Anda di halaman 1dari 92

BUKU PANDUAN SKILLS LAB

BLOK 22 KEDOKTERAN TROPIS

TIM BLOK 22 KEDOKTERAN TROPIS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PURWOKERTO
2019
2

BLOK 22 KEDOKTERAN TROPIS

Edisi Pertama

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH PURWOKERTO
PURWOKERTO
2019
3

VISI MISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UMP

A. Visi Program Studi Pendidikan Dokter UMP


Pada tahun 2025 mewujudkan program studi pendidikan dokter yang
mampu bersaing di tingkat global, dapat menghasilkan lulusan yang unggul
di bidang kedokteran herbal, selalu mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi kedokteran terkini, beretika sesuai dengan nilai-nilai Islami.

B. Misi Program Studi Pendidikan Dokter UMP


Untuk mencapai visi tersebut maka misi Program Studi Pendidikan Dokter
adalah:
1. Menyelenggarakan program studi pendidikan dokter yang mampu
menghasilkan lulusan berkualitas dan memiliki keunggulan di bidang
kedokteran herbal
2. Menyelenggarakan penelitian berdasar ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran sesuai perkembangan zaman
3. Menyelenggarakan pengabdian masyarakat di bidang kedokteran yang
dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
4. Mengimplementasikan nilai-nilai keislaman dalam bidang kedokteran
5. Membina dan mengembangkan jaringan kerjasama dibidang
pendidikan, riset, dan pengabdian masyarakat dengan lembaga dalam
dan luar negeri
4

DAFTAR ISI

Halaman Cover ........................................................................................................... 1


Tim Penyusun ............................................................................................................ 2
Visi Misi Program Studi Pendidikan Dokter UMP ..................................................... 3
Daftar Isi ..................................................................................................................... 4
Kata Pengantar ........................................................................................................... 5
Peraturan Tata Tertib Skills Lab ................................................................................ 6
TOPIK I PERAWATAN METODE KANGURU ........................................................... 9
TOPIK II TATALAKSANA BAYI BARU LAHIR DENGAN INFEKSI........................... .... 31
TOPIK III PERESEPAN MAKANAN UNTUK BAYI YANG MUDAH DIPAHAMI IBU ..... 50
TOPIK IV TATA LAKSANA GIZI BURUK..................................................................... 65
TOPIK V PROSEDUR USAP TENGGOROK ............................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 92
5

KATA PENGANTAR

Blok ini mempelajari berbagai aspek klinik yang berhubungan dengan


Kedokteran Tropis. Kuliah pakar, tutorial, skills lab, dan praktikum merupakan
metode yang digunakan untuk memahami Blok ini.
Untuk menunjang pembelajaran pada blok ini dan sesuai dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia, maka diwajibkan seluruh mahasiswa dapat
melakukan ketrampilan klinis/ skills lab dengan baik, benar dan terampil. Hal ini
berguna saat berada di kepaniteraan klinik dan saat menjadi seorang dokter.
Ketrampilan klinis akan diujikan kembali saat pelaksanaan OSCE di tiap
semester. Hal ini bertujuan agar ketrampilan /skills yang sudah didapat bisa
dipraktekkan.
Diharapkan kepada mahasiswa untuk memahami kedokteran tropis ini
dengan baik sehingga dapat menunjukkan kompetensi yang baik di masa yang
akan datang.

Purwokerto, 2019
6

PERATURAN TATA TERTIB SKILLS LAB

A. Ketentuan umum bagi seluruh mahasiswa/ peserta adalah sebagai berikut:


1. Mahasiswa wajib hadir di Ruang Skills Lab 15 menit sebelum waktu skills
lab. Terlambat lebih dari 15 menit dilarang mengikuti skills lab.
2. Apabila ada yang tidak hadir, harus memperoleh izin dari instruktur yang
mengampu. Apabila sakit harus dibuktikan dengan surat keterangan
sakit dari dokter maximal 1x 24 jam (untuk dilampirkan pada daftar
presensi mahasiswa). Presentase presensi yang boleh mengikuti ujian
minimal dengan kehadiran 100%.
3. Mahasiswa yang berhalangan hadir karena sebab yang dapat dimaklumi
(sakit dibuktikan dengan surat keterangan dokter max 1x24 jam, orang
tua/ kerabat dekat meninggal dunia, tugas Fakultas/ Universitas
dibuktikan dengan surat tugas) wajib mengganti di hari lain dengan
berkoordinasi dengan instruktur yang bersangkutan.
4. Mahasiswa wajib memakai jas skills lab, dilengkapi dengan tanda
pengenal, memakai dan melepaskan jas skills lab harus diluar ruangan.
5. Mahasiswa wajib memakai sepatu selama skills lab, berpakaian rapi,
sopan dan menutup aurat.
6. Dilarang menyalahgunakan pemanfaatan fasilitas yang telah tersedia.
7. Menjaga ketenangan, ketertiban dan kebersihan.
8. Mahasiswa pria berambut pendek disisir rapi dan perempuan
mengenakan jilbab.
9. Tidak diperkenankan menggunakan handphone atau alat komunikasi
selama pelaksanaan skills lab, handphone atau alat komunikasi lain
harap dimatikan.
10. Wajib membawa buku panduan Skills Lab dan menguasai materi (topik
keterampilan) yang akan diajarkan.
11. Memperhatikan serta melaksanakan instruksi dan pelatihan yang
diberikan oleh instruktur.
7

12. Jika menggunakan Ruang Skills Lab secara mandiri, harus dengan izin
terlebih dahulu dengan Laboran skills lab.
13. Mahasiswa wajib mengikuti pretest sebelum kegiatan skills lab sesi
terbimbing berlangsung
14. Mahasiswa yang tidak lulus pretes (nilai <70) tetap diperbolehkan
mengikuti sesi terbimbing, dengan konsekuensi diberikan tugas
tambahan oleh instruktur yang bersangkutan.
15. Mahasiswa yang tidak lulus responsi wajib mengikuti remidi responsi
dengan instruktur yang bersangkutan setelah sesi responsi selesai/ di
lain hari sebelum topik berikutnya berlangsung, dengan nilai maksimal
70.
B. Ketentuan Selama Skills lab :
1. Mahasiswa wajib menjaga attitude, ketertiban, ketenangan dan
kebersihan di Ruang Skills Lab.
2. Mahasiswa wajib berperilaku sopan, santun dan saling menghargai
antara Mahasiswa dengan Mahasiswa, Mahasiswa dengan dosen,
Mahasiswa dengan Laboran Skills Lab.
3. Mahasiswa dilarang merokok, makan dan minum selama melaksanakan
kegiatan di area skills lab.
4. Tiap kelompok bergiliran mempelajari tindakan Skills Lab secara
berkelompok dengan alokasi waktu yang telah disepakati.
5. Mahasiswa mendapat bimbingan dari asisten dosen yang bertugas pada
tindakan Skills Lab yang bersangkutan.
C. Alat
1. Perwakilan masing – masing kelompok mahasiswa (maksimal 3 orang)
berkoordinasi dengan laboran skills lab dalam hal peminjaman ruangan
dan alat – alat skills lab 30 menit sebelum skills lab dilaksanakan,
mengisi form peminjaman alat dan bertanggung jawab terhadap
ruangan dan alat – alat yang akan digunakan.
8

2. Sebelum pelaksanaan Skills Lab, alat disusun di meja praktik sesuai


dengan keterampilan yang akan dipraktikan, minimal 15 menit
sebelum praktik dimulai.
3. Pemakaian ruang skills lab harus hati- hati dalam mengoperasikan alat-
alat dan manekin, kerusakan/ hilang ditanggung pemakai (kelompok)
dengan konsekuensi mengganti sesuai alat yang rusak/ hilang.
4. Pemakaian ruang skills lab harus seijin laboran skills lab (terutama
praktik mandiri) dan atau di dampingi instruktur/ pendamping.
5. Setelah selesai menggunakan ruang skills lab, alat-alat dan manekin
serta tempat tidur harap dibersihkan dan dirapikan.
6. Setelah selesai melaksanakan Skills Lab, alat – alat skills lab diserahkan
kepada Laboran skills lab dalam keadaan sudah bersih dan mengisi
form pengembalian alat dan bahan skills lab.
7. Jika terlambat mengembalikan maksimal 30 menit setelah skills lab
selesai, dikenakan denda Rp. 5000/item alat.
8. Jika hilang/ rusak mahasiswa (kelompok ) tersebut wajib mengganti
barang/ alat sesuai jenis alat yang dihilangkan.
9

TOPIK I. TEKNIK PERAWATAN METODE KANGAROO


(KANGAROO METHOD CARE)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum : Mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan perawatan
metode kanguru yang benar, sehingga dapat memberikan bimbingan kepada
ibu/pengganti ibu.
Tujuan Khusus :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
1. Mengetahui kriteria yang digunakan untuk memilih neonatus yang
sesuai untuk jenis asuhan ini.
2. Memberikan pendidikan kepada ibu mengenai keuntungan PMK dengan
teknik yang benar.
3. Melakukan persiapan alat/bahan
4. Melakukan persiapan ibu/pengganti ibu dengan benar
5. Melakukan persiapan bayi
6. Menempatkan bayi dalam posisi yang benar.
7. Menjaga posisi dengan teknik ikatan yang tepat.
8. Menjelaskan kepada ibu cara melepaskan ikatan untuk persiapan
menyusu
9. Memonitor tanda vital dan oksigenasi neonatus dan mengidentifikasi
tanda stress selama PMK.

B. TINJAUAN TEORI
Keterampilan perawatan metode kanguru (PMK) adalah
keterampilan yang diajarkan agar seseorang dapat mengajarkan /
membimbing ibu atau pengganti ibu yang mempunyai bayi berat lahir
rendah (BBLR) melakukan perawatan dengan metode kanguru.
Perawatan Metode Kanguru (PMK) adalah perawatan untuk bayi
prematur dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit
ibu (skin to skin contact). Metode ini sangat tepat dan mudah dilakukan guna
10

mendukung kesehatan dan keselamatan bayi yang lahir prematur maupun


yang aterm.
Kriteria BBLR yang akan menggunakan PMK adalah :
1. Berat badan lahir < 2500 gram
2. Kondisi secara umum baik
3. Mempunyai cukup kemampuan untuk mengisap
Istilah PMK diilhami oleh cara seekor Kanguru dalam merawat
anaknya yang selalu lahir prematur. Kantung hewan Kanguru berfungsi
untuk melindungi sekaligus memberikan kenyamanan bagi bayi Kanguru,
sehingga bisa tumbuh secara optimal. Di dalam kantung, bayi Kanguru akan
mendapatkan kehangatan, makanan, kenyamanan, serta stimulasi dan
perlindungan tanpa interupsi, karena bayi tersebut dibawa kemana saja
setiap saat oleh induknya.

Gambar 1.
Cara perawatan metode kanguru dan berbagai posisi dalam kegiatan
sehari-hari. Esensi dari PMK menurut PERINASIA :
1. Ada 3 komponen PMK, yaitu : kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu,
pemberian ASI eksklusif, serta interaksi antara ibu dengan bayinya.
11

2. Kontak kulit ibu dengan kulit bayi, dilakukan dengan cara menempelkan
bagian depan bayi langsung pada dada ibu. Untuk mendapatkan rasa
nyaman dan hangat, maka dipasangkan selimut dan topi. PMK idealnya
dimulai saat bayi lahir dan berlangsung sepanjang pagi hingga malam
hari.
3. ASI eksklusif diberikan secara ad libitum, tanpa pemberian makanan
lain. Akan tetapi bila memang ada indikasi tertentu dapat diberikan
nutrisi tambahan.
4. Support apapaun yang diberikan untuk ibu dan bayi berupa pengobatan,
dukungan emosional, ataupun kesejahteraan fisik harus dilakukan tanpa
memisahkan mereka.
PMK dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dilakukan secara terus
menerus selama 24 jam atau yang disebut juga metode continue dan yang
kedua dilakukan secara selang seling atau intermitten. Idealnya PMK
dilakukan secara continue, akan tetapi pada RS yang tidak memiliki fasilitas
rawat gabung metode intermitten dapat menjadi pilihan. PMK secara
intermitten juga dilakukan sebagai pelengkap pada perawatan konvensional
dengan menggunakan inkubator.
Kemampuan mempertahankan suhu serta kenaikan berat badan
pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sangatlah rendah. Bayi
baru lahir, terutama dengan kondisi BBLR dapat kehilangan panas tubuh
dengan 4 cara yaitu :
1. Evaporasi : proses kehilangan panas melalui proses penguapan dari kulit
yang basah.
2. Radiasi : proses kehilangan panas melalui pemancaran panas langsung
dari tubuh bayi ke lingkungan sekitarnya yang lebih dingin. Misalnya
ketika bayi baru lahir yang diletakkan pada ruangan ber-AC dengan suhu
yang sangat rendah.
12

3. Konduksi : proses kehilangan panas melalui persinggungan antara tubuh


bayi dengan benda yang lebih dingin. Misalnya ketika bayi yang baru
lahir ditimbang dengan alat timbangan logam tanpa alas.
4. Konveksi : proses kehilangan panas melalui aliran udara. Misalnya ketika
bayi yang baru lahir diletakkan di dekat jendela atau pintu yang terbuka
ketika cuaca sedang dingin.
Dengan intervensi PMK pada bayi dengan BBLR, kemampuan
mempertahankan suhu tubuh dan kenaikan berat badan menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Oleh karena itu PMK dapat memberikan
manfaat bagi bayi, ibu, ayah, petugas kesehatan dan institusi kesehatan,
serta negara.
Beberapa manfaat PMK yang berkaitan dengan bayi, ibu dan ayah, antara
lain adalah :
1. Suhu tubuh bayi lebih stabil daripada dirawat di inkubator.
2. Pola pernafasan bayi menjadi lebih teratur, sehingga mengurangi
kejadian apnea periodik.
3. Denyut jantung lebih stabil.
4. Pengaturan perilaku bayi lebih baik, misalnya frekuensi menangis bayi
berkurang dan sewaktu bangun bayi lebih waspada.
5. Bayi menjadi menetek lebih lama sehingga ASI yang diminum lebih
banyak, sehingga produksi ASI akan semakin lebih banyak lagi.
6. Waktu tidur bayi lebih lama, sehingga penggunaan kalori akan semakin
berkurang.
7. Kenaikan berat badan lebih optimal.
8. Hubungan antara ibu dengan bayi semakin lekat dan ibu semakin
percaya diri dalam merawat bayi.
9. Mengurangi angka kejadian infeksi.
10. Efisiensi anggaran.
Manfaat PMK bagi petugas kesehatan yaitu dapat melakukan
efisiensi tenaga, karena ibu lebih banyak berperan dalam merawat bayinya.
13

Sedangkan bagi institusi kesehatan setidaknya ada 3 manfaat PMK, seperti


memperpendek masa perawatan di rumah sakit, efisiensi penggunaan
fasilitas rumah sakit, sehingga dapat meningkatkan pendapatan (Depkes RI,
2008). Negara juga menerima manfaat dari penerapan PMK, yaitu dapat
menghemat penggunaan devisa negara untuk impor susu formula karena
penggunaan ASI yang meningkat. Pemanfaatan ASI yang optimal pada PMK
menurunkan angka kesakitan bayi, sehingga biaya perwatan kesehatan di
seluruh penjuru negeri juga menurun.
Pelaksanaan PMK terdiri dari 2 tahap, yaitu persiapan dan
pelaksanaan. Pada tahap persiapan sebaiknya sebelum ibu melakukan PMK,
dilakukan adaptasi terlebih dahulu selama 3 hari. Pada masa adaptasi
tersebut ibu diajarkan untuk selalu menjaga personal hygiene dan
kebersihan kulit bayi, serta dapat mengenali berbagai tanda bahaya seperti :
1. Kesulitan bernafas (retraksi dada, merintih, pernafasan cuping hidung).
2. Apnea yang sering dan lama.
3. Bayi terasa dingin, walaupun telah dilakukan penghangatan.
4. Sulit minum, muntah, rewel tanpa sebab yang jelas, serta kejang.
5. Diare.
6. Sklera mata dan kulit yang menguning.
7. Yakinkan ibu bahwa tidaklah berbahaya bila :
a. Bersin atau cegukan
b. Buang air tiap diberi minum
c. Tidak buang air besar selama 2-3 hari
Pada tahap pelaksanaan PMK terdapat 4 komponen yang harus
diperhatikan, yaitu :
1. Posisi bayi/Kangaroo position
Letakkan bayi diantara payudara dengan posisi tegak, dada bayi
menempel ke dada ibu. Posisi kanguru ini disebut juga dengan kontak
kulit-ke-kulit, karena kulit bayi mengalami kontak langsung dengan kulit
ibu. Posisi bayi diamankan dengan kain panjang atau pengikat lainnya.
14

