1 Latar Belakang
15% trauma kepala berat dengan rata-rata 40.000 kasus per tahun di USA.
Berdasarkan onsetnya perdarahan epidural dapat dibagi menjadi akut (58%), subakut
(31%) dan kronik (11%). Perdarahan epidural spinal dapat terjadi karena trauma
USA. Alkohol dan berbagai macam intoksikasi dikatakan terkait dengan tingginya
50% yang dipengaruhi oleh tingkat kesadaran, jumlah perdarahan dan lokasi. Pada
pasien dengan kesadaran penuh angka mortalitas 0%, pada penurunan kesadaran
ringan sampai sedang 9% dan pada pasien koma 20%. Angka mortalitas pada
laki-laki dengan rasio 4:1 namun tidak terkait dengan ras tertentu. Perdarahan
epidural intrakranial jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun dan juga di atas 60
tahun karena pada usia lanjut duramater lebih melekat pada kalvaria. Insiden
perdarahan epidural spinal mencapai puncak pada usia anak-anak dan antara usia 50-
60 tahun sehingga pada usia tersebut cenderung memiliki resiko tinggi mengalami
1
2.1 Definisi
dan duramater. Perdarahan epidural 90% terjadi karena fraktur kranium di regio
temporal dan parietal. Perdarahan epidural atau epidural hematom (EDH) biasanya
disebabkan oleh rupturnya arteri meningea media, vena atau sinus dural.(1,2)
2.2 Anatomi
parenkim otak, pembuluh darah otak, cairan serebrospinal (CSF), dan tentorium.
SCALP merupakan singkatan dari susunan skin atau kulit, connective tissue atau
jaringan ikat, aponeurosis, loose areolar tissue atau jaringan ikat longgar dan
perikranium.(3)
Meningen adalah selaput yang menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri
atas tiga lapisan yaitu duramater, arakhnoid dan piamater. Duramater adalah
selaput yang keras dan tidak melekat pada selaput arakhnoid dibawahnya sehingga
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan
arakhnoid, dimana sering terjadi perdarahan subdural. Selain itu juga terdapat
ruang potensial diantara duramater dan tulang kranium yang disebut ruang epidural
atau extradural. Lapisan kedua dari meningen di bawah duramter yang tipis dan
dalam ruang subarakhnoid. Parenkim otak dibagi menjadi serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil) dan batang otak. Tentorium merupakan struktur yang
2
membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (fossa kranii anterior dan
fossa kranii media) dan ruang infratentorial (fossa kranii posterior). (3)
2.3 Patofisiologi
Penyebab utamanya adalah trauma kapitis atau fraktur kranium. Fraktur yang
paling ringan adalah fraktur linear namun gaya destruktifnya lebih kuat, bisa
timbul fraktur yang berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi yang dengan
kepingan tulangnya menusuk ke dalam ataupun fraktur yang merobek dura dan
sekaligus melukai jaringan otak (laserasio). Perdarahan epidural yang terjadi ketika
pembuluh darah ruptur biasanya arteri meningea media kemudian darah mengalir
ke dalam ruang potensial antara duramater dan tulang kranium sedangkan pada
kontusional yang mengakibatkan rupture bridging vein yang terjadi dalam ruangan
subdural.(4)
Fraktur kranium terjadi pada 85-95% kasus dewasa, jarang terjadi pada anak-
anak-anak karena plastisitas pada kranium yang masih imatur. Laserasi arteri
3
maupun vena menyebabkan perluasan perdarahan yang cepat. Manifestasi kronis
atau tertunda dapat terjadi bila perdarahan berasal dari vena. Perluasan perdarahan
atau hematom tidak melewati suture line karena duramater melekat ketat, hanya
pada sebagian kecil kasus yang sedikit melewati suture line. (4)
meningea media (66%), meskipun arteri etmoidalis anterior mungkin bisa terlibat
dalam cedera kepala di daerah frontal, sinus transversus atau sinus sigmoid pada
cedera oksipital, dan sinus sagital superior pada trauma verteks. Perdarahan
epidural intrakranial bilateral terjadi 2-10% dari semua kasus perdarahan epidural
akut pada orang dewasa tetapi sangat jarang terjadi pada anak-anak. Perdarahan
epidural pada fossa posterior mencapai 5% dari semua kasus perdarahan epidural.
(4)
Perdarahan epidural spinal dapat terjadi spontan atau akibat trauma minor,
seperti pungsi lumbal atau anestesi epidural. Perdarahan epidural spinal dapat
biasanya terlibat, meskipun perdarahan dari arteri juga terjadi. Aspek dorsal di
daerah thorakal atau lumbal yang paling umum terkena, dengan ekspansi terbatas
menjadi trauma dan non trauma. Penyebab trauma sering berupa benturan tumpul
pada kepala akibat serangan, terjatuh, atau kecelakan lain; trauma akselerasi-
deselerasi dan gaya melintang. Selain itu perdarahan epidural intrakranial pada bayi
baru lahir dapat terjadi akibat distosia, ektraksi forseps, dan tekanan kranium
berlebihan pada jalan lahir. Penyebab non trauma perdarahan epidural diantaranya
4
adalah obat antikoagulan, agen trombolisis, lumbal pungsi, anesthesia epidural,
malformasi vascular, herniasi diskus, penyakit paget pada tulang, valsava manuever.
Gangguan sinus venosus dura (sinus transversum atau sigmoid) oleh fraktur dapat
perdarahan epidural yang non arterial diantaranya adalah venous lakes, dipoic veins,
2.4.1 Diagnosis
sering melibatkan benturan tumpul pada kepala. Pasien sering didapatkan bukti
eksternal cidera kepala seperti adanya laserasi kulit kepala, cephalohematoma atau
kontusio. Cedera sistemik juga dapat muncul. Berdasarkan gaya benturan pasien bisa
saja tetap sadar, terjadi hilang kesadaran singkat atau kehilangan kesadaran
berkelanjutan.(4,5)
Interval lucid klasik dapat muncul pada 20-50% pasien perdarahan epidural.
Hal ini dapat terjadi karena pada awal kejadian, tekanan yang mudah-lepas
5
menyebabkan cedera kepala berakibat pada perubahan kesadaran sesaat lalu
kesadaran pulih kembali. Setelah kesadaran pulih, perdarahan epidural terus meluas
intrakranial sehinggal mulai terjadi penurunan tingkat kesadaran yang progresif dan
sindroma herniasi. Interval lucid bergantung pada luasnya cedera dan merupakan
tingkat kesadaran yang progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali
tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan
yang keluar pada saluran hidung dan telinga. Setiap orang memiliki kumpulan gejala
yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang timbul akibat
dari cedera kepala. Gejala yang sering tampak: penurunan kesadaran , bisa sampai
koma; bingung; penglihatan kabur; susah bicara; nyeri kepala yang hebat; keluar
cairan dari hidung dan telingah; mual, pusing dan berkeringat. Pada hipertensi
intrakranial berat, respon Cushing mungkin muncul. Trias Cushing klasik melibatkan
hipertensi sistemik, bradikardia, dan depresi pernafasan. Respon ini biasanya muncul
peningkatan tekanan intra kranial. Terapi anti hipertensi selama ini mungkin
menyebabkan iskemia serebral akut dan kematian sel. Evakuasi lesi massa
aktivitas motorik, pembukaan mata, respon verbal, reaktivitas dan ukuran pupil,
hemiplegia. GCS penting dalam menilai kondisi klinis terkini karena berhubungan
dengan keluaran klinis akhir. Pada pasien yang sadar dengan lesi massa, fenomena
6
pronator drift mungkin membantu dalam menilai arti klinis. Arah ekstremitas ketika
pasien diminta menahan kedua lengan teregang keluar dengan kedua telapak tangan
pada pemeriksaan fisik neurologis yang tergantung pada segmen spinal yang terlibat.
atau bilateral), gangguan refleks tendon dalam, gangguan tonus sfingter kandung
Foto polos kepala, CT-scan dan kepala MRI penting untuk memberikan
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
mengalami trauma untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus
7
Computed Tomography (CT-Scan)
cedara intrakranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single)
tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonveks, paling
berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur
pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stadium yang akut ( 60 –
90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah. Pada perdarahan
menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI
kepala juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah
satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis. Pada perdarahan
8
epidural spinal MRI penting untuk memastikan lokasi segmen yang mengalami
perdarahan. (1,5,6)
9
Gambar 7 : Perdarahan epidural di spinal
2.4.3 Laboratorium
koagulopati
3. Serum elektrolit, tes fungsi ginjal, tes fungsi hepar, kadar glukosa darah
4. Toksikologi dan kadar alkohol dalam darah juga perlu diperiksa terkait
darurat.(1,5,6)
pada perdarahan epidural spinal. Angiografi dapat dikerjakan bila ada kecurigaan
adanya malformasi vaskular. Lumbal pungsi tidak rutin dikerjakan karena informasi
yang didapatkan hanya sedikit. SSEP perlu dikerjakan pada perdarahan epidural
10
Diagnosis banding perdarahan epidural intrakranial yang perlu disingkirkan
polineuropati. (1,5)
operatif. (6,7)
itu sendiri. Tujuan dari semua upaya resusitasi awal yang baik adalah untuk memulai
sedini mungkin berbagai upaya penanganan pra-rumah sakit, dengan perhatian jalan
napas, pernapasan, dan sirkulasi. Sejak pasien datang ke ruang gawat darurat pasien
evaluasi mekanisme cidera untuk menilai daya benturan baik pada kranium maupun
daerah spinal, imobilisasi spinal khususnya servikal, dan evaluasi defisit neurologis.
