Anda di halaman 1dari 8

AKUNTANSI PERBANKAN

STUDI KASUS
Kasus SNP Finance Coreng Wajah Perbankan RI

Disusun Oleh:
Dian Ajeng K. D. 15.G1.0157
Jeremy Eka p. 15.G1.0168
Vinsensia Karina C. J 15.G1.0200

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang
2019
1. Gambaran Kasus dari Awal Terjadi Sampai dengan Penanganannya
Saat ini.
Menurut Nurmayanti (2018) dalam website liputan6.com kasus
SNP finance berawal pada Juli 2017. Pengawas OJK menemukan adanya
perbedaan angka CAPS pada SNP sebagai multifinance dengan bank
seperti Bank Mandiri. OJK lalu meminta melakukan pemeriksaan kepada
pihak perbankan secara internal dan pengawas. Tahun 2018, OJK kembali
melakukan evaluasi. Investigator internal Bank Mandiri menyatakan
bahwa tidak pernah dilakukan reconcile antara banking karena ada
kesalahan di sistem yang tidak sempurna. Tetapi setelah diperiksa oleh
pengawas SNP di industri non bank, menyatakan bahwa semua
pengawasan di Bank Mandiri berjalan dengan baik.
Mekanisme pemberian pinjaman kepada SNP finance yang
dilakukan dengan sistem executing. Bank memberikan kredit berupa joint
financing atau memberikan langsung ke perusahaan pembiayaan tersebut.
Kemudian SNP finance yang meneruskannya kepada pengguna. Untuk
kredit ini terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan laporan keuangan oleh
KAP Deloitte. Akan tetapi seiring dengan turunnya bisnis toko Columbia,
kredit perbankan mengalami permasalahan Non Performing Loan. Kondisi
ini telah diantisipasi perbankan dengan melakukan pencadangan pada
tahun yang sudah lewat sehingga perusahaan dapat meng-absorb resiko
gagal bayar. SNP melakukan penerbitan Medium Term Note akan tetapi
tidak melalui proses di OJK.
SNP finance menjadi debitur Bank Mandiri sejak 2004 dengan
catatan yang cukup baik sehingga banyak bank ikut memberikan
pembiayaan kepada SNP finance. Bank Mandiri menganggap bahwa
permasalahan di SNP finance bukan disebabkan oleh ketidak hati-hatian
perbanan dalam penyaluran kredit tetapi karena itikad tidak baik pengurus
perseroan untuk menghindari kewajiban.
Menurut Tim CNN Indonesia (2018) Seiring dengan turunnya
bisnis ritel Columbia, kredit perbankan yang ditarik SNP finance ikut
bermasalah. Pada 2016 Bank Mandiri memasukkan SNP finance kedalam
kelompok kolektibilitas 2 atau dalam perhatian khusus agar SNP bisa
mendapat kucuran dana dari bank lain. tetapi SNP finance malah
menunjukkan itikad buruk, kreditnya mulai macet dan mengajukan pailit
sukarela padahal kredit macet saat itu mencapai Rp 1,2 triliun.
Pada bulan Mei 2018 dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) disebutkan total tagihan SNP finance mencapai Rp 4,07
triliun dari 14 bank dengan jaminan Rp 2,2 triliun serta 336 pemegang
MTN senilai Rp 1,85 triliun. Di bulan ini juga OJK mengeluarkan sanksi
pemberkuan kegiatan usaha terhadap SNP finance melalui surat deputi
komisioner pengawas IKNB II nomer S-247/NB.1/2018.
Terjadi pelanggaran standard audit oleh akunan public Marlinna
dan Merliyana Syamsul, mereka belum sepenuhnya menerapkan
pengendalian sistem informasi terkait data nasabah dann akurasi jurnal
piutang pembiayaan. Mereka juga belum menerapkan pemerolehan bukti
audit yang cukup dan tepat atas akun piutang pembiayaan konsumen dan
melaksanakan prosedur memadai terkait proses deteksi resiko kecurangan,
serta respons atas resiko kecurangan.

