RSUD BATANG
Disusun oleh :
Fany Apriliani
22010117220219
Mentor Senior
dr. Muryanto
PENDAHULUAN
Trauma abdomen tetap menjadi penyebab utama kematian pada semua kelompok umur.
trauma tumpul abdomen umumnya hasil dari tabrakan kendaraan bermotor, jatuh dan pukulan.
Pada anak-anak (kurang dari 14 tahun), trauma tumpul abdomen adalah penyebab paling sering
kedua kematian didahului oleh cedera kepala. Cedera di perut terjadi karena kekuatan langsung
yang menyebabkan trauma kompresi atau luka robek atau cedera deselerasi yang mengakibatkan
kerusakan yang relatif pada struktur tetap. Organ yang paling sering mengalami cedera adalah
limpa, hati dan usus kecil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan dari rongga abdomen dan anatomi organ-organ visera serta persarafan
sensoris viseral sangat penting untuk evaluasi penyakit akut abdomen. Setelah 3 minggu
perkembangan janin, usus primitif terbagi menjadi foregut, midgut, dan hindgut. Arteri
mesenterika superior menyuplai ke midgut (bagian keempat duodenum sampai
midtransversal kolon). Foregut meliputi faring, esofagus, lambung, dan proksimal
duodenum, sedangkan hindgut terdiri dari kolon distal dan rektum. Serabut aferen yang
menyertai suplai vaskuler memberikan persarafan sensoris pada usus dan terkait
peritoneum viseral. Sehingga, penyakit pada proksimal duodenum (foregut) merangsang
serabut aferen celiac axis menghasilkan nyeri epigastrium. Rangsangan di sekum atau
apendiks (midgut) mengaktifkan saraf aferen yang menyertai arteri mesenterika superior
menyebabkan rasa nyeri di periumbilikalis, dan penyakit kolon distal menginduksi serabut
saraf aferen sekitar arteri mesenterika inferior menyebabkan nyeri suprapubik. Saraf
prenikus dan serabut saraf aferen setinggi C3, C4, dan C5 sesuai dermatom bersama-sama
dengan arteri prenikus mempersarafi otot-otot diafragma dan peritoneum sekitar
diafragma. Rangsangan pada diafragma menyebabkan nyeri yang menjalar ke bahu.
Peritoneum parietalis, dinding abdomen, dan jaringan lunak retroperitoneal menerima
persarafan somatik sesuai dengan segmen nerve roots.6
Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal yang kaya akan inervasi saraf akan
menghasilkan sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus. Ketika peradangan pada
viseral mengiritasi pada peritoneum parietal maka akan timbul nyeri yang terlokalisir.
Banyak "peritoneal signs" yang berguna dalam diagnosis klinis dari acute abdominal pain.
Inervasi dual-sensorik dari kavum abdomen yaitu serabut aferen viseral dan saraf somatik
menghasilkan pola nyeri yang khas yang membantu dalam diagnosis. Misalnya, nyeri pada
apendisitis akut nyeri akan muncul pada area periumbilikalis dan nyeri akan semakin jelas
terlokalisir ke kuadran kanan bawah saat peradangan melibatkan peritoneum parietal.
Stimulasi pada saraf perifer akan menghasilkan sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan
terlokalisir dengan baik.6
Rangsangan pada saraf sensorik aferen intraperitoneal pada nyeri akut abdomen
menimbulkan nyeri yang tumpul (tidak jelas pusat nyerinya), nyeri tidak terlokalisasi
dengan baik, dengan onset gradual/ bertahap dan durasi yang lebih lama. Nervus vagus
tidak mengirimkan impuls nyeri dari usus. Sistem saraf aferen simpatik mengirimkan nyeri
dari esofagus ke korda spinalis.6
Saraf aferen dari kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari diafragma, kapsul
lien, dan perikardium memasuki sistem saraf pusat dari C3 sampai C5. Spinal cord dari T6
sampai T9 menerima serabut nyeri dari bagian diafragma perifer, kantong empedu,
pankreas, dan usus halus. Serabut nyeri dari colon, appendik, dan visera dari pelvis
memasuki sistem saraf pusat pada segmen T10 sampai L1. Kolon sigmoid, rektum, pelvic
renalis beserta kapsulnya, ureter dan testis memasuki sistem saraf pusat pada T11 dan L1.
