Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

DISUSUN OLEH

AL WAHDY

C 301 17 231

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TADULAKO

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Bisnis”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Heuristik
Keterwakilan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Palu, 05 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2

C. Tujuan .................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4

A. Pengertian dan bentuk-bentuk Alternative Dispute Resolution (ADR) 4

B. Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis dengan menggunakan

Alternative Dispute Resolution (ADR) ................................................ 6

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 11

A. Kesimpulan .......................................................................................... 11

B. Saran ..................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelesaian sengketa secara konvensional dilakukan melalui sebuah
badan yang disebut dengan pengadilan. Sudah sejak ratus bahkan ribuan tahun
badan badan pengadilan ini semakin terpasung dalam tembok-tembok yuridis yang
sukar ditembus oleh para justitiabelen (pencari keadilan), khususnya jika pencari
keadilan tersebut adalah pelaku bisnis, dengan sengketa yang menyangkut
kegiatan bisnis. Maka dimulailah dipikirkan alternatif-alternatif lain untuk
menyelesaikan sengketa, diantaranya adalah lewat arbitrase. Semula memang
badan-badan penyelesaian sengketa yang bukan pengadilan ini mendapat reaksi
dari berbagai pihak dengan tuduhan sebagai peradilan sempalan. Namun
kemudian, sejarah juga yang membuktikan bahwa memang ada kebutuhan yang
nyata terhadap alternatif penyelesaian sengketa yang bukan pengadilan, sehingga
dewasa ini badan-badan alternatif penyelesaian sengketa sudah diterima secara
tegas oleh hukum di manapun.
Alternatif penyelesaian sengketa, khususnya sengketa bisnis, yang sangat
populer adalah penyelesaian sengketa lewat lembaga arbitrase (nasional maupun
internasional). Sengketa bisnis, pada umumnya dimulai dengan wanprestasi atau
ingkar janji sehingga pihak yang lain merasa dirugikan. Dalam kosakata Inggris,
terdapat dua istilah, yakni conflict dan dispute, yang keduanya mengandung
pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan diantara kedua belah pihak atau
lebih, tetapi keduanya dapat dibedakan. Kosakata conflict sudah diserap kedalam
bahasa Indonesia menjadi konflik, sedangkan kosakata dispute dapat
diterjemahkan dengan kosakata sengketa. Sebuah konflik, yakni sebuah situasi di
mana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak akan
berkembang menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya
memendam perasaan tidak puas atau keprihatinannya. Sebuah konflik berkembang
menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan
rasa tidak puas, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai
penyebab kerugian atau kepada pihak lain.

1
Komar Kantaatmadja menyebutkan bahwa dalam arti kata sehari-hari,
sengketa dimaksudkan sebagai keadaan dimana pihak-pihak yang melakukan
upaya-upaya perniagaan mempunyai masalah, yaitu menghendaki pihak lain untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu, tetapi pihak lainnya menolak atau tidak berbuat
demikian. 2 Praktik menunjukkan bahwa yang paling sering terjadi dalam
perniagaan modern adalah dipenuhinya pengertian sengketa seperti
didefinisikan dalam kontrak perniagaan tertentu, termasuk pengertian delay
dan default. Jika hal ini terpenuhi maka prosedur selanjutnya yang tertera dalam
kontrak menjadi berlaku. Dalam persengketaan, perbedaan pendapat dan
perdebatan yang berkepanjangan biasanya mengakibatkan kegagalan proses
mencapai kesepakatan.

Keadaan ini akan berakhir dengan putusnya jalur komunikasi yang sehat
sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan nasib
ataupun kepentingan pihak lainnya. Agar tercipta proses penyelesaian sengketa
yang efektif, prasyarat bahwa hak didengar kedua belah pihak sama-sama
diperhatikan dan harus terpenuhi. Dengan itu, baru dapat dimulai proses dialog
dan pencarian titik temu (common ground) yang akan menjadi media dimana
proses penyelesaian sengketa dapat berjalan. 3 Penyelesaian sengketa dapat
dilakukan melalui proses ajudikasi (jalur pengadilan) ataupun non ajudikasi
(jalur diluar pengadilan) yaitu Alternative Dispute Resolution (ADR).
Sarana mana yang akan dipergunakan untuk penyelesaian sengketa, diserahkan
kepada para pihak untuk memilih dan menentukan, yang didasarkan pada prinsip
efisien dan efektivitas sengketa yang akan diselesaikan. Saat ini alternatif
penyelesaian sengketa yang dianggap efisien dan efektif adalah Alternative
Dispute Resolution (ADR) dan arbitrase.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana mekanisme
penyelesaian sengketa bisnis dengan menggunakan Alternative Dispute Resolution
(ADR).

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian dan bentuk-bentuk Alternative Dispute
Resolution (ADR)
2. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa bisnis dengan
menggunakan Alternative Dispute Resolution (ADR).

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Alternative Dispute Resolution (ADR)
Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan suatu istilah asing yang
perlu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Berbagai istilah dalam
bahasa Indonesia telah diperkenalkan dalam berbagai forum oleh berbagai
pihak, yaitu Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS), Mekanisme Alternatif
Penyelesaian Sengketa (MAPS), Mekanisme Penyelesaian Sengketa secara
Kooperatif, serta ada juga yang mengartikan dengan pengelolaan koflik
secara kooperatif (Cooperation Conflict Management). Dengan demikian, dilihat
dari beberapa peristilahan di atas, sesungguhnya Alternative Dispute Resolution
(ADR) merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilakukan
secara damai. Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa mengatur mengenai pilihan dalam penyelesaian sengketa
melalui cara musyawarah para pihak yang bersengketa, di bawah titel “Alternatif
Penyelesaian Sengketa”, yang merupakan terjemahan dari Alternative Dispute
Resolution (ADR).
Pengertian Alternative Dispute Resolution (ADR) disini adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para
pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Dengan demikian, jelaslah yang
dimaksud dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) dalam perspektif UU No.
30 Tahun 1999 itu adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan
berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan penyelesaian
sengketa secara litigasi di pengadilan. Penggunaan pranata penyelesaian sengketa
di luar pengadilan tersebut bukan suatu yang harus dilakukan atau dijalankan
terlebih dahulu. Aturan hukum melalui UU No. 30 Tahun 1999 telah menyediakan
beberapa pranata Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS) secara damai, yang
dapat ditempuh para pihak untuk menyelesaiakan sengketa atau beda pendapat
perdata mereka. Pilihan penyelesaian sengketa (PPS) di luar pengadilan hanya

4
dapat ditempuh bila para pihak menyepakati penyelesaian melalui pranata PPS
tersebut.
Di Indonesia, proses penyelesaian sengketa melalui ADR bukanlah sesuatu
yang baru dalam nilai-nilai budaya bangsa kita yang berjiwa kooperatif. Nilai
kooperatif dan kompromi dalam penyelesaian sengketa muncul di mana saja di
Indonesia. Berikut ini adalah beberapa faktor yang merupakan kelebihan dari
ADR, yaitu:
1. Faktor ekonomis.
ADR memiliki potensi sebagai sarana penyelesaian yang lebih
ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu.
2. Faktor Ruang Lingkup yang Dibahas.
ADR mempunyai kemampuan untuk membahas agenda permasalahan
secara luas, komprehensif, dan fleksibel. Hal ini dapat terjadi karena
aturan main dikembangkan dan ditentukan oleh para pihak yang
bersengketa sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya. ADR memiliki
potensi untuk menyelesaikan konflik-konflik yang sangat rumit
(polycentris) yang disebabkan oleh substansi kasus yang sarat dengan
persoalan-persoalan ilmiah (scientifically complicated).
3. Faktor Pembinaan Hubungan Baik.
ADR yang mengandalkan cara-cara penyelesaian kooperatif sangat cocok
bagi mereka yang menekankan pentingnya pembinaan hubungan baik
antar manusia yang telah berlangsung maupun yang akan datang.
Faktor-faktor yang menyebabkan para pelaku bisnis lebih memilih
penyelesaian sengketa melalui pranata ADR dibanding melalui jalur
pengadilan karena beberapa pertimbangan, yaitu :
1. Proses penyelesaian di pengadilan lambat berlarut-larut, sehingga
dinilai membuang-buang waktu (wasting time);
2. Biaya perkara amat mahal, termasuk biaya pengacara cukup tinggi;
3. Sistem penyelesaiannya tidak tuntas, karena fokus solusinya
mempermasalahkan masa lalu (the past), sementara tidak memberikan
penyelesaian masa datang (the future);

