Pendahuluan
Optimalisasi pembayaran pajak ini merupakan suatu langkah pengamanan
yang harus dilakukan wajib pajak terkait transaksi dengan pihak ketiga dan
penjagaan Cash flow perusahaan, yang tujuan nya adalah untuk mendatangkan
penghematan pajak. Optimalisasi pembayaran pajak dapat dilakukan seperti
diuraikan dibawah ini :
1. Pengamanan kontrak-kontrak bisnis dari potensi pemotongan with
holding tax
2. Optimalisasi pengkreditan Pajak Penghasilan yang telah dibayar
3. Pengajuan permohonan penurunan angsuran PPh Pasal 25
4. Pengajuan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23
5. Mengangsur atau menunda pembayaran pajak
6. Rekonsiliasi atau ekualisasi SPT PPh badan dengan SPT PPH Pasal 21,
PPh Pasal 23/26 dan SPT Masa PPN
1
gross-up, sehingga jumlah transakasi dalam kontrak sudah termasuk pajak
yang harus dipungut.
b. Bila perusahaan membayarkan witholding taxtidak boleh dibebankan
sebagau biaya oleh oerusahaan karena tidak di gross-up.
2
5. Pengajuan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23
Pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan Pajak Penghasilan
diberikan Dirjen Pajak melalui Surat Keterangan Bebas. Beberapa kriteria yang
harus dipenuhi oleh wajib pajak adalah :
1. Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan
terutang Pajak Pengahasilan karena:
a. Wajib pajak yang mengalami kerugian fiskal berhak melakukaj
kompensasi keuangan fiskal
b. Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dan pajak
penghasilan yang akan terutang, dapat mengajukan permohonan
pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan Pajak Penghasilan
oleh pihak lain kepada Direktur Jendral Pajak
2. Wajib pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final
3. Surat Keterangan Bebas diberikan kepada:
a. Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak
akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal
b. Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak
akan terutang Pajak Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi
kerugian fiskal dengan memperhitungkan besarnya kerugian tahun-
tahun pajak sebeluknya yang masih dapat dikompensasikan yang
tercantun dalam SPT Pajak Penghasilan
c. Wajib pajak yang dapat membuktika Pajak Penghasilan yang telah dan
akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang
d. Wajib pajak yanga ats penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat
final
3
2. Permohonan diajukan untuk setiap pemotongan dan atau pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan atau Pasal 23
dengan menggunakan formulir yang telah disediakan
3. Permohonan harus dilampiri penghitungan Pajak Penghasilan yang
diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan
untuk wajib pajak
1) Omzet penjualan di SPT PPh Badan bisa lebih besar dari omzet penjualan
di SPT PPN karena penjualan di SPT PPjh Badan menganut akrual basis
sehingga atas penjualan kredit, jika barangnya telah diserahkan, penjualan
sudah dilaporkan, sedangkan pada SPT PPN, penjualan kredit bisa dibuat
faktur pajaknya pada akhir buoan setelah bulan penyerahan barang
2) Omzet penjualan di SPT PPh Badan lebih kecil dari pada omzet penjualan
di SPT PPN, karena penerimaan uang atas penjualan sudah harus di buat
faktur pajaknya meskipun barangnya belum diserahkan, sementara
penjualan tersebut baru dilaporkan setelah penyerahan barang.
4
4. Pencadangan/Penghapusan Piutang Tak Tertagih
Sesuai dengan ketentuan UU PPh 2008 Pasal 9 (1) huruf c, jenis
jasa yang diperkenankan menyisihkan cadangan diperluas. Pengeluaran yang
tidak boleh dikurangkan dengan pembentukan atau pemupukan dana
cadangan, kecuali:
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dari badan usaha lain
yang menyalurkan kredit.
b. Cadangan untuk usaha asuransi, termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial.
c. Cadngan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan.
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambagan.
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuagan limbah
industry untuk usaha pengolahan limbah industry.
5
b. Cadangan premi untuk perushaan asuransi jiwa.
3. Cadangan penjminan untuk lembaga penjamin simpanan.
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.
6
b. 10% dari piutang dengan kualutas kurang lancar.
c. 50% dari piutang dengan kualitas diragukan.
d. 100% dari piutang dengan kualitas macet.
5. Besarnya cadangan piutang tak tertagih koperasi simpan pinjam
ditetapkan sebagai berikut:
a. 0,5% dari piutang dengan kualitas lancar.
b. 10% dari piutang dengan kualutas kurang lancar.
c. 50% dari piutang dengan kualitas diragukan.
d. 100% dari piutang dengan kualitas macet.
6. Besarnya cadangan khusus penyisihan pembiayaan PT. Permodalam
Nasionl Madani (Persero) ditetapkan sebagai berikut:
a. 2,5 % dari baki debet yang digolongkan dalam perhatian khusus.
b. 5% dari baki debet yang digolongkan kurang lancar.
c. 50% dari baki debet yang digolongkan diragukan.
d. 100% dari baki debet yang digolongkan macet.
6. Reimbursement
Transaksi reimbursementitems merupakan pengeluaran-
pengeluaran yang sudah ditalanagi lebih dulu oleh pihak lan kemudian
dimintakan penggantian ke perusahaan. Secara fiskal reimbursementdituntut
senantiasa konsisten antara substansi, ketentuan formal dalam kontrak,
pembukuan dan dokumentasinya.