Kandung kemih dan kolon rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2 sampai S4. Nyeri
abdomen dapat berupa nyeri visceral, nyeri parietal atau nyeri alih.6
2.2.1. Evaluasi
Survei sekunder harus mencakup pemeriksaan abdomen sepertu simetri, distensi, dan
lokasi memar. Memar di lateraal abdomen (tanda seatbelt) berhubungan dengan terjadinya
20 persen cedera intraabdomen dan harus diwaspadai kemungkinan cedera intraabdomen.
Bising usus harus diperiksa dengan auskultasi untuk memastikan keberadaannya. Bising
usus berkurang atau hilang samasekali berhubungan dengan cedera intraabdomen. Palpasi
lembut perut dan panggul harus dilakukan. Setiap dditemukan nyeri atau ketidakstabilan
harus meningkatkan kecurigaan cedera intraabdomen maupun fraktur panggul. Nyeri perut,
kekakuan, dan penjagaan dianggap tanda-tanda klasik dari cedera intraabdomen.
Banyak pasien trauma karena berbagai penyebab tidak diperiksa atau tanda fisik
tertentu dapat membuat pemeriksaan fisik kurang dapat diandalkan. Pasien yang tidak
diperiksa merupakan mereka yang kurang dari sepenuhnya sadar dengan Glasgow Coma
Scale (GCS) kurang dari 15, pasien diintubasi, mereka yang di bawah pengaruh zat
memabukkan (alkohol dan obat-obatan), pasien yang mungkin memerlukan anestesi umum
dalam enam sampai delapan jam berikutnya, dan setiap pasien yang mungkin memiliki
cedera tulang belakang atau mereka yang menderita hilangnya sensasi. Pasien tersebut
harus dievaluasi melalui CT untuk membantu diagnosis.
Abdomen dan panggul termasuk jaringan organ dan pembuluh yang berdekatan
dengan rongga tubuh lainnya di mana cedera juga dapat terjadi. Ketika cedera terjadi di
daerah-daerah tubuh yang berdekatan, mereka disebut concurrent injuries. Paling umum
terjadi pada rongga dada. Cedera yang terjadi antara garis puting dan lipatan inguinal dapat
mengakibatkan cedera perut dan sekaligus dada. Cedera yang melibatkan diafragma dapat
mempengaruhi organ-organ dada serta organ-organ perut. Patah tulang rusuk dapat
mengakibatkan luka hepar maupun limpa. Patah tulang panggul merupakan penyebab
tersering luka pada sistem kemih. Pertimbangkan kemungkinan cedera lain ketika merawat
pasien trauma abdomen.
Gejala dan tanda tertentu memiliki nilai prediktif dan meningkatkan peluang
kemungkinan trauma abdomen. Tanda dan gejala yang sering muncul dikembangkan
menjadi aturan yang dapat membantu memandu penilaian dan pilihan intervensi. Tanda
daan gejala tersebut dapat membantu menentukan pasien yang berisiko tinggi dan yang
berisiko rendah pada trauma abdomen. Tanda dan gejalanya meliputi:
• sakit perut dan nyeri saat dilakukan pemeriksaan
• fraktur panggul atau tulang paha
• memar perut (tanda seatbelt atau mark stang)
• patah tulang rusuk bagian bawah
• pneumotoraks
• nyeri ketok sudut costofrenikus
• Fraktur tulang belakang lumbal
• Hematokrit kurang dari 30 persen
• hematuria
• FAST positif
Anak-anak yang preverbal dengan pemeriksaan fisik yang normal harus dinilai untuk
faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan cedera. Jika ada, evaluasi lebih lanjut dan
pemmeriksaan penunjang diagnostik harus dipertimbangkan. Faktor risiko meliputi:
• hipotensi
• abdominal tenderness
• ALT> 125
• AST> 200
• HCT <30%
• Hematuria> 5rbc / hpf
• GCS ≤ 13
• Fraktur femur
Pemeriksaan fissik FAST telah menjadi alat yang semakin berharga dalam
diagnosis untuk cedera intraabdominal. FAST positif pada pasien yang tidak stabil
merupakan indikasi trauma intraabdominal yang membutuhkan intervensi bedah.
