada sistem reward dan punishment bagi pegawai? Patut diperhatikan bahwa konsumen
yang puas dimulai dengan pegawai yang puas.

5. Mempunyai pengetahuan yang dapat ditularkan


Franchisor harus memiliki sumberdaya berbasiskan pengetahuan. Istilah ini sering
disederhanakan dengan Model SECI yang menggambarkan aspek sosialisasi, eksternalisasi,
kombinasi dan internalisasi. Model menjelaskan proses penciptaan pengetahuan yang menjadi
sumber daya penting suatu organisasi. Sosialisasi menyangkut kemauan belajar langsung para
pegawai kepada pegawai lain yang sudah mempunyai pengalaman lebih dulu; kemauan pegawai
untuk berbagi pengalaman yang dimilikinya kepada pegawai lainnya dan adanya kebiasaan
melakukan pertemuan-pertemuan informal untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Eksternalisasi menyangkut adanya pegawai yang berkeahlian tertentu sehingga memberikan
kontribusi pada adanya tim kerja yang produktif; adanya pengetahuan yang tercermin dari simbol
atau kata-kata untuk memudahkan pekerjaan pegawai; serta adanya tim lintas fungsi/bagian
yang dapat menuangkan pengetahuannya ke dalam dokumen tertulis sebagai panduan kerja.
Kombinasi terkait dengan adanya berbagai pengetahuan teknis peralatan/teknologi yang
mengefisienkan proses operasi gerai; adanya falsafah, misi, visi atau konsep bisnis usaha store
yang telah dijabarkan dalam pengelolaan operasional gerai; serta adanya program pemasaran
gerai yang didukung oleh pengetahuan-pengetahuan seperti pengelolaan database pelanggan.
Sedangkan internalisasi terkait dengan adanya kemudahan akses atas manual atau dokumen
prosedur operasional gerai oleh semua pegawai; adanya peningkatan pengetahuan bagaimana
menjalankan usaha (restoran,retaill,dll) dari pengalaman atas keberhasilan ataupun kesalahan
yang pernah dialami; serta adanya kemauan untuk meningkatkan kualitas layanan yang berasal
dari masukan, kritik, atau keluhan yang disampaikan pelanggan.

Page | 21
6. Wirausaha franchisor harus mempunyai jiwa dan orientasi kewirausahaan
Calon franchisee perlu memperhatikan apakah franchisor mempunyai sikap proaktif,
kemampuan berinovasi, dan pengambilan risiko. Proaktif mengacu pada upaya mengantisipasi
keinginan, kebutuhan dan permasalahan konsumen di masa datang, serta antisipasi terhadap
program-program atau aksi-aksi yang dilakukan pesaing. Hal ini sejalan dengan pendapat
Lumpkin & Dess (1996) bahwa sikap proaktif menggambarkan antisipasi dan tindakan terhadap
keinginan dan kebutuhan masa depan di pasar, sehingga menciptakan keunggulan sebagai pionir
dibandingkan para pesaingnya. Dengan perspektif ke masa depan, perusahaan yang proaktif
mengkapitalisasi peluang yang muncul. Di McDonald’s secara periodik customer opinion survey
dilakukan dan dibahas untuk spesifik restoran dan dibahas program marketing apa yang cocok
untuk target market tersebut, setiap bulan diadakan visit competitor dimana hasilnya dibahas
dengan manager gerai.
Inovasi terkait dengan munculnya ide-ide baru dalam menghasilkan layanan kepada para
pelanggan, serta dorongan proses-proses kreatif dalam pengelolaan store atau gerai yang efektif.
Hal ini sejalan dengan pendapat Lumpkin & Dess (1996) yang menyatakan bahwa kemampuan
berinovasi mencerminkan kecenderungan untuk mendukung ide-ide baru, hal-hal baru,
percobaan-percobaan dan proses-proses kreatif yang berangkat dari kemajuan praktik dan
teknologi. Di McDonald’s misalnya dengan kemampuan inovasinya, telah menghasilkan berbagai
inovasi, baik inovasi produk (food) maupun proses (non food). Inovasi produk misalnya Happy
Meal. Inovasi operasional, misalnya McStop, Drive Thru, dan McDelivery. Termasuk juga inovasi
marketing McKid’s Club dan Pahe (Paket Hemat).