Kepala bayi dipalingkan ke sisi kanan atau kiri, dengan posisi sedikit
tengadah (ekstensi). Tepi pengikat tepat berada di bawah kuping bayi.
Posisi kepala seperti ini bertujuan untuk menjaga agar saluran napas
tetap terbuka dan memberi peluang agar terjadi kontak mata antara ibu
dan bayi. Hindari posisi kepala terlalu fleksi atau ekstensi. Tungkai bayi
haruslah dalam posisi ”kodok”, tangan harus dalam posisi fleksi.
Ikatkan kain dengan kuat agar saat ibu bangun dari duduk, bayi
tidak tergelincir. Pastikan juga bahwa ikatan yang kuat dari kain berada
di setinggi dada bayi. Perut bayi jangan sampai tertekan dan sebaiknya
berada di sekitar epigastrium ibu. Dengan cara ini bayi dapat melakukan
pernapasan perut. Napas ibu akan merangsang bayi. Berikut adalah cara
memasukkan dan mengeluarkan bayi dari baju kanguru :
a. Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan di belakang leher
sampai punggung bayi.
b. Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari
lainnya agar kepala bayi tidak tertekuk dan tak menutupi saluran
napas ketika bayi berada pada posisi tegak.
c. Tempatkan tangan lainnya di bawah pantat bayi.
2. Nutrisi dengan pemberian ASI/Kangaroo Nutrition
Dengan melakukan PMK, proses menyusui menjadi lebih berhasil.
Pada PMK, proses menyusui juga menjadi berlangsung lebih lama. PMK
dapat meningkatkan volume ASI yang dihasilkan ibu. Bayi dengan usia
kehamilan 30 minggu dapat memulai proses menyusui. Segera setelah
bayi menunjukkan tanda kesiapan untuk menyusu, dengan
menggerakkan lidah dan mulut, dan keinginan untuk menghisap (seperti
menghisap jari atau kulit ibunya), bantu ibu menempatkan bayi pada
posisi melekat yang dirasa cukup baik.
Waktu yang optimal bagi bayi untuk memulai menyusui, seperti
menghisap adalah pada saat dua jam setelah lahir, ketika bayi bersifat
sangat responsif terhadap rangsangan taktil, suhu dan bau yang berasal
15

dari ibunya. Untuk memulai proses menyusui pilihlah waktu yang tepat
saat bayi bangun dari tidur, atau pada saat sadar atau terbangun. Bantu
ibu untuk duduk dengan nyaman di kursi tidak berlengan dengan bayi
dalam posisi kontak kulit. Untuk pertama kali menyusui, ambil bayi
tersebut dari baju kanguru lalu bungkus atau diberi pakaian, tunjukkan
pada ibu cara ini. Lalu letakkan bayi dalam posisi kanguru dan beritahu
ibu agar bayi berada dalam posisi melekat yang benar.
Biarkan bayi menghisap selama ia mau. Bayi yang kecil perlu
menyusu lebih sering, yaitu sekitar 2-3 jam. Meskipun bayi belum dapat
menghisap dengan baik dan lama, anjurkan menyusui terlebih dahulu,
lalu gunakan metode minum yang lain. Lakukan apapun yang
merupakan pilihan terbaik di tempat Anda: biarkan ibu memberikan ASI
pada bayi dengan cara langsung atau dengan menggunakan alat (melalui
gelas atau pipa).
Memberi minum BBLR adalah satu tantangan khusus. Untuk bayi
dengan berat lahir di bawah 1.250 gram beberapa hari pertama belum
dapat minum per oral dan cairan diberikan melalui infus. Pada saat itu,
bayi mendapat perawatan konvensional. Pemberian minum melalui
mulut hendaknya dilakukan segera bila kondisinya memungkinkan dan
bayi mampu melakukannya. Ini biasanya terjadi pada saat bayi mulai
mendapat PMK. Hal ini membantu ibu untuk memproduksi ASI, dan
meningkatan pemberian ASI.
Bayi pada kehamilan kurang dari 30-32 minggu biasanya perlu
diberi minum melalui pipa lambung, untuk ASI yang diperas (expressed
breast milk). Ibu dapat melatih bayi untuk menghisap dengan
membiarkan bayi menghisap jarinya ketika bayi masih minum melalui
pipa lambung. Pemberian minum melalui pipa dapat dilakukan saat bayi
berada dalam posisi kanguru.
Pada umumnya bayi dengan masa kehamilan 32-34 minggu dapat
diberi minum melalui gelas kecil. Pemberian minum dapat diberikan
16

satu atau dua kali sehari saat bayi masih diberi minum melalui pipa
nasogastrik. Jika bayi dapat minum melalui gelas dengan baik, maka
pemberian minum melalui pipa dapat dikurangi. Pada saat pemberian
minum melalui gelas maka bayi dikeluarkan dari posisi kanguru,
dibungkus dengan selimut hangat dan dikembalikan pada posisi kanguru
setelah proses pemberian minum.
Pada umumnya bayi dengan usia kehamilan sekitar 32 minggu
atau lebih, sudah dapat mulai menyusu pada ibu. Mula-mula bayi hanya
akan mencari puting dan menjilatnya atau dia sudah mulai menghisap
sedikit. Lanjutkan pemberian ASI yang diperas melalui gelas atau pipa
untuk meyakinkan bahwa bayi mendapat semua yang dibutuhkan. Bayi
dengan usia kehamilan 32 minggu sudah bisa menelan, tetapi belum
bisa menghisap sehingga diberikan suplementasi tetesan ASI.
Bayi-bayi dengan usia kehamilan 34-36 minggu atau lebih, dapat
memenuhi semua kebutuhannya langsung dari ASI. Berdasarkan hasil
penelitian refleks hisap dengan EMG (electromyogram), diketahui
bahwa refleks hisap yang efektif baru timbul pada bayi dengan usia
kehamilan 34 minggu. Meskipun demikian, sesekali tambahan minum
ASI perah melalui gelas tetap diperlukan.
Bayi BBLR yang lahir dengan mikronutrisi yang tidak cukup,
sebaiknya mendapat zat besi dan suplemen asam folat yang dimulai dari
dua minggu setelah kelahiran sampai setahun usia kronologis.
3. Dukungan/Kangaroo support
Bentuk dukungan pada PMK dapat berupa dukungan fisik maupun
emosional. Dukungan dapat diperoleh dari petugas kesehatan, seluruh
anggota keluarga, ibu dan masyarakat. Tanpa adanya dukungan, akan
sangat sulit bagi ibu untuk dapat melakukan PMK dengan berhasil.
Wanita hamil sebaiknya sudah diberikan informasi dan edukasi tentang
PMK sejak kunjungan antenatal pertama. Saat bayi telah lahir, ibu
memerlukan dukungan dari berbagai pihak, diantaranya berupa :
17

a. Dukungan emosional : Ibu memerlukan dukungan untuk melakukan


PMK. Banyak ibu muda yang mengalami keraguan yang sangat
besar untuk memenuhi kebutuhan bayi pertamanya sehingga
membutuhkan dukungan dari keluarga, teman serta petugas
kesehatan. PMK membuat ibu dapat memenuhi semua kebutuhan
bayi.
b. Dukungan fisik : Selama beberapa minggu pertama PMK, merawat
bayi akan sangat menyita waktu ibu. Istirahat dan tidur yang cukup
sangat penting peranannya pada PMK. Oleh karena itu, ibu
memerlukan dukungan untuk membantu menyelesaikan tugas-
tugas rumah.
c. Dukungan edukasi : Sangat penting memberikan informasi yang ibu
butuhkan agar ia dapat memahami seluruh proses PMK dan megerti
bahwa PMK memang sangat penting. Ibu harus mengetahui
manfaat PMK. Hal ini membuat PMK menjadi lebih bermakna dan
akan meningkatkan kemungkinan bahwa ibu akan berhasil
menjalankan PMK baik di rumah sakit ataupun saat di rumah.
d. Semua ibu dapat melakukan PMK terlepas dari usia, paritas,
pendidikan, budaya, maupun agama. Beberapa hal berikut harus
dijadikan bahan pertimbangan ketika berkonsultasi mengenai PMK,
seperti: posisi kanguru, makanan bayi, perawatan di institusi dan di
rumah, apa yang boleh dilakukan untuk bayi yang didekapnya dan
apa yang harus dihindarinya. Dalam melakukan konseling pada
PMK, petugas kesehatan menjelaskan keuntungan dan manfaat
serta implikasi dari PMK bagi ibu dan bayinya, dan selalu memberi
alasan untuk setiap rekomendasi yang diberikan. Melaksanakan
PMK sebaiknya adalah keputusan sendiri setelah memahami PMK,
dan bukan dianggap suatu kewajiban.
e. Beberapa hal berikut harus dijadikan bahan pertimbangan ketika
berkonsultasi mengenai PMK :
18

1) Kemauan : ibu harus mempunyai kemauan untuk melaksanakan


PMK.
2) Harus tersedia waktu yang penuh untuk memberikan
perawatan : anggota keluarga yang lain dapat menawarkan
kontak kulit yang intermitten, tetapi tidak dapat menyusui.
3) Kesehatan umum : jika ibu sakit/menderita komplikasi selama
persalinan, dia harus sehat terlebih dahulu sebelum
melaksanakan PMK.
4) Berada dekat dengan bayi: ibu dianjurkan agar segera kembali
ke rumah sakit pada saat bayinya siap untuk PMK.
5) Dukungan keluarga : seorang ibu perlu mendapat dukungan
untuk mengerjakan tugasnya yang lain di rumah dan sebagai
pengganti ibu untuk PMK apabila ibu berhalangan.
6) Dukungan masyarakat : ini sangat penting, kalau terdapat
hambatan sosial, ekonomi atau keluarga.
7) Pemantauan terhadap tanda bahaya.
4. Pemulangan/Kangaroo discharge
Pemulangan berarti ibu dan bayinya boleh pulang ke rumah
dengan tetap menjalani PMK di rumahnya. Namun, lingkungan tempat
tinggal mereka dapat sangat berbeda dengan fasilitas unit PMK di
institusi kesehatan yang selalu dikelilingi oleh para petugas yang
mendukung. Mereka akan tetap memerlukan dukungan meskipun tidak
sesering dan seintensif seperti sebelumnya. Lingkungan keluarga sangat
penting untuk kesuksesan PMK. Ibu sebaiknya kembali ke rumah yang
hangat, bebas rokok, dan mendapat dukungan dalam melaksanakan
tugas sehari-hari. Jika tidak ada layanan tindak lanjut atau lokasi RS
letaknya jauh, pemulangan dapat ditunda. Oleh karena itu, waktu
pemulangan berbeda tergantung pada besarnya bayi, tempat tidur yang
tersedia, kondisi rumah dan kemudahan untuk follow-up. Biasanya bayi
19

PMK dapat dipulangkan dari rumah sakit ketika telah memenuhi kriteria
dibawah ini :
a. Kesehatan bayi secara keseluruhan dalam kondisi baik dan tidak ada
apnea atau infeksi.
b. Bayi minum dengan baik.
c. Berat bayi selalu bertambah (15g/kg/hari) untuk sekurang-
kurangnya tiga hari berturut-turut.
d. Ibu mampu merawat bayi dan dapat datang secara teratur untuk
melakukan follow-up.
e. Bayi dipulangkan jika berat badan telah naik minimum 10g/hari
selama tiga hari, dapat minum dengan baik (minum melalui gelas
atau dari ASI) dan jika kondisi umum telah stabil. Terdapat batasan
berat badan minimum yakni 1.500
f. Bayi yang dipulangkan dengan berat badan < 1.800 gram dipantau
setiap minggu dan bayi dengan berat badan >1.800 gram setiap dua
minggu.
Untuk mempermudah penilaian kapan PMK dapat diakhiri, telah
tersedia tabel seperti berikut di bawah ini, dimana pasien dapat
dipulangkan bila jumlah skor total dari penilaian skor pemulangan
penderita > 17.
20

Tabel 1. Skor Evaluasi PMK.


Setelah dipulangkan, bayi tetap mendapatkan pemantauan dan
tindak lanjut dengan tujuan :
a. Memberikan pelayanan pada bayi berat lahir rendah/ prematur
pasca rawat inap yang telah menjalani PMK.
b. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang menjalani
PMK.
c. Skrining gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang
menjalani PMK di rumah.
d. Memotivasi ibu agar tetap melanjutkan perawatan metode kanguru
continue.
e. Untuk mempromosikan pemberian ASI eksklusif.
f. Mempromosikan dan melakukan imunisasi.
g. Meningkatkan angka kesintasan BBLR.
Pemantauan pasca rawat dapat dilakukan di Poliklinik Anak RS
atau di sarana kesehatan memenuhi syarat. Semakin kecil bayi pada saat
pemulangan, semakin awal dan sering pemantauan yang diperlukan.
21

Jika bayi dilepas sesuai dengan kriteria diatas, anjuran berikut ini dapat
berlaku pada keadaan seperti :
a. Dua kali kunjungan ulang per minggu sampai dengan 37 minggu usia
pasca menstruasi.
b. Satu kali kunjungan ulang per minggu setelah 37 minggu.
Pemeriksaan pada kunjungan dapat bervariasi, sesuai dengan
kebutuhan ibu. Pada tiap kali kunjungan untuk melakukan pemantauan,
periksalah hal-hal sebagai berikut :
a. PMK
Lama kontak langsung kulit ibu-bayi, posisi, pakaian, suhu
badan, dukungan untuk ibu dan bayi. Apakah bayi menunjukkan
tanda-tanda intoleransi? Apakah saatnya untuk menyapih bayi dari
PMK (biasanya sekitar 40 minggu dari usia pasca menstruasi, atau
sebelumnya) Jika belum, dorong ibu dan keluarganya untuk
melanjutkan PMK selama mungkin.
b. Pemberian ASI
Apakah memberikan ASI eksklusif? Jika ya, pujilah si ibu dan
dorong ibu untuk meneruskan. Jika tidak, anjurkan ibu untuk
meningkatkan pemberian ASI dan kurangi pemberian makanan atau
cairan lain. Tanyakan dan lihat apakah ada permasalahan dan
berikan dukungan. Jika bayi mengkonsumsi tambahan formula atau
makanan lain, periksa keamanan dan kecukupannya; pastikan
bahwa keluarganya mempunyai persediaannya yang cukup.
c. Pertumbuhan
Timbang bayi dan periksa pertambahan berat badannya
selama periode terakhir. Jika tambahan berat badan mencukupi,
misalnya rata-rata 15 g/kg/hari, pujilah ibu. Jika tidak mencukupi,
tanya dan cari permasalahan, penyebab dan solusi. Semua ini
umumnya berhubungan dengan pemberian minum dan penyakit.
22

d. Penyakit
Tanya dan cari tanda-tanda apapun yang mengindikasikan
adanya penyakit, baik yang dilaporkan atau tidak oleh ibu. Tangani
setiap penyakit berdasarkan standar operasional prosedur dan
juklak lokal. Pada kasus dimana menyusui tidak eksklusif, cari tanda-
tanda permasalahan nutrisi atau pencernaan.
e. Obat-obatan
Berikan persedian obat-obatan yang cukup, jika perlu cukup
sampai kunjungan ulang berikutnya.
f. Imunisasi
Pastikan ibu mengikuti jadwal imunisasi setempat.
g. Yang menjadi perhatian ibu
Tanyakan pada ibu permasalahan yang lain, termasuk soal
pribadi, rumah tangga, dan sosial. Cobalah bantu menemukan solusi
terbaik untuk semuanya.
h. Kunjungan ulang berikutnya
Selalu jadwalkan atau pastikan kunjungan berikutnya. Jika
waktu memungkinkan jangan hilangkan kesempatan untuk
memeriksa dan nasehati tentang higiene ibu dan meningkatkan
kewaspadaan ibu terhadap tanda-tanda bahaya yang memerlukan
perawatan segera.
i. Kunjungan ulang khusus
Dorong ibu untuk melakukan kunjungan ini jika hal ini
diperlukan untuk mengatasi permasalahan somatis atau medis
lainnya.
j. Perawatan bayi secara biasa
Anjurkan para ibu untuk melakukan perawatan bayi secara
biasa (menyapih dari PMK) setelah berat bayi mencapai 2.500 g
atau 40 minggu dari usia pasca menstruasi.
23

