Anda di halaman 1dari 23

Makalah

ANALISIS FATWA LBM PBNU TENTANG KHITAN


PEREMPUAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Metode Analisis Fatwa

Dosen pengampu :
Dr. H. Ahmad Mukri Aji M.A
Oleh :
Rifqi aziz amrullah 11150430000068
Fahmi luth heryadi 11150430000064

Prodi Perbandingan Madzhab


Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2018
i
Daftar Isi

Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
Pendahuluan ............................................................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Rumusan masalah................................................................................................ 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
Pembahasan ............................................................................................................. 2
BAHTSUL MASAIL KE III: (06) KHITAN BAGI PEREMPUAN ..................... 4
BAB III ................................................................................................................. 20
Penutup.................................................................................................................. 20
Kesimpulan ....................................................................................................... 20
saran .................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang

Dalam riwayat Bukhori, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Ada lima macam yang termasuk sunah, yaitu khitan,
mencukur rambut yang tumbuh disekitar kemaluan, menggunting kumis,
memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.

Hadist tersebut menunjukan bahwa islam adalah ajaran yang komprehensif


yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk hal-hal yang sepele
yang menjadi naluri kebiasaan manusia.

Dalam konteks khitan, ulama sepakat bahwa laki-laki dianjurkan untuk


berkhitan, karena secara logika bisa dipahami, khitan merupakan bagian dari
kebersihan (thaharah). Tetapi tidak demikian bagi perempuan, banyak kalangan
terutama tenaga media yang melarang khitan bagi perempuan. Sementara itu
sebagian kalangan berpendapat bahwa khitan bagi perempuan harus dilakukan.
Oleh karenanya, masalah khitan bagi perempuan perlu mendapatkan kejelasan
secara tuntas dan menyeluruh.

Rumusan masalah

1. Bagaimana Hukum Khitan Wanita?


2. Bagaimana Teknis pelaksanaanya?
3. Kapan waktu pelaksanaanya?
4. Bagaimana pro dan kontra terhadap khitan perempuan?

1
BAB II
Pembahasan
A. Definisi Khitan

Istilah khitan merupakan salah satu kata yang telah diserap dalam kamus

bahasa Indonesia. Secara etimologis, kata khitan ini berasal dari bahasa Arab, yaitu

khatana yang berarti “menyunat” atau “memotong”.1 Dalam Ensiklopedi Hukum

Islam, kata khatana juga diartikan memotong atau “mengerat”.2Sedangkan dalam

bahasan Indonesia, khitan dimaknai sebagai sunat. Sedangkan sunat sendiri

diartikan memotong kulup.3 Dalam dunia medis, khitan disebut dengan sirkumsisi,

khusus bagi wanita disebut female circumcision.4

Sebagian ahli bahasa mengkhususkan lafal khitan untuk laki-laki, sedangkan

untuk perempuan disebut dengan khifāz. Dalam ilmu fikih, khitan diartikan

memotong kulit yang menutupi zakar/kemaluan/kulup bagi laki-laki dan memotong

sedikit daging pada ujung klitoris yang berada di lubang farji/kemaluan

di bagian atas bagi perempuan.5 Memotong kulup bagi laki-laki artinya memotong

qulfah bagi laki-laki dan khafāz bagi wanita. Istilah qulfah menunjukkan makna

kulit, yaitu semacam kelopak yang menutupi kepala penis. Sedangkan khafāz atau

klitoris adalah sesuatu yang wujudnya seperti jengger ayam dan berada di atas

lubang vagina bagi perempuan. Khitan juga bisa diartikan sebagai kelamin itu

1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penterjemah, 1973), hlm. 114:
2
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 1, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), hlm. 332
3
Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 3, (Jakarta: Pustaka Phoenix, 2009), hlm. 80.
4
Abdul Syukur al-Azizi, Buku Lengkap..., hlm. 388.
5
Dimuat dalam kitab: Lisān al-‘Arab..., hlm. 137, dan dalam kitab: Tartibul Qamus..., hlm. 15, dikutip dalam
https://almanhaj.or.id/2735-hukum-khitan.html,

2
sendiri, baik kelamin laki-laki maupun wanita secara utuh. Pemaknaan ini dipahami

dari keterangan hadis yang diriwayatkan dari hadits Aisyah r.a :

َ ‫َاِن َفََقَ ْْد َو َج‬


‫ب‬ ِ ‫ْت ِِإَذَا ْالَتََقَى‬
ِ ‫الِخَتَن‬ ْ َ‫سلَّ َم َقَل‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫شةَ زَ ْوجِ النَّ ِب ِى‬ َ ِ‫عائ‬ َ ‫ع ْن‬ َ
‫س ْلنَا‬
َ َ ‫سلَّ َم َفَا ْغَت‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫س ْو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫الغُ ْس ُل َفَ َع ْلَتُهُ أَنَا َو َر‬
Dari Aisyah Istri Nabi Saw ia berkata : “Apabila bertemu dua khitan maka
wajiblah mandi, aku dan Rasulullah telah melakukannya, lalu kami mandi.” (HR
Turmudzi, Ibu Majah dan Imam Ahmad)

Adapun dalam istilah syariat, banyak ditemukan rumusan definisi khitan.


