Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sifat fisika Ultisol?
2. Bagaimana pengelolaan Ultisol yang tepat sesuai dengan sifat fisika
tanah tersebut?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui sifat fisika Ultisol
2. Untuk mengetahui pengelolaan Ultisol yang tepat sesuai dengan sifat
fisika tanah tersebut.
D. Manfaat
1. Manfaat bagi peneliti yaitu dapat menyelesaikan laporan akhir fisika
tanah dengan baik dan benar
2. Manfaat bagi masyarakat yaitu dapat mengetahui karakteristik Ultisol
serta pengolahan lahan Ultisol dengan baik dan benar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Ultisol
Ultisol atau yang lebih dikenal sebagai tanah Podsolik Merah
Kuning (PMK) merupakan salah satu jenis tanah kurang subur yang
dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Ultisol dicirikan oleh adanya
akumulasi liat pada horison bawah permukaan sehingga mengurangi daya
resap air dan meningkatkan aliran permukaan serta erosi tanah.
Pemanfaatan tanah Ultisol sebagai lahan pertanian yaitu terdapat pada
sektor perkebunan kelapa sawit (Bunga Andalusia dkk., 2016)
Ultisol tergolong tanah yang tergolong miskin unsur hara. Selain
perharaannya, permasalahan lain adalah sifat fisik tanah nya juga kurang
menguntungkan. Salah satu fisik tanahnya yang menonjol yaitu tekstur
tanah yang dicirikan oleh kandungan liat yang tinggi dan debu yang
rendah. (Yulnafatmawita dkk., 2012)
Kondisi tekstur mendasari timbulnya banyaknya masalah lain pada
ultisol diantaranya masalah retensi dan transmisi air, pemadatan tanah dan
penetrasi akar. Distibusi pori yang kurang seimbang, karena didominasi
pori mikro menyebabkan aerasi yang kurang baik, laju infiltasi rendah dan
peka erosi. Kemantapan agregat dan permeabilitas tanah juga rendah
dikarenakan kandungan bahan organik yang rendah. (Yulnafatmawita
dkk., 2012)
Sifat fisika tanah dapat mengganggu pertumbuhan dan produksi
tanaman adalah porositas tanah, laju infiltrasi dan permeabilitas tanah
rendah sampai sangat rendah, kemantapan agregat dan kemampuan tanah
menahan air yang rendah. Sedangkan sifat kimia tanah Ultisol yang
mengganggu pertumbuhan tanaman adalah pH yang rendah (masam) yaitu
< 5,0 dengan kejenuhan Al tinggi yaitu >42%, kandungan bahan organik
rendah yaitu <1,15%, kandungan hara rendah yaitu N berkisar 0,14%, P
sebesar 5,80 ppm, kejenuhan basa rendah yaitu 29% dan KTK juga rendah
yaitu sebesar 12,6 me/100 g. Ultisol tergolong lahan marginal dengan
tingkat produktivitasnya rendah, kandungan unsur hara umumnya rendah
karena terjadi pencucian basa secara intensif, kandungan bahan organik
rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat terutama di daerah
tropika. Ultisol memiliki permeabilitas lambat hingga sedang, dan
kemantapan agregat rendah sehingga sebagian besar tanah ini mempunyai
daya memegang air yang rendah dan peka terhadap erosi. (Rusli, 2016)
Pada umumnya ultisol mempunyai potensial yang cukup besar
dalam hal penyebarannya yang cukup luas di daerah Sumatera Utara.