Pemantauan awal
Kontak awal bertujuan untuk menilai pertumbuhan (berat badan,
panjang dan lingkar kepala bayi) dan kondisi umum, serta membuat ibu
mengenal penyedia perawatan neonatal terdekat.
Bayi dengan berat :
1. < 1.500 gram : diperlukan pemeriksaan setiap hari di poli rawat jalan
RS/sarana kesehatan yang memenuhi syarat.
2. >1.500 gram : paling lambat dalam 2 hari setelah dipulangkan harus
datang untuk pemeriksaan di RS/sarana kesehatan yang memenuhi
syarat. Perlu dilakukan pemeriksaan 3-4 kali / minggu sampai BB 1.800
gram, kemudian 1x/minggu sampai BB 2.500 gram. Rekomendasi ini
hanya sebagai pedoman dan harus disesuaikan dengan keadaan bayi, ibu
dan keluarga serta sarana kesehatan. Tindak lanjut lebih sering
diperlukan pada daerah yang dingin.
Pemantauan perkembangan dapat dimulai pada usia koreksi 0
minggu (40 minggu dari HPHT), bertujuan untuk mendeteksi gangguan
perkembangan dan memberikan intervensi lebih awal, sehingga angka
keberhasilannya pun akan lebih besar. Anak kembar selalu dijadwalkan
untuk dilakukan pemantauan di poliklinik yang sama dalam hari yang sama.
Beberapa kondisi bayi : Bila ditemukan sindrom/abnormalitas
neurologis pada 1 minggu pertama kehidupan : segera jadwalkan untuk
klinik spesialis yang sesuai dengan diagnosis. Bayi yang lebih besar dengan
masalah minum atau masalah lain yang bermakna (misalnya HIE perbaikan,
abnormalitas jantung) sebaiknya juga dilihat lebih awal di RS oleh dokter.
Pemeriksaan saat kunjungan ulang
1. Melakukan skrining gangguan pertumbuhan :
a. Berat badan dan panjang badan harus ditimbang secara rutin.
Kenaikan BB minimal 15 gram/kg/ hari. Sebaiknya BB dan PB di plot
di kurva pertumbuhan yang sesuai dengan usia gestasi.
24

b. Lingkar kepala dan panjang badan diukur minimal 1 bulan sekali dan
diplot di kurva pertumbuhan lingkar kepala yang sesuai usia gestasi.
c. Pemberian asupan nutrisi harus disesuaikan.
2. Melakukan skrining gangguan perkembangan :
a. Melakukan skrining perkembangan dengan menggunakan Kuesioner
Pra Skrining Perkembangan (KPSP) dan dilanjutkan dengan Denver II
(pada sarana yang memiliki fasilitas) saat usia koreksi 0 hari.
b. Melakukan dan mengajarkan ibu stimulasi dini perkembangan.
c. Melakukan intervensi pada bayi dengan gangguan perkembangan.
3. Melakukan pemberian imunisasi.
4. Melakukan pemantauan yang lain :
a. Edukasi ibu pasien mengenai pemberian ASI dan tanda kegawatan
pada bayi.
b. Pada sarana yang sudah lengkap dilakukan :
1) Pemantauan ROP (Retinopathy of prematurity).
2) USG kepala pada usia 1, 3, 7 dan 28 hari, kemudian dilanjutkan
setiap 4 minggu sampai usia 3 bulan.
3) Fungsi pendengaran setelah keadaan klinis stabil.
4) Ostepenia of prematurity (dilakukan pemeriksaan kadar alkali
fosfatase, kalsium dan fosfat secara berkala setiap 2 minggu).
5) Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan dengan keadaan bayi.
Perawatan metode kanguru dianggap berhasil jika :
1. Suhu badan bayi stabil dan optimal yaitu 36,5 ºC – 37 ºC.
2. Mampu menyusu.
3. Produksi ASI cukup.
4. Kenaikan berat badan bayi stabil.
5. Bayi tumbuh dan berkembang optimal.
Penerapan PMK
PMK terutama digunakan pada perawatan BBLR/prematur di
beberapa rumah sakit dengan kategori sebagai berikut :
25

1. RS yang tidak memiliki fasilitas untuk merawat bayi BBLR. Pada keadaan
ini, PMK merupakan satu-satunya pilihan perawatan karena jumlah
inkubator dan perawat tidak memadai.
2. RS yang memiliki tenaga dan fasilitas tetapi terbatas, dan tidak mampu
merawat semua bayi BBLR. PMK menjadi pilihan jika dibandingkan
dengan perawatan konvensional dengan menggunakan inkubator.
3. RS yang memiliki tenaga dan fasilitas yang memadai. Disini, PMK
bermanfaat untuk meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi, mengurangi
risiko infeksi, meningkatkan ASI dan mempersingkat lama perawatan di
rumah sakit.
Fasilitas dan peralatan yang diperlukan dalam PMK
Berikut ini adalah beberapa fasilitas dan peralatan yang diperlukan untuk
melakukan PMK :
1. Bangsal dengan dua atau empat tempat tidur dengan ukuran yang
sesuai bagi ibu untuk tinggal seharian dengan si bayi. Di bangsal ini para
ibu dapat berbagi pengalaman, memperoleh dukungan serta kerjasama,
dan pada saat yang bersamaan si ibu dan bayinya dapat menerima
kunjungan pribadi tanpa mengganggu yang lain. Kamar tersebut harus
dipertahankan kehangatannya untuk si bayi (24-26°C).
2. Kamar mandi dengan fasilitas air bersih, sabun, dan handuk serta
wastafel untuk tempat cuci tangan.
3. Ruangan lain yang berukuran lebih kecil yang dapat digunakan para
petugas untuk konseling dengan ibu. Ruangan ini dapat juga
dipergunakan untuk melakukan evaluasi keadaan si bayi.
4. Support Binder (Ikatan/pembalut penahan bayi agar dapat terus berada
di posisi PMK). Alat ini adalah satu-satunya alat khusus yang digunakan
untuk PMK. Alat ini membantu para ibu untuk menahan bayinya agar
dengan aman terus berada dekat dengan dada ibu. Untuk memulainya,
gunakan secarik bahan kain yang halus, kira-kira sekitar satu meter,
lipatlah secara diagonal, lalu buatlah simpul pengaman, atau dapat juga
26

dikaitkan ke ketiak ibu. Selanjutnya, baju kanguru dari pilihan ibu dapat
menggantikan kain ini. Semua ini untuk memungkinkan para ibu dapat
menggunakan dengan bebas tangan mereka dan agar mereka dapat
bergerak dengan bebas selama melakukan kontak kulit langsung ibu
dengan bayi. Namun demikian, pemakaian baju kanguru ini sebaiknya
disesuaikan dengan kondisi budaya setempat.
5. Pakaian Bayi
Jika bayi menerima PMK secara terus-menerus, bayi tersebut cukup
dipakaikan popok atau diapers sampai dibawah pusat. Pada saat bayi
tidak dalam posisi kanguru, bayi dapat ditempatkan di tempat tidur yang
hangat dan diberi selimut.
Jika suhu ruangannya adalah 24-26°C, bayi pada posisi kanguru hanya
memakai popok, topi yang hangat, dan kaus kaki. Namun, jika suhu
turun di bawah 22°C, bayi tersebut harus memakai baju tanpa lengan
yang terbuat dari kain katun yang terbuka bagian depannya sehingga
memungkinkan tetap terjadinya kontak kulit dengan dada dan perut ibu.
Ibu kemudian mengenakan bajunya yang biasa untuk menghangatkan
dirinya dan si bayi.
6. Peralatan dan keperluan lain
a. Sebuah termometer yang dapat membaca suhu rendah (low
reading thermometer) yang cocok digunakan untuk mengukur suhu
badan di bawah 35°C.
b. Timbangan. Idealnya menggunakan timbangan neonatus dengan
interval 10 gram.
c. Peralatan resusitasi dasar dan oksigen, jika mungkin harus tersedia
di setiap ruangan BBLR dirawat.
d. Obat-obatan untuk mencegah dan mengobati berbagai masalah
BBLR boleh ditambahkan sesuai petunjuk pelaksanaan lokal. Obat-
obatan khusus kadang diperlukan tetapi tidak dianjurkan.
e. Alat pengukur panjang badan dan alat pengukur lingkar kepala.
27

C. CHECKLIST PENILAIAN

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN


PERAWATAN METODE KANGURU
Nama Mahasiswa :
NIM :
Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
PEMBUKAAN
1. Senyum, membaca basmalah, mengucap
salam, mampu berkomunikasi dengan efektif 1
dan penuh empati.
2. Menanyakan identitas pasien dan
1
melakukan anamnesis singkat.
3. Memberikan penjelasan singkat tentang
1
PMK.
4. Melakukan informed consent. 1
5. Mempersiapkan alat dan melakukan cuci
tangan WHO.
PROSEDUR PERAWATAN METODE KANGAROO (PEMASANGAN)
6. Persilahkan ibu untuk berganti pakaian yang
longgar dan memposisikan diri senyaman
1
mungkin di meja pemeriksaan, dapat duduk
atau berbaring.
7. Persiapkan bayi dan persilakan ibu untuk
1
membuka pakaian atasnya.
8. Posisikan bayi secara tegak untuk berada di
antara payudara ibu, dada bayi menempel
ke dada ibu. Pastikan terjadi kontak skin to
skin antara bayi dengan ibu. Sebagai patokan
adalah xyphoid bayi bertemu dengan
xyphoid ibu. (dada, leher dan kepala bayi
menempati bidang sternum ibu atau badan
bayi menempel di badan ibu)

9. Pastikan kaki bayi dalam posisi ”kodok”,


1
sedangkan tangan dalam posisi fleksi.
28

Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
10. Palingkan kepala bayi ke sisi kanan atau kiri,
1
dengan sedikit tengadah (ekstensi).
11. Amankan posisi bayi dengan kain panjang
1
atau baju Kangaroo.
12. Letakkan tepi pengikat tepat berada di
bawah kuping bayi dan sejajar dengan ketiak
ibu.
Minta ibu untuk menempatkan tepi
kain/selendang pengikat bagian bawah
meliputi bokong bayi (sehingga bayi seperti
duduk diatas gendongan) dan menyusuri
badan ibu, kemudian diikat di pungung
bawah satu kali dengan kuat, dibawa
kedepan melingkari tubuh dan diikat di
bagian depan.
Tepi kain/selendang pengikat bagian atas
ditempatkan di sisi bawah telinga bayi,
usahakan dagu sedikit tengadah, selanjutnya
tali pengikat dibawa menyusuri puncak
ketiak ibu dan disilangkan pada bagian
1
punggung ibu dengan kuat, kemudian
dibawa ke depan melalui pundak ibu dan
dipertemukan dengan ujung tali pengikat
bagian bawah.

13. Cek ulang posisi bayi dan pastikan kepala


1
tidak terlalu ekstensi ataupun terlalu fleksi.
14. Ikatkan kain dengan kuat agar saat ibu
1
bangun dari duduk, bayi tidak tergelincir.
15. Pastikan ikatan yang kuat dari kain tersebut
berada di setinggi dada bayi, sehingga 1
seluruh dada bayi tertutupi oleh kain.
16. Minta ibu untuk melepaskan tangan dari
bayinya dan menundukkan badan ke arah
1
kaki. Bila ibu masih belum dapat melepaskan
tangan dari bayinya berarti tali ikatan belum
29

Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
kuat.
17. Pastikan perut bayi tidak tertekan dan
1
terletak di epigastrium ibu.
18. Mintalah ibu untuk mengawasi napas/warna
kulit/suhu : pegang telapak kaki bayi 1
(dengan punggung tangan).
19. Minta ibu untuk menatap bayinya dengan
kasih sayang.
20. Bila bayi bangun,minta ibu untuk
mengendorkan ikatan kain/selendang dan 1
arahkan kepala bayi untuk dapat menyusu.
21. Bila bayi belum dapat mengisap dan
menelan, minta ibu untuk memberikan ASI
1
perah dengan menggunakan cangkir atau
pipa orogastrik untuk memenuhi kebutuhan.
22. Setelah selesai menyusu, arahkan kepala
bayi pada sisi yang berlawanan, dan eratkan 1
lagi tali pengikat.
23. Minta ibu untuk mengawasi tanda-tanda
1
vital bayi.
24. Minta ibu segera membawa bayi ke rumah
sakit atau dirujuk ke fasilitas pelayanan yang 1
tepat bila ditemukan tanda bahaya.
PROSEDUR PERAWATAN METODE KANGAROO (PELEPASAN)
25. Persilahkan ibu untuk memposisikan diri
senyaman mungkin, dapat dengan duduk
1
atau membungkukkan diri menghadap meja
pemeriksaan.
26. Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan
di belakang leher sampai punggung bayi. 1

27. Topang bagian bawah rahang bayi dengan


ibu jari dan jari-jari lainnya agar kepala bayi
1
tidak tertekuk dan tak menutupi saluran
napas ketika bayi berada pada posisi tegak.
28. Tempatkan tangan lainnya di bawah pantat
1
bayi.
29. Ajarkan pada ibu, bila memang perlu
mintalah bantuan orang lain untuk 1
melepaskan ikatan.
30. Keluarkan dan letakkan bayi secara perlahan
dan hati-hati, pastikan jalan nafasnya tidak 1
terganggu.
PENUTUP
31. Persilahkan ibu untuk duduk kembali. 1
32. Tanyakan apakah ada yang ingin
1
disampaikan atau ada hal yang terlewat.
30

Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
33. Mengakhiri pembicaraan, mengucapkan
1
alhamdulillah dan berjabat tangan.
34. Merapikan alat dan melakukan cuci tangan. 1

35. PROFESIONALISME (Lingkari salah satu poin


0 1 2 3 4
disamping)*
JUMLAH TOTAL ..........

Nilai : Jumlah total X 100 = ...........


102

Keterangan :
0 : Tidak dapat melakukan ataupun menyebutkan
1 : Hanya bisa menyebutkan
2 : Bisa melakukan dan menyebutkan, tetapi kurang sempurna
3 : Bisa melakukan dan menyebutkan dengan sempurna
* : Lihat Rubrik

Instruktur

dr.............................
31

TOPIK II. TATALAKSANA BAYI BARU LAHIR DENGAN INFEKSI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan penatalaksanaan pada
bayi baru lahir secara benar, sehingga dapat memberikan bimbingan
kepada ibu/pengganti ibu.
2. Tujuan Khusus :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
a. Melakukan persiapan manajemen bayi baru lahir.
b. Melakukan penilaian terhadap bayi baru lahir.
c. Melakukan perawatan tali pusat terhadap bayi baru lahir.
d. Melakukan teknik inisiasi menyusui dini.
e. Melakukan pemberian profilaksis konjungtivitis neonatorum.
f. Melakukan pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir.
g. Melakukan penatalaksanaan bayi baru lahir dengan infeksi.
h. Penatalaksanaan bayi baru lahir memiliki tiga tujuan utama yaitu
untuk mendeteksi masalah medis sedini mungkin sehingga dapat
diobati secara tepat, mempermudah adaptasi pada kehidupan
ekstraueri, melindungi bayi baru lahir dari proses bahaya seperti
hipotermi dan infeksi.
B. TINJAUAN TEORI
1. Penilaian Bayi Baru Lahir
Segera setelah bayi baru lahir, letakkan bayi di atas kain
bersih dan kering yang disiapkan pada perut bawah ibu. Segera
lakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan :
a. Apakah bayi cukup bulan?
b. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekoneum?
c. Apakah bayi menangis?
d. Apakah tonus otot baik?
32

Jika bayi tidak cukup bulan dan atau air ketuban bercampur
mekoneum dan atau tidak menangis atau tidak bernapas atau
megap-megap dan atau tonus otot tidak baik lakukan langkah resusitasi.

Bagan 1. Manajemen Bayi Baru Lahir.

Setelah dilakukan penilaian, apabila bayi baru lahir langsung


menangis atau bernapas spontan dan teratur dilakukan perawatan
rutin.
a. Berikan kehangatan
b. Bersihkan jalan napas
33

c. Keringkan
d. Nilai warna

2. Perawatan Tali Pusat


Tali pusat pada umumnya diklem dengan forsep bedah segera
setelah lahir. Lebih baik jika membiarkan bayi menangis dengan baik
beberapa kali sebelum melakukan klem tali pusat supaya bayi
mendapatkan darah tambahan dari plasenta. Tambahan darah tersebut
dapat mencegah anemia defisiensi besi pada tahun pertama kehidupan.
Tali pusat diklem 3-4 cm dari permukaan perut bayi, setelah bayi
dikeringkan dan dinilai maka forseps dapat diganti dengan klem tali
pusat atau pengikat tali pusat steril. Setelah persalinan, tunggul tali
pusat masih basah dan lembut sehingga merupakan tempat tumbuh
yang ideal untuk bakteri. Setelah diklem selama 6 jam, seharusnya
tunggul tali pusat mengering dan tidak ditutup dengan perban. Jika tali
pusat tetap lembut dalam 24 jam atau menjadi basah dan berbau
menusuk, maka tali pusat dirawat dengan “surgical spirits” setiap 3 jam.