Berikut ini, beberapa ulama memberikan definisi khitan secara istilah.

1. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, khitan seorang laki-laki adalah

memotong kulit yang melingkar dan menutupi kasyafah atau ujung kemaluan.

Khitan bagi perempuan yaitu memotong sepotong kulit sebesar cengger ayam jago

di bagian atas kemaluan wanita.6

2. Menurut Sayyid Sabiq, dalam kitab terjemahan “Fiqhus Sunnah”,

mengatakan bahwa khitan ialah memotong kulit yang menutupi ujung

kemaluan agar tidak terjadi penumpukan kotoran, dapat menahan kencing dan

memberikan kenikmatan yang luar biasa dalam bersenggama. Sedangkan

untuk perempuan ialah memotong bagian atas yang muncul ke permukaan

dari kemaluan.7

3. Menurut al-Utsaimin, khitan adalah memotong kulit kemaluan laki-laki yang

berada di atas kepala penis hingga terlihat, dan kepala klitoris pada kemaluan

6
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Tuḥfah al-Maudūd bi Aḥkām al-Maulūd, ed. In, Bekal Menyambut Buah Hati, (terj: Ahmad
Zainuddin dan Zainul Mubarik), (Jakarta: Ummul Qura, 2014), hlm. 176-177.
7
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, ed. In, Fiqih Sunnah, (terj: Nor Hasanuddin, dkk), jilid 1, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,
2006), hlm. 39.

3
perempuan yang berada di bagian atas lubang vagina.8

4. Menurut Abdul Aziz dan Abdul Wahhab, khitan bagi anak laki-laki adalah

memotong kulit yang menutupi kepala penis sehingga terbuka. sementara

bagi anak perempuan khitan dilakukan dengan cara memotong bagian dari

kulit yang ada di atas vagina, yaitu di atas pembuka liang vagina. Bentuknya

seperti buji yang menyerupai jengger ayam jantan (klitoris).9

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa khitan yaitu

suatu perbuatan hukum memotong bagian-bagian tertentu pada alat kelamin laki-

laki dan perempuan. Bagi laki-laki, yaitu memotong bagian kulit yang menutupi

bagian ujung alat kelamin (qulfah), dan bagi perempuan yaitu memotong bagian

kulit di bagian atas vagina (khafāz) atau disebut juga dengan klitoris.

B. Fatwa NU khitan perempuan

BAHTSUL MASAIL KE III: (06) KHITAN BAGI PEREMPUAN

06/06/2013

1. Deskripsi Masalah
Beberapa warga Nahdliyin di daerah tertentu akhir-akhir ini mengalami
kesulitan ketika akan mengkhitankan bayi perempuan mereka. Hal ini dikarenakan
semakin jarangnya dukun bayi yang bisa mengkhitan bayi perempuan. Sementara,
pihak para medis juga semakin jarang yang mau melayani pasien khitan dari unsur
bayi perempuan, hal ini dikarenakan ada pertimbangan medis dari para ahlinya
bahwa bayi perempuan yang dikhitan dikhawatirkan jika kelak sudah dewasa akan
mengalami virgit (nafsu birahi yang rendah).

8
Syaikh Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin, Tanbīh al-Afhām Syarḥ ‘Umdah al-Aḥkām, ed. In, Syarah ‘Umdatul Ahkam:
Penjelasan Hadis-Hadis Hukum, (terj: Amiruddin Djalil), cet. 2, (Jakarta: Griya Ilmu, 2015), hlm. 100.
9
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyid Hawwas, Al-Wasīṭ fī al- Fiqh al-Ibādāt, ed. In, Fiqh Ibadah,
(terj: Kamran As‟ad Irsyadi, dkk), cet. 2, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 15

4
2. Pertanyaan

Bagaimana hukum khitan perempuan dengan mempertimbangkan


kekhawatiran para medis tentang virgitas (nafsu birahi yang rendah) perempuan
yang dikhitan

(LBM PCNU Jombang)

3. JAWABAN ;

Menurut Jumhur wajib. Sedang cara memotongnya disunahkan hanya sebagian


kecil saja.

4. Referensi ;

)300 /1( ‫المجموع شرح المهذب‬

ِ ‫ّللا َوقَ َط َع بِ ِه ا ْلج ْمهور أَنَّه َو‬


‫اجب‬ َّ ‫علَ ْي ِه الشَّافِ ِعي َر ِح َمه‬
َ )‫ص‬ َّ ‫َوا ْل َم ْذ َهب ال‬
َّ َ‫ص ِحيْح ا ْل َمشْه ْور الَّذِى ن‬
‫ساء‬ ِ ‫علَى‬
َ ِ‫الر َجا ِل َوالن‬ َ

Terjemah :

”mahdzhab yang shohih yang masyhur dari assyafi’i ra. Dan diakui penuh oleh
jumhur ulama’ (mayoritas ulama’) bahwa khitan hukumnya wajib bagi laki-laki
dan perempuan.”