7
g. Wajib pajak yang berafilasi langsung dengan perusahaan induk di luar
negeri
9. Rekonsiliasi Fisikal
Rekonsiliasi fisikal adalah sebuah lampiran SPT Tahunan PPH Badan
berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian laba/rugi sebelum pajak menurut
komersial atau pembukuan (yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi)
dengan laba/rugi yang terdapat dalam laporan keuangan fisikal. Berdasarkan
Keputusan Dirjen Pajak No.KEP.141/PJ./2004:
Penyesuaian fisikal postif adalah penyesuaian bersifat menambah atau
memperbesar penghasilan berdasarkan laporan keuangan komersial, karena
adanya biaya, pengeluaran, dan kerugian yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan
ketentuan Undang-undang pajak penghasilan beserta peraturan
pelaksanaannya.
Penyesuaian fisikal negative adalah penyesuaian terhadap penghasilan
neto komersial dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan
UU PPh beserta peraturan pelaksananya, yang bersifat mengurangi penghasilan
dan atau menambah biaya-biaya komersial. Ada dua macam koreksi fisikal
yaitu koreksi fisikal positif dan koreksi fisikal negative.
8
peraturan perpajakan, atas transaksi tersebut bukan merupakan
penghasilan atau bukan merupakan biaya atau sebagian merupakan
pengahasilan atau sebagian merupakan biaya
b. Beda waktu terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya
waktu secara akuntansi komersial dibandingkan dengan secara
fisikal, misalnya dalam ketentuan masa manfaat dari aktiva yang
dilakukan penyusutan atau amortisasi.
10. Penerapan Tax Planning pada Usaha Mikro Kecil Menengah dan
Aspek Keadilan dalam Kebijakan Perpajakannya
a. Perubahan UU PPh dan Kriteria Pengusaha UMKM
Contoh:
b.
Peredaran bruto PT Y tahun pajak 2009 sebesar Rp.4,5 miliar dengan PhKP
Rp 500 juta.
9
Strategi Tax Planning UMKM
10
Hal yang menarik untuk dikaji disini adalah bagaimana cara kita menguji
ketidakadilan perlakuan perpajakan dari fasilitas diskon tarif pajak 50% bagi
badan UMKM.
Prinsip keadilan itu ada dua macam, yaitu keadilan horizontal dan vertikal.
Prinsip keadilan horizontal adalah, badan UMKM yang berpendapatan sama harus
membayar jumlah pajak yang sama, sedangkan prinsip keadilan vertikal
beranggapan bahwa badan UMKM yang memiliki kemampuan berbeda,
membayar jumlah pajak gmyang berbeda pula.
Ketidakadilan Horizontal
l Wajib pajak yang berada dalam “kondisi” (Penghasilan Kena Pajak) yang
sama diperlakukan sama (equal treatment for the equals)
l Semua orang yang mempunyai tambahan ekonomi yang sama dengan
tanggungan yang sama tanpa membedakan jenis atau sumber
pengahasilan, harus membayar pajak dalam jumlah yang sama.
Pada prinsipnya equal treatment for the equals menyatakan bahwa, dalam
“kondisi” (Penghasilan Kena Pajak) yang sama, UMKM yang mempunyai
Penghasilan Kena Pajak yang sama akan dikenakan pajak yang sama. Sayangnya
Pasal 31E memiliki kecendrungan diskriminatif (yang jelas bertentangan dengan
prinsip keadilan) dalam pemberian fasilitss atau insentif atau kemudahan kepada
badan UMKM. Pada hakekatnya fasilitas yang ditujukan pada subjek yang sama
yaitu badam UMKM, namun aspek keadilan pajak terabaikan dalam perhitungan
pajak yang terutanmg karena tarif yang dikenakan kepada badan UMKM
didasarkan pada peredaran bruto.
Ketidakadilan Vertikal
11
l Wajib pajak yang berada dalam “kondisi” (Penghasilan Kena Pajak) yang
berbeda diperlakukan secara berbeda pula (unequal treatment for the
unequal)
l Dalam “kondisi” (Penghasilan Kena Pajak) yang tidak sama akan
dihasilkan pajak terutang yang tidak sama pula. Jumlah pajak yang
dibayar semakin besar, sebanding dengan semakin besarnya kemampuan
badan UMKM membayar pajak
Dengan demikian bila badan UMKM memiliki penghasilan kena pajak yang
berbeda dengan badan UMKM lainnya, maka pajak yang terutang juga akan
berbeda
Kebijalan pasa 31E tidak sesuai dengan teori keadilan unequal treatment for
the unequal , karena pada penghasilan kena pajak yang lebih besar sekalipun akan
menghasilkan pajak yang sama dengan penghasilan kena pajak yang lebih kecil.
Ini bertentangan dengan asas keadilan vertikal.
Pada pertengahan tahun 2013 pemerintah mulai lagi memberikan sentif fisikal
kelada pengusaha-pengusaha UMKM dengan mengeluarkan peraturan pemerintah
No.46 tahun 2013 yang mulai berlaku sejak 1 Juli 2013 , diterapkam sebagai
berikut:
1. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
orang pribadi atau Wajib Pajak Badan tidak termasuk bentuk usaha tetap,
yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari
jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak
melrbihi Rp.48.000.000.000,00 dalam satu tahun pajak, dikenai pajak
penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 1% dari bruto
12
2. Ketentuan tersebut tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha perdagangan dan atau jasa yang dalam
usahanya:
a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang,
baik yang menetap maupun tidak menetap
b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepemtingan
umum yang tidak diperuntukkan sebagai tempat usaha atau
berjualan.
13