Gambar 2. Proses pelepasan tali pusat.


34

Kajian sistematik yang dilakukan oleh Cochrane menyatakan


bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna insidens infeksi antara
pemberian triple dye; klorheksidin; bubuk salisilat; bubuk green clay;
bubuk katoxin; dan fusin dibandingkan dengan perawatan tali pusat
kering/plasebo. Studi menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan
menggunakan antibiotik atau antiseptik pada perawatan tali pusat
dibandingkan dengan perawatan kering. Selain itu didapatkan bahwa
rata-rata waktu pelepasan tali pusat pada : perawatan kering adalah 9
hari, bubuk 7 hari, alkohol 11 hari sedangkan antibiotik 12 hari.
Kunjungan rumah untuk perawatan tali pusat di negara
berkembang harus dilakukan lebih sering, sehingga pelepasan tunggul
tali pusat yang lebih cepat akan menurunkan kunjungan dan biaya
perawatan postnatal.
3. Inisiasi Menyusu Dini
Rooming-in dalam 24 jam memperbesar kesempatan untuk
terjadi bonding dan optimalisasi inisiasi menyusu dini. Selama
memungkinkan, ibu dan bayi harus tetap disatukan selama rawat inap di
RS. Untuk menghindari pemisahan yang tidak perlu, penilaian bayi baru
lahir setelah periode postpartum idealnya dilakukan di kamar ibu.
Bayi-bayi dengan usia kehamilan 34-36 minggu atau lebih, dapat
memenuhi semua kebutuhannya langsung dari ASI. Berdasarkan hasil
penelitian refleks hisap dengan EMG, diketahui bahwa refleks hisap
yang efektif baru timbul pada bayi dengan usia kehamilan 34 minggu.
Oleh sebab itu, bila memungkinkan bayi baru lahir diletakkan pada
payudara ibu segera setelah dikeringkan dan dilakukan penilaian pada
menit pertama karena :
a. Penelitian menunjukkan bahwa semakin cepat bayi baru lahir
dilekatkan pada payudara ibu, semakin besar keberhasilan ibu
dalam menyusui. Hal ini didukung oleh suatu studi yang
menunjukkan bahwa ibu yang bayinya menghisap dalam 2 jam
35

pertama postpartum memiliki volume ASI yang lebih banyak secara


bermakna pada hari keempat daripada yang tidak. Stimulasi puting
dengan penghisapan dapat mempercepat kala tiga dengan
mempercepat oksitosin maternal yang merangsang kontraksi
uterus.
b. Meyakinkan ibu bahwa bayi dalam keadaan sehat.
Berikut ini langkah-langkah melakukan IMD yang dianjurkan :
a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.
b. Disarankan juga tidak menggunakan bahan kimia saat persalinan,
karena akan mengganggu dan mengurangi kepekaan bayi untuk
mencari puting susu ibu.
c. Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain
kering.
d. Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali
kedua tangannya.
e. Tali pusat dipotong lalu diikat.
f. Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak
dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi.
g. Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut
ibu sehingga terjadi kontak kulit bayi dan kulit ibu.
h. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi
untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.
Kontak Kulit & Menyusu Sendiri penting bagi ibu bayi karena :
a. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak
mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena
kedinginan (hypothermia).
b. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari
kulit ibunya, dan dia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri
baik di kulit ibu. Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk
36

koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri jahat dari


lingkungan.
c. Ikatan kasih sayang antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2
jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu biasanya bayi
tidur dalam waktu lama.
d. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung
bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga
mengurangi pemakaian energi.
e. Makanan awal non ASI mengandung zat putih telur yang bukan
berasal dari susu manusia, misalnya susu hewan. Hal ini dapat
mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi
lebih awal.
f. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui
eksklusif dan akan lebih lama disusui.
g. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi diputing
susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu
merangsang pengeluaran hormon oksitosin.
Proses menyusui bayi pertama kali dilakukan oleh ibu dalam 1
jam pertama pascapersalinan. Pada persalinan dengan tindakan
misalnya seksi sesaria, proses IMD tetap dapat dilakukan.
Dalam keadaan asfiksia, bayi diperbolehkan tidak mendapat
IMD. Dalam keadaan ini bayi memerlukan pertolongan segera untuk life
saving.
4. Pemberian Profilaksis Konjungtivitis Neonatorum
Konjungtivitis neonatorum merupakan konjungtivitis pada bayi
baru lahir yang terjadi dalam bulan pertama kehidupan, dengan
manifestasi klinis berupa eritema dan edema pada kelopak mata dan
konjungtiva palpebra, sekret purulen dengan gambaran satu atau lebih
sel polimorfonuklear (PMN) pada pewarnaan Gram, yang dilihat dengan
minyak emersi, dari apus konjungtiva.
37

Konjungtiva bayi baru lahir steril, namun segera terkolonisasi


oleh berbagai mikroorganisme baik patogen atau nonpatogen.
Konjungtiva bayi rentan terinfeksi, tidak hanya karena rendahnya kadar
agen nonbakterial dan protein (lisozim dan imunoglobulin A dan G), juga
karena lapisan film air mata (tear film) dan alirannya baru terbentuk.
Isenberg (1995) menemukan 4 faktor risiko perinatal terhadap
konjungtivitis neonatorum yaitu vaginitis maternal, terdapat mekonium
pada kelahiran, persalinan pada lingkungan nonsteril dan endometritis
pascapersalinan. Yetman dan Coody (1997) mengemukakan faktor risiko
lain yaitu ketuban pecah dini/premature rupture of membrane (PROM),
penyakit menular seksual (yang positif maupun suspek), trauma lokal
pada mata sewaktu persalinan.
Terdapat 2 tipe konjungtivitis neonatorum, yaitu aseptik dan
septik. Tipe aseptik (konjungtivitis kimia) disebabkan oleh penggunaan
tetes mata argentin nitrat untuk profilaksis. Tipe septik disebabkan oleh
infeksi bakteri dan virus. Mayoritas penyebabnya adalah infeksi
Chlamydia trachomatis disusul oleh Neisseria gonorrhea dengan
mekanisme penularan selama persalinan melalui jalan lahir dari ibu yang
terinfeksi. Gonokokus merupakan agen penyebab infeksi yang paling
virulen, dan merupakan penyebab tersering kebutaan pada tahun
pertama kehidupan sehingga memerlukan profilaksis pada bayi baru
lahir.
38

Tabel 2. Manifestasi Kongtivitis.


Herpes simplex conjunctivitis terjadi bersamaan dengan infeksi
herpes sistemik, ditandai vesikel di sekeliling mata dan umumnya
terdapat keterlibatan kornea. Konjungtivitis kimia biasanya terjadi
dalam 24 jam pascaprofilaksis dengan larutan argentin nitrat, dapat
sembuh sendiri dalam beberapa hari. Pembengkakan kelopak dikaitkan
dengan mata merah, atau stenosis lakrimal (jarang). Konjungtivitis
neonatorum yang disebabkan mikroba lainnya seperti Staphylococcus
aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Escherichia
coli, Klebsiella sp dan Pseudomonas aeruginosa–umumnya bergejala
ringan tanpa komplikasi kornea ataupun sistemik.
Crede (1881) memperkenalkan penggunaan larutan argentin
nitrat 2% sebagai metode pencegahan konjungtivitis neonatorum dan
berhasil menurunkan insidens konjungtivitis gonokokal di Eropa dan AS.
Penggunaannya hanya terbatas pada profilaksis konjungtivitis oleh
infeksi Gonokokus; namun tidak efektif terhadap infeksi Klamidia.
Metode ini tidak digunakan lagi karena menyebabkan konjungtivitis
kimia. Profilaksis konjungtivitis neonatorum pada masa kini digantikan
oleh eritromisin atau tetrasiklin ointment.
39

Isenberg (1995) menemukan bahwa larutan 2.5% povidone


iodine lebih efektif untuk profilaksis konjungtivitis neonatorum daripada
terapi dengan larutan argentin nitrat 1% atau 0.5% eritromisin
ointment, serta kurang toksik dan lebih murah.
Iyamu E dan Enabulele O (2003) menyatakan Neisseria
gonorrhea masih sensitif terhadap eritromisin. Profilaksis dengan
ointment eritromisin 0.5% yang dioleskan pada kedua mata beberapa
jam setelah bayi lahir.
Terapi yang adekuat sangat diperlukan sebab konjungtivitis
neonatorum dapat menimbulkan komplikasi serius berupa kebutaan
akibat ulserasi kornea dan pembetukan jaringan parut. Terapi diberikan
berdasarkan manifestasi klinis dan diagnosis yang didapat dari
pewarnaan Gram dan Giemsa. Terapi sistemik lebih diutamakan
daripada terapi topikal, mengingat organisme penyebab infeksi
ditularkan melalui hubungan seksual, penting untuk mengobati ibu dan
pasangan seksualnya. WHO merekomendasikan terapi untuk mengatasi
infeksi baik oleh Gonokokus maupun Klamidia. Kejadian ko-infeksi
sekitar 2%. Kasus gonococcal conjunctivitis memerlukan kultur sekret
mata atau darah (juga cairan serebrospinal jika terjadi infeksi sistemik).
Untuk Chlamydial conjunctivitis, WHO dan AAP
merekomendasikan terapi oral dengan eritromisin sirup, dosis 50
mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi, selama 14 hari. Atau terapi oral
dengan trimethoprim 40 mg kombinasi dengan sulphamethoxazole 200
mg dua kali perhari selama 14 hari. Eritromisin atau tetrasiklin topikal
dapat digunakan sebagai terapi tambahan. Kelebihan penggunaan
eritromisin adalah kemampuan eradikasi karier nasofaring, sebagai
terapi pneumonitis dan lebih efektif dibanding terapi topikal dalam hal
mencegah kekambuhan konjungtivitis. Terapi dengan azitromisin
merupakan alternatif dari eritromisin – telah diteliti pada populasi
endemis – penggunaan massal azitromisin dosis tunggal atau 3 hari
40

menurunkan angka kesakitan akibat infeksi Chlamydia trachomatis.


Untuk pasangan seksual yang terinfeksi, diterapi dengan doksisiklin oral
100 mg dua kali perhari selama 7 hari atau azitromisin oral 1 g sebagai
terapi dosis tunggal.
Gonococcal conjunctivitis diterapi dengan Penisilin G intravena
(IV) dosis 100.000 IU/kgBB/hari selama seminggu. Pada daerah dengan
resistensi penisilin, terapi penggantinya adalah sefalosporin generasi
ketiga yang digunakan selama 7 hari. Seftriakson oral dosis rendah
merupakan terapi yang sangat efektif dan direkomendasikan oleh WHO
(dosis tunggal 62.5 mg untuk bayi dan 125 mg untuk ibu). Neonatus
dapat diterapi dengan seftriakson dosis tunggal (25 atau 50 mg/kgBB)
IV/IM (intramuskular). Dosis total tidak melebihi 125 mg. Sefiksim,
seftriakson, sefalosporin generasi ketiga, dan florokuinolon – efektif
untuk eradikasi Neisseria gonorrhea. Pilihan regimen terapi menurut
Buku Saku WHO adalah (1) seftriakson (50 mg/kgBB; dosis total 150 mg
IM dosis tunggal); (2) kanamisin (25 mg/kgBB; dosis total 75 mg IM dosis
tunggal); (3) oxytetracycline eye ointment atau (4) chloramphenicol eye
ointment.
Kedua mata bayi sesering mungkin (setiap jam, atau setidaknya 4
kali perhari) diirigasi dengan larutan normal saline untuk mengeliminasi
sekret. Terapi pada Herpes simplex conjunctivitis dengan asiklovir dosis
rendah (30 mg/kgBB/hari IV terbagi 3 dosis) selama setidaknya 2 minggu
untuk mencegah infeksi sistemik. Terapi topikal dengan acyclovir
ophthalmic solution dua kali perhari dapat ditambahkan.
5. Pemberian Profilaksis Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir
Permasalahan pada Perdarahan akibat Defisiensi Vitamin K
(PDVK) adalah terjadinya perdarahan otak dengan angka kematian 10-
50% yang umumnya terjadi pada bayi dalam rentang umur 2 minggu
sampai 6 bulan, dengan akibat angka kecacatan 30-50%. Data dari
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-
41

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 1990-2000 menunjukkan


terdapatnya 21 kasus PDVK, 17 kasus (81%) mengalami komplikasi
perdarahan intrakranial dengan angka kematian 19%. (Catatan Medik
IKA-RSCM, tahun 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain
ibu yang selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang
mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral
(warfarin); obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin,
karbamazepin); obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin); sintesis
vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik,
khususnya pada bayi kurang bulan); gangguan fungsi hati (kolestasis);
kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI
eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K yang rendah yaitu
<20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan
vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K
yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik.
International Society on Thrombosis and Haemostasis,
Pediatric/Perinatal Subcommittee seperti yang dilaporkan oleh Sutor
dkk (tahun 1999) dan Isarangkura dkk (Thailand, 1989) menyatakan
bahwa pemberian vitamin K baik secara oral maupun IM sama efektif.
Efikasi profilaksis oral meningkat dengan pemberian berulang 3 kali
daripada dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan dalam dosis
2 mg daripada dosis 1 mg. Pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap
hari atau tiap minggu sama efektif dengan profilaksis vitamin K IM.
42

6. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir


Waktu pemeriksaan bayi baru lahir adalah sebagai berikut :

Tabel 3.
Anamnesis :
a. Keluhan tentang bayinya
b. Masalah kesehatan pada ibu yang mungkin berdampak pada bayi
(TBC, demam saat persalinan, KPD > 18 jam, hepatitis B atau C,
sifilis, HIV/AIDS, penggunaan obat).
c. Cara, waktu, tempat bersalin dan tindakan yang diberikan pada bayi
jika ada.
d. Warna air ketuban
e. Riwayat bayi buang air kecil dan besar
f. Frekuensi bayi menyusu dan kemampuan menghisap
Pemeriksaan fisik
Prinsip :
a. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang (tidak
menangis).
b. Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai
pernapasan dan tarikan dinding dada bawah, denyut jantung serta
perut.
43

Tabel 4.
44

Pemeriksaan secara detail pada bayi baru lahir yang dilakukan


segera setelah bayi lahir adalah rutin dilakukan. Perlu dilakukan
pemeriksaan untuk melakukan skrining kelainan bawaan. Menurut
panduan dari National Institute for Health and Clinical Excelence (NICE),
komponen skrining dengan pemeriksaan fisik meliputi :
a. Pemeriksaan jantung
b. Pemeriksaan tulang paha
c. Pemeriksaan mata
d. Pemeriksaan testis pada anak laki-laki
Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan meliputi spektrum penyakit yang luas,
dari VSD yang dapat mengalami resolusi spontan hingga kondisi
yang menyebabkan kematian. Insidens keseluruhan sekitar 1 dalam 100
kelahiran hidup, tetapi insidens kondisi yang lanjut hanya 1 dalam 1000
kelahiran hidup. Pertimbangan dilakukan skrining adalah bahwa adanya
tindakan bedah yang direncanakan akan memberikan keluaran yang
lebih baik daripada bedah emergensi dalam halmortalitas dan
morbiditas. Juga mengurangi stres pada orang tua.
Program skrining dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik semua
elemen sistem kardiovaskular dan riwayat pemberian makanan.
Ekokardiografi hanya sesuai dilakukan sebagai bagia penilaian yang lebih
lanjut atau sebagai bagian penilaian anak dengan risiko tinggi seperti
bayi dengan Down Syndrome. Sementara pemeriksaan oksimetri dapat
memiliki peran penting dalam skrining.
Metode awal apapun yang digunakan untuk modalitas skrining,
sangat penting memberikan akses kepada klinisi berpengalaman untuk
menegakkan diagnosis sehingga tindakan bedah dapat segera dilakukan.
Developmental Dysplasia of the Hip (DDH)
Insidens kasus ini adalah 1-2 per 100 bayi lahir hidup.
Penatalaksanaan bertujuan untuk melakukan stabilisasi panggul, diawali
45

dengan penggunaan splint. Apabila hal tersebut gagal maka dibutuhkan


pembedahan.
Skrining dilakukan dengan pemeriksaan fisis menggunakan
Metode Barlow dan Ortolani. Meskipun pemeriksaan dilakukan segera
setelah bayi lahir dan diulang 6-8 minggu kemudian, kemungkinan
adanya keterlambatan deteksi DDH tidak dapat dihilangkan.
Penggunaan ultrasonografi dalam pemeriksaan panggul menunjukkan
bahwa pemeriksaan ini lebih sensitif tetapi diduga berhubungan dengan
pertimbangan penatalaksanaan yang berlebihan. Seperti diketahui
bahwa penatalaksanaan dapat menyebabkan kerusakan panggul, maka
ini harus menjadi dasar pertimbangan dan menjadi alasan penggunaan
ultrasonografi secara universal tidak direkomendasikan. Namun tetap
direkomendasikan bagi bayi dengan riwayat presentasi bokong (breech
presentation) pada kehamilan atau riwayat keluarga garis pertama
dengan DDH.
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kelainan struktural
pada mata, bukan memeriksa ketajaman penglihatan. Kelainan utama
yang sering ditemukan adalah katarak dan retinoblastoma. Penyakit
tersebut jarang (2-3 per 10.000 kelahiran hidup). Skrining didasarkan
pada inspeksi mata dan pemeriksaan refleks fundus.
Cryptorchidism (Undescended Testes–UDT)
Adesensus testis ditemukan pada 2% bayi laki-laki. Kondisi ini
dianggap penting karena berhubungan dengan hipospadia dan adanya
adesensus testis bilateral merupakan indikasi hiperplasia adrenal
kongenital, juga meningkatkan risiko terjadinya torsi, subfertilitas dan
keganasan. Terdapat perdebatan mengenai perlunya bayi dengan
adesensus testis dilakukan tindakan untuk memperbaiki letaknya pada
skrotum, belum terdapat bukti yang baik bahwa tindakan tersebut
dapat mengubah risiko terjadinya keganasan dan bukti mengenai
46

hubungannya dengan fertilitas masih inkonsisten. Telah menjadi


kesepakatan bahwa pembedahan dilakukan sebelum anak mulai
sekolah; banyak pihak yang merekomendasikan pembedahan antara
usia 1 dan 2 tahun.