)28 /19( ‫الموسوعة الفقهية الكويتية‬

َ ‫ث أ ِم ع َِطيَّةَ – َر ِض َي للا‬
– ‫ع ْن َها‬ َ )1( ‫َوالسنَّة فِي ِه أ َ ْن لَ ت ْق َط َع كل َها بَل ج ْزء ِم ْن َها‬
ِ ‫وذَ ِلكَ ِل َحدِي‬./
‫ لَ ت ْن ِه ِكي فَ ِإنَّ ذَ ِلكَ أَحْ َظى‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ام َرأَة كَانَتْ ت َ ْختِن بِا ْل َمدِينَ ِة فَقَال لَ َها النَّبِي‬
َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا‬ ْ َّ‫أَن‬
.‫ِل ْل َم ْرأ َ ِة َوأ َ َحب إِلَى ا ْلبَ ْعل‬

Terjemah :

”sunahnya tidak dipotong keseluruhan namun hanya sebagian kecil saja.”

5
C. Tradisi dan Budaya khitan perempuan

Khitan merupakan salah satu fitrah dari lima fitah manusia, yaitu memotong
kumis, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak, memotong bulu kemaluan, dan
juga khitan. Maksud lima fitrah yaitu apabila kelima hal tersebut dilakukan maka
pelakunya berarti menyandang fitrah yang telah diciptakan dan dianjurkan oleh
Allah terhadap hamba. Sehingga mereka berhasil memiliki sifat- sifat yang
sempurna.

Menurut riwayat yang shahih (kuat), sebagaimana dapat dilihat dalam situs
mudimesra.com, bahwa yang pertama melakukan khitan yaitu Nabi Ibrahim as.
Beliau melakukan khitan pada usia 80 tahun, sebagaimana dapat dipahami dari

hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, berikut ini:

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hafs, telah mengabarkan
kepada kami Warqo‟, dari Abu al-Zinad, dari al-A‟raj, dari Abu Hurairah, dia
berkata: Rasulullah saw., bersabda: “Ibrahim kekasih Allah yang Maha Pengasih
berkhitan setelah beliau berumur delapan puluh tahun, dan beliau berkhitan
dengan qadum (kapak) kecil”. (HR. Baihaqi).10

Berdasarkan ketentuan hadis tersebut, dapat dipahami bahwa sebelum


Rasulullah Muhammad saw., praktek khitan merupakan bagian dari syari‟at nabi
Ibrahim as., yang kemudian juga menjadi bagian dari syari‟at yang dilakukan dan
diajarkan oleh Rasulullah. „Uwaidhah menuturkan, khitan merupakan salah satu
sunnah fitriyah. Khitan tidak hanya berlaku bagi anak laki-laki saja, tetapi juga
berlaku bagi anak perempuan.11 Dari pihak perempuan, yang pertama melakukan
khitan yaitu Siti Hajar. Adapun Nabi Adam as., penciptaannya dalam keadaan telah
terkhitan.12 Bertalian dengan penjelasan ini, Ibnu Qayyim dalam kitabnya “Tuḥfah
al-Maudūd bi Aḥkām al-Maulūd”, juga menyebutkan bahwa orang yang pertama di

10
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah..., hlm. 39.
11
Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidhah, Al-Jamī’ fī Fiqh al-Nisā’, ed. In, Fikih Wanita, (terj: Abdul Ghoffar EM), cet. 10,
(Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2014), hlm. 515.
12
Dimuat dalam: http://lbm.mudimesra.com/2011/09/pengertian-khitan-hukum-dan- waktunya.html,

6
khitan yaitu nabi Ibrahim, yaitu pada umur 80 tahun. Berikut transkrip kutipan
penjelasannya.

“...Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis bahwa Nabi Ibrahim adalah orang


yang pertama kali berkhitan. Menurut hadis yang shahih, khitan ini dilaksanakan
ketika Nabi Ibrahim berumur delapan puluh tahun. Kemudian khitan secara turun-
temurun dilaksanakan oleh para Rasul dan pengikutnya setelah Nabi Ibrahim,
sampai Nabi Isa juga melaksanakannya. Umat Nasrani juga mengakui adanya
syariat khitan dan tidak mengingkarinya...”.13

Khitan atau “sunat rasul” merupakan tradisi yang sudah ada dalam sejarah.
Tradisi itu sudah dikenal oleh penduduk kuno Meksiko, demikian juga oleh suku-
suku bangsa Benua Afrika. Sejarah menyebutkan, tradisi khitan sudah berlaku di
kalangan Bangsa Mesir Kuno. Tujuannya, sebagai langkah untuk memelihara
kesehatan dari penyakit yang dapat menyerang alat kelamin. Karena lapisan kulit
(kulup) yang berisi kotoran bisa dihilangkan kotoranya dengan khitan. Praktek
khitan telah dilakukan di berbagai suku bangsa di pedalaman Afrika seperti suku
Musawy (Afrika Timur) dan suku Nandi, menjadikan khitan sebagai inisiasi
(upacara aqil baligh) bagi para pemuda mereka.14