5
4. Akhir penyelesaian (putusan) melalui sistem litigasi, adalah
memposisikan para pihak dalam posisi menang atau kalah (win or
lose).
B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis Dengan Menggunakan
Alternative Dispute Resolution (ADR)
Merupakan hal yang wajar apabila dunia bisnis pada suatu saat mengalami
pertikaian atau konflik (conflict), hal ini pada hakekatnya merupakan salah satu
bentuk dari interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat. Konflik akan
berkembang menjadi sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan menyatakan
rasa tidak puas pada pihak yang menimbulkan kerugian pada pihak lain, dalam hal
ini mereka telah masuk dalam tahap untuk mencari penyelesaian sengketa
(solution). Jika terjadi sengketa dalam kegiatan bisnis pada saat sekarang dapat
ditempuh melalui ADR, dengan pertimbangan bahwa masyarakat bisnis selalu
menghendaki yang serba cepat sesuai dengan semboyan mereka “time is money”.
Oleh karena itu pelaku bisnis pada umumnya memilih cara penyelesaian sengketa
yang tidak terfokus pada pengadilan. Adapun mekanisme dari beberapa bentuk
pranata ADR adalah sebagai berikut :
a. Negosiasi
Negosiasi merupakan interaksi di mana dua orng atau lebih terlibat
secara bersama dalam sebuah hasil akhir walau pada awalnya mempunyai
sasaran yang berbeda, berusaha dengan menggunakan argumen dan persuasi,
menyudahi perbedaan mereka untuk mencapai jalan keluar yang dapat mereka
terima bersama. Dengan demikian, dalam negosiasi terdapat keinginan para
pihak untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka hadapi dengan
tujuan mendapatkan kesempatan yang saling munguntungkan. Adapun
elemen-elemen yang menjadi prinsip umum dalam negosiasi adalah sebagai
berikut :
1. negosiasi melibatkan dua pihak atau lebih;
2. pihak-pihak tersebut harus terlibat satu sama lain dalam mencapai hasil
yang diinginkan;

6
3. para pihak sejak awal setidaknya sudah beranggapan bahwa negosiasi
merupakan cara yang lebih memuaskan untuk menyelesaikan perbedaan
mereka dibanding metode lain;
4. masing-masing pihak harus beranggapan bahwa ada kemungkinan untuk
membujuk pihak lain untuk memodifikasi posisi awal mereka;
5. setiap pihak harus mempunyai harapan akan sebuah hasil akhir yang
mereka terima dan suatu konsep tentang seperti apakah hasil akhir itu;
6. masing-masing pihak harus mempunyai suatu tingkat kuasa atas
kemampuan pihak lain untuk bertindak.
7. proses negosiasi itu sendiri pada dasarnya merupakan salah satu interaksi
di antara orang- orang, terutama antar komunikasi lisan yang langsung
walaupun kadang-kadang dengan elemen tertulis yang penting.
Untuk optimalnya hasil negosiasi, diperlukan tahapan-tahapan yang
kronologisnya teratur dari awal sampai akhir. Menurut Suyud Margono,
tahap tahap negosiasi dibagi menjadi
a. tahap persiapan;
b. tahap tawaran awal (opening gambit);
c. tahap pemberian konsesi; dan
d. tahap akhir permainan (end play).
b. Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan
kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral, dan tidak
membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak, tetapi menunjang
fasilitator untuk terlaksananya dialog antarpihak dengan suasana keterbukaan,
kejujuran, dan tukar pendapat demi tercapainya mufakat. Dengan kata
lain, proses mediasi pemecahan masalah adalah proses di mana pihak luar
yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang
bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian
secara memuaskan.
Berdasarkan pengertian mediasi tersebut, dapat disimpulkan beberapa
elemen mediasi, yaitu

7
a. penyelesaian sengketa sukarela;
b. intervensi/ bantuan;
c. pihak ketiga yang tidak berpihak;
d. pengambilan keputusan oleh para pihak secara konsensus; dan
e. patisipasi aktif para pihak.
Dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, tidak terdapat unsur
paksaan antara para pihak dan mediator karena para pihak secara sukarela
meminta kepada mediator untuk membantu menyelesaikan konflik yang
sedang mereka hadapi. Oleh karena itu, mediator berkedudukan sebagai
pembantu walaupun ada unsur intervensi terhadap pihak-pihak yang sedang
berseteru. Dalam kondisi demikian, mediator harus bersifat netral atau tidak
memihak sampai diperoleh keputusan yang hanya ditentukan oleh para pihak.
Bila pihak pelaku bisnis yang bersengketa akan menempuh jalan mediasi
maka sebaiknya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
a) Sepakat para pihak untuk menempuh proses mediasi;
b) Memahami masalah-masalah;
c) Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan masalah;
d) Mencapai kesepakatan;
e) Melaksanakan kesepakatan.
Dengan memperhatikan langkah-langkah tersebut, diharapkan tindakan
tindakan yang akan dilakukan dapat tetap fokus sehingga hasil yang ingin
dicapai pun dapat lebih optimal sesuai dengan tujuan penyelesaian konflik
atau sengketa itu.Sementara itu, dalam proses mediasi perlu memperhatikan
langkah langkah yang sebaiknya dilakukan sebagai kewajiban dan tugas dari
suatu mediasi, yaitu :
 Tahap pertama : Menciptakan forum
 Tahap kedua : Mengumpulkan dan membagi-bagi informasi
 Tahap ketiga : Pemecahan masalah
 Tahap keempat : Pengambilan keputusan
c. Konsiliasi
Konsiliasi mirip dengan mediasi, yakni juga merupakan suatu proses