Bagan 2. Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir.


47

C. CHECKLIST PENILAIAN

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN


TATALAKSANA BAYI BARU LAHIR
DAN PENGENALAN TANDA – TANDA INFEKSI

Nama Mahasiswa :
NIM :
Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
PEMBUKAAN
1. Senyum, membaca basmalah, mengucap salam,
mampu berkomunikasi dengan efektif dan penuh 1
empati.
2. Menanyakan identitas pasien dan melakukan
1
anamnesis singkat.
3. Melakukan informed consent. 1
4. Mempersiapkan alat dan melakukan cuci tangan
1
WHO.
PENILAIAN BAYI BARU LAHIR
5. Segera setelah bayi lahir, letakkan bayi di atas kain
bersih dan kering yang disiapkan pada perut bawah
ibu. Segera lakukan penilaian awal dengan menjawab
4 pertanyaan :
a. Apakah bayi cukup bulan ? 1
b. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur
mekonium ?
c. Apakah bayi menangis atau bernapas ?
d. Apakah tonus otot bayi baik ?
6. Keadaan umum bayi dinilai setelah lahir dengan
penggunaan nilai APGAR. Penilaian ini perlu untuk
mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.
Yang dinilai ada 5 poin :
a. Appearance (warna kulit)
b. Pulse rate (frekuensi nadi)
c. Grimace (reaksi rangsangan)
1
d. Activity (tonus otot)
e. Respiratory (pernapasan)

Hasil APGAR skor :


a. Nilai Apgar 7-10 : Bayi normal
b. Nilai Apgar 4-6 : asfiksia sedang ringan
c. Nilai Apgar 0-3 : asfiksia berat
PENATALAKSANAAN SEGERA BAYI BARU LAHIR
7. Memotong dan merawat tali pusat. Setelah bayi
lahir, darah yang masih ada di umbilikal dimasukkan
ke dalam umbilicord bayi, lalu pasang klem permanen
3 cm dari dinding perut bayi, lalu 2 cm di atasnya
pasang klem kedua. Potong tali pusat di antara 2 klem 1
dengan bantalan telapak tangan penolong. Ikat dengan
pengikat steril. Luka tali pusat dibersihkan dan
dirawat dengan perawatan terbuka tanpa dibubuhi
apapun.
48

Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
8. Melakukan Inisiasi Menyusui Dini pada bayi yang
1
tidak mengalami kegawatan.
9. Melakukan pemeriksaan antropometri (LK, LL, PB,
BB)
10. Mempertahankan suhu tubuh bayi. Cegah
terjadinya kehilangan panas dengan mengeringkan
tubuh bayi dengan handuk atau kain bersih kemudian
1
selimuti tubuh bayi dengan selimut atau kain yang
hangat, kering, dan bersih. Tutupi bagian kepala bayi
dengan topi.
11. Pemberian vitamin K. Semua bayi baru lahir harus
mendapatkan profilaksis vitamin K1 dengan 1 mg 1
dosis tunggal intramuskular di anterolateral paha kiri.
12. Upaya profilaksis terhadap gangguan mata.
a. Berikan chloramphenikol 0,5mg% salep atau tetes
mata dalam satu garis lurus, mulai dari bagian
mata yang paling dekat dengan hidung bayi
menuju ke bagian luar mata. 1
b. Jangan biarkan ujung mulut tabung/salep atau
tabung penetes menyentuh mata bayi.
c. Jangan menghapus salep/tetes mata bayi dan minta
agar keluarganya tidak menghapus obat tersebut.
13. Pemberian imunisasi. Imunisasi hepatits B diberikan
sebelum 12 jam setelah lahir di anterolateral paha
kanan. Manfaat pemberian imunisasi hapatitis B untuk 1
mencegah infeksi hepatitis B terhadap bayi, terutama
yang ditularkan melalui ibu-bayi.
14. Identifikasi. Peralatan identifikasi bayi baru lahir
harus selalu tersedia di tempat penerimaan pasien, di
kamar bersalin, dan di ruang rawat bayi. Alat yang
digunakan hendaknya kebal air, dengan tepi yang
halus dan tidak mudah melukai, tidak mudah sobek
dan tidak mudah lepas. Pada alat identifikasi harus
1
tercantum : nama (bayi, nyonya), tanggal dan jam
lahir, nomor bayi, jenis kelamin. Di setiap tempat tidur
harus di beri tanda dengan mencantumkan nama,
tanggal dan jam lahir dan nomor identifikasi.
Sidik telapak kaki bayi dan sidik jari ibu harus dicetak
di rekam medik.
15. Pemantauan bayi baru lahir. Tujuan pemantauan
bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi
normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan
bayi baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga
dan penolong persalinan serta tindak lanjut petugas
1
kesehatan.
2 jam pertama sesudah lahir meliputi :
a. Kemampuan menghisap kuat atau lemah
b. Bayi tampak aktif atau lunglai
c. Bayi kemerahan atau biru
TANDA INFEKSI DAN KEGAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR
16. a. Tidak mau minum atau memuntahkan semua
ATAU
b. Bergerak hanya jika dirangsang (gerak kurang atau 1
tidak aktif) ATAU
c. Merintih ATAU
49

Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
d. Teraba demam (suhu ketiak > 37.50C) ATAU
e. Teraba dingin (suhu ketiak < 360C ) ATAU
f. Napas cepat ( ≥60 kali /menit ) ATAU
g. Napas lambat ( < 30 kali /menit ) ATAU
h. Tarikan dinding dada kedalam yang sangat kuat
ATAU
i. Nanah yang banyak di mata ATAU
j. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut ATAU
k. Diare ATAU
l. Tampak kuning pada telapak tangan dan kaki
ATAU
m. Perdarahan ATAU
n. Kejang ATAU
PENATALAKSANAAN BAYI BARU LAHIR DENGAN INFEKSI
17. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV dengan dosis
1
rumatan.
18. Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk
pemeriksaan kultur dan sensitivitas dan periksa juga 1
darah lengkap.
19. Berikan antibiotik ampisilin dan gentamisin sesuai
dengan pedoman yang ada. Tunggu hasil kultur darah
1
dan sensitivitas dan nilai kondisi bayi empat kali
sehari utnuk melihat perkembangannya.
20. Bila bayi tidak dapat menyusu ASI, beri ASI perah
dengan menggunakan salah satu cara alternatif 1
pemberian minum
PENUTUP
21. Jika dokter menangani di luar RS, segera lakukan
rujukan.
1
Jika dokter menangani di RS, segera konsulkan ke
dokter Sp. A.

22. PROFESIONALISME (Lingkari salah satu poin


disamping)* 0 1 2 3 4
TOTAL SKOR ..............

Nilai : Total Skor X 100 = ...........


63

Keterangan :
0 : Tidak dapat melakukan ataupun menyebutkan
1 : Hanya bisa menyebutkan
2 : Bisa melakukan dan menyebutkan, tetapi kurang sempurna
3 : Bisa melakukan dan menyebutkan dengan sempurna
* : Lihat Rubrik

Instruktur

dr.............................
50

TOPIK III. PERESEPAN MAKANAN UNTUK BAYI


YANG MUDAH DIPAHAMI IBU

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan pemberian makanan
yang untuk bayi, sehingga dapat memberikan bimbingan kepada
ibu/pengganti ibu.
2. Tujuan Khusus
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
a. Memberikan pendidikan kepada ibu mengenai pemberian ASI.
b. Memberikan pendidikan kepada ibu mengenai pemberian MP-ASI.
c. Melakukan peresepan makanan untuk bayi yang mudah dipahami
ibu.

B. TINJAUAN TEORI
Sejak lahir sampai usia 2 tahun, bayi mengalami perkembangan otak
yang pesat, demikian pula dengan pertumbuhan linear. Batita perempuan
mencapai 50% tinggi badan dewasa pada usia 18 bulan, sedangkan laki-laki
pada usia 2 tahun. Usia 0-2 tahun juga merupakan masa kritis
perkembangan adipositas. Komposisi tubuh berubah sesuai usia. Perubahan
perlemakan tubuh seiring usia dapat ditunjukkan dengan metode radiografi,
pengukuran tebal lipatan kulit, atau indeks massa tubuh.
Indeks massa tubuh merupakan parameter turunan (surrogate)
perlemakan tubuh yang paling umum digunakan. Seorang anak mengalami
peningkatan IMT yang cepat selama tahun pertama kehidupannya. Setelah 9
sampai 12 bulan, IMT menurun danmencapai titik terendah (nadir) pada usia
5-6 tahun. Selanjutnya terjadi peningkatan IMT selama masa remaja. Titik di
mana perlemakan tubuh (direpresentasikan oleh IMT) kembali meningkat
setelah mencapai titik nadir disebut adiposity rebound.
51

Kekurangan atau kelebihan zat gizi pada periode usia 0-2 tahun
umumnya ireversibel dan akan berdampak pada kualitas hidup jangka
pendek dan jangka panjang. Stunting akan mempengaruhi perkembangan
otak jangka panjang yang selanjutnya berdampak pada kemampuan kognitif
dan prestasi pendidikan. Selain itu, pertumbuhan linear akan mempengaruhi
daya tahan tubuh serta kapasitas kerja.
Untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia masa depan maka
usaha yang paling efisien adalah mencegah terjadinya malnutrisi dengan
mensosialisasikan praktik pemberian makan yang benar pada 1000 hari
pertama kehidupan yang berbasis bukti. Pola pemberian makan bayi dan
batita dipengaruhi oleh pengalaman ibu, tuntutan keluarga, keadaan sosial
ekonomi serta tradisi budaya.
WHO pada tahun 2003 mengeluarkan rekomendasi tentang praktik
pemberian makan bayi yang benar yaitu :
1. Berikan ASI sesegera mungkin setelah melahirkan (< 1 jam) dan secara
eksklusif selama 6 bulan.
2. Berikan MPASI pada usia genap 6 bulan sambil melanjutkan ASI sampai
24 bulan. MPASI yang baik adalah yang memenuhi persyaratan tepat
waktu, bergizi lengkap, cukup dan seimbang, aman dan diberikan
dengan cara yang benar.
1. Air Susu Ibu
ASI adalah makanan yang ideal untuk bayi sehingga pemberian ASI
eksklusif dianjurkan selama masih mencukupi kebutuhan bayi. Langkah
pertama untuk meningkatkan produksi ASI sehingga pemberian ASI
eksklusif berhasil adalah dengan inisiasi menyusui dini Langkah kedua
adalah posisi dan perlekatan yang benar, serta bayi mengisap secara
efektif (mengisap kuat, perlahan, dalam, disertai jeda di antara
beberapa isapan). Langkah ketiga adalah menilai kecukupan ASI.
Kecukupan ASI dipastikan dengan frekuensi buang air kecil 6-8 kali
52

sehari, durasi menyusu 10-30 menit untuk satu payudara, dan kenaikan
berat badan yang adekuat.
Perlu dijelaskan kepada ibu bahwa frekuensi berkemih dan
defekasi akan bertambah serta berat badan akan turun pada minggu
pertama kehidupan. Penurunan berat badan lebih dari 7% dari berat
lahir mengindikasikan masalah menyusui dan membutuhkan evaluasi
menyusui yang komprehensif. Berat badan yang turun harus sudah
kembali ke berat lahir selambat-lambatnya pada usia 2 minggu.
Frekuensi pemberian ASI lebih tepat ditentukan berdasarkan
tanda lapar (on cue) daripada on demand. Ibu diajarkan mengenali
tanda lapar yaitu bayi membuka mulut, mencari puting susu serta
memasukkan tangannya ke mulut. Jika tidak segera disusui bayi akan
menangis. Kesalahan yang umum terjadi adalah ibu berpikir bahwa
menangis merupakan tanda lapar dan baru menyusui saat bayi telah
menangis. Padahal menangis merupakan tanda lapar yang sudah lanjut
dan saat menangis justru bayi tidak boleh disusui, seharusnya
ditenangkan terlebih dulu sampai menunjukkan tanda lapar dini
kembali.
ASI memiliki komponen imunologis yang dapat melindungi bayi
dari patogen di lingkungan melalui mekanisme spesifik berupa antibodi
(IgA, IgG, dan IgM) dan non-spesifik yang meliputi laktoferin, lisozim,
efek antiviral dan antiprotozoa dari asam lemak bebas dan
monogliserida. Untuk mencegah transmisi virus dan bakteri yang
mungkin terkandung dalam ASI, the Human Milk Banking Association of
North America, the United Kingdom Association for Milk Banking, dan
milk banking nasional lainnya melakukan pasteurisasi Holder (62,5ºC
selama 30 menit) sebagai prosedur rutin. Pasteurisasi Holder
membunuh kontaminasi virus, seperti HIV, HTLV-1, CMV, dan bakteri
yang sering mengontaminasi ASI. Namun, pasteurisasi Holder juga
menghancurkan sel B dan sel T yang terkandung dalam ASI, menurunkan
53

konsentrasi imunoglobulin sampai 20-30% dan secara bermakna


mengurangi titer antibodi spesifik terhadap E. coli enteropatogenik.
2. Makanan Pendamping ASI (MPASI)
WHO Global Strategy for Feeding Infant and Young Children pada
tahun 2003 merekomendasikan agar pemberian MPASI memenuhi 4
syarat, yaitu :
a. Tepat waktu (timely), artinya MPASI harus diberikan saat ASI
eksklusif sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.
b. Adekuat, artinya MPASI memiliki kandungan energi, protein, dan
mikronutrien yang dapat memenuhi kebutuhan makronutrien dan
mikronutrien bayi sesuai usianya.
c. Aman, artinya MPASI disiapkan dan disimpan dengan cara cara yang
higienis, diberikan menggunakan tangan dan peralatan makan yang
bersih.
d. Diberikan dengan cara yang benar (properly fed), artinya MPASI
diberikan dengan memperhatikan sinyal rasa lapar dan kenyang
seorang anak. Frekuensi makan dan metode pemberian makan
harus dapat mendorong anak untuk mengonsumsi makanan secara
aktif dalam jumlah yang cukup menggunakan tangan, sendok, atau
makan sendiri (disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan
seorang anak).
Sejak usia 6 bulan ASI saja sudah tidak dapat mencukupi
kebutuhan energi, protein, zat besi, vitamin D, seng, vitamin A sehingga
diperlukan Makanan Pendamping ASI yang dapat melengkapi
kekurangan zat gizi makro dan mikro tersebut. Meskipun sudah tidak
dapat memenuhi kebutuhan zat gizi secara lengkap, pemberian ASI
tetap dianjurkan karena dibandingkan dengan susu formula bayi, ASI
mengandung zat fungsional seperti imunoglobulin, hormon,
oligosakarida, dan lain-lain yang tidak ada pada susu formula bayi.
54

