Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS ( PPOK )

A. Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang
merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas
dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan
obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan
emfisema pulmonum.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang
disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak
mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya.

B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan
faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan
1
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK
adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

D. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam
usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang
sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi
sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
2
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.
Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi
banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan
segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-
fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan.

3
E. Pathway Penyakit paru Obstruksi Kronik
Faktor
predisposisi

Edema, spasme
bronkus, peningkatan
secret bronkiolus

Obstruksi bronkiolus
Bersihan awal fase ekspirasi
jalan napas
tidak efektif
Udara terperangkap
dalam alveolus

Suplai O2 PaO2 rendah Sesak napas,


jaringan rendah PaCO2 tinggi napas pendek

Gangguan
metabolisme
jaringan
Gangguan
pertukaran
gas Metabolisme
anaerob
Insufisiensi/ Pola
Produksi ATP gagal napas napas
menurun tidak
efektif
Defisit energi

Lelah, lemah

Intoleransi Gangguan
aktivitas pola tidur

4
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia
dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular
dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin
sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

5
4. Pemeriksaan EKG, Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise
jantung.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap

G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.

6
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data
riwayat kesehatan dari proses penyakit:
a Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
b Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
c Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
d Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
e Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
f Riwayat merokok?
g Obat yang dipakai setiap hari
h Obat yang dipakai pada serangan akut?
i Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan
sebagai berikut:
a Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
b Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
c Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
d Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama
pernapasan?
e Barrel chest?
f Apakah tampak sianosis?
7
g Apakah ada batuk?
h Apakah ada edema perifer?
i Apakah vena leher tampak membesar?
j Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
k Bagaimana status sensorium pasien?
l Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Palpasi:
a Palpasi pengurangan pengembangan dada?
b Adakah fremitus taktil menurun?
Perkusi:
a Adakah hiperesonansi pada perkusi?
b Diafragma bergerak hanya sedikit?
Auskultasi:
a Adakah suara wheezing yang nyaring?
b Adakah suara ronkhi?
c Vokal fremitus nomal atau menurun?

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia,
mual muntah.
8
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

J. Rencana Tindakan Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(NANDA) ( NOC ) (NIC )
Tgl : Jam :
1 Bersihan jalan napas  Respiratory status : Manajemen jalan nafas
Ventilation  Beri pasien 6 sampai 8 gelas
tidak efektif
 Respiratory status : Airway cairan/hari kecuali terdapat
berhubungan dengan patency kor pulmonal.
 Aspiration Control  Ajarkan dan berikan
bronkokontriksi,
 Kriteria Hasil : dorongan penggunaan teknik
peningkatan produksi pernapasan diafragmatik dan
 Mendemonstrasikan batuk batuk.
sputum, batuk tidak
efektif dan suara nafas  Bantu dalam pemberian
efektif, yang bersih, tidak ada tindakan nebuliser, inhaler
sianosis dan dyspneu dosis terukur
kelelahan/berkurangnya
(mampu mengeluarkan  Lakukan drainage postural
tenaga dan infeksi sputum, mampu bernafas dengan perkusi dan vibrasi
dengan mudah, tidak ada pada pagi hari dan malam
bronkopulmonal.
pursed lips) hari sesuai yang diharuskan.
 Menunjukkan jalan nafas  Instruksikan pasien untuk
yang paten (klien tidak menghindari iritan seperti
merasa tercekik, irama asap rokok, aerosol, suhu
nafas, frekuensi pernafasan yang ekstrim, dan asap.
dalam rentang normal,  Ajarkan tentang tanda-tanda
tidak ada suara nafas dini infeksi yang harus
abnormal) dilaporkanpada dokter
 Mampu dengan segera: peningkatan
mengidentifikasikan dan sputum, perubahan warna
mencegah factor yang sputum,kekentalan sputum,
dapat menghambat jalan peningkatan napas pendek,
nafas rasa sesak didada, keletihan.
 Berikan antibiotik sesuai
yang diharuskan.
 Berikan dorongan pada
pasien untuk melakukan
imunisasi terhadap influenzae
dan streptococcus
pneumonia.

9
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(NANDA) ( NOC ) (NIC )
Tgl : Jam :
2 Pola napas tidak efektif NOC : Manajemen jalan nafas
 Respiratory status :
berhubungan dengan  Ajarkan klien latihan
Ventilation
bernapas diafragmatik dan
napas pendek, mukus,  Respiratory status :
pernapasan bibir
Airway patency
bronkokontriksi dan dirapatkan.
 Vital sign Status
 Berikan dorongan untuk
iritan jalan napas.
menyelingi aktivitas
 Kriteria Hasil :
dengan periode istirahat.
 Biarkan pasien membuat
 Mendemonstrasikan
keputusan tentang
batuk efektif dan suara
perawatannya berdasarkan
nafas yang bersih, tidak
tingkat toleransi pasien.
ada sianosis dan
 Berikan dorongan
dyspneu (mampu
penggunaan latihan otot-
mengeluarkan sputum,
otot pernapasan jika
mampu bernafas dengan
diharuskan
mudah, tidak ada pursed
lips)
 Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
 Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah (sistole 110-
130mmHg dan diastole
70-90mmHg), nad (60-
100x/menit)i, pernafasan
(18-24x/menit))