Penurunan jumlah cairan intraabdominal menjadikaan pemeriksaan FAST kurang dapat
diandalkan, membutuhkan alat diagnostik lainnya. Hal ini terutama berlaku untuk pasien
anak (≤ 14) di mana pemeriksaan FAST memiliki sensitivitas rendah.
Manajemen non-operatif trauma abdomen yang stabil telah menjadi praktik umum
dalam beberapa tahun terakhir. Pasien dengan hemodinamik tidak stabil atau peritonitis
harus segera dirujuk ke bedah. Pasien-pasien yang hemodinamik stabil mungkin
memerlukan CT untuk menilai sejauh mana cedera sebelum penentuan manajemen non-
operatif dapat dibuat.
Jika manajemen non-operatif dipilih pasien harus dikirim ke rumah sakit yang mahir
dengan jenis manajemen cedera intraabdominal. Juga harus ada kemampuan untuk
menyediakan pemantauan terus menerus dengan pemeriksaan klinis serial. Kemampuan
untuk memberikan intervensi operasi harus tersedia 24 jam per hari. Jika intervensi operasi
(kemampuan bedah) tidak tersedia pasien harus dirujuk.
DAFTAR PUSTAKA
ACR Appropriate Criteria blunt abdominal trauma. (2012). National Guideline Clearing House,
NGC-9232.
Adelgais, K., Kuppermann, N., Kooistra, J., Garcia, M., Monroe, D., Mahajan, P., Holmes, J.
(2014). Accuracy of the Abdominal Examination for Identifying Children with Blunt
Intra-Abdominal Injuries. The Journal of Pediatrics, 165(6), 1230-1235.
Fox, J. C., Boysen, M., Gharahbaghian, L., Cusick, S., Ahmed, S. S., Anderson, C. L., Langdorf,
M. I. (2011). Test Characteristics of Focused Assessment of Sonography for Trauma for
Clinically Significant Abdominal Free Fluid in Pediatric Blunt Abdominal Trauma.
Academic Emergency Medicine, 18(5), 477-482. doi:10.1111/j.1553-2712.2011.01071.x
Green, S. (2013). When Do Clinical Decision Rules Improve Patient Care? Annals of Emergency
Medicine, 62(2), 132-135.
Hoff, W., Holevar, M., Nagy, K., Patterson, L., Young, J., Arrillaga, A., Valenziano, C. (n.d.).
Practice Management Guidelines for the Evaluation of Blunt Abdominal Trauma: The
EAST Practice Management Guidelines Work Group. The Journal of Trauma: Injury,
Infection, and Critical Care, 602-615.
Holmes, J., Lillis, K., Monroe, D., Borgialli, D., Kerrey, B., Mahajan, P., Kooistra, J. (2013).
Identifying Children at Very Low Risk of Clinically Important Blunt Abdominal Injuries.
Annals of Emergency Medicine, 62(2), 107-116.
Holmes, J. (2010). The risk of intra-abdominal injuries in pediatric patients with stable blunt
abdominal trauma and negative abdominal computed tomography. Academic Emergency
Medicine, 17(5), 469-475. doi:10.1111/j.1553-2712.2010.00737.x
Menaker, J., Blumberg, S., Wisner, D., Dayan, P., Tunik, M., Garcia, M., Holmes, J. (2014). Use
of the focused assessment with sonography for trauma (FAST) examination and its
impact on abdominal computed tomography use in hemodynamically stable children with
blunt torso trauma. Journal of Trauma and Acute Care Surgery, 77(3), 427-432.
Nonoperative management of blunt hepatic injury: An eastern association for the surgery of
trauma practice management guideline. (2012). Trauma and Acute Care Surgery, 73(5),
S288-S293. doi:10.1097/TA.0b013e318270160d
Pariset, J., Feldman, K., & Paris, C. (2010). The pace of signs and symptoms of blunt abdominal
trauma to children. Clinical Pediatrics, 49(1), 24-28. doi:10.1177/0009922809342464
Stengel, D., Rademacher, G., Ekkernkamp, A., Güthoff, C., & Mutze, S. (2015). Emergency
ultrasound-based algorithms for diagnosing blunt abdominal trauma. Cochrane Database
of Systematic Reviews.