Sebelum memulai pemberian MPASI, petugas kesehatan harus


menilai kesiapan bayi untuk menerima MPASI berdasarkan
perkembangan oromotor, yaitu sudah dapat duduk dengan kepala
tegak, bisa mengkoordinasikan mata, tangan dan mulut untuk
menerima makanan, dan mampu menelan makanan padat. Secara
alamiah, kemampuan ini dicapai pada usia 4-6 bulan. European Society
for Pediatric Gastrohepatology and Nutrition (ESPGHAN)
merekomendasikan bahwa MPASI boleh diperkenalkan antara usia 17
minggu – 26 minggu, tetapi tidak lebih lambat dari 27 minggu. Sebelum
tahun 2001, WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai
usia 4 bulan.44 Masalah pemberian MPASI di negara berkembang
adalah kualitas makanan yang kurang dan higiene yang buruk sehingga
menyebabkan failure to thrive pada periode pemberian MPASI. Telaah
sistematik WHO pada tahun 2002 yang bertujuan mengevaluasi apakah
terdapat hasil yang berbeda antara bayi dengan ASI eksklusif selama 4
bulan versus 6 bulan menyatakan bahwa tidak ada studi yang
menunjukkan bahwa bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan
mengalami defisit pertumbuhan dalam hal berat badan maupun
panjang badan, sehingga WHO merekomendasikan pemberian ASI
eksklusif sampai usia 6 bulan dan MPASI dimulai pada usia 6 bulan.5
MPASI yang diberikan sebelum usia 4 bulan diklasifikasikan sebagai
MPASI dini, sedangkan bila diberikan setelah usia 6 bulan
diklasifikasikan sebagai MPASI terlambat.
Usia 6-9 bulan adalah masa kritis untuk mengenalkan makanan
padat secara bertahap sebagai stimulasi keterampilan oromotor. Jika
pada usia di atas 9 bulan belum pernah dikenalkan makanan padat,
maka kemungkinan untuk mengalami masalah makan di usia batita
meningkat. Oleh karena itu konsistensi makanan yang diberikan
sebaiknya ditingkatkan seiring bertambahnya usia. Mula-mula diberikan
makanan padat berupa bubur halus pada usia 6 bulan. Makanan
55

keluarga dengan tekstur yang lebih lunak (modified family food) dapat
diperkenalkan sebelum usia 12 bulan. Pada usia 12 bulan anak dapat
diberikan makanan yang sama dengan makanan yang dimakan anggota
keluarga lain (family food). Pengenalan MPASI yang terlambat
meningkatkan risiko terjadinya dermatitis atopi, asma, rinitis alergi, dan
sensitisasi terhadap makanan dan inhalan tertentu.
ASI eksklusif dapat memenuhi kebutuhan makronutrien dan
mikronutrien bayi sampai usia 6 bulan, setelah itu seorang bayi harus
mendapat MPASI untuk mencukupi kebutuhannya. Sayangnya, kualitas
MPASI seringkali tidak memadai, terutama dalam hal energi, protein,
dan mikronutrien. Pada awal kehidupan bayi mengalami perkembangan
otak, otot dan tulang rangka yang pesat. Sembilan puluh lima persen
otak berkembang pada 3 tahun pertama kehidupan.
Beberapa zat gizi esensial (yang harus diperoleh dari makanan)
misalnya asam amino dan zat besi sangat diperlukan dalam
pembentukan sinaps dan neurotransmitter yang mempengaruhi
kecepatan berpikir. Anemia karena kekurangan zat besi telah terbukti
menurunkan skor IQ 10-15 poin. Kekurangan beberapa zat gizi mikro
misalnya seng, kalium, dan magnesium dapat menurunkan kadar faktor
pertumbuhan (IGF1) yang berdampak stunting (perawakan pendek
akibat kekurangan zat gizi).
Sindrom stunting berdampak jangka pendek yaitu hambatan
perkembangan, penurunan kognitif serta imunitas. Penurunan
kemampuan membakar lemak berdampak jangka panjang yaitu obesitas
dan penyakit degeneratif, antara lain hipertensi, diabetes mellitus tipe
2, dan penyakit kardiovaskular. Oleh sebab itu, kekurangan zat gizi yang
terdapat di ASI perlu dipenuhi oleh MPASI.
Dalam upaya pemenuhan zat gizi, terdapat langkah-langkah atau
tahapan yang harus dilakukan secara berurutan. Tahap pertama adalah
memberikan bahan makanan yang tinggi zat gizi yang dibutuhkan.
56

Sebagai contoh adalah upaya pemenuhan kebutuhan zat besi, yang


sekitar 97% harus dipenuhi oleh MPASI. Mengacu pada WHO (2001), di
usia 6-12 bulan bayi memerlukan zat besi 11 mg perhari. Untuk
memenuhi kebutuhan zat besi sebanyak 11 mg, seorang bayi berusia 6
bulan mendapatkan sekitar 0,2 mg/hari dari ASI dan diharapkan sisanya
10,8 mg dipenuhi dari MPASI.
Makanan Pendamping ASI pertama yang umum diberikan pada
bayi di Indonesia adalah pisang dan tepung beras yang dicampur ASI.
Kedua bahan makanan tersebut dapat memenuhi kekurangan energi,
karena sebuah pisang berukuran 15 cm dengan berat 80 gram dapat
menyumbang 90 kkal dan 28 g tepung beras menyumbang 102 kkal, Jika
mengacu pada kebutuhan energi bayi lelaki 6 bulan dengan berat badan
7 kg dan panjang badan 66 cm, maka kebutuhan energi dari ASI dan
MPASI per hari sekitar 770 kkal, dengan perbandingan sekitar 200 kkal
dipenuhi oleh MPASI dan sisanya oleh ASI. Artinya, konsumsi 770-800 ml
ASI ditambah 1 porsi tepung beras @ 28 gram ditambah 1 buah pisang
memenuhi kebutuhan energi bayi tersebut, tetapi tidak untuk zat besi,
protein, dan seng (Zn). Hal ini ditunjukkan oleh analisis berikut. Sebuah
pisang berukuran 15 cm dengan berat 81 g mengandung zat besi 0,3 mg
sedangkan 28 g tepung beras mengandung hanya 0,1 mg zat besi.
Berdasarkan analisis kandungan zat besi di dalam pisang dan
tepung beras, ternyata kebutuhan zat besi harian yang tidak terpenuhi
lagi oleh ASI, tidak dapat dipenuhi oleh keduanya sehingga sebagai
MPASI diperlukan bahan makanan sumber zat besi. Sumber zat besi
yang terbaik adalah daging merah (daging sapi cincang mengandung zat
besi 0,8 mg/28g, kambing 1 mg/28 g, domba 1,3 mg/28 g, bebek
0,8mg/28 g) dan hati (hati ayam 3,6mg/28 g, hati sapi 1,7 mg/28 g).
Sayuran, misalnya bayam rebus mengandung zat besi 1 mg/28 g
tetapi yang diserap hanya 3-8% dibandingkan dengan 23% pada sumber
hewani.60 Untuk memenuhi kebutuhan zat besi, bayi harus
57

mengonsumsi 85 g hati ayam atau 385 g daging sapi per hari, tetapi
konsumsi hati ayam atau daging sapi sejumlah tersebut menyebabkan
bayi mendapat asupan protein yang melebihi kebutuhan harian.
Penelitian di berbagai negara maju menunjukkan bahwa MPASI
buatan rumah kaya zat besi memiliki akseptabilitas yang rendah pada
usia 6-8 bulan.Hal ini kemungkinan disebabkan keterampilan oromotor
yang baru dilatih belum mampu mengonsumsi tekstur yang kasar. Oleh
sebab itu, pada tahap awal para ahli nutrisi memikirkan untuk
melakukan fortifikasi zat besi dan zat-zat lain yang harus ditambahkan
pada MPASI.
Makanan yang difortifikasi merupakan langkah kedua dalam
upaya pemenuhan kebutuhan zat gizi, diberikan bila konsumsi makanan
sumber zat gizi tidak cukup atau tidak memungkinkan. Di negara maju
penggunaan MPASI fortifikasi buatan pabrik merupakan alternatif untuk
mengatasi risiko defisiensi zat gizi mikro. Berdasarkan Pedoman
Pemberian Makan pada Bayi dan Batita yang dikeluarkan oleh WHO
tahun 2003, maka diterbitkan Codex STAN 074-1981 Rev 2006 untuk
industri yang mengatur komposisi zat gizi, penggunaan bahan tambahan
pangan, serta keamanan MPASI fortifikasi yang diproses oleh industri.
Langkah ketiga untuk mengatasi defisiensi mikronutrien adalah
pemberian suplemen zat gizi dalam bentuk obat. Suplemen sebaiknya
hanya diberikan bila terdapat gejala klinis defisiensi mikronutrien atau
defisiensi mikronutrien terbukti berdasarkan pemeriksaan laboratorium
karena pemberian suplementasi pada populasi yang tidak
membutuhkan dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan, hal ini
terbukti pada program suplementasi besi rutin.
Untuk menjamin kebersihan dan keamanan makanan yang
dikonsumsi oleh anak laksanakan beberapa hal sebagai berikut :
biasakan mencuci tangan sebelum makan, pergunakan alat-alat makan
yang bersih dan steril, masaklah makanan dengan benar, hindari
58

mencampur makanan mentah dengan makanan yang sudah matang,


cucilah sayur dan buah sebelum dimakan, pergunakanlah sumber air
bersih, dan simpanlah makanan pada tempat yang aman.
Hal lain yang perlu diperhatikan mengenai keamanan pangan
adalah nitrat pada makanan bayi. Nitrat adalah konstituen alamiah
beberapa tanaman tertentu, misalnya wortel, bayam, dan bit.
Kandungan nitrat alamiah pada sayuran tersebut dapat menyamai nitrat
yang berasal dari air sumur. Nitrat diubah menjadi nitrit yang
selanjutnnya mengoksidasi besi ferro (valensi 2+) di hemoglobin ke
keadaan ferri (valensi 3+) sehingga mengakibatkan terbentuknya
methemoglobin. Methemoglobin tidak dapat mengikat molekul oksigen
dan menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksigen ke kiri sehingga
mengakibatkan hipoksemia.
Makanan yang mengandung nitrat harus dihindari pada bayi
berusia kurang dari 3 bulan karena berisiko menyebabkan
methemoglobinemia, walaupun demikian memang pemberian MPASI
tidak disarankan lebih dini dari usia 4 bulan.
a. Garam pada MPASI
WHO pada tahun 2003 menyarankan asupan garam pada
anak dikurangi berdasarkan pertimbangan terdapat bukti yang
menunjukkan korelasi antara asupan garam yang tinggi dengan
risiko hipertensi. Namun demikian di rekomendasi WHO juga
dinyatakan bahwa rekomendasi tersebut perlu ditelaah ulang bila
didapatkan bukti yang lebih baru mengenai hubungan asupan
garam dan hipertensi.
Pada bayi, studi menggunakan larutan akua menunjukkan
bahwa preferensi rasa asin muncul sekitar usia 4 bulan dan
menetap sampai usia 2 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa bayi
sudah mengenal rasa sejak usia dini sehingga rasa makanan MPASI
perlu diperhatikan agar akseptabilitas baik. Salah satu komponen
59

rasa adalah asin sehingga pemberian garam pada MPASI membantu


proses perkembangan pengenalan rasa dengan memperhatikan
kebutuhan dan batas asupan garam pada bayi.
National Health Service merekomendasikan asupan
maksimal garam pada bayi (0-12 bulan) adalah <1 g per hari (setara
dengan <0,4 g natrium) sedangkan pada anak 1-3 tahun adalah 2 g
per hari (setara 0,8 g natrium). Penelitian pada bayi usia 6-12 bulan
menunjukkan bahwa asupan garam yang berlebihan bersumber dari
makanan olahan kemasan (processed food), misalnya daging olahan,
pasta, dan roti yang tidak dibuat khusus untuk bayi. Oleh karena itu,
pendekatan yang bijak adalah memberikan garam secukupnya pada
MPASI yang dimasak sendiri (home made) atau bila memberikan
MPASI kemasan maka harus memilih MPASI yang khusus diproduksi
untuk bayi dengan mencantumkan ijin BPOM (Badan Pengawas
Obat dan Makanan). Peraturan BPOM untuk makanan bayi telah
mengikuti Standar Codex untuk makanan bayi.
b. Gula pada MPASI
Preferensi terhadap rasa sangat dipengaruhi oleh faktor
alamiah. Sebagai contoh, makanan yang manis dipilih oleh sebagian
besar herbivora dan omnivora, diduga karena rasa manis
merefleksikan gula yang terkandung dalam tumbuhan. Bayi dan
anak memiliki preferensi yang lebih tinggi daripada dewasa. Rasa
pahit merupakan sinyal adanya kemungkinan senyawa toksik yang
terkandung dalam makanan. Oleh karena itu, rasa pahit umumnya
tidak disukai dan dihindari oleh bayi dan anak.
Rasa merupakan parameter penting dalam menilai kualitas
sensorik suatu makanan. Gula tidak hanya memberikan rasa manis
tetapi juga penting terhadap rasa makanan secara
keseluruhan.Penambahan gula untuk MPASI yang diolah di rumah
dengan tujuan memperkaya rasa dapat dilakukan bila dibutuhkan.
60

Penambahan gula mengacu pada Codex Stan 064-1981, Codex


Standard for Processed Cereal-Based Foods for Infants and Young
Children, yaitu sereal berprotein tinggi yang harus disiapkan dengan
air atau cairan tanpa protein, maka penambahan sukrosa atau
glukosa tidak boleh melebihi 5 g/100 kkal, sedangkan penambahan
fruktosa tidak boleh melebihi 2,5 g/100 kkal.
c. Pemberian MPASI dengan cara yang benar (responsive feeding)
Pada tahun pertama, bayi dan orangtua belajar saling
mengenali dan menginterpretasi bahasa komunikasi verbal dan
non-verbal antar mereka. Proses yang bersifat timbal-balik ini
membentuk dasar untuk ikatan atau perlekatan emosional antara
bayi dan orangtua yang sangat penting bagi perkembangan fungsi
sosial-emosional yang sehat.
Bayi akan menunjukkan tanda lapar dan kenyang dengan
bahasa tubuhnya (feeding cue). Jika ibu memperhatikan feeding cue
dari bayinya dan memberikan ASI sesuai dengan tanda-tanda
tersebut maka akan tercipta suatu jadwal makan yangpaling sesuai
untuk bayi tersebut yang berbeda dengan bayi lain. Hal ini
memudahkan jika sampai saatnya memberikan MPASI, maka jadwal
MPASI tersebut menggantikan beberapa jadwal ASI sehingga tidak
akan terjadi tumpang tindih.
Mengingat kapasitas lambung bayi masih relatif kecil maka
frekuensi pemberian MPASI ditingkatkan secara bertahap.
Peningkatan ini sekaligus untuk memenuhi kebutuhan energi dan
zat gizi lainnya yang semakin meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia anak. Pada usia 6-8 bulan diberikan 2-3 kali per
hari, ditingkatkan menjadi 3-4 kali per hari pada usia 9-24 bulan. Di
antara waktu makan apabila diperlukan bisa diberikan tambahan
makanan selingan 1-2 kali sesuai dengan kemampuan si anak.
61

Pada akhirnya akan terjadi proses penyapihan ASI menjadi


makanan keluarga yang mulus tanpa masalah. Sikap ibu/ pengasuh
yang tanggap terhadap tanda ini disebut responsive feeding.
Responsive feeding menurut WHO mencakup :
1) Pemberian makan langsung kepada bayi oleh pengasuh dan
pendampingan untuk anak yang lebih tua yang makan sendiri.
2) Peka terhadap tanda lapar dan kenyang yang ditunjukkan bayi /
batita.
3) Berikan makanan secara perlahan dan sabar
4) Dorong anak untuk makan tanpa adanya paksaan.
5) Mencoba berbagai kombinasi makanan, rasa, tekstur serta cara
agar anak mau bila anak menolak banyak macam makanan.
6) Sesedikit mungkin distraktor selama makan bila anak mudah
kehillangan perhatian sewaktu makan.
7) Waktu makan merupakan periode pembelajaran, pemberian
kasih sayang termasuk berbicara kepada anak disertai kontak
mata.
62

Gambar 3. Leaflet ASI dan MP-ASI versi Kementerian Kesehatan 2011.


