Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Defenisi
2.1.2 Etiologi
3
2.1.3 Patogenesis
a). Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas
yang dimediasi antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini
disebut antibody dependent enhancement (ADE);
b). Limfosit T baik T-helper (CD-4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan
TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
c). Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody. Namun proses fagositosis ini meyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
4
2.1.4 Epidemiologi
5
a. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan bdari tempat lain.
b. Hematemesis atau melena
c. Gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.4
2. Pemeriksaan fisik
a. Demam dengan suhu >37.5
b. Terdapat ruam atau bintik merah pada kulit, petekie, ekimosis ataupunpurpura.
c. Uji tourniket atau rumple leed positif, dengan menemukan adanya petekie
d. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), melena
e. Perubahan frekuensi nadi, menjadi lebih cepat dan lembut, kadang sampai tidak
teraba jika terjadi shock
f. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan danhidung
g. Otot sakit dan nyeri sendi
h. Nyeri di belakang mata (retro-orbital pain)
i. Gangguan gastrointestinal. 4
3. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR
(Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik
yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody
spesifi terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih
banyak.
Parameter Laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
6
- Leukosit; dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
- Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
- Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit >20% dari hematokrit awal , umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam.
- Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
- Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
- SGOT/SGPT dapat meningkat
- Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
- Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
- Golongan darah dan cross match (uni cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
- Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2
- Uji HI; dilakukan pengambilan bahan pada harii pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
- NS1; antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan
spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur
virus. Hasil negative antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya adanya
infeksi virus dengue.4
7
4. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi
badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.4
8
kebocoran plasma
DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD).
2.1.8 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian
dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan
sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus
DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
bersama dengan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
9
Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protocol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:
- Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuar
sesuai atas indikasi
- Praktis dalam pelaksanaannya
- Mempertimbangkan cost effectiveness
a. Tirah baring.
b. Pemberian cairan. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk
minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup,
atau air tawar ditambah dengan garam saja).
c. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat
diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya
dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian
asetosal karena bahaya perdarahan.
d. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10
setiap 24 jam. Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk
mengembalikan volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal
ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan intravena.
Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringer’s lactate (RL) atau bila
terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah
cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.
Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila
syok telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/
jam.
Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak
tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau
dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan.
Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi
dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume
intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun
plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai.⁷
Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang
dapat diberikan pada pasien demam dengue/DBD:
1. Kristaloid.
a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL).
b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat
(D5/RA).
c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan
faali (D5/GF).
2. Koloid (plasma).
Transfusi darah dilakukan pada:
a. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan
melena).
b. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala,
menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht.
11
Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih
banyak dipraktikkan. Padahal, penelitian Lum et al. (2003) menemukan
bukti bahwa praktik ini tidak berguna dalam pencegahan perdarahan yang
signifikan.
Pemberian kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna. Pada
pasien dengan syok yang lama, koagulopati intravaskular diseminata
(disseminated intravascular coagulophaty, DIC) diperkirakan merupakan
penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti
adanya.⁹
2.1.9 Prognosa
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya
antibody yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada
DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi
dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1%
kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan
penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat
kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan
intracranial.¹¹
2.1.10 Komplikasi
Menurut widagdo (2012)komplikasi DBD adalah sebagai berikut:¹¹
a. Gagal ginjal
b. Efusi pleura
c. Hepatomegaly
d. Gagal jantung
2.1.11 Pencegahan
Hingga kini, belum ada vaksin atau obat antivirus untuk penyakit ini.
Tindakan paling efektif untuk menekan epidemic demam berdarah yaitu
dengan mengontrol keberadaan dan sedapat mungkin menghindari vector
12
nyamuk pembawa virus dengue. Pencegahan nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa metode yang tepat, antara lain:
a. Lingkungan
Pencegahan demam berdarah dapat dilakukan dengan pengendalian
vector nyamuk, antara lain dengan menguras bak mandi atau
penampung air sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti atau
menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali,
menutup dengan rapat tempat penampungan air, mengubur kaleng-
kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah.
b. Biologis
Secara biologis, vector nyamuk pembawa virus dengue dapat dikontrol
dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri.
c. Kimiawi
Pengasapan dapat membunuh nyamuk dewasa, sedangkan pemberian
bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air dapat membunuh
jentik-jentik nyamuk, selain itu dapat juga digunakan larvasida.
Karena nyamuk aedes aktif pada siang hari beberapa tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan senyawa
anti nyamuk yang menganduk pikaridin atau minyak lemon eucalyptus
serta gunakan pakaian tertutup untuk dapat melindungi tubuh dari
gigitan nyamuk bila sedang beraktifitas di luar rumah. Selain itu,
segeralah berobat bila muncul gejala-gejala penakit demam berdarah
sebelum berkembang menjadi semakin parah.
Pengendalian penyakit
Upaya pemberantasan vector dilakukan melalui kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Kegiatan ini dilakukan melalui
pengasapan dengan insektisida dalam 2 siklus.
13
dibasmi pada siklus pertama. Oleh karena itu perlu dilakukan
penyemprotan siklus kedua.
b. Siklus kedua penyemprotan yang kedua dilakukan 1 minggu sesudah
penyemprotan yang pertama agar nyamuk yang baru tersebut akan
terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang lain.
2.1.12 Edukasi
14