Dalam versi Islam, dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim karena pada masa itu
banyak keturunan Nabi Adam yang telah melupakan syariat ini. Karena itu, Nabi
Ibrahim diperintahkan untuk menghidupkan kembali tradisi yang menjadi fitrah
umat manusia itu.15 Pada masa Babilonia dan Sumeria Kuno, yakni sekitar tahun
3500 SM, mereka juga sudah melakukan praktik berkhitan ini. Hal ini diperoleh
dari sejumlah prasasti yang berasal dari peradaban bangsa Babilonia dan Sumeria
Kuno. Pada prasasti itu, tertulis tentang praktik-praktik berkhitan secara terperinci.
Begitu juga pada masa bangsa Mesir Kuno sekitar tahun 2200 SM. Prasasti yang
tertulis pada makam raja Mesir yang bernama Tutankhamun, tertulis praktik

13
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Tuḥfah al-Maudūd bi Aḥkām al-Maulūd, ed. In, Bekal Menyambut Buah Hati, (terj: Ahmad
Zainuddin dan Zainul Mubarik), (Jakarta: Ummul Qura, 2014), hlm. 183.
14
Ahmad Shalabi, Kehidupan Sosial dalam Pemikiran Islam, (Jakarta: Amzah, 2001),hlm. 68.
15
Dimuat dalam: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/08/28/m9g1 4i-sejarah-khitan-2,

7
berkhitan di kalangan raja-raja (Firaun). Prasasti tersebut menggambarkan bahwa
mereka menggunakan balsam untuk menghilangkan rasa sakit, saat sebagian kulit
kemaluan laki-laki dipotong. Tujuan mereka melaksanakan khitan ini adalah untuk
kesehatan.16

Terdapat dua pemahaman umum tentang sejarah khitan ini. Pertama, khitan
bukan perbuatan baru. artinya, praktek khitan ini telak dilakukan oleh masyarakat
sebelum Islam datang sebagai sebuah agama yang dibawa Rasulullah Muhammad
saw. Kedua, khitan tidak hanya dikenal dalam agama Islam saja, namun juga
dikenal dalam agama Yahudi dan Nasrani.

Berdasarkan beberapa keterangan di atas, jelas bahwa praktek khitan


sebenarnya tidaknya dilakukan oleh orang-orang Islam sejak Rasulullah membawa
ajaran Islam, melainkan prakteknya telah ada jauh sebelum agama Islam. Bahkan,
pada bangsa arab kuno, dan belahan dunia seperti Afrika dan Maksiko (seperti telah
disebutkan sebelumnya) juga telah melakukan praktek khitan. Dilihat dari ajaran
agama, juga telah dipraktekkan oleh agama Yahudi dan Nasrani. Namun, dalam
pelaksanaannya, atau prosedur cara khitannya berbeda dengan yang disyari‟atkan
dalam Islam.

D. Pro dan Kontra Khitan Perempuan

Praktik sunat wanita di Indonesia cukup menuai pro dan kontra. belum ada data
resmi berapa jumlah penduduk Indonesia yang menjalani sunat perempuan. Tahun
2006 Depatermen Kesehatan Indonesia sempat melarang praktik sunat pada
perempuan. Namun, Majelis Ulama Indonesia(MUI) mengeluarka fatwanya yang
mengatakan sunat pada perempuan tetap bisa dilakukan jika orang tua bayi meminta
dengan catatan aman baik secara fisik maupun psikologi bayi. Akhirnya, pada tahun
2010, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Permenkes No. 1636 tahun 2010
tentang tata lakasana sunat pada perempuan. Karena praktiknya tidak berdasarkan

16
Dimuat dalam: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/08/28/m9g1 4i-sejarah-khitan-2,

8
indikasi medis dan belum terbukti manfaatnya bagi kesehatan, maka dari itu
menteri kesehatan telah mencabut peraturan tersebut pada 2014 silam.

Praktik sunat pada laki-laki dan perempuan tidaklah sama. Sunat pada laki-laki
merupakan pemotongan seluruh kulit yang menutupi ujung kemaluan. Biasanya
sunat ini dilakukan saat seorang anak berusia 3 sampai 12 tahun. Sementara itu,
sunat pada perempuan hanya memotong sedikit kulit kemaluan bagian atas yang
muncul ke permukaan. Berbeda dengan anak laki-laki, sunat pada perempuan
biasanya dilakukan saat bayi baru berumur kurang dari 40 hari.

Pada tahun 2013 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan 140 juta


perempuan di Asia, Timur Tengah dan Afrika yang melakukan praktik sunat. Selain
itu, UNICEF juga mengungkapkan ada 30 juta anak perempuan dibawah 15 tahun
yang juga disunat. Dalam rangka menghentikan praktik sunat yang dinilai
membahayakan ini, PBB melaui CEDAW Commitee pada tahun 2013 menetapkan
setiap tanggal 6 Februari diperingati sebagai Hari Internasional Tanpa Toleransi
Terhadap Khitan Perempuan.

Praktek sunat perempuan sebagian besar dilakukan di Afrika dengan sekitar 92


juta anak pada usia 10 tahun ke atas. Praktek ini juga banyak terjadi di negara-
negara Timur Tengah dan sebagai negara Asia termasuk Indonesia. Namun isu ini
juga menjadi masalah di negara-negara Barat terutama komunitas imigran di
sejumah negara seperti Jerman, Prancis dan Inggris.Saat ini diperkirakan sekitar
setengah juta anak dan wanita di Eropa mengalami gangguan kesehatan akibat
sunat.