Ultisol mempunyai mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan
bagi perluasan lahan pertanian untuk tanaman pangan dengan tata
pengolahan lahan yang tepat. Namun kendala yang dihadapi dalam
mengolah tanah ini dan harus diperhatikan yakni sifat kimia tanah dan
sifat fisiknya. (Erwin Syahputra dkk., 2015)
Ultisol merupakan tanah yang memiliki masalah keasaman tanah,
bahan organik rendah dan nutrisi makro rendah dan memiliki ketersediaan
P sangat rendah. kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan
C-organik rendah, kandungan aluminium (kejenuhan Al) yang tinggi,
fiksasi P tinggi, kandungan besi (Fe) dan mangan (Mn) yang mendekati
batas meracuni tanaman, peka terhadap erosi. Tingginya curah hujan di
sebagian wilayah Indonesia menyebabkan tingkat pencucian hara tinggi
terutama basa-basa, sehingga basa-basa dalam tanah akan segera tercuci
keluar lingkungan tanah dan yang tinggal dalam tanah menjadi bereaksi
masam dengan kejenuhan basa rendah. (Erwin Syahputra dkk., 2015)
Bahan organik merupakan salah satu faktor pembentuk tanah yang
berperan dalam memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan sifat-
sifat tanah baik sifat sifat fisik tanah, kimia maupun biologi tanah mineral.
Hal tersebut disebabkan karena bahan organik setelah mengalami
pelapukan akan membentuk senyawa antara yang agak stabil dan koloid
tanah yang bersifat reaktif. Sifat koloid membuat bahan organik mampu
memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah. Diantara nya yang utama
terhadap sifat fisika tanah adalah membentuk dan memantapkan agregat
tanah. Tanah yang memiliki agregat yang mantap akan mampu
mempertahankan kondisi tanah dari serangan atau gangguan dari energi
luar seperti energi kinetik dari curah hujan, energi dari pengolahan tanah
dan sebagainya. Dengan demikian, laju infiltrasi tanah akan bisa
dipertahankan sehingga aliran permukaan bisa diantisipasi atau diatasi dan
kemungkinan erosi bisa terhindar. (Yulnafatmawita dkk., 2012)
Bahan organik tanah di daerah tropis basah cenderung rendah,
walaupun produksi biomasa tanaman pada tanah tersebut melimpah.
Kondisi iklim dengan suhu dan curah hujan yang tinggi dapat
menyebabkan laju pelapukan bahan organik dengan cepat. Apalagi hal
tersebut terjadi pada lahan pertanian tanaman semusim yang umumnya
tanah diolah dengan cara yang intensif. (Yulnafatmawita dkk., 2012)
Penipisan kandungan bahan organik tanah dengan waktu akan
memicu terjadinya bencana alam. Oleh karena itu, salah satu cara
mengantisipasi hal tersebut terjadi, kandungan bahan organik tanah harus
dipertahankan pada level tertentu. Bahan organik dapat membantu
memperbaiki sifat fisika tanah, seperti memodifikasi pengaruh tekstur
tanah yang berliat tinggi pada ultisol. (Yulnafatmawita dkk., 2012)
Tekstur tanah yang dominan pada Ultisol adalah liat. Tekstur liat
memiliki kapasitas yang lebih tinggi jika dibandingkan tanah bertekstur
pasir. Hal ini berkaitan dengan ukuran butir tanah yang bertekstur liat,
sehingga memiliki kemampuan menahan air lebih tinggi. Tekstur tanah
yang didominasi tekstur liat menyebakan pori mikro pada tanah lebih
mendominasi dari pada pori makro. Tekstur tanah ini dapat dipengaruhi
oleh kadar air dalam tanah pada kapasitas lapang (field capacity). (Bunga
Andalusia dkk., 2016)
Sebagian besar sub ordo tanah Ultisol di Sumatera terdiri atas
Udults dan Aquults. Adiwiganda dkk (1994) menyatakan bahwa tanah
Ultisol di wilayah Sumatera Utara terdiri atas beberapa sub grup
diantaranya adalah Typic Hapludults, Typic Paleudults, Psammentic
Paleudults, Typic Plinthudults, Typic Ochraquults, dan Typic Paleaquults,
