ASAS LEGALITAS
Oleh:
Anistsabatini Siti Jazilatul Chikmah
34.3.1.11541
1
Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Socialist Law,
(Bandung: Nusa Media. 2010), hlm. 61
2
Prof. Dr. Peter Mahmud, S.H., M.S., LL.M., Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prenada
Media Group. 2009), hlm. 286
Berdasarkan sumber-sumber hukum itu, maka sistem hukum kontinental
penggolongannya ada dua yaitu penggolongan dalam bidang hukum publik dan hukum
privat. Hukum publik (droit public) mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur
kekuasaan dan wewenang penguasa atau negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat
dan negara. Hukum publik mengatur lembaga-lembaga milik negara yang memberikan
layanan publik, sekolah, rumah sakit dan pemerintah daerah, serta mengatur kedudukan
hukum orang-orang yang melayani Negara.3
5
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta. 1991), hlm. 27
dikenal asas-asas tentang batas berlakunya hukum pidana menurut waktu dan tempat.
Berkaitan dengan berlakunya hukum pidana menurut waktu, asas yang berlaku di dalamnya
adalah asas yang dikenal dengan sebutan asas legalitas (principle of legality).
Asas legalitas dalam hukum pidana merupakan asas yang sangat fundamental. Asas
legalitas dalam hukum pidana begitu penting untuk menentukan apakah suatu perbuatan
hukum pidana dapat diberlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi. Jadi, apabila terjadi
suatu tindak pidana, maka akan dilihat apakah telah ada ketentuan hukum yang mengaturnya
dan apakah aturan yang telah ada tersebut dapat diberlakukan terhadap tindak pidana yang
terjadi.6
Dalam hukum pidana asas legalitas mengandung pengertian bahwa, “tiada suatu
perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan atusan pidana dalam perundang-undangan
yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.” Ketentuan ini, sebagaimana yang termaktub
dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, adalah pengertian baku dari asas legalitas. Asas ini dalam
bahasa latin dikenal dengan nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tiada delik, tidak
ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu).7
6
A. Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: UMM Press. 2004), hlm. 9
7
Mahrus Ali, S.H, M.H, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika. 2012), hlm.
59-60
8
Mahrus Ali, S.H, M.H, Ibid, hlm. 71
dahulu. Asas legalitas dalam Islam bukan berdasarkan akal manusia, tetapi dari ketentuan
Tuhan. Dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
Artinya: “ ...dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang
Rasul.”9
Untuk menerapkan asas legalitas ini, dalam hukum pidana Islam terdapat
keseimbangan. Hukum Islam menjalankan asas legalitas, tetapi juga melindungi kepentingan
masyarakat.ia menyeimbangkan hak-hak individu, keluarga, dan masyarakat melalui
kategorisasi kejahatan dan sanksinya.10
9
Q.S Al-Israa’: 15
10
Topo Santoso, S.H, M.H, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat dalam
Wacana dan Agenda, (Jakarta: Gema Insani Press. 2003), hlm. 10-12
11
Anis Widyawati, S.H, M.H., Hukum Pidana Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika. 2014)
hlm. 26
Wetboek van Strafrecht di Negeri Belanda dan selanjutnya asas tersebut dimuat dalam Pasal 1
ayat (1) KUHP Indonesia.12
Di Inggris, asas legalitas dirumuskan oleh seorang filsuf yang bernama Francis Bacon
dalam adagium moneat lex, piusquam feriat. Artinya, Undang-Undang harus memberikan
peringatan terlebih dahulu sebelum merealisasikan ancaman yang terkadung di dalamnya.
Dalam perkembangan selanjutnya pada level nasional, asas legalitas ini tidak hanya
tercantum dalam kitab Undang-Undang hukum pidana masing-masing negara, namun lebih
dari itu, asas legalitas termaktub dalam konstitusi masing-masing Negara.
Di Jerman, asas legalitas ini dikenal dengan istilah gesetzlichkeitsprinsip yang tidak
hanya dimuat dalam Pasal 1 KUHP tetapi juga termaktub dalam Pasal 103 Konstitusi Jerman,
“An act can be punished only where it constituted a criminal offence under the law before the
act was committed.”
Di Italia, asas legalitas diatur dalam Pasal 25 Konstitusi, “No one shall be punished
save on the basis of a law which has entered into force before the offence has been
committed.”
Di Belanda, asas legalitas baru dimasukkan dalamkonstitusi tahun 1983 pada pasal
16. Awalnya asas legalitas dalam pengertian hukum tidak berlaku surut hanya mengikat
pembentuk Undang-Undang yang lebih rendah, sementara pembentuk Undang-Undang pada
tingkat pusat dapat membuat aturan yang berlaku surut.