Page | 22
Sedangkan pengambilan risiko terkait dengan keberanian menggunakan sejumlah besar
sumber daya dalam mengelola program-program store/gerai meski dengan biaya kegagalan yang
mungkin besar, serta adanya langkah agresif ketika dihadapkan pada pengambilan keputusan
dengan situasi yang tidak pasti guna memaksimalkan pemanfaatan peluang. Hal ini mendukung
temuan Miller & Friesen (1978) yang menyatakan bahwa pengambilan risiko (risk-taking)
merupakan kemauan untuk menyediakan sejumlah besar sumber daya dalam berbagai proyek
yang biaya kegagalannya mungkin saja besar, demikian juga terhadap proyek-proyek atau
program yang hasilnya belum diketahui. Sebagai contoh, setiap gerai diberikan kebebasan
didalam mengelola program marketingnya sendiri dengan budget yang sudah ditentukan atau
atas persetujuan bersama terlebih dahulu yang dilakukan on monthly basis. Langkah agresif,
terutama peluang dalam penetrasi pasar dapat diambil oleh manager bila dirasakan
menguntungkan, misalnya bazaar, large order, dan lain-lain.
Hal di atas menyatakan bahwa organisasi yang memiliki kewirausahaan cenderung lebih
fokus pada usaha untuk mendapatkan dan memanfaatkan berbagai peluang.

7. Track record dan gaya hidup wirausaha pemegang merek


Sering sekali kita mendengar di media masa penipuan-penipuan berkedok investasi. Para
investor hanya tergiur dengan keuntungan yang dijanjikan secara muluk-muluk. Ada juga investor
kehilangan uang pensiunnya karena salah investasi. Uangnya pun dibawa kabur oleh mitra bisnis.
Oleh karena itu kita perlu melihat track record franchisor. Apakah ia orang yang culas?
Apakah pernah terlibat dalam tindak kejahatan dan penipuan? Apakah pernah terjerat dengan
skandal korupsi? Walaupun sudah tobat dari tindakan tersebut namun kita harus mencurigainya.
Selain melihat track record. Kita perlu melihat apakah gaya hidupnya selalu berfoya-foya.
Gaya hidup yang suka berfoya-foya sangat berbahaya. Bisa saja untuk memenuhi nafsunya uang
investor digunakan.
Apalagi ternyata franchisor sangat hobi sekali bermain judi atau foya-foya. Bisa saja untuk
bermain judi, uang investor atau bisnisnya sendiri menjadi taruhan. Hal ini sangat berbahaya.
Maka pilihlah franchisor yang memiliki moral yang baik.

Page | 23
8. Terbuka secara keuangan
Sebelum memutuskan untuk melakukan investasi dan menjadi franchisee, maka kita
harus mengetahui kinerja perusahaan. Bank pun ketika memberikan kredit harus meminta
laporan keuangan perusahaan rata-rata minimal dua tahun. Oleh karena itu apabila perusahaan
tidak mau memberikan atau terbuka terhadap laporan keuangan maka anda pantas meragukan.
Selain itu sebagai calon franchisee harus kritis terhadap skema keuangan yang ditawarkan.
Apakah ini penuh dengan asumsi yang tidak masuk akal. Apabila menemukan
kejadian demikian anda pantas ragu terhadap perusahaan tersebut.

Nah, itulah beberapa kiat singkat bagaimana para calon francisee menilai kredibel
tidaknya suatu franchisor. Kiat tersebut menjadi panduan pula, bagaimana dan apa saja yang
harus disiapkan ketika perusahaan/UKM hendak mewaralabakan bisnisnya. Bagaimana, sudah
siapkah?

i
Hoffman & Preble, 2003
ii
Shane & Hoy, 1996
iii
Baucus, et al., 1996
iv
Gassenheimer et al., 1996
v
Bercovits, 1998
vi
Hoffman & Preble, 1991
vii
Fladmoe-Lindquist & Jacque, 1995
viii
Russel, 1997
ix
Hunt, 1977

Page | 24

Anda mungkin juga menyukai