(6,7)
saat awal menjadi penanda resusitasi yang jelek, dan sebaiknya suhu tubuh inti harus
dihangatkan secara pasif selama fase awal resusitasi. Resusitasi volume agresif
untuk hipotensi dan ventilasi yang memadai adalah fokus utama dalam upaya
resusitasi awal. Resusitasi pra-rumah sakit dengan hipertonik salin pada trauma
11
kepala gagal menunjukkan manfaat jangka panjang, Pada sebuah analisis post-hoc
kematian lebih tinggi daripada yang resusitasi dengan garam. Oleh karena itu,
administrasi kristaloid isotonik adalah metode yang disukai untuk resusitasi volume.
(6,7)
Semua pasien dengan trauma kepala harus memiliki ventilasi yang baik dan
menjaga PO2 dan PCO2. Suplementasi oksigen diberikan untuk mendapatkan SpO2
> 90%. Selama fase resusitasi awal sangat penting untuk menyadari langkah-langkah
yang sederhana seperti elevasi kepala tidur (30 derajat), posisi kepala yang tepat
untuk mencegah penekanan vena jugularis dan kontrol nyeri yang memadai dan
sedasi merupakan metode yang sangat sederhana dan efektif untuk mengurangi
ditangani saat resusitasi awal. Jalan nafas harus selalu bebas dengan memastikan
tidak ada lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila
terutama untuk membuka jalur intravena : gunakan cairan NaC10,9% atau Dextrose
in saline.(6,7)
a. Hiperventilasi.
12
Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah
vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat
b. Cairan hiperosmoler.
dari jaringan otak (intrasel dan interstitial) ke dalam ruang intra-vaskular lalu
melalui diuresis. Cairan yang umum digunakan adalah Manitol 10-15% 0,25-
1g/KgBB diberikan per infus selama 10-15 menit. Efek ini dapat berhasil
dengan baik jika sawar darah otak dalam keadaan normal. Cara ini berguna
pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada kasus biasa, harus
merupakan agen osmotik yang telah lama digunakan sebagai tambahan terapi
manitol atau pada individu yang telah menjadi toleran terhadap manitol.
membentuk gradien osmotik. Air dapat berdifusi secara pasif dari ruang
13
memiliki koefisien refleksi yang lebih baik (1.0) dibandingkan manitol (0,9)
dan membuatnya menjadi zat osmotik yang lebih baik selain itu juga dapat
antara 30 mL 23,4% NaCl dan 150 mL 3% NaCl, sedangkan yang lain telah
c. Kortikosteroid.
darah otak. Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus
yang diikuti dengan 4x4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah
digunakan dengan dosis 6x15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6x10 mg. (7)
d. Barbiturat.
akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung
berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.