dimana masing-masing sub grup tersebut menyebar dibeberapa lokasi
dengan ketinggian tempat yang berbeda. (Subagyo dkk., 2004)
Secara umum, sifat kimia pada sub grup Ultisol berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Tetapi untuk menentukan perbedaan dari masing-
masing sub grup tanah tersebut perlu dilakukan analisis berdasarkan
spesifik lokasi tanah itu diambil. Tanah yang tersebar di permukaan bumi
memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Hal tersebut
disebabkan karena adanya faktor-faktor geografis saat terjadi pembentukan
tanah. Faktor-faktor pembentukan tanah antara lain bahan induk tanah,
topografi atau relief, iklim, organisme dan waktu. (Erwin Syahputra dkk.,
2015)
Dalam sistem klasifikasi tanah USDA terbaru (1985) masih terus
dikembangkan dengan kerjasama internasional untuk kesempurnaannnya,
tanah podsolik berwarna merah-kuning secara umum masuk dalam
klasifikasi ordo Ultisol. Secara umum hal tersebut dikatakan karena pada
dasarnya nama tanah tersebut tersebut berasal dari sistem klasifikasi yang
berbeda tidak mungkin dipadankan secara langsung dan lengkap. Hal
tersebut dikarenakan setiap sistem klasifikasi menggunakan seperangkat
kriteria kelas yang berbeda. Walaupun kriterianya sama akan tetapi
hierarki penerapannya berbeda, hasil dari pembentukan kelas tanah
berbeda pula. Pada sistem FAO atau UNESCO tanah yang disebut Ultisol
terpilihkan menjadi dua satuan tanah utama, yaitu Acrisol dan Nitosol.
Acrisol ialah kelompok yang lebih buruk, sedang Nitosol ialah kelompok
yang lebih baik. (Tejoyuwono, 2006)
Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah.
Pada klasifikasi lama menurut Soepraptohardjo (1961),Ultisol
diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning(PMK). Ultisol umumnya
mempunyai struktur sedang hingga kuat, dengan bentuk gumpal bersudut.
Komposisi mineral pada bahan induk tanah mempengaruhi tekstur Ultisol.
(I Putu Sujana dkk., 2015)
Dominasi Ultisol di sebagian besar wilayah Indonesia
menimbulkan masalah tersendiri dalam hal pencapaian produktivitas
pertanian dan perkebunan yang optimal. Jenis tanah ini dicirikan dengan
agregat kurang stabil, permeabilitas, bahan organik dan tingkat kebasaan
rendah. Tekstur tanah berlempung, mengandung mineral sekunder kaolinit
yang sedikit tercampur gibsit dan montmorilonit, pH tanah rata-rata 4,2-
4,8. Peningkatan produksi tanaman jagung pada ultisol tidak cukup hanya
dengan memberikan pupuk sebagai sumber hara karena pupuk tersebut
tidak akan efektif bila pH tanah masih dibawah 4,5. (I Putu Sujana dkk.,
2015)
Ultisol umumnya mempunyai nilai kejenuhan basa < 35%, karena
batas ini merupakan salah satu syarat untuk klasifikasi Ultisol menurut
Soil Taxonomy. Beberapa jenis Ultisol mempunyai kapasitas tukar kation
< 16 cmol/kg liat, yaitu Ultisol yang mempunyai horizon kandik. Reaksi
Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH 5−3,10), kecuali
Ultisol dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral hingga agak
masam (pH 6,80−6,50). Kapasitas tukar kation pada Ultisol dari granit,
sedimen, dan tufa tergolong rendah masing-masing berkisar antara
2,90−7,50 cmol/kg, 6,11−13,68 cmol/kg, dan 6,10−6,80 cmol/kg,
sedangkan yang dari bahan volkan andesitik dan batu gamping tergolong
tinggi (>17 cmol/kg). (I Putu Sujana dkk., 2015)
Ciri morfologi yang penting pada Ultisol adalah adanya
peningkatan fraksi liat dalam jumlah tertentu pada horizonseperti yang
disyaratkan dalam Soil Taxonomy. Horizon tanah dengan peningkatan liat
tersebut dikenal sebagai horizon argilik. Horizon tersebut dapat dikenali
