160104022
1. Gugatan adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh penggugat kepada tergugat
melalui pengadilan.
Syarat sahnya suatu surat gugatan haruslah memenuhi syarat-syarat yang ada
didalam HIR dan RBg,antara lain sebagai berikut:
a. Syarat formal
Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan
Materai
Tanda tangan
b. Syarat substansial
Identitas dan alamat para pihak, dirinya maupun kuasanya
Posita (fundamentum petendi) atau duduk persoalan yang menjadi
sengketa (factual ground) disertai dasar-dasar hubungan hukum yang
ada (legal ground).
Petitum gugatan/permohonan yang diminta dari suatu gugatan pokok
(primair),pengganti(subsidair), yang biasanya dirumuskan dengan
kalimat “mohon putusan yang seadil-adilnya”.
1. Actor Sequitur Forum Rei (gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat
tinggal tergugat);
2. Actor Sequitur Forum Rei dengan Hak Opsi (dalam hal ada beberapa orang tergugat,
gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal salah satu tergugat atas
pilihan penggugat);
3. Actor Sequitur Forum Rei Tanpa Hak Opsi, tetapi berdasarkan tempat tinggal debitur
principal (dalam hal para tergugat salah satunya merupakan debitur
pokok/debitur principal, sedangkan yang selebihnya berkedudukan sebagai penjamin,
maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal debitur
pokok/principal);
4. Pengadilan Negeri di Daerah Hukum Tempat Tinggal Penggugat (dalam hal tempat
tinggal atau kediaman tergugat tidak diketahui);
5. Forum Rei Sitae (Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan patokan
tempat terletak benda tidak bergerak yang menjadi objek sengketa);
6. Kompetensi Relatif Berdasarkan Pemilihan Domisili (para pihak dalam perjanjian
dapat menyepakati domisili pilihan yakni menyepakati untuk memilih Pengadilan
Negeri tertentu yang akan berwenang menyelesaikan sengketa yang timbul dari
perjanjian);
7. Negara atau Pemerintah dapat Digugat pada Setiap PN (dalam hal Pemerintah
Indonesia bertindak sebagai penggugat atau tergugat mewakili negara, gugatan dapat
diajukan ke Pengadilan Negeri di mana departemen yang bersangkutan berada).
2. Tata cara penyelesaian suatu surat gugatan oleh hakim sampai adanya adanya putusan
hakim
a) Majelis hakim setelah menerima berkas perkara dalam waktu 7 hari sudah
harus menetapkan hari sidang.
b) Setelah hari sidang ditetapkan, panitera menunjuk jurusita unutuk memanggil
para pihak yang berperkara untuk menghadiri sidang yang telah ditetapkan
c) Bila pada hari sidang yang telah ditetapkan penggugat/pemohon tidak hadir,
majelis hakim memerintahkan memanggil sekali lagi dan jika setelah
dipanggil secara sah dan patut juga tidak hadir kepersidangan maka majelis
hakim menggugurkan perkara tersebut
d) Jika pada hari sidang pertama yang telah ditetapkan yergugat tidak hadir
kepersidangan, majelis haikim memerintahkan untuk memanggil lagi sampai
3x panggilan dan jika tergugat tidak hadir juga tanpa alasan yang dapat
dibenarkan oleh hukum, maka majelis hakim melanjutkan pemeriksaan
perkara dan memutus tanpa hadirnya tergugat (verstek)
e) Setelah para pihak yang berperkara hadir dalam persidangan maka majelis
hakimmembuka persidangan pertama dengan agenda mendamaikan para pihak
dan melanjutkan dengan prosedur mediasi (PERMA NO.1 Tahun 2016)
sebelum proses persidangan dilanjutkan dengan menunjuk seorang mediator
agar perkara dapat diselesaikan dengan damai
f) Jika usaha perdamaian yang diusahakan melalui mediasi tidakn tercapai maka
dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan dan tergugat mengajukan
gugatan balik terhadap penggugat (gugatan rekonpensi) sehingga kedudukan
tergugat menjadi penggugat rekonpensi dan penggugat asal menjadi tergugat
rekonpensi.
g) Selanjutnya pemeriksaan berlanjut dengan jawab menjawab yaitu replik dan
duplik dalam proses jawab menjawab ini dapat juga terjadi intervensi atau
ikutnya pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang diperiksa
h) Setelah selesai jawab menjawab lalu para pihak yang berperkara diberi
kesempatan membuktikan dalilnya melalui persidangan dengan acara
pembuktian.
i) Tahap selanjutnya para pihak diberi kesempatan untuk menyampaikan
kesimpulan dari keseluruhan proses persidangan yang telah dilalui
j) Untuk menilai fakta-fakta hukum terhadap seluruh proses persidangan yang
telah dilalui maka majelis hakim melakukan melakukan musyawarah guna
menjatuhkan putusan hakim yang dibacakan dalam sidang terbuka untuk
umum.