Sebagian kalangan menyebutkan khitan perlu dilakukan karena sunat


merupakan praktek penting untuk menjadi sebelum berangkat menjadi wanita
dewasa. Sebagian lain menganggap sunat penting untuk menekan libido wanita
sehingga mencegah kemungkinan penyelewengan. Namun organisasi kesehatan
dunia ini mengatakan yang memprihatinkan adalah dampak kesehatan sunat
perempuan dalam jangka panjang. Salah satu risiko yang disebut WHO termasuk
infeksi saluran kencing, kista, kemandulan dan komplikasi dalam melahirkan.

9
WHO menyebutkan tetap akan memfokuskan pada advokasi, penelitian serta
panduan kepada para tenaga medis. Namun organisasi dunia menyatakan prihatin
karena justru para medis yang ikut melakukan sunat perempuan justru meningkat.

Di Indonesia, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboy menegaskan pemerintah


melarang pengrusakan alat kelamin perempuan atau female genital mutilation
(FGM). Hal tersebut ditegaskannya dalam wawancara dengan BBC Indonesia
menjelang Hari Pemberantasan Pengusakan Kelamin Perempuan, yang ditetapkan
PBB pada Rabu 6 Februari. Akan tetapi pemerintah Indonesia tidak melarang
praktek sunat perempuan selama tidak sampai memotong keseluruhan, dalam
pengertian sekedar menoreh saja maupun perlambang lainnya yang tidak
mengganggu kesehatan perempuan. Menurutnya, jikalalau memang itu, katakanlah,
kewajiban agama, maka Departemen Kesehatan mengharapkan hal itu tidak
menyebabkan kerusakan atau kesulitan pada perempuan yang bersangkutan.

Nafsiah Mboy mengingatkan bahwa yang penting adalah sunat perempuan


dilakukan berdasarkan peraturan petunjuk yang sudah dikeluarkan Departemen
Kesehatan untuk menjamin praktek itu tidak sampai mengganggu kesehatan kaum
perempuan. Dia menambahkan bahwa praktik female genital mutilation -yang
disarankan PBB agar dilarang secara total di seluruh dunia- amat jarang dilakukan
di Indonesia.

E. Pandangan Ulama terhadap khitan perempuan

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa khitan merupakan salah

satu fitrah manusia yang banyak manfaat dan hikmahnya, seperti akan disebutkan

pada sub bahasan terakhir. Terkait dengan kedudukan hukumnya, perlu

dikemukakan bahwa khitan merupakan perbuatan hukum sunnah, karena Rasul

sendiri disebutkan melakukan khitan.17

17
Ibnu Qayyim dalam kitab Zād al-Ma’ād, menyebutkan bahwa syariat khitan ini bermula dari Nabi Ibrahim. Beliau
menukil pendapat Makhul, di mana Ibrahim mengkhitan Ishaq pada hari ketujuh, sementara Ismail dikhitan pada usia
tiga belas tahun. Beliau juga mengutip pendapat Ibnu Taimiyah (gurunya), pengkhitanan Ishaq menjadi sunnah bagi
keturunannnya, dan pengkhitanan Ismail menjadi sunnah bagi keturunannya. Lihat dalam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah,

10
Terkait dengan pembahasan kedudukan hukum khitan bagi perempuan, tentu

tidak dapat dilepaskan dari kajian kedudukan khitan bagi laki-laki. Dalam hal ini,

ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan keduanya. Berikut ini, Ahmad

Sarwat menyebutkan secara rinci pendapat ulama tentang hukum khitan. Paling

tidak, terdapat tiga pendapat umum tentang khitan, yaitu sebagai berikut:18

1. Pendapat pertama

Khitan itu hukumnya sunnah, bukan wajib. Pendapat ini dipegang oleh

Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki.47 Meski menurut pendapat ini khitan itu hanya

sunnah, tetapi tetap menjadi salah satu syariat dan syi‟ar Islam. Bagi perempuan,

hukumnya juga sunnah, seperti pendapat Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, dan

Hanbali. Pendapat ini didasari atas ketentuan hadis yang diriwayatkan dari al-Hajjaj

dan Abi Muslih, yang berbunyi:

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Suraij, telah menceritakan


kepada kami „Abbad yaitu Ibnu Awwam dari Al Hajjaj dari Abul Malih bin
Usamah dari Ayahnya bahwa Nabi SAW., bersabda: “Khitan itu hukumnya sunnah
bagi kaum laki-laki dan kemuliaan bagi kaum wanita”. (HR. Baihaqi).19

Maksud makrumah dalam hadis di atas adalah kehormatan. Artinya, khitan

dilakukan untuk menghormati perempuan sebagai makhluk yang juga dilahirkan

secara fitrah. Makrumah di sini sejauh amatan penulis tidak masuk dalam lima jenis

hukum yang ada (yaitu wajib, sunnah, boleh, makruh, dan haram), akan tetapi lebih