63

C. CHECKLIST PENILAIAN

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN


PERESEPAN MAKANAN UNTUK BAYI YANG MUDAH DIPAHAMI IBU
Nama Mahasiswa :
NIM :
Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
PEMBUKAAN
1. Senyum, membaca basmalah, mengucap salam,
mampu berkomunikasi dengan efektif dan penuh 1
empati.
2. Menanyakan identitas pasien dan melakukan
1
anamnesis singkat.
3. Memberikan penjelasan singkat tentang materi apa
1
yang akan disampaikan.
4. Melakukan informed consent. 1
5. Mempersiapkan alat peraga. 1
USIA 0-6 BULAN
6. Berikan air susu ibu (ASI) sesuai keinginan anak
1
paling sedikit 8 kali sehari, siang maupun malam.
7. Jangan diberikan makanan atau minuman lain selain
1
ASI
USIA 6-9 BULAN
8. Berikan ASI sesuai keinginan anak, paling sedikit 8
1
kali sehari, siang maupun malam.
9. Beri makanan pendamping ASI berupa bubur susu 2 –
1
3 kali sehari tiap kali 2 sendok makan.
10. Pemberian makanaan pendamping ASI dilakukan
1
setelah pemberian ASI.
11. Perkenalkan anak 1 bulan kemudian dengan makanan
pendamping ASI seperti bubur tim lumat/ lembik
1
ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/ daging
sapi/ wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak.
USIA 9-12 BULAN
12. Berikan ASI sesuai keinginan anak. 1
13. Berikan bubur nasi ditambah
telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging 1
sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak.
14. Makanan tersebut diberikan 3 kali sehari. Pada umur 8
bulan, setiap makan diberikan lebih kurang 8 sendok 1
makan, selanjutnya sesuai dengan kemampuan anak.
15. Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari seperti
bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dsb 1
diantara waktu makan.
USIA 12-24 BULAN
16. Berikan ASI sesuai keinginan anak. 1
17. Berikan nasi lembek atau nasi yang ditambah
telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging 1
sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak.
18. Berikan makanan tersebut 3 kali sehari. 1
19. Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari diantara
1
waktu makan seperti bubur kacang hijau, pisang,
64

Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
biskuit, nagasari dan sebagainya.
USIA LEBIH DARI 24 BULAN
20. Berikan makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3
kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan 1
buah.
21. Berikan juga makanan yang bergizi sebagai selingan 2
1
kali sehari seprti bubur kacang hijau, biskuit, nagasari.
22. Pemberian makanan selingan dilakukan di antara
1
waktu makan makanan pokok.
PENUTUP
23. Tanyakan apakah ada yang ingin disampaikan atau ada
1
hal yang terlewat.
24. Mengakhiri pembicaraan, mengucapkan alhamdulillah
1
dan berjabat tangan.
25. Merapikan alat dan melakukan cuci tangan. 1

26. PROFESIONALISME* (Lingkari salah satu poin


0 1 2 3 4
disamping)
SKOR TOTAL ...............

Nilai : Skor total X 100 = ...........


75
Keterangan :
0 : Tidak dapat melakukan ataupun menyebutkan
1 : Hanya bisa menyebutkan
2 : Bisa melakukan dan menyebutkan, tetapi kurang sempurna
3 : Bisa melakukan dan menyebutkan dengan sempurna
* : Lihat Rubrik
Instruktur

dr.............................
65

TOPIK IV. TATALAKSANA GIZI BURUK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan penatalaksanaan
terhadap anak dengan gizi buruk.
2. Tujuan Khusus
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
a. Mengetahui kriteria anak dengan gizi buruk dan alur
pemeriksaannya.
b. Melakukan penatalaksananaan terhadap anak dengan gizi buruk di
rawat jalan.
c. Melakukan penatalaksananaan terhadap anak dengan gizi buruk di
rawat inap.
d. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap anak dengan gizi
buruk.

B. TINJAUAN TEORI
Kriteria Gizi Buruk dan Alur Pemeriksaan
1. Kriteria gizi buruk
a. Gizi buruk tanpa komplikasi
1) BB/TB: < -3 SD dan atau;
2) Terlihat sangat kurus dan atau;
3) Adanya Edema dan atau;
4) LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.
b. Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu
atau lebih dari tanda komplikasi medis berikut :
1) Anoreksia
2) Pneumonia berat
66

3) Anemia berat
4) Dehidrasi berat
5) Demam sangat tinggi
6) Penurunan kesadaran
2. Alur pemeriksaan/penemuan kasus
Berikut penjelasan alur pemeriksaan yang dapat di gunakan untuk
menentukan langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani
penemuan kasus anak gizi buruk berdasarkan kategori yang telah
ditentukan :
a. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil
penimbangan anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di
fasilitas kesehatan (Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan
dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat (media
massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining
aktif (operasi timbang anak).
b. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya
atau anak yang berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau
semua anak yang dirujuk dari posyandu (2T dan BGM) maka
dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis, semua anak
diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat,
anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan
kesadaran), semua anak diperiksa nafsu makan dengan cara
tanyakan kepada orang tua apakah anak mau makan/tidak mau
makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.
c. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda
berikut: tampak sangat kurus, edema minimal pada kedua
punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA <
11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka anak
dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan
penanganan secara rawat jalan.
67

d. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:


tampak sangat kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB
< -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari
salah satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut:
anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam
sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi
buruk dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat
inap.
e. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
BB/TB < -2 s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu
makan baik, tidak ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan
gizi kurang dan perlu diberikan PMT Pemulihan.
f. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi
ditemukan tanda komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema
kedua punggung tangan atau kaki), dan nafsu makan membaik
maka penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat jalan.
g. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tandatanda
komplikasi medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu
makan baik maka penanganan anak dengan pemberian PMT
pemulihan.
h. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat
jalan dan PMT pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan
ditemukannya salah satu tanda komplikasi medis, atau penyakit
yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat badan tidak naik
(kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada
nafsu makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap.
68

Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat dilihat
pada bagan berikut :

Bagan 3. Alur Pemeriksaan Gizi Buruk Pada Anak


Penanganan Anak Gizi Buruk Rawat Jalan
1. Persiapan
a. Penyediaan sarana pendukung
1) Alat antropometri : timbangan atau dacin, alat ukur PB/TB, pita
LiLA
2) Buku Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk.
3) Formulir pencatatan dan pelaporan.
4) PMT Pemulihan: makanan lokal, Makanan Untuk Pemulihan
Gizi, F-100
5) Media KIE seperti Poster, Leaflet, Lembar Balik, Booklet, Food
Model, dll
69

6) Obat gizi seperti Kapsul Vitamin A, Tablet Tambah Darah,


Mineral Mix, dan Taburia
7) Obat-obatan lain, misalnya obat cacing, antibiotik
8) Peralatan lain seperti: ATK, APE, alat masak, dll
b. Waktu dan frekuensi pelaksanaan
Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan
anak berstatus gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi
buruk dilakukan dengan frekuensi sebagai berikut:
1) 3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap
minggu
2) Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa
setiap 2 minggu.
Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3
SD, dan tidak ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan
kembali proses pemulihan, dengan ketentuan, jika:
1) Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas Perawatan
atau Pusat Pemulihan Gizi (PPG)
2) Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program
pemberian makanan tambahan dan konseling.
c. Alur pelayanan penanganan anak secara rawat jalan
1) Pendaftaran : Pengisian data anak di kartu (buku) status atau di
catatan (rekam) medis
2) Pengukuran antropometri
Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu
Pengukuran panjang/tinggi badan dilakukan setiap bulan
Pengukuran antropometri dilakukan oleh Tim Pelaksana dan
hasilnya dicatat pada kartu status. Selanjutnya dilakukan ploting
pada grafik dengan tiga indikator pertumbuhan anak (TB/U atau
PB/U, BB/U, BB/PB atau BB/TB).
70

3) Pemeriksaan klinis
Dokter melakukan anamnesa untuk mencari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan mendiagnosa penyakit, serta menentukan
ada atau tidak penyakit penyerta, tanda klinis atau komplikasi.
4) Pemberian konseling
a) Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil
penilaian pertumbuhan anak
b) Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
c) Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
d) Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan
kondisi anak dan cara menyiapkan makan formula,
melaksanakan anjuran makan dan memilih atau mengganti
makanan
5) Pemberian paket obat dan Makanan untuk Pemulihan Gizi
a) Obat
(1) Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam
keadaan sakit, maka oleh tenaga kesehatan anak diperiksa
dan diberikan obat
(2) Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk
dengan dosis sesuai umur pada saat pertama kali
ditemukan
b) Makanan untuk Pemulihan Gizi
Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal
atau pabrikan
(1) Jenis pemberian ada 3 pilihan : makanan therapeutic atau
gizi siap saji, F100 atau makanan lokal dengan densitas
energi yg sama terutama dari lemak
(minyak/santan/margarin)
(2) Pemberian jenis Makanan untuk pemulihan gizi
disesuaikan masa pemulihan (rehabilitasi) :
71

(a) 1 minggu pertama pemberian F 100.


(b) Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100
dikurangi seiring dengan penambahan makanan
keluarga.
(3) Tenaga kesehatan memberikan makanan untuk
pemulihan gizi kepada orangtua anak gizi buruk pada
setiap kunjungan sesuai kebutuhan hingga kunjungan
berikutnya.
6) Kunjungan rumah
Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan
yang dihadapi keluarga termasuk kepatuhan mengonsumsi
makanan untuk pemulihan gizi dan memberikan nasehat sesuai
dengan masalah yang dihadapi.
Dalam melakukan kunjungan, tenaga kesehatan atau kader
membawa kartu status, cheklist kunjungan rumah, formulir
rujukan, makanan untuk pemulihan gizi dan bahan penyuluhan.
Hasil kunjungan dicatat pada checklist kunjungan dan kartu
status. Bagi anak yang harus dirujuk, tenaga kesehatan mengisi
formulir rujukan.
7) Rujukan, dilakukan apabila ditemukan :
a) Anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyerta
b) Sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik (kecuali
anak dengan edema)
c) Timbul edema baru
8) Drop Out (DO)
DO dapat terjadi pada anak yang pindah alamat dan tidak
diketahui, menolak kelanjutan perawatan dan meninggal dunia.
Anak yang menolak kelanjutan perawatan dilakukan kunjungan
rumah untuk diberikan motivasi, bila tetap menolak diminta untuk
membuat pernyataan tertulis atas penolakan.
72

9) Anak yang telah pulih keadaan gizinya


Dipantau pertumbuhannya di posyandu.
d. Tempat Pelaksanaan
1) Pelayanan kesehatan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan
2) Pemberian makanan dilakukan di rumah tangga
2. Makanan untuk Pemulihan Gizi
a. Prinsip
1) Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi
yang diperkaya dengan vitamin dan mineral.
2) Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi
buruk selama masa pemulihan.
3) Makanan untuk Pemulihan Gizi dapat berupa: F100, makanan
therapeutic/gizi siap saji dan makanan lokal. Makanan lokal
dengan bentuk mulai dari makanan bentuk cair, lumat, lembik,
padat.
4) Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam
formula F100 dan makanan gizi siap saji (therapeutic feeding)
adalah minyak, susu, tepung, gula, kacang-kacangan dan
sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi
sebesar 30-60 % dari total kalori.
5) Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang
diperoleh dari lemak 30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg
BB per hari.
6) Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan
secara tunggal (makanan lokal saja) tetapi harus
dikombinasikan dengan makanan formula.
b. Jumlah dan Frekuensi
Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi
merupakan makanan khusus untuk pemulihan gizi anak yang
diberikan secara bertahap :
73

1) Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap :


a) Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang
diberikan 5-7 kali pemberian/hari. Diberikan selama satu
minggu dalam bentuk makanan cair (Formula 100).
b) Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang
diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100).
2) Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase
rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan
5-7 kali pemberian/hari (Formula 100).
Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan
pemberian makanan secara bertahap dengan mengurangi
frekuensi makanan cair dan menambah frekuensi makanan
padat.

Tabel 5. Contoh Frekuensi Pemberian Makanan per hari


Anak gizi buruk tanpa tanda klinis*

Tabel 6. Contoh Frekuensi Pemberian Makanan per hari


Anak gizi buruk tanpa tanda klinis*
74

*Bila berat badan anak < 7 Kg ; diberikan makanan bayi (lumat),


bila berat badan anak > 7 Kg ; diberikan makanan anak (lunak)
3) Pemberian makanan rehabilitasi lanjutan dapat diteruskan bila
kondisi anak gizi buruk masih memerlukan makanan formula.
4) Bagi anak yang status gizinya pulih (≥ -2 SD) maka berangsur
menuju ke makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan
menurut kelompok umur (besar porsi, macam makanan,
frekuensi pemberian).
5) Cara pemberian
Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan sesuai anjuran
petugas kesehatan.
Cara Pemberian Makanan untuk Pemulihan Gizi kepada anak di
rumah:
a) Sebelum menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan
sabun.
b) Berikan makanan kepada anak dengan memperhatikan
jarak waktu makan.
c) Usahakan makanan tersebut dihabiskan sesuai dengan
porsi yang ditentukan.
d) Berikan makanan dalam bentuk cair dengan menggunakan
gelas, hindari menggunakan botol atau dot.
e) Makanan untuk Pemulihan Gizi :
(1) Diberikan setelah pemberian ASI bagi bayi yang masih
mendapat ASI
(2) Diberikan sebelum pemberian makanan keluarga bagi
anak yang sudah mendapat makanan utama
6) Cara penyimpanan
a) Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam bentuk cair (Formula
100) harus segera diberikan dan dihabiskan. Makanan
75

dalam bentuk cair tersebut hanya dapat disimpan dalam


suhu ruang maksimal 2 jam.
b) Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam bentuk kering yang
diracik secara terpisah oleh tenaga kesehatan Puskesmas
dapat disimpan maksimal 7 hari, dan disimpan di tempat
yang sejuk dan kering, aman, tertutup dan terhindar dari
bahan cemaran dan binatang pengganggu (semut, tikus,
kecoa, cicak, kucing, anjing, unggas, dll).
c) Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam kemasan agar
diperhatikan masa kadaluarsa yang terdapat pada
kemasan.
Penanganan Anak Gizi Buruk Rawat Inap
Pemberian formula dan makanan sesuai dengan fase sebagai berikut :
1. Fase Stabilisasi
Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100
KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada
anak yang masih mendapatkan ASI.
Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara
bertahap dengan tujuan memberikan makanan awal supaya anak dalam
kondisi stabil. Formula hendaknya hipoosmolar rendah laktosa, porsi
kecil dan sering. Setiap 100 ml mengandung 75 kal dan protein 0,9 gram.
Diberikan makanan formula 75 (F 75). Resomal dapat diberikan apabila
anak diare/muntah / dehidrasi, 2 jam pertama setiap jam, selanjutnya
10 jam berikutnya diselang seling dengan F75.
2. Fase Transisi
Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75
menjadi F-100. Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan
gizi 100-150 KKal/kgBB/hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.
76

Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh
yang rusak (cathup). Diberikan F100, setiap 100 ml F100 mengandung
100 kal dan protein 2,9 gram.
3. Fase Rehabilitasi
Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan
penambahan makanan untuk anak dengan BB< 7 kg diberikan makanan
bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan
gizi 150-220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.
Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak.
Diberikan setelah anak sudah bisa makan. Makanan padat diberikan
pada fase rehabilitasi berdasarkan BB< 7 kg diberi MP-ASI dan BB ≥ 7 kg
diberi makanan balita. Diberikan makanan formula 135 (F 135) dengan
nilai gizi setiap 100 ml F135 mengandung energi 135 kal dan protein 3,3
gram.
4. Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah)
Setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol oleh
Puskesmas pengirim secara berkala melalui kegiatan Posyandu atau
kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi imunisasi yang belum diterima,
berikan imunisasi campak sebelum pulang. Anak tetap melakukan
kontrol (rawat jalan) pada bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2
minggu, selanjutnya sebulan sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh
kembang anak dipantau oleh tenaga kesehatan Puskesmas pengirim
sampai anak berusia 5 tahun.
Fase tindak lanjut dilakukan di rumah setelah anak dinyatakan
sembuh, bila BB/TB atau BB/PB ≥ -2 SD, tidak ada gejala klinis dan
memenuhi kriteria selera makan sudah baik, makanan yang diberikan
dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat
tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya,
suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37,7 ºC, tidak muntah atau diare,
77

tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg BB/minggu


selama 2 minggu berturut-turut.
Mineral Mix dapat diberikan sebagai nutrisi gizi buruk yang
terbuat dari bahan yang terdiri dari KCl, tripotasium citrat, MgCl 2.6H2O,
Zn asetat 2H2O dan CuSO4.5H2O, bahan ini dijadikan larutan. Mineral
mix ini dikembangkan oleh WHO dan telah diadaptasi menjadi pedoman
Tatalaksana Anak Gizi Buruk di Indonesia. Mineral mix digunakan
sebagai bahan tambahan untuk membuat Rehydration Solution for
Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO.
Kriteria sembuh :
Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi
kriteria pulang sebagai berikut :
1. Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
2. BB/PB atau BB/TB > -3 SD
3. Komplikasi sudah teratasi
4. Ibu telah mendapat konseling gizi
5. Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-
turut
6. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