3. Apa yang dimaksud dengan putusan hakim dan bagaimana rumusan putusan hakim
4. Apa yang dimaksud dengan upaya banding, kasasi, peninjauan kembali, dan apa
landasan hukum dan syarat-syaratnya?
1) Upaya Banding adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak
tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No
4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No
20/1947 tentang Peradilan Ulangan. Permohonan banding harus diajukan kepada
panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947).
Syarat-syarat upaya banding antara lain dalam pasal 233:
Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus
perkara tersebut.
Permohonan banding diajukan terhadap putusan yang dapat diminta
banding.
Permintaan banding diajukan dalam tenggang waktu yang ditentukan
yakni 7 hari sesudah putusan dijatuhkan.
Nebis In Idem adalah suatu larangan pengajuan gugatan untuk yang kedua kalinya
dalam perkara yang sama baik mengenai subjeknya, objeknya dan alasan-alasan telah
diputus oleh pengadilan yang sama.
Pengguguran gugatan diatur dalam Pasal 124 Het Herziene Indonesisch Reglement
(“HIR”) yang berbunyi: “Jika penggugat tidak datang menghadap PN pada hari yang
ditentukan itu, meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang
lain menghadap mewakilinya, maka surat gugatannya dianggap gugur dan penggugat
dihukum biaya perkara; akan tetapi penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali
lagi, sesudah membayar lebih dahulu biaya perkara yang tersebut tadi.”
a) Pembayaran Panjar.
b) Aanmaning (Teguran).
c) Eksekusi.
d) Pelaksanaan Eksekusi
2) Bahwa Putuan Hakim yang telah berkekuatan hukum yang tetap (In kracht van
gewijsde) yang harus dijalankan (eksekusi), wajib untuk dihormati oleh
seluruh warga Negara, Lembaga-Lembaga Negara tanpa kecuali ;
3) Bahwa saluran hukum yang benar bagi pihak yang merasa dirugikan sebagai
akibat hukum suatu eksekusi adalah “ Gugatan Perdata Biasa”.
4) Bahwa protes keberatan pihak ketiga terhadap eksekusi yang belum terlaksana
adalah dengan Gugatan Perlawanan (derden verzet) dan bukan dengan “opini”.
5) Bahwa perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap eksekusi adalah
berdasarkan dalil gugat dasar “hak milik”.
6) Bahwa dalil gugat dasar “hak milik”, tidak otomatis menunda eksekusi,
karena penerapannya dilakukan secara “kasuistis”, dan wajib memperhatikan
Tri Azas Peradilan ( sederhana cepat, dan biaya ringan).
Asas Hukum Acara Perdata adalah suatu pedoman atau dasar yang harus dilaksanakan
oleh hakim dalam mengadili suatu perkara.
Hakim bersifat pasif dalam pengertian yang luas adalah bahwa suatu perkara diajukan
ke pengadilan atau tidak untuk penyelesaiannya sepenuhnya, tergantung inisiatif dari para
pihak yang sedang berperkara bukan dari hakim yang akan memeriksa karena sebelum
perkara diajukan ke pengadilan hakim bersifat pasif, sedangkan kalau suatu perkara telah
diajukan oleh para pihak ke persidangan pengadilan maka hakim harus bersifat aktif untuk
mengadili perkara tersebut seadil-adilnya tanpa pandang bulu. Hakim tidak diperbolehkan
atau dilarang memberikan putusan yang tidak di tuntut oleh para pihak yang berperkara
karena akan berakibat putusannya cacat hukum dan dapat batal demi hukum (pasal 178 HIR
jo. Pasal 189 RBg).
Namun dalam hal sidang terbuka untuk umum terdapat pengecualiannya yaitu khusus
untuk perkara-perkara perceraian persidangannya tertutup untuk umum karena menyangkut
rahasia keluarga.
Asas mendengar kedua belah pihak adalah hakim dalam menangani suatu perkara
terhadap para pihak yang sedang berperkara harus mendengarkan keterangan tentang
terjadinya peristiwa hukum dari kedua belah pihak.