Zād al-Ma’ād fī Hadyī Khair al-‘Ibād, ed. In, Zadul Maad: Bekal Perjalanan Akhirat, (terj: Amiruddin Djalil), jilid 3,
cet. 5, (Jakarta: Griya Ilmu, 2016), hlm. 48: Mengenai pengkhitanan Rasulullah, telah dipaparkan juga secara lengkap
oleh Ibnu Qayyim dalam kitabnya: Tuḥfah al- Maudūd, halaman 231-239.
18Ahmad Sarwat, Fiqih Praktis Akhwat: Panduan Syari’ah bagi Muslimah dan Aktivis Dakwah, (Depok: Tauhid Media
Center, 2009), hlm. 27-30
19Abu Bakar Ahmad bin Husain bin „Ali Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra, jilid 6, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-„Ulumiyyah,
1994), hlm. 202.

11
kepada sisi penghormatan dan memuliakan saja. Yusuf al-Qaradhawi misalnya,

menyebutkan makna makrumah dalam khitan perempuan yaitu ia (khitan) sebagai

suatu praktik yang dianggap baik menurut tradisi masyarakat. Tidak ada teks agama

yang mewajibkan atau memberi hukum sunnah bagi khitan perempuan.20 Dengan

demikian, makna makrumah dalam khitan perempuan di sini bukan bagian dari

jenis hukum tertentu sebagaimana hukum yang lima, tetapi pelaksanaannya hanya

dipandang baik dan untuk menghormati kalangan perempuan saja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa khitan dalam pandangan

pertama hanya disunnahkan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Khusus bagi

perempuan, khitan ini bagian dari penghormatan atasnya, jika tidak dilakukan tidak

ada masalah. Hal ini berdasarkan ketentuan hadis-hadis sebelumnya. Namun,

hendaknya bagi wanita tetap dilakukan karena khitan bagian dari syariat dan syiar

Islam.

2. Pendapat kedua

Khitan itu wajib bagi laki-laki maupun perempuan. Pendapat ini

dikemukakan oleh mazhab Syafi‟i dalam riwayat yang kuat, serta pendapat dari

kalangan mazhab Hanbali. Abdul Aziz dan Abdul Wahhab juga menyebutkan

bahwa kalangan ulama mazhab Syafi‟i dan kebanyakan ulama berpendapat khitan

hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan.21 Pendapat ini di dasari oleh adanya

ketentuan al-Quran surat al-Nahl ayat 123 yang menerangkan tentang perintah

untuk mengikuti agama Ibrahim. Adapun ayatnya yaitu:

20
Dimuat dalam situs: https://www.al-qaradawi.net/node/4263,

21
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyid Hawwas, Al-Wasīṭ fī al- Fiqh al-Ibādāt..., hlm. 17.

12
Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah

agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang

mempersekutukan tuhan. (QS. Al-Nahl: 123).

Menurut ayat di atas, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw.

untuk mengikuti syari‟at Nabi Ibrahim as. Hal ini menunjukkan segala ajaran beliau

wajib diikuti, salah satunya melaksanakan khitan.Sedangkan dalam hadis, pendapat

ini mengacu berdasarkan umumnya sabda Rasulullah saw., yang mengatakan:

“Barangsiapa yang masuk Islam, maka hendaklah berkhitan”. Adapun alasan

logisnya adalah antara ketentuan hukum wajibnya khitan, ada kaitannya dengan

keharaman orang yang telah melakukan khitan untuk membuka auratnya.22

Selain itu, terdapat juga beberapa alasan lainnya. Pertama, bahwa khitan

adalah perbuatan memotong sebagian dari anggota badan. Seandainya tidak wajib,

tentu hal ini dilarang untuk melakukannnya sebagaimana dilarang memotong jari-

jari atau tangan kita selain karena hukum qishah. Kedua, bahwa memotong anggota

badan akan berakibat sakit, maka tidak diperkenankan memotongnya kecuali dalam

tiga hal, yakni demi kemaslahatan, karena hukuman (qishas) dan demi kewajiban.

Maka pemotongan anggota badan dalam khitan adalah demi kewajiban. Ketiga,

bahwa khitan hukumnya wajib karena salah satu bentuk syi‟ar Islam yang dapat

membedakan antara muslim dan non muslim. Sehingga, ketika mendapatkan

jenazah di tengah peperangan melawan non muslim, dapat dipastikan sebagai

jenazah muslim jika ia berkhitan. Kemudian jenazahnya bisa diurus secara Islam.

Berdasarkan pendapat ini, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan khitan itu

22
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum..., hlm. 926.

13
wajib bagi laki-laki dan wajib pula bagi perempuan. Kewajiban ini diimbangi

karena khitan bagian dari sunnah fitrah manusia.

3. Pendapat ketiga

Khitan itu wajib bagi laki-laki dan “mukramah” bagi perempuan.