Bagan 4. Langkah tatalaksana gizi buruk


78

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah


< 54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran
menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan
berikan segera cairan gula : 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh
dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2
jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan
evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi
maka ulang pemberian cairan gula tersebut.
2. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak <
35 ºC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang
penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi
makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki,
anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti
popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam
sampai suhu > 36,5 ºC, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala,
kaos kaki.
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan
Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam
12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam
2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya,
jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar
dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan
F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda
vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi
jika RR dan nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika
anak dengan edem, oedemnya bertambah.
4. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150-
300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi
cairan rendah garam (Resomal).
79

5. Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi :


kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8
jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi (hipoglikemia atau hipotermi).
6. Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah
hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein.
Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering,
secara oral atau sonde, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5
g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus,
marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika
derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
7. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu
suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2
mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe
elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6
bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU)
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Satu minggu perawatan fase
rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g
protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein
sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein.
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan
sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan
perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi
psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/PB mencapai -
1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan
jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian
imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan.
Pemantauan dan Evaluasi
1. Pemantauan Rawat Jalan
Cara Pemantauan dilakukan berdasarkan :
80

a. Status gizi
Pengukuran BB setiap minggu, pengukuran TB setiap 1 bulan
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
b. Konsumsi makanan
Pengisian formulir catatan harian konsumsi khusus makanan cair
diisi oleh kader/keluarga di posyandu atau saat kunjungan rumah.
Formulir ini dibawa ke Puskesmas 1 minggu sekali.
c. Pemeriksaan Klinis
Diperiksa oleh dokter Puskesmas setiap kali kunjungan.
2. Evaluasi Rawat Jalan
a. Dilakukan selama 6 bulan untuk anak yang mengikuti program
pelayanan anak gizi buruk
b. Evaluasi program satu tahun sekali: mencakup jumlah anak yang
mengikuti program, lulus, Drop Out (DO), dan meninggal.
3. Pemantauan Rawat inap
Pemantauan keadaan klinis dan status gizi anak
a. Selama perawatan di PPG, pemantauan dilakukan oleh petugas
PPG/tim asuhan gizi dengan menggunakan status pasien/formulir
rekam medik.
b. Pasca perawatan di Puskesmas, Puskesmas pembantu dan
Posyandu oleh tenaga kesehatan Puskesmas dan atau kader dengan
menggunakan KMS.
4. Evaluasi Rawat Inap
Evaluasi rawat inap dilakukan secara bertahap yaitu di awal,
pertengahan dan akhir pelaksanaan kegiatan. Penilaian dengan
menggunakan Buku Pemantauan Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
Evaluasi dilakukan :
a. Terhadap proses pelaksanaan dan hasil kegiatan PPG. Evaluasi
dilakukan pada saat perawatan (lihat formulir laporan bulanan
pelayanan anak gizi buruk secara rawat inap pada lampiran 14).
81

Indikator keberhasilan PPG dikatakan baik jika kematian < 5% per


tahun dari semua kasus yang dirawat, tidak termasuk kematian
pada 24 jam pertama.
b. Secara berkala setiap 6 bulan sekali
Pencatatan dan pelaporan untuk pemantauan dan evaluasi
menggunakan formulir pelaporan rutin Puskemas.
82

C. CHECKLIST PENILAIAN
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN
TATALAKSANA GIZI BURUK
Nama Mahasiswa :
NIM :
Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
PEMBUKAAN
1. Senyum, membaca basmalah, mengucap
salam, mampu berkomunikasi dengan efektif 1
dan penuh empati.
2. Menanyakan identitas pasien dan melakukan
1
anamnesis singkat.
3. Memberikan penjelasan singkat tentang
1
materi apa yang akan disampaikan.
4. Melakukan informed consent. 1
5. Mempersiapkan alat peraga. 1
PENAPISAN KASUS
6. Menarik kesimpulan status gizi dari hasil
pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan
1
fisik lain (gizi baik, gizi kurang, gizi buruk
marasmus, gizi buruk kwarsiorkor).
7. Menentukan kriteria status gizi (gizi buruk
dengan komplikasi, gizi buruk tanpa 1
komplikasi).
8. Menentukan jenis pelayanan pemulihan gizi
1
anak (rawat jalan, rawat inap).
9. Menetukan fase penatalaksanaan gizi buruk
1
(stabilisasi, transisi, rehabilitasi).
PENATALAKSANAAN
10. Menyebutkan 10 langkah penatalaksanaan
1
gizi buruk.
11. Mencegah dan mengatasi komplikasi
(hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, 1
gangguan keseimbangan elektrolit, infeksi)
12. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro. 1
13. Memberikan makanan sesuai dengan fase
1
(F75, F100, F135)
14. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar. 1
15. Memberikan stimulasi untuk tumbuh
1
kembang.
16. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di
1
rumah.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
17. Memantau status gizi, konsumsi makanan,
1
serta kondisi klinis.
18. Evaluasi dan pemantauan dilaksanakan 1
83

Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
selama 6 bulan, dengan menggunakan Buku
Penatalaksanaan Gizi Buruk versi
Kementerian Kesehatan RI.
PENUTUP
19. Tanyakan apakah ada yang ingin disampaikan
1
atau ada hal yang terlewat.
20. Mengakhiri pembicaraan, mengucapkan
1
alhamdulillah dan berjabat tangan.
21. Merapikan alat dan melakukan cuci tangan. 1

22. PROFESIONALISME (Lingkari salah satu poin


0 1 2 3 4
disamping)
TOTAL SKOR ...........

Nilai : Total Skor X 100 = ...........


63

Keterangan :
0 : Tidak dapat melakukan ataupun menyebutkan
1 : Hanya bisa menyebutkan
2 : Bisa melakukan dan menyebutkan, tetapi kurang sempurna
3 : Bisa melakukan dan menyebutkan dengan sempurna
* : Lihat Rubrik

Instruktur

dr.............................
84

TOPIK V. PROSEDUR USAP TENGGOROKAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan prosedur diagnostik dan
terapeutik pada kasus penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan
2. Tujuan Khusus
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan prosedur usap/swab
tenggorok pada kasus penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan.

B. TINJAUAN TEORI
Pasien seringkali datang ke klinik dengan keluhan gangguan pada
tenggorokannya, seperti : nyeri menelan, susah menelan, sakit tenggorokan,
hingga adanya benda asing di tenggorokkan. Maka untuk dapat menegakkan
diagnosis hendaknya seorang dokter memiliki kemampuan dalam melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta prosedur diagnostik.
Cara pemeriksaan dalam bidang ilmu THT dikenal dengan istilah
smooth and gentle, karena organ yang menjadi obyek pemeriksaan
sangatlah peka dan sensitif, sehingga terkadang diperlukan prosedur
anastesi untuk menghindari ketidaknyamanan pasien saat dilakukan
pemeriksaan.
Fasilitas ruangan pada bidang THT juga memiliki beberapa persyaratn
tertentu, seperti misalnya :
1. Agak gelap, biasanya ruangan diberi gorden berwarna gelap.
2. Tenang.
3. Pada ruang pemeriksaan sebaiknya tersedia :
a. Meja periksa yang dilengkapi dengan kursi untuk dokter dan pasien.
b. Tempat tidur.
4. Meja THT, untuk meletakkan berbagai peralatan pemeriksaan
Alat-alat standar yang diperlukan untuk pemeriksaan mulut (farynx/larynx)
85

1. Lampu kepala
2. Penekan lidanh/tongue spatulla
3. Anestesi Lidokain 2%
4. Cunam
5. Kaca larynx berbagai ukuran
6. Lampu spiritus

Gambar 4. Alat-alat THT.


Menyiapkan Pasien
1. Pasien Anak
a. Pasien duduk di kursi dipangku ole orang tua.
b. Dokter duduk di kursi pemeriksa.
c. Kaki orang tua bersilangan dengan kaki pemeriksa.
d. Tangan orang tua memegang kedua tangan pasien, lalu tangan
perawat memegangi kepala pasien.
e. Bila tidak ada asisten, minta orang tua untuk memegangi kepala
pasien, dengan cara 1 tangan menahan dahi sehingga bagian
belakang kepala menempel pada dada orang tua, sementara tangan
yang lain melingkari badan pasien.
86

2. Pasien dewasa
a. Pasien duduk di kursi pemeriksaan dengan kaki bersilangan dengan
kaki dokter pemeriksa.

Gambar 5. Mempersiapkan posisi pasien anak.

Gambar 6. Mempersiapkan posisi pasien dewasa.


Pemeriksaan Farynx – Larynx
Urutannya :
1. Siapkan alat.
2. Siapkan penderita.
3. Lakukan anamnesis.
4. Lakukan pemeriksaan rongga mulut.
Anamnesis : Prioritasnya untuk menggali keluhan utama, sebagai contoh :
1. Sulit menelan (disfagia), sakit menelan (odinofagia) :
a. Sejak kapan ?
b. Adakah keluhan di rongga mulut dan bibir ?
c. Adakah keluhan lain ?
d. Apakah disertai keluhan untuk menelan lainnya ?
87

2. Serak (hoarseness)
a. Sejak kapan ?
b. Apakah disertai keluhan seperti sesak nafas ataupun batuk ?
c. Adakah riwayat trauma ?
Pemeriksaan bibir dan Rongga Mulut
Apakah ada kelainan di bibir dan rongga mulut, seperti :
1. Bibir pecah-pecah
2. Sariawan
3. Drolling/ngiler
4. Tumor
5. Sulit membuka mulut/trismus
Pemeriksaan Tonsil
1. Besar tonsil
2. Permukaan tonsil :
a. Halus/berbenjol-benjol.
b. Ulserasi.
c. Detritus.
d. Pelebaran kripte.
e. Mikro abses.
f. Tonsil berlobus-lobus.
g. Penebalan arkus
h. Proporsi besaran tonsil kanan dan kiri
i. Pembesaan kelenjar leher
Pemeriksaan Lidah
1. Adakah gangguan pengecapan
2. Adakah kelainan pada lidah, seperti :
a. Parese/paralisis lidah, sehingga deviasi ke salah satu sisi.
b. Atrofi papilla lidah.
c. Abnormalitas warna mukosa lidah.
d. Adanya ulserasi.
88

e. Adakah tumor.
Pemeriksaan Otot Hipoglossus : adakah kelainan saat menelan.
Pemeriksaan Dasar Lidah :
1. Adakah ulkus.
2. Adakah benjolan/tumor → ranula ?
Pemeriksaan Leher
1. Inspeksi leher : simetris/asimetris; tortikolis; limfadenopati
2. Palpasi leher :
a. Adakah tumor atau limfadenopati : single/multiple, ukuran,
konsistensi, permukaan, fiksasi, nyeri tekan, tanda radang, nyeri
saat digerakkan.
b. Tiroid : single/multiple, ukuran, konsistensi, permukaan, fiksasi,
nyeri tekan, tanda radang, nyeri saat digerakkan, disertai
pembesaran limfonodi atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau
tidak, adakah suara serak, tanda gangguan hormon tiroid.
Penilaian Suara/Bicara : Serak atau perubahan suara lainnya seperti sengau
dan cadel.
Untuk interpretasi hasil biakan mikroba dari saluran nafas bagian atas harus
dilakukan secara benar, karena mikroba yang merupakan flora normal pada
bagian rongga mulut dan farynx dapat merupakan mikroba yang berpotensi
menjadi patogen pada penderita penyakit berat. Mikroba yang dimaksud
adalah : Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Streptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Neisseria spp., yeast (sel ragi), serta
famili Enterobacteriaceae.
Sebelum tindakan pemeriksaan, pengambilan sampel atau tindakan
terapeutik, selalu lakukan cuci tangan dan kemudian gunakan sarung tangan.
Sebelum melakukan usapan, bersihkan dahulu area usapan dengan
menggunakan kapas kering bila didapatkan mukus/discharge dalam jumlah
banyak. Setelah mendapatkan spesimen dan akan menarik lidi kapas keluar,
89

jangan sampai menyentuh bagian mukosa yang lain, untuk mencegah


kontaminasi spesimen.
Biakan usapan tenggorokan terutama ditujukan untuk mendiagnosis
Faringitis karena infeksi Streptococcus beta haemolyticus grup A, Neisseria
gonorrhoeae, Haemophilus influenzae, serta Corynebacterium diphteriae.

Gambar 7. Prosedur Usap/Swab Tenggorokan


90

C. CHECKLIST PENILAIAN
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN
PROSEDUR USAP TENGGOROK
Nama Mahasiswa :
NIM :
Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
PEMBUKAAN
1. Senyum, membaca basmalah, mengucap
salam, mampu berkomunikasi dengan 1
efektif dan penuh empati.
2. Menanyakan identitas pasien dan
1
melakukan anamnesis singkat.
3. Memberikan penjelasan singkat tentang
1
tindakan apa yang akan dilakukan.
4. Melakukan informed consent. 1
5. Mempersilahkan pasien ke meja
peemriksaan.
6. Mempersiapkan alat dan cuci tangan WHO.
PROSEDUR TINDAKAN
7. Gunakan sinar atau lampu yang terang dan
1
diarahkan pada rongga mulut penderita.
8. Persiapkan mangkuk bengkok di dekat
1
pasien, bila sewaktu-waktu pasien muntah.
9. Penderita diminta menarik nafas dalam
1
sambil membuka mulut.
10. Lidah penderita ditekan perlahan ke arah
bawah menggunakan penekan lidah 1
(spatula lidah/tongue depressor).
11. Masukkan lidi kapas steril secara perlahan
sampai menyentuh dinding posterior 1
pharynx.
12. Penderita diminta untuk mengucapkan
“aaaaah” dengan tujuan agar uvula tertarik 1
ke atas serta mengurangi refleks muntah.
13. Lidi kapas diusapkan pada tonsil, bagian
belakang uvula dan digerakkan ke depan
dan ke belakang pada dinding posterior 1
pharynx untuk mendapatkan jumlah sampel
yang cukup.
14. Lidi kapas dikeluarkan dari rongga mulut
secara hati-hati, jangan sampai menyentuh 1
uvula, mukosa pipi, lidah dan bibir.
CARA PENAMPUNGAN SAMPEL
15. Masukkan lidi kapas ke media dalam
transport Stuart atau tabung steril yang diisi 1
dengan sedikit larutan garam
91

Skor
No. Aspek Keterampilan Yang Dinilai Bobot
0 1 2 3
fisiologis/aquadest steril, agar spesimen
tidak kering.
16. Beri label identitas penderita secara
1
lengkap.
CARA PENGIRIMAN SAMPEL
17. Kirim segera ke laboratorium mikrobiologi,
disertai dengan surat permintaan
1
pemeriksaan yang telah diisi secara
lengkap.
LARANGAN
18. Jangan melakukan usapan tenggorok pada
penderita yang mengalami peradangan
pada daerah epiglottis. Hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya edema pada 1
epiglottis secara akut, sehingga dapat
mengakibatkan obstruksi saluran nafas
pada pasien.
PENUTUP
19. Memberi tahu kepada pasien jika tindakan
telah selesai dan mempersilahkannya 1
kembali ke tempat duduk.
20. Tanyakan apakah ada sesuatu yang ingin
1
disampaikan.
21. Mengakhiri pembicaraan, mengucapkan
1
alhamdulillah dan berjabat tangan.
22. Merapikan alat dan melakukan cuci tangan
1
WHO.

23. PROFESIONALISME (Lingkari salah satu


0 1 2 3 4
poin disamping)
TOTAL SKOR .........
Nilai : Total Skor X 100 = ...........
70

Keterangan :
0 : Tidak dapat melakukan ataupun menyebutkan
1 : Hanya bisa menyebutkan
2 : Bisa melakukan dan menyebutkan, tetapi kurang sempurna
3 : Bisa melakukan dan menyebutkan dengan sempurna
* : Lihat Rubrik
Instruktur

dr.............................
92

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Perawatan Bayi Berat Lahir


Rendah (BBLR) dengan Metode Kanguru. 2008.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Panduan Tatalaksana


Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit. 2010.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Anak


Gizi Buruk. 2011.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Tatalaksana


Anak Gizi Buruk Buku I. 2011.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Tatalaksana


Anak Gizi Buruk Buku II. 2011.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Asuhan Nutrisi Pediatrik.


2011.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Pedoman Pelayanan Medis. 2009.

Holsinger, F.C., Kies, M.S., Weinstock, Y.E., Lewin, J.S., Hajibashi, S.,
Nolen, D.D., Weber, R., Laccourreye, O., 2008, Examination of the Larynx and
Pharynx , N Engl J Med; 358: e2.

Anda mungkin juga menyukai