8
penyelesaian sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan masalah
melalui pihak luar yang netral dan tidak memihak yang akan bekerja dengan
pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam
menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan kedua belah pihak. Pihak
ketiga yang netral tersebut disebut dengan konsiliator.
Yang membedakan antara mediasi dengan konsiliasi adalah adanya
kewenangan dari mediator untuk juga mengusulkan penyelesaian sengketa,
hal mana paling tidak secara teoritis, tidak dimiliki oleh seorang
konsiliator. Dalam proses konsiliasi, seorang konsiliator tidak mempunyai
kewenangan memberikan putusan terhadap sengketa tersebut. Hal inilah yang
membedakannya dengan arbitrase. Beberapa aturan main untuk seorang
konsiliator adalah seperti yang terdapat dalam Uncitral Consiliation Rule,
yaitu sebagai berikut :
1. konsiliator membantu para pihak untuk secara independen.
2. konsiliator selalu berpegang pada prinsip keadilan dan objektif,
dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : hak dan
kewajiban para pihak; kebiasaan dalam perdagangan; praktek bisnis yang
telah terjadi termasuk praktek bisnis di antara para pihak sendiri.
3. konsiliator dapat menentukan bagaimana proses konsiliasi yang
dianggapnya layak.
4. di setiap tingkat, konsiliator dapat mengajukan proposal penyelesaian
sengketa.
d. Pencari Fakta
Pencari fakta adalah suatu proses yang dilakukan oleh sorang atau tim
pencari fakta, baik merupakan pihak yang independen atau hanya sepihak,
untuk melakukan proses pencarian fakta terhadap sesuatu masalah, yang akan
menghasilkan suatu rekomendasi yang tidak mengikat. Adapun tugas pencari
fakta adalah sebagai berikut :
1. mengumpulkan fakta.
2. memeriksa fakta.
3. menginterpretasi fakta.

9
4. melakukan wawancara.
5. melakukan dengan pendapat (hearing).
6. menarik kesimpulan tertentu.
7. memberikan rekomendasi.
8. mempublikasi (bila diperlukan).
Pada prakteknya, keputusan untuk menggunakan Alternative Dispute
Resolution (ADR) dalam penyelesaian sengketa diperlukan dua pertimbangan
yaitu prosedur ADR lebih tepat guna daripada prosedur adminitratif serta
prosedur hukum biasa, dan menentukan prosedur mana yang paling tepat
untuk jenis sengketa yang dihadapi serta dibutuhkan proses analisis yang
matang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemilihan dan penentuan
penggunaan ADR, bergantung pada jenis dan pihak-pihak yang terlibat dalam
persengketaan.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sengketa bisnis pada umumnya dimulai dengan wanprestasi atau ingkar
janji sehingga pihak yang lain merasa dirugikan. Oleh karena itu para pihak
biasanya mencari solusi untuk mengatasi sengketa tersebut, salah satunya adalah
melalui pranata Alternative Dispute Resolution (ADR) sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999 di bawah titel “ Alternatif Penyelesaian Sengketa “
yang merupakan terjemahan dari Alternative Dispute Resolution (ADR).
Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian
sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi
atau penilaian ahli
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena
itu kami membutuhkan saran dan kritik yang membangun agar kedepannya
dapat memperoleh hasil yang lebih baik dari yang sekarang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Emirzon, Joni, Alternatif Penyelesaian Sengketadi Luar Pengadilan (Negosiasi,


Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase), Cetakan pertama, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2001.
Fuadi, Munir, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era
Global, Citra AdityaBakti, Bandung, 2002.

12

Anda mungkin juga menyukai