“Mukramah” merupakan mulia dilakukan, hukum pelaksanaannya berarti sunnah

bagi perempuan. Pendapat ini di pegang oleh Ibnu Qudamah. Ia menyatakan khitan

itu wajib bagi laki-laki dan mulia bagi perempuan tapi tidak wajib.23 Pendapat ini

juga dipegang oleh Imam Abu Hanifah dalam salah satu riwayatnya. Dalam kitab

“Nail al-Auṭar”, seperti dikuti oleh Majelis Ulama Indonesia dalam fatwa Nomor

9A Tahun 2008 Tentang Hukum Pelarangan Khitan terhadap Perempuan,

dinyatakan bahwa Imam Nashi dan Imam Yahya berpendapat khitan wajib bagi

laki-laki, tetapi tidak bagi perempuan.24

Pendapat ini merujuk pada hadis yang diriwayatkan dari Utsaim bin Kulaib,
yang berbunyi:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Makhlad bin Khalid telah
menceritakan kepada kami Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami Ibnu
Juraij dia berkata; Telah dikabarkan kepadaku dari 'Utsaim bin Kulaib dari
Ayahnya dari kakeknya bahwasanya dia pernah datang kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam seraya berkata; Saya masuk Islam. Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda kepadanya: "Buanglah rambut kafirmu". Maksudnya beliau
bersabda: "Cukurlah". Dan perawi lain telah mengabarkan kepadaku bahwasanya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada orang lain yang bersamanya:
"Cukurlah rambut kafirmu dan berkhitanlah”. (HR. Abu Daud).25

23
Ahmad Sarwat, Fiqih Praktis..., hlm. 29.

Ma‟ruf Amin, dkk, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, cet. 14, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011),
24

hlm. 234.
25
Abu Daud, Sunan Abī Dāwud, juz 2, (Bairut: Dār al-Fikr, tt), hlm. 77.

14
Dalam riwayat lain, yang juga dari Utsaim bin Kulaib, yaitu sebagai berikut:

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdurrozaq telah mengabarkan


kepada kami Ibnu Juraij berkata; telah mengabarkan kepadaku, dari Utsaim bin
Kulaib dari Bapaknya dari kakeknya dia datang kepada Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam dan berkata; saya telah masuk Islam. (Rasulullah saw)
bersabda: “Buanglah bulu-bulu kekafiran darimu” Dan bersabda: “Cukurlah”.
(Utsaim ra) berkata; telah mengabarinya orang lain yang bersamanya, Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda kepada orang lain itu, “Buanglah bulu-bulu
kekafiran darimu dan berkhitanlah”. (HR. Abu Daud).26

Kedua dalil ini dijadikan sebagai dasar hukum wajibnya khitan bagi laki- laki.

Sedangkan bagi perempuan yaitu mukramah atau sekedar sunnah dan kehormatan

saja, dalilnya seperti telah disebutkan sebelumnya. Nampaknya, pendapat ketiga ini

mengambil jalan tengah antara pendapat yang menyatakan khitan wajib bagi laki-

laki dan perempuan, serta pendapat yang menyatakan sunnah bagi keduanya.

Berdasarkan pendapat ini, dapat disimpulkan bahwa khitan bagi laki-laki harus

dilakukan, karena terdapat kewajiban pensyariatannya, sedangkan bagi perempuan

hanya sekedar kehormatannya saja, serta sebagai bentuk pelaksanaan fitrah

manusia.

F. Khitan wanita dalam pandangan Medis

Saat ini khitan bagi anak perempuan menjadi buah bibir di kalangan aktivis
perempuan. Baik lewat media cetak dan elektronik, maupun melalui kajian
dan penelitian. Termasuk Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan
badan kesehatan dunia WHO. Terjadi pro-kontra memandang khitan perempuan
dari berbagai aspek. Pendapat yang pro dengan khitan anak perempuan sepakat
mengatakan, bahwa khitan anak perempuan itu disyariatkan dan merupakan bagian

26
Abu Daud, Sunan Abī Dāwud, juz 2, (Bairut: Dār al-Fikr, tt), hlm. 75.

15
dari ajaran Islam. Mereka berbeda pendapat hanya dalam menentukan hukumnya,
wajib, sunnah, atau makrumah (dianjurkan).

Sedangkan pendapat yang kontra mengatakan, bahwa khitan anak


perempuan itu, hanya tradisi, bukan dari ajaran Islam dan mendatangkan mudharat
serta melanggar HAM anak perempuan.

Di kalangan aktivis perempuan yang berpaham liberal berpandangan, khitan


perempuan merupakan pelanggaran terhadap hak perempuan, merusak alat
reproduksi, bertindak diskriminasi terhadap perempuan. Dalam Surat Edaran Dirjen
Bina Kesehatan, bahkan menyebutkan alasan mengenai tidak adanya manfaat
medis atas khitan perempuan. Pandangan kaum liberal itu dibantah oleh Prof DR.
Muhammad Hasan al-Hany dan Prof. DR. Shadiq Muhammad (ahli penyakit kulit
pada Fakultas Kedokteran Al Azhar Mesir).

Dalam pandangan medis, menurut Prof DR. Muhammad Hasan al-Hany dan
Prof. DR. Shadiq Muhammad mengatakan, untuk menjaga dan memelihara
kemuliaan serta kehormatan perempuan, wajib bagi kita dalam mengikuti ajaran
Islam, yaitu mengkhitan perempuan dengan cara yang tidak berlebihan, hanya
memotong sedikit kulit colum, atau selaput colum yang menutupi klitoris, agar
memperoleh kepuasan dalam hubungan seks tersebut.