dari fraksi liat hasil analisis di laboratorium maupun dari penampang profil
tanah. Horizon argilik umumnya kaya akan Al sehingga peka terhadap
perkembangan akar tanaman, yang menyebabkan akar tanaman tidak dapat
menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas horizon argilik. (I
Putu Sujana dkk., 2015)
Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena
pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik
rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa
erosi. Pada tanah Ultisol yang mempunyai horizon kandik, kesuburan
alaminya hanya bergantung pada bahan organik di lapisan atas.(I Putu
Sujana dkk., 2015)
Pada umumnya lahan kering masam didominasi oleh Ultisol, yang
dicirikan oleh kapasitas tukar kation (KTK) dan kemampuan memegang
atau menyimpan air yang rendah, tetapi kadar Al dan Mn tinggi. Oleh
karena itu, kesuburan Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kadar
bahan organik pada lapisan atas, dan bila lapisan ini tererosi maka tanah
menjadi miskin hara dan bahan organik.(I Putu Sujana dkk., 2015)
Ultisol merupakan tanah basah yang berkembang di bawah iklim
panas tropika. Ultisol lebih hebat mengalami pelapukan dan lebih asam
daripada Alfisol, tetapi pada umumnya tidak lebih asam daripada
Spodosol. Ultisol mempunyai horison argilik (lempung) dengan kejenuhan
basa < 35%, horison di bawah permukaan berwarna merah atau kuning,
terdapat timbunan oksida besi bebas tetapi masih mempunyai mineral
yang dapat dilapukkan. Ultisol terbentuk di atas permukaan tanah tua,
umumnya di bawah vegetasi hutan. (Reno Setyo, 2011)
B. Pengolahan Tanah
3.3 Metode
3.3.1 Permeabilitas
Metode yang digunakan adalah Constant Head Permeameter, dimana
metode ini memiliki prinsip mempertahankan tekanan air agar tetap, sehingga
percobaan dilakukan dengan mempertahankan perbedaan tinggi muka air agar
tidak berubah selama percobaan.
3.3.2 BV, TRP, %KA
Metode yang digunakan adalah Gravimetri, dimana metode ini merupakan
metode yang paling sederhana, yang mencakup pengukuran kehilangan air dengan
menimbang contoh tanah sebelum dan sesudah dioven dengan suhu 1050C.
3.3.3 Stabilitas Agregat
Metode yang digunakan adalah metode ayakan basah dan metode ayakan
kering, metode ini disebut juga dengan metode ayakan ganda, karena
menggunakan dua ayakan yang berbeda yaitu ayakan basah dan ayakan kering,
dimana pengayakan kering dilakukan sebelum melakukan ayakan basah.
3.3.4 Indeks Stabilitas
Metode yang digunakan adalah metode Casa Grande, metode ini
melibatkan gaya kohesi pada tanah dengan konsistensi tanah 170kpa, yang
disertai dengan pengukuran batas plastis.
3.3.5 Tekstur
Metode yang digunakan adalah pipet dan ayakan, metode ayakan
merupakan metode langsung pengambilan contoh partikel tanah dari dalam
suspensi dengan menggunakan pipet pada kedalaman dan waktu tertentu, metode
pipet menggunakan natrium yang bersifat mampu mendispersikan atas
memecahkan partikel tanah.
4.1 Hasil
Parameter
No Lahan BV(gr/ Permebilitas Indeks Stabilitas Tekstur(%)
TRP(%) KA(%)
cm³) (cm/jam) plastisitas Agregat Pasir Debu Liat
1 Salak 0,925 65,1 28,534 1,968 34,068 310,559 26,65 20,3 53,02
2 Kakao 0,94 64,5 22,85 3,171 24,91 62,89 20,83 31,56 47,6
3 Campuran 0,982 63 24,069 2,51 23,68 89,28 15,53 36,64 47,81
4 Semak 0,656 62,41 24,07 0,087 18,8 224,049 20,46 3,96 75,56
4.2 Pembahasan
4.2.1 Permeabilitas
Tanah terdiri dari butiran-butiran yang berbeda baik dalam ukuran maupun
bentuk. Besarnya partikel tanah relative sangat kecil biasanya diistilahkan dengan
tekstur. Tekstur menunjukkan sifat halus dan kasarnya butiran-butiran tanah.