Sementara di Indonesia, asas legalitas dalam konstitusi baru dimasukkan dalam
amandemen kedua UUD 1945 dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP Indonesia berbunyi, “Jika
sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perudang-undangan, dipakai aturan yang
paling ringan bagi terdakwa.”13
Berbeda dengan sebagian besar Negara di dunia, Cina adalah negara yang tidak
memberlakukan asas legalitas. Dalam Pasal 2 KUHP Cina ditegaskan bahwa pidana adalah
alat perjuangan untuk menghadapi perbuatan yang kontrarevolusioner. Konsekuensinya,
analogi dalam penerapan hukum pidana tegas-tegas diperbolehkan. Dalam hal terdapat
perbuatan yang patut dipidana tetapi perbuatan tersebut tidak tercantum dalam perundang-
undangan di Cina, maka diterapkan ketentuan pidana dengan jalan analogi terhadap
12
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
2014), hlm. 62
13
Eddy O.S. Hiariej, Ibid, hlm. 63-66
perbuatan pidana yang paling mirip dalam perundang-undangan. Akan tetapi penerapan
analogi ini harus mendapat persetujuan Mahkamah Agung Cina terlebih dulu.14
Berdasarkan penelusuran Eddy O.S. Hiariej, sehubungan dengan pandangan para
pakar hukum pidana tentang asas legalitas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
asas legalitas adalah: “Tiada perbuatan dapat dipidana kecuali atas dasar kekuatan
ketentuan pidana menurut undang-undang yang sudah ada terlebih dahulu.”
Pengertian ini hampir sama dengan rumusan yang ada dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.
Dengan demikian, asas legalitas adalah peraturan hukum konkret yang pengertiannya
biasanya dapat dilihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masing-masing negara
sebagai definisi baku dan asas legalitas itu sendiri.15
14
Andi Hamzah, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika. 1995), hlm. 22-24
15
Eddy O.S. Hiariej, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana, (Jakarta:
Erlangga. 2009), hlm. 19
16
I Gede Widhiana Suarda, S.H, M.Hum., Hukum Pidana Internasional, (Bandung: Citra
Aditya Bakti. 2012), hlm. 74
2. Makna asas legalitas terkandung dalam postulat nullum crimen sine lege stricta, yang
artinya kebijakan kriminal harus berdasarkan prinsip spesifik melalui aturan-aturan
yang mengkriminalisasikan suatu kelakuan manusia
3. Makna asas legalitas terdapat dalam postulat nullum crimen sine praevia lege, yang
artinya aturan-aturan pidana tidak boleh berlaku surut sehingga seseorang tidak boleh
dipidana berdasarkan ketentuan yang belum ada pada saat ia melakukannya.
4. Makna asas legalitas adalah larangan menerapkan aturan-aturan pidana secara
analogi.17
Ukuran berlakunya asas legalitas dalam hukum pidana internasional tidaklah dapat
disamakan dengan ukuran berlakunya asas legalitas dalam hukum pidana nasional. Selain
karena hukum pidana internasional juga bersumber dari kebiasaan internasional sehingga
dimungkinkan berlakunya asas legalitas adalah berdasarkan hukum kebiasaan internasional.
Perumusan ketentuan pidana dalam konvensi-konvensi internasional selain tidak jelas
juga bersifat tumpang-tindih antara satu dengan yang lain. Hal ini dimaksud agar
mempermudah penuntutan terhadap pelaku kejahatan internasional. Selain itu, ketentuan
pidana dalam konvensi-konvensi internasional tidak memuat ancaman pidana secara tegas.
Asas legalitas dalam hukum pidana internasional bersifat universal yang lebih
menitikberatkan pada keadilan dan bukan kepastian hukum. Oleh karena itu asas legalitas
dalam konteks hukum pidana internasional dapat diberlakukan surut dan penerapan secara
analogi diperbolehkan.18
17
Antonio Cassese, International Criminal Law, (t.k.: Oxfort University Press. 2003), hlm.
141-142
18
Eddy O.S. Hiariej, Op.Cit, hlm. 74
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
1. Sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-negara didunia, antara lain:
a. Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)
b. Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)
c. Sistem Hukum Adat
d. Sistem Hukum Islam
2. Asas legalitas adalah peraturan hukum konkret yang pengertiannya biasanya dapat
dilihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masing-masing negara sebagai
definisi baku dan asas legalitas itu sendiri. Dan ukuran berlakunya asas legalitas
dalam hukum pidana internasional tidaklah dapat disamakan dengan ukuran
berlakunya asas legalitas dalam hukum pidana nasional
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ali, Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika. 2012)
Cassese, Antonio, International Criminal Law, (t.t: Oxfort University Press. 2003)
Cruz, Peter De, Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Socialist Law,
(Bandung: Nusa Media. 2010)
Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta. 1991)
Hamzah, Andi, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika. 1995)
Hiariej, Eddy O.S., Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana, (Jakarta:
Erlangga. 2009)
Hiariej, Eddy O.S., Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
2014)
Mahmud, Peter, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group. 2009)
Santoso, Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat dalam Wacana dan
Agenda, (Jakarta: Gema Insani Press. 2003)
Suarda, I Gede Widhiana, Hukum Pidana Internasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2012)
Usfa, A. Fuad, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: UMM Press. 2004)
Widyawati, Anis, Hukum Pidana Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika. 2014)
INTERNET
http://slowdownthing.blogspot.com/2009/11/ciri-ciri-negara-hukum-anglosaxon-dan.html/
http://alfianbadry.blogspot.co.id/2015/08/perbandingan-hukum-pidana-indonesia.html/
LAIN-LAIN
Bayu, Bernardus, Perbedaan Antara Sistem Hukum Adat dengan Sistem Hukum Barat,
(Resume Hukum Adat: tidak diterbitkan), 2011