Saat ini SNP finance dalam status dikenakan sanksi pembekuan


kegiatan usaha oleh OJK sejak bulan Mei 2018, karena belum
menyampaikan keterbukaan informasi kepada seluruh kreditur dan
pemegang MTN sampai batas waktu sanksi peringatan ketiga, sesuai pasal
53 POJK nomer 29/2014. Dengan dibekukannya kegiatan usaha, maka
SNP finance dilarang melakukan kegiatan usaha pembiayaan, apabila tetap
melakukan maka OJK dapat langsung mengenakan sanksi pencabutan ijin
usaha. Selama masa sanksi pembekuan usaha ini, SNP Finance diwajibkan
menyampaikan dan melakukan serangkaian tindakan korektif.
2. Kelemahan Sehingga Kasus ini Terjadi.
Kelemahan yang bisa terlihat dalam kasus ini adalah Hal ini terkait
dengan audit yang dilakukan oleh kedua akuntan publik atas laporan
keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) tahun buku
2012 hingga 2016. Untuk memastikan hal tersebut, PPPK melakukan
pemeriksaan terhadap KAP dan dua akuntan publik dimaksud.
Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa Akuntan Publik Marlinna
dan Merliyana Syamsul belum sepenuhnya mematuhi Standar Audit-
Standar Profesional Akuntan Publik dalam pelaksanaan audit umum atas
laporan keuangan SNP Finance. Hal-hal yang belum sepenuhnya terpenuhi
adalah pemahaman pengendalian sistem informasi terkait data nasabah dan
akurasi jurnal piutang pembiayaan, pemerolehan bukti audit yang cukup
dan tepat atas akun Piutang Pembiayaan Konsumen.
Selain itu PPPK juga mencatat belum adanya kewajaran asersi
keterjadian dan asersi pisah batas akun pendapatan pembiayaan,
pelaksanaan prosedur yang memadai terkait proses deteksi risiko
kecurangan serta respons atas risiko kecurangan, dan skeptisisme
profesional dalam perencanaan dan pelaksanaan audit. Selain hal tersebut,
sistem pengendalian mutu yang dimiliki oleh KAP mengandung
kelemahan karena belum dapat melakukan pencegahan yang tepat atas
ancaman kedekatan.
3. Peran Auditor dalam Kasus ini.
POJK No.1/POJK.03/2019 tentang Penerapan Fungsi Audit Intern
pada Bank Umum POJK ini merupakan penyempurnaan ketentuan
mengenai penerapan fungsi audit intern sebagaimana diatur dalam PBI
No.1/6/PBI/1999. Perubahan mengakomodir perkembangan praktik tata
kelola dan best practice fungsi audit intern yang diterbitkan oleh The Basel
Committee on Banking Supervision serta standar praktik profesional audit
internal yang diterbitkan oleh The Institute of Internal Auditors. POJK
berlaku bagi bank umum konvensional, termasuk kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri, serta bank umum syariah dan unit usaha
syariah. POJK ini mulai berlaku sejak diundangkan yaitu pada tanggal 29
Januari 2019. Pokok-pokok ketentuan penerapan fungsi audit intern pada
bank umum adalah sebagai berikut:
1) Kewajiban Bank untuk memiliki fungsi audit intern serta struktur,
wewenang, dan tugas pokok SKAI.
2) Etika profesional SKAI meliputi independensi, objektivitas,
kompetensi, dan integritas.
3) Penyusunan piagam audit intern, rencana audit tahunan, dan
cakupan aktivitas audit intern. Bank harus melakukan penyesuaian
atas piagam audit intern yang dimiliki paling lambat tanggal 1 Juni
2019.
4) Tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, dan Komite Audit
dalam pelaksanaan fungsi audit intern.
5) Hubungan dan kerja sama antara SKAI dengan unit kerja
pengendalian lainnya dan auditor ekstern.
6) Kewajiban SKAI untuk melakukan komunikasi secara rutin dengan
OJK dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan fungsi audit intern.
7) Fungsi SKAI dalam kelompok usaha baik untuk bank sebagai
perusahan induk maupun bank sebagai perusahaan anak.
8) Penggunaan jasa pihak ekstern dalam pelaksanaan audit intern
untuk keahlian khusus dan bersifat sementara.
9) Kewajiban penyampaian laporan pelaksanaan fungsi audit intern
kepada OJK yaitu:
a. laporan pengangkatan atau pemberhentian kepala SKAI
b. laporan khusus mengenai setiap temuan audit intern yang
diperkirakan dapat membahayakan kelangsungan usaha
Bank
c. laporan hasil kaji ulang pihak ekstern independen yang
dilakukan sekali dalam 3 (tiga) tahun yaitu untuk periode
bulan Juli sampai dengan bulan Juni tahun ketiga
berikutnya. Penjelasan lebih detil untuk periode kaji ulang
pertama kali merujuk pada Penjelasan Pasal 29 ayat (1)
d. laporan pelaksanaan dan pokok-pokok hasil audit intern.
10) Cakupan serta batas waktu penyampaian laporan pelaksanaan dan
pokok-pokok hasil audit intern untuk posisi semester kedua tahun
2018 masih mengacu pada PBI No.1/6/PBI/1999.
4. Dampak Terhadap Perekonomian Masyarakat.
Dampak dari kasus SNP Finance adalah sulitnya mencari
permodalan, baik dalam bentuk surat utang Medium Term Notes (MTN)
maupun pinjaman dari bank umum.
Salah satu alasannya dikarenakan kasus PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan (SNP Finance) yang membuat tingkat kepercayaan terhadap
multifinance diragukan.
Selain itu sumber pendanaan, termasuk bank-bank, akan meragukan
kemampuan multifinance dalam menyalurkan pembiayaan ke masyarakat.
Dampak dari kasus ini juga bisa menghambat pendalaman pasar
keuangan di Indonesia.
Masyarakat yang ingin berinvestasi di saham, obligasi korporasi,
hingga Surat Berharga Negara (SBN) jadi tidakmemilikiminat.Karena
menurut mereka kasus SNP Finance bukan sekedar soal ketidakmampuan
membayar utang belaka, tetapi juga menyangkut integritas pelaku jasa
keuangan.
5. Image Bank Indonesia Setelah Kasus ini Terjadi. Apa yang Perlu
dibenahi dalam Penyusunan Kebijakan dan Peraturan-Peraturannya.
Image Bank Indonesia setelah terjadinya kasus SNP Finance ini
membuat Bank Indonesia sedikit tidak dipercayai oleh investor dan
nasabah. Selain itu juga muncul keraguan-keraguan terhadap Bank
Indonesia sendiri.
OJK harusnya menggandeng pengawas industri keuangan non
bank (IKNB) OJK. Sembari memperbaiki sistem agar terdapat integrasi
data antara kreditur dengan debitur multifinance.
OJK meminta para bank untuk menyiapkan Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai (CKPN).

Anda mungkin juga menyukai