e. Hipotermia
14
pasien yang inteloran terhadap terapi hipertonik. Adanya perangkat modern
untuk memodulasi suhu tubuh memungkinkan terapi ini akan makin rutin
ditargetkan untuk mendapatkan suhu inti tubuh yang lebih rendah yaitu 32oC
durasi terapi, tingkat komplikasi infeksi meningkat tajam pada terapi lebih
risiko pendarahan tapi saat ini belum ada peningkatan yang signifikan
Pasien dengan trauma kepala pasti mengalami nyeri kepala baik oleh karena
trauma jaringan peka nyeri maupun karena peningkatan tekanan intrakranial. Nyeri
harus segera diatasi karena menahan rasa nyeri dapat memberat peningkatan tekanan
intrakranial. Transfusi dapat dikerjakan pada anemia karena kehilangan darah akibat
trauma dengan target Hb 10g/dL. Antikonvulsan dapat diberikan bila ada gejala
dampak signifikan pada aliran darah otak (CBF) dan mengontrol volume intrakranial
15
hiperventilasi jangka pendek dapat menurunkan kadar CO2 di pembuluh darah otak
Servadei dkk melaporkan sebuah studi yang dilakukan oleh ahli bedah saraf
pada 158 pasien yang mengalami trauma kepala minor dan pada hasil CT scan
kepala didapakan perdarahan epidural. Pada CT scan kepala tanpa kontras dinilai
ukuran dari hematom, pergeseran garis tengah dan lokasi untuk menilai keputusan
ketebalan < 10 mm dan pergeseran garis tengah < 5mm. Pada kedua kelompok baik
yang menerima terapi operatif maupun terapi konservatif memiliki keluaran klinis
yang tidak jauh berbeda pada studi ini. Chen Tzu-Yung dkk melaporkan 74 pasien
dengan perdarahan epidural, terapi nonoperatif dikerjakan pada pasien dengan nilai
hanya perdarahan epidural supratentorial dengan volume > 30cc, ketebalan > 15mm
dan pergeseran garis tengah > 5mm yang mendapat tindakan operatif. Sedangkan
Sullivan dkk melaporkan serial kasus 252 pasien dengan perdarahan epidural akut,
Offner dkk dalam studinya pada 84 pasien dengan perdarahan epidural di Rumah
Sakit Trauma Saint antony didapatkan bahwa 87% dari 64% pasien yang mendapat
terapi nonoperatif memiliki keluaran klinis yang memuaskan dan dianggap sukses.
(8,9)
16
Indikasi tindakan bedah pada perdarahan epidural intrakranial yang
>1 cm
prosedur dengan minimal invasif seperti burr hole dengan drainase tekanan negatif.
(1,9)
Menurut beberapa ahli time window terbaik untuk mengerjakan tindakan operatif
maksimal 48 jam setelah onset yang diharapkan dapat memberikan keluaran klinis
yang optimal. Pada beberapa kasus yang cukup jarang perdarahan epidural spinal
dapat membaik dengan terapi konservatif seperti trauma medulla spinalis yaitu
defisit neurologis bahkan kematian, kejang post trauma karena kerusakan kortikal
(biasanya 1-3 bulan setelah trauma kepala), delayed effect termasuk postconccusion
17
syndrome seperti nyeri kepala, dizziness, vertigo, restlessness, emosi yang labil dan
awal masuk (GCS), perberatan klinis, perberatan yang tertunda antara saat trauma
dan intervensi bedah. Pada perdarahan epidural di spinal prognosis tergantung pada
Bab 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
kepala dan komplikasi pada 5-15% trauma kepala berat dengan rata-rata 40.000
kasus per tahun sedangkan perdarahan epidural spinal terjadi 1 diantara 1.000.000
18
populasi di USA. Angka mortalitas yang terkait dengan perdarahan epidural
dan lokasi. Perdarahan epidural baik intrakranial maupun spinal banyak terjadi pada
laki-laki dengan rasio 4:1 namun tidak terkait dengan ras tertentu.
rupturnya arteri meningea media, vena atau sinus dural. Penyebab perdarahan
epidural baik intrakranial maupun spinal dapat dibagi menjadi trauma dan non
trauma. Gejala klinis yang sering nampak yaitu: penurunan kesadaran , bisa sampai
koma; bingung; penglihatan kabur; susah bicara; nyeri kepala yang hebat; keluar
cairan dari hidung dan telingah; mual, pusing dan berkeringat. Selain itu dapat
ditemukan adanya interval lucid dan trias Cushing. Terapi perdarahan epidural
meliputi tatalaksana umum terkait kontrol jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi serta
komplikasi serius pada trauma kepala sehingga membutuhkan diagnosis yang segera
Daftar Pustaka
19
3. Netter, F. H., Craig, J. A., Perkins, J., Hansen, J. T., & Koeppen, B. M. (n.d.).
Meningens, NJ : 2012
4. Ganz, Jeremy, The lucid interval associated with epidural bleeding: evolving
2015, http://doi.org/10.12659/AJCR.895231
10. Lo, C., Chen dkk, Spontaneous Spinal Epidural Hematoma : A Case Report
11. Yi, K., Paeng dkk, Spontaneous Resolution of a Traumatic Lumbar Epidural
20