Dalam memberikan keputusan hakim tidak boleh hanya berdasarkan keterangan salah
satu pihak saja terkecuali jika tergugat setelah dipanggil dengan patut dua (2) kali berturut-
turut tidak hadir (Purge) dan tidak memerintahkan wakil atau kuasa hukumnya serta tidak
mempergunakan haknya untuk didengar keterangannya, hakim dapat memeberikan putusan
verstek. Tetapi jika setelah hakim memberikan putusan verstek da nada perlawanan (verzet)
dari pihak tergugat maka hakim juga harus mendengar keterangan pihak tergugat dan
memberikan putusan yang adil (pasal 121 ayat 2, 132a HIR jo. Pasal 145 ayat 2, 157 RBg. jo.
Pasal 47 Rv. jo pasal 4 UU No. 14 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Maksud dari asas ini adalah Hakim pengadilan dalam memberikan keputusan
terhadap para pihak yang berperkara harus berdasarkan keyakinannya dan tidak boleh
terpengaruh dengan pihak lain diluar pengadilan.
Maksud dari asas ini adalah Hakim dalam mengadili suatu perkara harus berusaha
semaksimal mungkin untuk menyelesaikan perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama
sehingga tidak memakan biaya yang banyak. Sederhana diartikan hakim dalam pelaksanaan
mengadili harus menggunakan kalimat atau bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti
oleh para pihak yang berperkara. Cepat diartikan hakim dalam memeriksa para pihak yang
berperkara setelah ada bukti-bikti yang cukup dan akurat segera memberikan keputusan dan
waktunya tidak diulur-ulur atau penundaan persidangan.
6. Asas Putusan Harus Disertai Alasan-Alasan
Asas ini maksudnya adalah putusan hakim dalam suatu perkara harus menggunakan
dalil-dalil atau dasar hukum positif yang ada.Hal ini dimaksudkan untuk pertanggungjawaban
dari sebuah keputusan yang telah dikeluarkan oleh hakim, sehingga pihak lawan juga akan
kesulitan mencari celah atau kelemahan dari putusan tersebut.
Hakim dalam menerapkan dalil-dalil atau hukum harus sesuai dengan sengketa yang
dihadapi oleh para pihak jika tidak maka keputusan yang dikeluarkan oleh hakim tersebut
berakibat cacat hukum dan dapat dibatalkan, diubah dan diperbaiki di tingkat banding. Dan
agar supaya keputusan yang dikeluarkan apabila diajukan upaya hukum lain oleh pihak lawan
tidak berakibat dibatalkan, diperbaiki, dan diubah di tingkat banding, kasasi, maupun
peninjauan kembali.
Maksud dari asas ini adalah setiap keputusan pengadilan hanya dapat dilaksanakan
(eksekusi) setelah tenggang waktu 14 (empat belas) hari telah lewat dan telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde) atau tidak ada upaya hukum lain dari
pihak yang dikalahkan kecualai dalam putusan Provisionil dan putusan uit voerbaar bij
voorraad.
Maksud dari asas beracara dikenakan biaya adalah para pihak yang beracara di
pengadilan dikenakan biaya perkara. Biaya perkara pada umumnya berupa biaya
pemanggilan, pemberitahuan dan biaya materai. Biaya-biaya tersebut diperlukan oleh
pengadilan untuk memperlancar jalannya persidangan. Biaya-biaya tersebut umumnya
dibebankan kepada pihak yang dikalahkan dalam suatu persidangan.
Jika dalam perkara tersebut ada barang-barang jaminan baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak yang harus di sita oleh panitera pengadilan negeri maka selain biaya-
biaya tersebut diatas masih ada biaya tambahan yaitu biaya sita eksekusi dari eksekusi lelang
termasuk didalamnya biaya-biaya pengacara, para saksi, saksi ahli dan juru bahasa (pasal 121
ayat 4, pasal 182, pasal 183 HIR jo. Pasal 145 ayat 4, pasal 192, pasal 193 RBg. jo. Pasal 2
ayat 2, pasal 4 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Biaya-biaya yang harus dibayar di atas terdapat pengecualaian untuk para pihak yang
tidak mampu yang telah mengajukan permohonan ke pengadilan dengan beracara di
pengadilan tanpa biaya (prodeo) dan tidak dilawan oleh pihak lawan serta dikabulkan oleh
hakim. Jika dalam persidangan dikalahkan tidak dikenakan biaya (pasal 237, 238, 239 HIR
jo. Pasal 273, 274, 275 RBg).
Apabila hakim dalam melaksanakan tugasnya tidak berpedoman atau menyimpang dari
asas-asas hukum yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka keputusannya
dapat berakibat cacat hukum dan dapat batal demi hukum.
7. SUMBER-SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
Yurisprudensi
Adat kebiasaan yang dianut oleh hakim (Menurut pendapat Prof.Wirjono
Prodjodikoro).
Perjanjian internasional.
Doktrin/Pendapat sarjana.
Surat edaran mahkamah agung (SEMA).