Tekstur tanah dapat diartikan sebagai perbandingan relative (proporsi) dari
komposisi fraksi-fraksi penyusun tanah. Fraksi tersebut antara lain fraksi pasir
(sand), fraksi debu (silt), dan fraksi lempung atau liat (clay).
Dalam penentuan kelas tekstur tanah pada praktikum ini digunakan sampel
tanah pada empat lahan dengan vegetasi yang berbeda yaitu salak, kakao,
campuran dan semak belukar. Pada praktikum pengujian tekstur digunakan
metode kuantitatif dengan metode pipet dan ayakan yang dapat memperjelas hasil
dari penetapan tekstur.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil penetapan
tekstur seperti pada tabel di atas. Tanah dengan vegetasi salak memiliki kadar
fraksi pasir 26,65%, fraksi debu 20,316% dan fraksi liat 53,027%. Selanjutnya
pada tanah yang ditumbuhi vegetasi kakao memiliki kadar fraksi pasir 28,831%,
fraksi debu 31,5625% dan fraksi liat sebanyak 97,60%. Tanah yang ditumbuhi
vegetasi campuran memiliki kadar fraksi pasir 15,921%, fraksi debu 36,64% dan
fraksi liat 47,819%. Pada tanah yang ditumbuhi vegetasi semak belukar memiliki
kadar fraksi pasir 20,468%, fraksi debu 3,966% dan fraksi liat sebesar 75,56%.
Pada masing-masing sampel tanah dengan berbagai vegetasi menempati kelas
tekstur liat karena masing-masing sampel memiliki kadar fraksi liat yang tinggi.
Sifat-sifat fisika tanah banyak bersangkutan dengan kesesuaian tanah untuk
berbagai penggunaan.
Tanah dengan vegetasi salak memiliki kadar fraksi pasir 20,65%, fraksi
debu 20,316% dan fraksi pasir 53,027%. Hal tersebut menunjukkan tanah
bervegetasi salak memiliki tekstur liat yang memiliki ciri-ciri seperti bersifat
lengket atau liat dan membentuk gumpalan, ketika tanah kering karena kandungan
jenis mineral lempung yang terkandung dalam tanah tersebut banyak.
Tanah yang ditumbuhi vegetasi kakao memiliki kadar fraksi pasir sebanyak
28,831%, fraksi debu 31,5625% dan fraksi liat 97,60%. Tanah ini menempati
kelas tekstur liat dengan ciri-ciri yang sama dengan tanah bervegetasi salak.
Tanah dengan vegetasi campuran memiliki kadar fraksi pasir sebanyak 15,923%,
fraksi debu 36,64% dan fraksi liat 47,819%. Dapat dilihat pada segitiga tekstur
tanah ini menempati kelas tekstur liat begitu pula dengan tanah yang ditumbuhi
vegetasi semak belukar dengan kandungan fraksi pasir 20,468%, fraksi debu
3,966% dan fraksi liat 75,56%. Dapat dilihat bahwa fraksi pasir lebih tinggi dari
pada fraksi debu dan fraksi liat lebih tinggi dari pada fraksi debu dan pasir.
Hal di atas dipengaruhi oleh sistem perakaran dari vegetasi yang tumbuh
pada tanah tersebut. Semakin banyak perakaran perakaran yang terdapat dalam
tanah maka penyerapan air juga semakin tinggi dan menyebabkan kadar air tinggi
dan tekstur akan semakin liat.
Berdasarkan literatur yang telah dibaca, tanah di lahan percobaan
Universitas Andalas merupakan jenis Ultisol. Ciri morfologi yang penting pada
jenis tanah ini adalah adanya peningkatan fraksi liat dalam jumlah tertentu pada
horizon seperti yang dinyatakan pada Soil Taxonomy. (Soil Survey, 2003)
Peningkatan fraksi liat ini terjadi pada horizon argilik yang kaya akan Al.
Pada horizon argilik perkembangan akar tanaman tidak akan menembus horizon
tersebut dan hanya akan berkembang di atas horizon argilik saja. (Suhardi dkk.,
1993)