10
No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Gangguan pertukaran Respiratory status : Ventilation Manajemen Jalan Nafas
3 Kriteria Hasil :
gas berhubungan  Deteksi bronkospasme
 Frkuensi nafas normal (16-
dengan ketidaksamaan 24x/menit) saatauskultasi .
 Itmia
ventilasi perfusi  Pantau klien terhadap
 Tidak terdapat disritmia
 Melaporkan penurunan dispnea dan hipoksia.
dispnea
 Berikan obat-obatan
 Menunjukkan perbaikan
dalam laju aliran ekspiras bronkodialtor dan
kortikosteroid dengan
tepat dan waspada
kemungkinan efek
sampingnya.
 Berikan terapi aerosol
sebelum waktu makan,
untuk membantu
mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru
mengalami perbaikan.
 Pantau pemberian
oksigen
4 Intoleransi aktivitas NOC : Manajemen Jalan Nafas
berhubungan dengan  Energy conservation  Kaji respon individu
 Self Care : ADLs terhadap aktivitas; nadi,
ketidakseimbangan  Kriteria Hasil : tekanan darah,
antara suplai dengan pernapasan
 Berpartisipasi dalam  Ukur tanda-tanda vital
kebutuhan oksigen. aktivitas fisik tanpa segera setelah aktivitas,
disertai peningkatan istirahatkan klien selama
tekanan darah, nadi dan 3 menit kemudian ukur
RR lagi tanda-tanda vital.
 Mampu melakukan  Dukung pasien dalam
aktivitas sehari hari menegakkan latihan
(ADLs) secara mandiri teratur dengan
menggunakan treadmill
11
dan exercycle, berjalan
atau latihan lainnya yang
sesuai, seperti berjalan
perlahan.
 Kaji tingkat fungsi
pasien yang terakhir dan
kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada
status fungsi dasar.
 Sarankan konsultasi
dengan ahli terapi fisik
untuk menentukan
program latihan spesifik
terhadap kemampuan
pasien.
 Sediakan oksigen
sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama
menjalankan aktivitas
untuk berjaga-jaga.
 Tingkatkan aktivitas
secara bertahap; klien
yang sedang atau tirah
baring lama mulai
melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.
 Tingkatkan toleransi
terhadap aktivitas
dengan mendorong klien
melakukan aktivitas
lebih lambat, atau waktu
yang lebih singkat,
dengan istirahat yang
lebih banyak atau
dengan banyak bantuan.
 Secara bertahap
tingkatkan toleransi
latihan dengan
meningkatkan waktu
diluar tempat tidur
sampai 15 menit tiap
hari sebanyak 3 kali
sehari

12
5 Perubahan nutrisi NOC : Manajemen Jalan Nafas
 Nutritional Status : food and  Kaji kebiasaan diet,
kurang dari kebutuhan
Fluid Intake
masukan makanan saat
tubuh berhubungan  Kriteria Hasil :
ini. Catat derajat
dengan dispnea,  Adanya peningkatan berat kesulitan makan.
badan sesuai dengan Evaluasi berat badan
kelamahan, efek tujuan dan ukuran tubuh.
samping obat, produksi  Berat badan ideal sesuai  Auskultasi bunyi usus
dengan tinggi badan  Berikan perawatan oral
sputum dan anoreksia,  Mampu mengidentifikasi sering, buang sekret.
mual muntah. kebutuhan nutrisi  Dorong periode
 Tidak ada tanda tanda istirahat I jam sebelum
malnutrisiTidak terjadi dan sesudah makan.
penurunan berat badan  Pesankan diet lunak,
yang berart porsi kecil sering, tidak
perlu dikunyah lama.
 Hindari makanan yang
diperkirakan dapat
menghasilkan gas.
 Timbang berat badan
tiap hari sesuai indikasi

6 Kurang perawatan diri NOC : Manajemen Jalan Nafas


 Self care : Activity of Daily  Ajarkan
berhubungan dengan
Living (ADLs)
mengkoordinasikan
keletihan sekunder  Kriteria Hasil :
pernapasan
akibat peningkatan  Klien terbebas dari bau diafragmatik dengan
badan aktivitas seperti
upaya pernapasan dan  Menyatakan kenyamanan berjalan, mandi,
insufisiensi ventilasi terhadap kemampuan membungkuk, atau
untuk melakukan ADLs menaiki tangga
dan oksigenasi.  Dapat melakukan ADLS  Dorong klien untuk
dengan bantuan mandi, berpakaian, dan
berjalan dalam jarak
dekat, istirahat sesuai
kebutuhan untuk
menghindari keletihan
dan dispnea berlebihan.
Bahas tindakan
penghematan energi.
 Ajarkan tentang
postural drainage bila
memungkinkan

13
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


& Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI

Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

Harahap. A. 2010. Repository.


Usu.ac.id/bitstream/123456789/…/keperawatan-ikhsanuddin 2.pdf.
Dipeeroleh 24 Oktober 2012

Kusyati E. 2006. Keterampilan dan prosedur Laboratorium Keperawatan


Dasar. EGC. Jakarta

Marlyn E. Doenges. (2002). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, edisi 3. Jakarta : EGC

Perry P. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan


Praktik. Edisi 4. EGC. Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai