Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

2.1.1. Pengertian Belajar


Trianto (2016) menyatakan bahwa belajar secara umum diartikan sebagai
perubahan individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan kerena
pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakterisitik seseorang sejak
lahir. Sanjaya (2011) menyatakan bahwa belajar adalah proses mental yang terjadi
dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku.
Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan
yang disadari. Slameto (2013) menyebutkan bahwa belajar merupakan suatu
proses perubahan, yaitu tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan
tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses yang dilakukan individu untuk menghasilkan perubahan
tingkah laku, yang meliputi perubahan pada aspek pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Apabila individu tidak
mengalami perubahan maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut tidak
melakukan proses belajar. Karena setiap proses belajar akan mengalami walaupun
hanya sedikit.

2.1.2. Aktivitas Belajar


Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang melibatkan gerak fisik
dan mental sekaligus. Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu selalu berkaitan.
Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran menempatkan siswa sebagai
subjek belajar.

Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah.


Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim

8
9

terdapat di sekolah-sekolah pada umumnya. Beberapa aktivitas siswa di dalam


pembelajaran yaitu: Oral activity (tanya jawab), writing activity (Mengisi LKS),
motor activity, (Membuat konstruksi), motor activity (melakukan percobaan), oral
activity, (presentasi), writing activity (mencatat) Pengertian Hasil Belajar
(Slameto, 2013).

2.1.3. Hasil Belajar


Hasil belajar adalah perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh
siswa setelah melakukan perbuatan belajar, karena belajar adalah bagaimana
perilaku seseorang berubah sebagai akibat dari pengalaman. Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajar. Sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tigah ranah yakni
ranak kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik (Sudjana, 2009).
2.1.3.1. Ranah Kognitif
Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam
kawasan kognisi. Proses belajar yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan sejak
dari penerimaan stimulus eksternal oleh sensori, penyimpanan dan pengolahan
dalam otak menjadi informasi ketika diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
Hasil belajar kognitif tidak merupakan kemampuan tunggal. Kemampuan
yang menimbulkan perubahan perilaku dalam domain kognitif meliputi beberapa
tingkat atau jenjang. Banyak klasifikasi dibuat para ahli psikologi dan pendidikan,
namun klasifikasi yang paling banyak digunakan adalah yang dibuat oleh
Benjamin S Bloom. Bloom membagi dan menyusun secara hirarkis tingkat hasil
belajar kognitif mulai dari yang paling rendah dan sederhana yaitu hafalan sampai
yang paling tinggi dan kompleks yaitu evaluasi. Tingkat makin tinggi maka makin
kompleks dan penguasaan suatu tingkat mempersyaratkan penguasaan tingkat
sebelumnya. Enam tingkat adalah hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan
(C3), analisis (C4), sintesis (C5), evaluasi dan (C6) menciptakan
(Purwanto,2011).
10

2.1.4. Model Pembelajaran


Joyce (2009) mengatakan bahwa “model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku,
film, komputer, kurikulum, dan lain-lain”.
Menurut Arends dalam Trianto (2016), menyatakan bahwa “ The term
teaching model refers to a particular approach to instructions that includes its
goals, syntax, environment, and management system.” Istilah model pengajaran
mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya,
syntaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada
strategi, metode ataupun prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri
khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode ataupun prosedur. Ciri-ciri
tersebut adalah :
1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya.
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai)
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilakukan dengan berhasil.
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.
Joyce (2009) mengemukakan model pembelajaran memiliki lima unsur,
yaitu:

1. Syntax: langkah-langkah operasional pembelajaran


2. Social system: suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran
3. Principles of reaction: menggambarkan bagaimana seharusnya guru
memandang, memperlakukan, dan merespon siswa.
11

4. Support system: segala sarana, bahan, alar, atau lingkungan belajar yang
mendukung pembelajaran
5. Instructional and nurturant effects: hasil belajar yang diperoleh langsung
berdasarkan tujuan utama ( instructional effects) dan hasil belajar diluar
tujuan utama (nurturant effects).

Model pembelajaran meliputi rencana metode dan perangkat kegiatan


yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan mempersiapkan
rencana pengajaran, persiapam metode pembelajaran serta perangkat yang
diperlukan dalam pembelajaran, maka upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran
lebih memungkinkan untuk dicapai. Jadi, model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan
untuk mendukung proses belajar mengajar. Model pembelajaran sangat berperan
dalam memandu proses belajar secara efektif. Model pembelajaran yang efektif
adalah model pembelajaran yang memiliki landasan teoritik yang humanistic,
lentur, adatif, berorientasi kekinian, memiliki sintaks pembelajaran yang
sederhana, mudah dilakukan dan dapat mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatf” yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama
lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Sistem belajar model ini yaitu
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah :
a. Setiap anggota memiliki peran
b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
c. Setiap anggotakelompok bertanggung jawab atasbelajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya
d. Guru membantu mengenbangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok
12

e. Guru hanya berinteraksi dengan sekelompok saat diperlukan (Isjoni,


2009).

Tabel 2.1. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan


Kelompok Belajar Konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan Guru sering membiarkan adanya siswa
positif, saling memberikan yang mendominasi kelompok atau
motivasi sehingga ada interaksi menggantungkan diri pada kelompok
promotif
Adanya akuntabilitas individual Akuntabilitas individual sering
yang mengukur penguasaan diabaikan sehingga tugas-tugas
materi pelajaran tiap anggota seering diborong oleh salah seorang
kelompok, dan kelompok diberi anggota kelompok sedangkan anggota
umpan balik tentang hasil belajar kelompok lainnya hanya
para anggotanya sehingga dapat “mendompleng” keberhasilan
saling mengetahui siapa yang “pemborong”
memerlukan bantuan.
Kelompok belajar heterogen, baik Kelompok belajar biasanya
dalam kemampuan akademik, homogenik
jenis kelamin, ras, etnik dan
sebagainya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang paling
memerlukan bantuan dan siapa
yang memberikan bantuan.

Pimpinan kelompok dipilih secara Pemimpin kelompok ditentukan oleh


demokratis atau bergilir untuk guru atau kelompok dibiarkan memilih
memberikan pengalaman pemimpinnya degan cara masing-
memimpin bagi para anggota masing.
kelompok.
Keterampilan sosial yang Keterampilan sosial sering tidak
diperlukan dalam kerja gotng secara langsung diajarkan.
royong seperti kepemimpinan,
kemampuan, berkomunikasi,
memercayai orang lain, dan
mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif Pemantauan melalui intervensi sering
sedang berlangsung guru terus tidak dilakukan oleh guru pada saat
melakukan pemantauan melalui belajar kelompok sedang berlangsung.
observasi dan melakukan
intervensi jika terjadi masalah
dalam kerjasama antar-anggota
13

kelompok.
Penekanan tidak hanya pada Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas tetapi juga penyelesaian tugas.
hubungan interpersonal.
(Trianto, 2016)

2.1.6. Prosedur Pembelajaran Kooperatif


Terdapat enam prosedur utama atau tahapan dalam menggunakan
pembelajaran kooperatif, (Trianto, 2016) yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru


Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan
Menyampaikan tujuan dan pelajaran yang ingin dicapai pada
memotivasi siswa pelajaran tersebut da memotivasi siswa
belajar
Fase 2 Guru menyajikan informasi kepada
Menyajikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan
Fase 3 Guru menjelaskan kepada siswa
Mengorganisasikan siswa kedalam bagaimana caranya membentuk
kelompok kooperatif kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi
secara efisien
Fase 4 Guru membimbing kelompok-
Membimbing kelompok bekerja dan kelompok belajar pada saat mereka
belajar mengerjakan tugas mereka
Fase 5 Guru mengevaluasi hasil belajar
Evaluasi tentang materi yang telah dipelajarii
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 Guru mencari cara-cara untuk
Memberikan penghargaan menghargai baik upaya mauppun hasil
belajar inividu dan kelompok
(Trianto, 2016)

2.1.7. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT


Model pembeajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT),
atau Pertandingan Permainan Tim pada mulanya dikembangkan oleh David
DeVries dan Keith Edwards. Pada model ini siswa memainkan permainan dengan
14

anggota-anggota tim untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka
(Slavin, 2016).
Menurut Isjoni (2009) TGT adalah salah satu tipe pembelajran kooperatif
yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan
5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemamppuan, jenis kelamin, dan suku atau
ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok
mereka masing-masing. Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota
kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan
permainan akademik.
Permainan dalam TGT berupa pertanyaan yang ditulis dalam kartu-kartu
yang berisi nomor. Tiap siswa, misalnya akan mengambil sebuah kartu yang
berisi nomor tadi dan mecoba untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan nomot
tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat
keppandaian untuk turut berkontribusi dalam penambahan skor bagi
kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat
berperan sebagai penilaian atau dapat pula sebagai review materi pembelajaran.

2.1.8. Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT


Menurut Slavin (2016), terdapat 5 hal yang menjadi perhatian penting
dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut:
a. Presentasi di kelas
Materi dalam TGT pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di kelas.
Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau
diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan
presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa
adalah presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit TGT.
Dengan cara ini, para peserta didik akan menyadari bahwa mereka harus
benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena
dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan soal-soal
saat game dan skor game mereka menentukan skor tim mereka.
15

b. Tim
Tim terdiri dari empat atau lima peserta didik yang mewakili seluruh
bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan
etnisitas.
Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim
benar-benar belajar dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan
anggotanya untuk bisa mengerjakan soal game dengan baik. Setelah guru
menyamapaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar
kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu
melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban,
dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang
membuat kesalahan.
c. Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan peserta didik yang diperolehnya
dari presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut
dimainkan di atas meja dengan tiga-empat orang peserta didik, yang
masing-masing mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan game hanya
berupa nomor-nomor pertanyaan ditulis pada lembar yang sama. Seorang
siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan
sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Game dilaksanakan setelah
materi telah tersampaikan semua yakni di pertemuan terakhir materi.
d. Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur di mana game berlangsung. Biasanya
berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan
presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok.
e. Rekognisi tim
Rekognisi tim merupakan penghargaan tim apabila skor rata-rata mereka
mencapai kriteria tertentu. Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk
penghargaan yang lain. Skor tim peserta didik dapat juga digunakan untuk
menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
16

Adapun sintaks model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games


Tiurnaments) dirangkum dalam tabel dibawah ini sebagai berikut:

Tabel 2.3. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT


Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Fase 1 Menyampaikan semua Mendengarkan
Menyampaikan tujuan pelajaran yang penjelasan yang
tujuan dan ingin dicapai pada disampaikan guru dan
memotivasi siswa pelajaran tersebut dan mencatat pelajaran
memotivasi siswa belajar
Fase 2 Menyajikan materi Memperhatikan
Menyajikan/menya kepada siswa secara penjelasan materi dan
mpaikan informasi umum dengan cara demosntrasi yang
demonstrasi lewat bahan dilakukan guru dan
bacaan/LKS mempelajari LKS
Fase 3 Guru membagi siswa Bergabung dengan
Mengorganisasikan menjadi kelompok kelompok yang telah
siswa dalam heterogen, masing- dibagikan guru
kelompok- masing terdiri dari 4-5
kelompok belajar orang
Fase 4 Guru membagi siswa ke Masing-masing
Turnamen dalam beberapa meja kelompok masuk ke meja
turnamen turnamen
Fase 5 Guru membagi saol-soal Masing-masing
Evaluasi turnamen kepada kelompok mengerjakan
masing-masing soal turnamen dan dalam
kelompok turnamen menngerjakan soal tidak
boleh saling membantu
Fase 6 Guru memberikan Mendengarkan nama-
Penghargaan penghargaan kepada nama kelompok yang
kelompok setiap kelompok yang berhak mendapat
memiliki poin tinggi penghargaan
(Slavin, 2016)

2.1.9. Hasil-Hasil Penelitian dengan Penerapan Model Teams Games


Tournaments
Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournaments sudah pernah diteliti sebelumnya oleh peneliti yaitu :
NO Peneliti Judul Penelitian Hasil
1 Nadrah, Ismail The Effect of Hasil belajar fisika
Tolla, Cooperative Learning dengan menerapkan
Muhammad Model of Teams Games model pembelajaran
17

Sidin Ali, Muris Tournament (TGT) and Kooperatif Tipe TGT


(2017) Students’ Motivation (Teams Games
toward Physics Learning Tournaments) memiliki
Outcome skor rata-rata 19,11
sedangkan skor rata-
rata untuk kelompok
siswa menggunakan
model pembelajaran
konvensional adalah
14,22 oleh sebab itu
ditemukan perbedaan
yang signifikan.
2 Hannik Upaya Peningkatan Peningkatan hasil
Hedayati, Motivasi dan Hasil belajar kognitif atau
Suyoso dan Belajar Kognitif IPA siswa mencapai nilai
Putri Anjarsari Siswa kelas VIII E SMP KKM 75 pada siklus I
(2017) Negeri 2 Tempel Melalui dengan kriteria tuntas
Pembelajaran sebesar 50% (16 siswa).
Cooperative learning tipe Siklus II mengalami
TGT (Teams Games peningkatan dengan
Tournament) Dengan kriteria tuntas sebesar
Media Puzzle 75% (24 siswa).
3 Avifatur Model Pembelajaran TGT Kelas eksperimen
Rigasari, (Teams Games memperoleh rata-rata
Trapsilo Tournament) Disertai skor hasil belajar
Prihandono, Media Kartu Remi Fisika kognitif sebesar 78.72,
Rifati Dina Dalam Pembelajaran sedangkan skor hasil
Handayani Fisika di SMA belajar kelas kontrol
(2015) memiliki rata-rata
sebesar 73.61. Oleh
karena itu, nilai kognitif
di kelas eksperimen
lebih baik dari kelas
kontrol.

4 Betty M. Pengaruh Model Hasil penelitian


Turnip dan Pembelajaran Kooperatif menunjukkan bahwa
Iriana Fratiwi Tipe TGT Disertai Joyfull adanya perbedaan
Turnip (2014) Learning Terhadap Hasil peningkatan hasil
Belajar Fisika Siswa belajar kelas
SMA eksperimen dengan
kelas kontrol yaitu
kelas eksperimen
dengan nilai rata-rata
pretes 30,65 dan postes
18

74,68 mengalami
perubahan sebesar
44,03 sedangkan
pada kelas kontrol
dengan nilai ratarata
pretes 26,77 dan postes
58,55 mengalami
perubahan hanya
sebesar 31,78.
5 B. Istiqomah, Pengaruh Media Untuk kelas eksperimen
dkk ( 2017) Pembelajaran Algodoo dengan nilai rata-rata
Pada Materi Momentum pretest sebesar 40,472
Dan Impuls Terhadap dan nilai rata-rata
Pemahaman Konsep posttest sebesar 81,036
Siswa Kelas X SMA dikategorikan sedang.
Untuk kelas kontrol,
nilai rata-rata pretest
sebesar 37,091 dan nilai
rata-rata posttest
sebesar 72,575 dan
dikategorikan sedang.
Dari hasil penelitian
menunjukkkan bahwa
rata-rata pemahaman
konsep siswa pada
kelas eksperimen dan
kontrol mengalami
peningkatan, tetapi
lebih tinggi kelas
eksperimen.
6 Novian Luki, Pengembangan Nilai rata-rata respon
Rudy Kustijono Laboratorium Virtual siswa sebesar 95,37%
Berbasis Algodoo Untuk yang termasuk kategori
Melatihkan Keterampilan sangat baik
Proses Sains Siswa Pada menunjukkan bahwa
Pokok Bahasan Gerak ketertarikan siswa
Parabola dalam menggunakan
laboratorium virtual
sebagai penunjang
pembelajaran sangat
tinggi sehingga
termasuk bahan ajar
yang efektif.
7 Gita Ravhani Effect of Cooperative Untuk kelas kontrol
Anugrah dan Type STAD Aided by rata-rata pretes siswa
Makmur Sirait Macromedia Flash kelas kontrol yaitu
19

Toward Students’ 33,24 dan untuk kelas


Learning Outcomes eksperimen setelah
diberi perlakuan pada
kelas ekperimen, rata-
rata posttest siswa kelas
eksperimen adalah
78,72 dan kelas kontrol
64,28 dimana terjadi
peningkatan pada dua
sampel namun
peningkatan yang
paling menonjol adalah
kelas eksperimen.
8 Asyegul and The Effects of using Untuk kelas kontrol
Hakan (2018) Algodoo in Science dengan pembelajaran
Teaching at Middle tradisional mempunai
School rata-rata pretest 4,11,
posttest sebesar 4,24
dan kelas eksperimen
dengan menggunakan
pembelajaran
menggunakan Algodoo
pretest sebesar 4,04,
postest sebesar 4,26
dimana pembelajaran
menggunakan algodoo
dapat membantu
meningkatkan
pemahaman siswa
sehingga kelas
eksperimen lebih
menonjol.

2.1.10. Pembelajaran Konvensional (Model Pembelajaran Langsung)


Pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat teacher
center. Menurut Arends dalam Trianto (2016), model pengajaran langsung adalah
salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses
belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola
kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Selain itu model pembelajaran
20

langsung ditujukan pula untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar


dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah.
Pembelajaran konvensional yang diterapkan oleh guru sesuai dengan
observasi awal yaitu pembelajaran langsung serta metode yang diterapkan tidak
bervariasi.
Kelemahan dari pembelajaran konvensional antara lain:
1. Pelajaran berjalan membosankan, siswa hanya aktif membuat catatan saja.
2. Kepadatan konsep-konsep yang diajarkan dapat berakibat siswa tidak
mampu menguasai bahan yang diajarkan.
3. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan.
4. Ceramah menyebabkan belajar siswa menjadi benar menghafal yang tidak
menimbulkan pengertian.

2.1.11. Media Pembelajaran


Kata Media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti
‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab media adalahperantara
atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Apabila media itu
membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media
pembelajaran. Istilah media bahkan sering dikaitkan atau dipergantikan dengan
istilah kata “teknologi” yang berasal dari kata tekne (Bahasa Inggris) dan logos
(bahasa Indonesia “Ilmu”).
Beberapa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam
proses belajar mengajar sebagai berikut :
a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi
sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil
belajar.
b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian
anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, imteraksi yang lebih
langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa
untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
21

c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan


waktu;
1) Objek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan
langsung di ruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto,
slide, realita, fil, radio, atau model;
2) Objek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh
indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide,
atau gambar;
3) Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali
dalam sepurluh tahun dapat ditampilkan melalui rekaman
video, film, foto, slide di samping secara verbal;
4) Objek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah
dapat ditampilkan secara konkret melalui film, gambar, slide,
atau simulasi komputer;
5) Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat
disimulasikan dengan media seperti komputer, film, dan
video;
6) Peristiwa alam seperti terjadinya letusxan gunung berapi atau
proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama misalnya
proses kepompong mejadi kupu0kupu dapat disajikan dengan
teknik-teknik rekaman seperti time-lapse untuk film, video,
slide, atau simulasi komputer.
d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada
siswa tentang peristiwa-peristiwa di ingkungan mereka, serta
memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat,
dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan
ke museum atau kebun binatang (Arsyad, 2013).

2.1.12. Algodoo
Algodoo adalah sandbox digital untuk simulasi fisika 2D. Ini
memungkinkan siswa dan guru untuk dengan mudah membuat "kegiatan" yang
22

disimulasikan dan menjelajahi fisika melalui antarmuka yang ramah pengguna


dan menarik secara visual. Algodoo dirancang dengan pendekatan pembelajaran
konstruksionis dalam pikiran, yang memungkinkan pengguna untuk membangun
pengetahuan matematika dan ilmiah dengan membuat simulasi interaktif
berdasarkan mekanika Newton dan optik geometri. Perangkat lunak ini adalah
hasil dari teknologi baru dalam hal komputer yang lebih cepat dan metode
penyelesaian numerik yang lebih baik, yang telah memungkinkan untuk
membangun mesin fisika komputasi berkinerja tinggi yang, dengan tambahan
antarmuka yang ramah pengguna, juga dapat diakses oleh pengguna tanpa
pengetahuan sebelumnya dalam fisika komputasi.
Versi pertama Algodoo dirilis pada 2008 dengan nama Phun. Dalam
beberapa hari perangkat lunak ini mengumpulkan komunitas besar pengguna
untuk membuat simulasi dan menggunakannya sebagai alat bantu untuk
demonstrasi, permainan komputer, atau bercerita. Melalui komunitas pendidikan,
Phun menemukan jalannya ke ruang kelas, di mana siswa dari berbagai kelompok
umur dapat membangun simulasi fisika yang relatif maju untuk mengeksplorasi
dan menyelidiki beragam fenomena dan proses. Pengembangan lebih lanjut, yang
sebagian besar didorong oleh pengguna, telah menghasilkan produk Algodoo
yang lebih lengkap secara mendidik. Dalam versi yang lebih baru ini fitur-fitur
baru telah ditambahkan, seperti visualisasi kekuatan dan kecepatan, plot grafik,
dan berbagai cara berbagi dan mengatur lingkungan yang dibuat pengguna
("praktikum") dan pelajaran. Fitur-fitur ini membuat Algodoo lebih menarik
sebagai pengajaran dan perangkat lunak pembelajaran dalam fisika dan teknologi
(Gregoric dan Bodin, 2017).

2.1.13. Materi Pembelajaran


A. Momentum
Benda massa m bergerak dengan kecepatan v memiliki momentum.
Momentum merupakan kecenderungan suatu benda untuk terus bergerak dalam
arah gerak awalnya. Sehingga beberapa buku lainnya mendefinisikan momentum
sebagai ukuran kesulitan untuk memberhentikan suatu benda. Secara matematis
23

Momentum suatu benda yang bergerak adalah hasil perkalian antara massa benda
dan kecepatannya. Momentum merupakan besaran vektor, sehingga memilki nilai
dan arah. Oleh karena itu, setiap benda yang bergerak memiliki momentum.
Secara matematis, momentum linear ditulis sebagai berikut:
𝑝̅ = 𝑚 𝑣̅ ( 2.1 )
dengan :
p : momentum (kg.m/s)
m : massa benda (kg)
v : kelajuan benda (m/s)

p adalah momentum (besaran vektor), m massa (besaran skalar) dan v


kecepatan (besaran vektor). Bila dilihat persaman (2.2), arah dari momentum
selalu searah dengan arah kecepatannya. Menurut Sistem Internasional (SI)
Satuan momentum p = satuan massa x satuan kecepatan = kg x m/s = kg .m/s.
Jadi, satuan momentum dalam SI adalah kg.m/s. Momentum adalah besaran
vektor, oleh karena itu jika ada beberapa vektor momentum dijumlahkan, harus
dijumlahkan secara vektor.

Momentum adalah besaran vektor, sehingga penjumlahan momentum mengikuti


aturan penjumlahan vektor.
Resultan vektor p1 dan p 2 yang membentuk sudut  adalah p, dan
dirumuskan sebagai:

(2.2)
p p1  p2  2 p1 p2 cos 
2 2

p1 p

𝛼 p2

Gambar 2.1 Penjumlahan dua momentum yang membentuk sudut 𝜃

(Cunayah, 2013)
24

B. Impuls
Gaya yang diperlukan untuk membuat sebuah benda tersebut bergerak
dalaminterval waktu tertentu disebut impuls. Impuls merupakan besaran vektor
sehingga besarnya impuls searah dengan gaya yang bekerja. Berdasarkan hukum
kedua newton bahwa besar gaya yang bekerja pada benda sebanding dengan
perubahan momentum. Impuls digunakan untuk menambah, mengurangi dan
mengubah arah momentum dalam satuan waktu. Impuls dapat dirumuskan
sebagai hasil perkalian gaya dengan interval waktu. Secara matematis impuls
dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝐼 = 𝐹̅ ∆𝑡
𝐼 = 𝐹̅ (𝑡2 − 𝑡1 ) (2.3)
dengan :
I : Impuls (N.s)
F : Gaya Impuls/kontak (Newton)
Δt : waktu kontak gaya (s)

2.1.6.3. Hubungan Impuls dan Momentum


Impuls juga didefenisikan sebagai besarnya perubahan momentum. Jika
sebuah benda yang bermassa m, mula-mula bergerak dengan kecepatan v1, karena
suatu gaya F, kecepatannya berubah menjadi v2. benda tersebut mengalami
perubahan momentum ∆p.
Hubungan kuantitatif antara impuls dan momentum diturunkan,
berdasarkan hukum II Newton yang mengatakan bahwa gaya yang bekerja pada
suatu benda sama dengan perkalian massa dengan percepatannya.
Rumus gaya: 𝐹 = 𝑚 ∙ 𝑎
Jika kita masukkan ke rumus: 𝐼 = 𝐹∆𝑡
𝐼 = 𝐹∆𝑡
𝐼 = 𝑚 𝑎 (𝑡2 − 𝑡1 )
∆𝑣
𝐼 = 𝑚 ∆𝑡 (𝑡2 − 𝑡1 )

𝐼 = 𝑚𝑣1 − 𝑚𝑣2 (2.4)


25

I = ∆p (teorema impuls-momentum)

C. Hukum kekekalan momentum


Memahami konsep hukum kekekalan momentum kamu dapat
melakukan kegiatan ini.Coba kamu tiup beberapa balon dengan ukuran yang
berbeda-beda, kemudian lepaskan balon tersebut keudara tanpa ditutup. Amatilah
apa yang terjadi pada balon berukuran sedang dan besar ketika dilepaskan?
Adakah perbedaan keadaan gerak kedua balon tersebut setelah dilepaskan?
Dua buah bola bergerak berlawanan arah saling mendekati.Bola pertama
massanya m1, bergerak dengan kecepatan v2.Sedangkan bola kedua massanya m2
bergerak dengan kecepatan v2. Jika kedua bola berada pada lintasan yang sama
dan lurus, maka pada suatu saat kedua bola akan bertabrakan.
Memperhatikan analisis gaya tumbukan bola, ternyata sesuai dengan
pernyataan hukum III Newton. Kedua bola akan saling menekan dengan gaya F
yang sama besar, tetapi arahnya berlawanan. Akibat adanya gaya aksi dan reaksi
dalam selang waktu Δt tersebut, kedua bola akan saling melepaskan diri dengan
kecepatan masing -masing sebesar v’1 dan v’2. Penurunan rumus secara umum
dapat dilakukan dengan meninjau gaya interaksi saat terjadi tumbukan
berdasarkan hukum III Newton.
Faksi = – Freaksi
F1 = – F2
Impuls yang terjadi selama interval waktu Δt adalah F1 Δt = -F2Δt .Kita ketahui
bahwa I = F Δt = Δp , maka persamaannya menjadi seperti berikut.
Δp1 = – Δp2
m1v’1 – m1v1 = -(m2v’2 – m2v2)
m1v1 + m2v2 = m1v’1 + m2v’2
p1 + p2 = p’1 + p’2 (2.4)
Jumlah momentum awal = Jumlah momentum akhir
dengan :
p1 , p 2 : vektor momentum benda 1 dan 2 sebelum tumbukan
26

p , 1 , p , 2 : vektor momentum benda 1 dan 2 sesudah tumbukan

m1 , m 2 : massa benda 1 dan 2


v1 , v 2 : kelajuan benda 1 dan 2 sebelum tumbukan
v , 1 ,v , 2 : kelajuan benda 1 dan 2 sesudah tumbukan
Persamaan di atas dinamakan hukum kekekalan momentum. Hukum
kekakalan momentum menyatakan bahwa “jika tidak ada gaya luar yang bekerja
pada sistem, maka momentum total sesaat sebelum sama dengan momentum total
sesudah tumbukan” (Giancoli, 2014).
D. Tumbukan
Salah satu penerapan hukum kekekalan momentum adalah pada peristiwa
tumbukan dua benda. Tumbukan dibagi menjadi tiga jenis yaitu tumbukan lenting
sempurna, tumbukan tidak lenting sama sekali, dan tumbukan lenting sebagian.
1. Tumbukan Lenting Sempurna
Dua buah benda dikatakan mengalami tumbukan lenting sempurna jika
pada tumbukan itu tidak terjadi kehilangan energi kinetik. Jadi, energi kinetik
total kedua benda sebelum dan sesudah tumbukan adalah tetap. Oleh karena itu,
pada tumbukan lenting sempurna berlaku hukum kekekalan momentum dan
hukum kekekalan energi kinetik.Tumbukan lenting sempurna hanya terjadi pada
benda yang bergerak saja.

1 2

m1 (a) m2
1 2

(b)

1 2

(c)

Gambar 2.2 Tumbukan Lenting Sempurna Antara Dua Benda


(a) sebelum tumbukan, (b) saat tumbukan, (c) setelah tumbukan
27

Dua buah benda memiliki massa masing-masing m1 dan m2 bergerak


saling mendekati dengan kecepatan sebesar v1dan v2sepanjang lintasan yang lurus.
Setelah keduanya bertumbukan masing-masing bergerak dengan kecepatan
sebesar v’1 dan v’2dengan arah saling berlawanan. Berdasarkan hukum kekekalan
momentum dapat ditulis sebagai berikut.
m1v1 + m2v2 = m1v’1 + m2v’2
m1v1 – m1v’1 = m2v’2 – m2v2
m1(v1 – v’1) = m2 (v’2 – v2) (2.5)

Sedangkan berdasarkan hukum kekekalan energi kinetik, diperoleh persamaan


sebagai berikut.
Ek1 + Ek2 = E’k1 + E’k2
½ m1v12+ ½ m2v22 = ½ m1(v1)2+ ½ m2(v2)2
m1((v’1)2 – (v1)2) = m2((v’2)2 – (v2)2)
m1(v1 + v’1)(v1 – v’1) = m2 (v’2 + v2)(v’2 – v2) (2.6)
Jika persamaan di atas saling disubtitusikan, maka diperoleh persamaan sebagai
berikut.
m1(v1 + v’1)(v1 – v’1) = m2(v’2 + v2)(v’2 – v2)
(𝑣1 + 𝑣1′ ) = (𝑣2 + 𝑣2′ )
(𝑣1′ − 𝑣2′ ) = (𝑣2 − 𝑣1 )
(𝑣1′ − 𝑣2′ ) = −(𝑣1 − 𝑣2 )
(𝑣 ′ −𝑣′ )
− (𝑣1 −𝑣2 ) = 1 (2.7)
1 2

Persamaan di atas menunjukan bahwa pada tumbukan lenting sempurna


kecepatan relatif benda sebelum dan sesudah tumbukan besarnya tetap tetapi
(𝑣 ′ −𝑣′ )
arahnya berlawanan.Bilangan − (𝑣1 −𝑣2 ) = 1 disebut koefisien restitusi (e), yang
1 2

merupakan negatif perbandingan kecepatan relatif kedua benda sebelum


(𝑣 ′ −𝑣 ′ )
tumbukan.Persamaan (2.7) dapat dinyatakan 𝑒 = − (𝑣1 −𝑣2 ) = 1 Dengan demikian,
1 2

pada tumbukan lenting sempurna koefisien restitusi bernilai 1.


28

2. Tumbukan Lenting Sebagian


Tumbukan lenting sebahagian biasanya kita jumpai pada saat seorang anak
yang sedang bermain kelereng, setelah kelereng bertumbukan, semula kelereng
yang diam menjadi bergerak karena ditabrak oleh kelereng yang lain, kemudian
kelereng yang menabrak tadi lama kelamaan kecepatannya berkurang. Contoh
lainnya sebuah bola basket di drible maka lama kelamaan jika didiamkan
kecepatan bola akan berkurang. Peristiwa tersebut disebut dengan lenting
sebagian karena setelah tumbukan dengan lantai lama kelamaan kecepatan bola
berkurang.
Pada tumbukan lenting sebagian, beberapa energi kinetik akan diubah
menjadi energi bentuk lain seperti panas, bunyi, dan sebagainya. Akibatnya,
energi kinetik sebelum tumbukan lebih besar daripada energi kinetik sesudah
tumbukan.Sebagian besar tumbukan yang terjadi antara dua benda merupakan
tumbukan lenting sebagian.Pada tumbukan lenting sebagian berlaku Hukum
Kekekalan Momentum, tetapi tidak berlaku Hukum Kekekalan Energi Kinetik.

∑ 𝐸𝑘 > ∑ 𝐸𝑘′

𝐸𝑘1 + 𝐸𝑘2 > 𝐸𝑘1′ + 𝐸𝑘2′


𝑣2 − 𝑣1 > 𝑣1′ − 𝑣2′ (2.8)
(𝑣 ′ −𝑣′ )
Sehingga persamaan (2.9) dapat dituliskan − (𝑣1 −𝑣2 ) < 1 , dengan
1 2

demikian lenting sebagian koefisien restitusi (e) adalah : 0 < e < 1.


Sebuah bola tenis dilepas dari ketinggian h1 di atas lantai. Setelah
menumbuk lantai bola akan terpental setinggi h2, nilai h2 selalu lebih kecil dari h1.
29

h1

h2
V1 V1’

Gambar 2.3 Skema Tumbukan Lenting Sebagian

Coba kita perhatikan gambar diatas. Kecepatan bola sesaat sebelum tumbukan
adalah v1 dan sesaat setelah tumbukan v1 . Berdasarkan persamaan gerak jatuh
bebas, besar kecepatan bola memenuhi persamaan :
𝑣1 = √2𝑔ℎ1 (2.9)
Untuk kecepatan lantai sebelum dan sesudah tumbukan sama dengan nol (v2 = v’2
= 0). Jika arah ke benda diberi harga negatif, maka akan diperoleh persamaan
sebagai berikut.
𝑣1′ = − √2𝑔ℎ2 (2.10)
Karena lantai diam sebelum dan sesudah tumbukan adalah nol, 𝑣2 = 𝑣2 ′ = 0,
sehingga besar koefisien restitusi adalah :
(𝑣1′ − 𝑣2 ′) (𝑣1′ − 0)
𝑒=− =−
𝑣1 − 𝑣2 (𝑣1 − 0)
𝑣1 ′ (−√2𝑔ℎ2 )
𝑒=− =−
𝑣1 +√2𝑔ℎ1

𝑒 = √ℎ2 (2.11)
1
30

3. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali


Tumbukan tidak lenting sama sekali dapat terjadi pada peluru yang
bersarang di dalam sebuah balok. Saat seorang penembak menembakkan
pelurunya ke balok atau kayu maka ada 2 kemungkinan yang terjadi, pertama
peluru menembus kayu yang diam dan kedua peluru bersarang di dalam balok
yang menyebabkan balok bergerak karena implus yang diberikan peluru kepada
balok. Mengapa peristiwa tersebut dikatakan tumbukan lenting sempurna?
Pada tumbukan ini terjadi pengurangan energi kinetik sehingga energi
kinetik total benda-benda sesudah tumbukan akan lebih kecil daripda energi
kinetik total benda-benda sebelum tumbukan, dengan kata lain pada tumbukan ini
tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik. Pada tumbukan jenis ini, kecepatan
benda-benda sesudah tumbukan sama besar (benda yang bertumbukan saling
melekat). Misalnya, tumbukan antara peluru dengan sebuah target di mana setelah
tumbukan peluru mengeram dalam target.Secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut.
m1v1 + m2v2 = m1v’1 + m2v’2
Jika v’1 = v’2 = v’, maka m1v1 + m2v2 = (m1 + m2) v’
Karena 𝑣1′ = 𝑣2′ , maka 𝑣1′ − 𝑣2′ = 0, sehingga koefisien restitusi (e) adalah :
(𝑣 ′ −𝑣 ′ )
− (𝑣1 −𝑣2) = 0 (2.12)
1 2

Jadi pada tumbukan tidak lenting sama sekali besarnya koefisien restitusi adalah
nol (e = 0).
Contoh tumbukan tidak lenting sama sekali adalah ayunan balistik.
Ayunan balistik merupakan sebuah alat yang sering digunakan untuk mengukur
laju proyektil, seperti peluru.
Sebuah balok besar yang terbuat dari kayu atau bahan lainnya digantung
seperti ayunan. Setelah itu, sebutir peluru ditembakkan pada balok tersebut dan
biasanya peluru tertanam di balok. Sebagai akibat dari tumbukan tersebut, peluru
dan balok bersama – sama terayun ke atas sampai ketinggian tertentu (ketinggian
maksimum), seperti ditunjukkan pada gambar 2.4
31

Gambar 2.4 Balok digantungkan seperti ayunan

a. Penerapan sifat tumbukan tidak lenting.


m1v1 + m2v2 = (m1 + m2) v’
m1v1 + 0 = (m1 + m2) v’
𝑚1 𝑚2
𝑣1 = 𝑣′ (2.13)
𝑚1

b. Hukum kekekalan energi mekanik


½ (m1 + m2)(v’)2 = (m1 + m2)gh
𝑣 ′ = √2𝑔ℎ (2.14)
Jika persamaan pertama disubtitusikan ke dalam persamaan kedua, maka
diketahui kecepatan peluru sebelum bersarang dalam balok.
𝑚1 + 𝑚2
𝑣1 = √2𝑔ℎ (2.15)
𝑚1
𝑚𝑝 +𝑚𝑏
𝑣𝑝 = √2𝑔ℎ (Giancoli, 2014)
𝑚𝑝

2.2.Kerangka Konseptual

Model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournmanent (TGT)


termasuk model pembelajaran yang dikembangkan oleh David De Vries dan
Keith Edwards. Pentingnya tujuan kelompok dan tanggungjawab individu adalah
membuat peserta didik membantu satu sama lain dan untuk saling mendorong
melakukan usaha yang maksimal. Jika nilai peserta didik cukup baik sebagai
kelompok, dan kelompok hanya akan berhasil dengan memastikan bahwa semua
anggotanya telah mempelajari materinya, maka anggota kelompok akan
termotivasi untuk saling mengajar (Slavin, 2016).
32

Sintaks model pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu penyajian dalam


kelas/presentasi kelas, kerja tim atau belajar berkelompok, game, turnamen dan
pemberian penghargaan kepada kelompok yang mencapai kriteria tertentu.
Pembelajaran dengan menggunakan kooperatif tipe Team Games Tournament
akan memberikan peluang besar bagi peserta didik yang aktivitas belajarnya
rendah, karena siswa tersebut dapat bertanya dengan teman sekelompoknya
tentang materi yang belum dimengerti. Pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament juga akan memacu semangat peserta didik yang sebelumnya aktif
belajar, karena peserta didik tersebut akan berusaha semaksimal mungkin untuk
meningkatkan aktivitasnya untuk bertanya kepada guru jika belum memahami
materi pelajaran yang diberikan. Di dalam pertandinganpun akan memacu
semangat setiap peserta didik untuk menjadikan kelompoknya sebagai kelompok
terbaik. Model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT)
dapat memacu peserta didik untuk bahu membahu saling membantu,
menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keaftifan
belajar semua peserta didik. Peningkatan sikap peserta didik diikuti dengan
peningkatan hasil belajar.
Untuk melihat adanya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Team
Games Tournament (TGT) berbantu media algodoo terhadap hasil belajar siswa
tersebut yang dilakukan pada materi Momentum dan Impuls pada dua kelas
dengan model pembelajaran yang berbeda di kelas X. Pada kedua kelas diberikan
pretest untuk melihat kemampuan awalnya. Analisis data yang dilakukan untuk
membandingkan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) berbantu
media algodoo dengan hasil belajar siswa pada kelas kontrol yang menngunakan
pembelajaran konvensional. Selanjutnya kelas eksperimen dan kelas kontrol
diberikan posttest untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.
Analisis statistik digunakan untuk membandingkan hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament (TGT) berbantu media algodoo dengan hasil belajar siswa pada kelas
kontrol yang menngunakan pembelajaran konvensional. Jika analisis statistik
33

menunjukkan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih baik atau lebih
tinggi dari pada hasil belajar siswa pada kelas kontrol maka dapat dikatakan
model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) berbantu
media algodoo dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

2.3.Hipotesis Penelitian

Dengan menerapkan pembelajaran konvensional dan Kooperatif tipe Teams


Games Turnaments (TGT) berbantu media Algodoo, maka akan didapatkan hasil
masing-masing pembelajaran. Kedua hasil tersebut selanjutnya dibandingkan satu
sama lain. Kemudian akan didapatkan bagaimana pengaruh dari penggunaan
model pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Turnaments TGT). Sehingga
didapatkan hipotesis sebagai berikut :
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan pengunaan model pembelajaran
Kooperatif tipe TGT berbantu media algodoo terhadap hasil belajar
siswa pada materi Momentum dan Impuls di kelas X SMAN 18
Medan

Ha : Ada pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran


kooperatif tipe TGT berbantu media algodoo terhadap hasil belajar
siswa pada materi Momentu dan Impuls di kelas X SMAN 18
Medan

Anda mungkin juga menyukai