DR. Ali Akbar dan Prof. DR. Hinselman berpendapat, wanita yang tidak
berkhitan dapat menimbulkan penyakit bagi suami (pasangannya) bila bersetubuh,
karena kelentitnya mengeluarkan smegma yang berbau busuk dan dapat menjadi
perangsang timbulnya kanker pada zakar lelaki dan kanker pada leher rahim wanita,
sebab di dalamnya hidup hama dan virus yang menyebabkan kanker tersebut.

Dapat disimpulkan, bahwa khitan bagi khitan bagi perempuan mengandung


hikmah, antara lain memberikan kepuasan dalam hubungan seks, sehingga wajah
perempuan yang dikhitan menjadi ceria dan membahagiakan suaminya,
berdasarkan hadits Nabi Saw:

“Lakukanlah khitan dan jangan berlebihan (potonglah sdikit dengan


ringan), karena kalau hanya memotong sedikit (tidak berlebihan), dapat

16
menjadikan wajah lebh ceria dan membahagiakan suami.” (HR. al-Hakim, al
Thabrany, a-Baihaqy dan Abu Nu’aim)

DR. Al-Bar dalam makalahnya, dalam sebuah pembahasan tentang khitan


perempuan kepada al-Majma’ al Fiqhy pada Rabithah al “Alam al Islamy di
Makkah al Mukarramah mengatakan, khitan yang disebutkan oleh al-sunnah
mengandung banyak manfaat. Ada beberapa hikmah khitan perempuan, antara lain:

 Khitan dapat menstabilkan/menetralisir nafsu seks laki-laki dan perempuan


yang dikhitan.
 Khitan dapat mencegah timbulnya aroma yang tidak baik yang timbul dari
cairan/kotoran yang tertahan di bawah qulf (yang menutupi penis dan colum
yang menutupi klitoris).
 Khitan dapat mencegah infeksi saluran kencing.
 Khitan dapat mencegah infeksi pada vagina.

Sedangkan manfaat khitan dari tinjauan syariah adalah:

 Mengikuti syariat Allah dan sunnah Nabi Saw


 Thaharah (suci)
 Menetapkan pengganti yang sesuai untuk memerangi adat kebiasaan
yang tidak sesuai dengan syariah dan mendatangkan dharar.
 Meninggikan syiar ibadah, bukan adat istiadat.
 Memelihara aspek social dan kejiwaan yang timbul akibat
meninggalkan khitan.

Itulah antara lain manfaat khitan perempuan. Jika khitan perempuan yang
dilakukan tidak dengan berlebihan, hanya memotong sedikit, dapat menjadikan
wajah lebh ceria dan membahagiakan suami.

G. Hikmah Khitan Perempuan

Hikmah anjuran khitan bagi perempuan bisa tertangkap dari hadits yang
diriwatkan oleh Abu Dawud dari Ummu Athia al-Anshariyah

17
‫عن ام عطية اال نصاريه اِن امراة كانْت تِخَتن بالمْدينة َفَقال لها النبي ال تنهكي‬
) ‫َفاِن َذالك احظي للمراة وأحب الى البعل ( رواه ابو داود‬

“Dari Ummu Athia Al-Anshariyah, sungguh di Madinah ada seorang


perempuan yang akan khitan. Lalu nabi Saw. Bersabda padanya:” Jangan kamu
habis kan dalam memotongnya, sebab sungguh itu lebih menguntungkan wanita
dan lebih menyenangkan suami.” (HR Abu Daud)

Hadist tersebut memberikan pengertian dua hal. Pertama, berkhitan bagi


perempuan dianjurkan, dan ini bagian dari hadist taqriri, mengingat Rasulullah
Saw. tidak melarang tradisi orang madinah, bahkan memberikan pengarahan cara
melakukan khitan. Kedua, Rasulullah Saw. Melegitimasi khitan perempuan,
padahal kekhawatiran beliau akan terjadinya malpraktek sehingga akan
memyebabkan frigid tampak jelas dalam hadist tersebut. Hal ini mengindikasikan
hikmah dan manfaat dalam khitan lebih penting dibandingkan dengan ke
khawatiran terjadinya malpraktek. Hanya saja, hikmah itu tidak terungkap jelas
dalam hadist tersebut. Sebagian ulama mencoba mencari hikmah khitan bagi
perempuan dengan mengatakan bahwa khitan menjadi kendali nafsu dan syahwat
perempuan disamping itu, menurut Dr. al-Bar dalam paper yang islami yang
disebutkan, hikmah khitan bagi perempuan sebagai berikut:

1. Mengikuti syari’ah Allah Swt. dan sunnah Nabi Saw.


2. Thaharah
3. Kebersihan yang dapat mencegah infeksi saluran kencing.
4. Menstabilkan syahwat.
5. Menetapkan pengganti yang sesuai untuk memerangi adat yang tidak sesuai.
dengan syari’ah dan mendatangkan dharar.
6. Meninggalkan syi’ar ibadah, bukan adat istiadat.
7. Memelihara aspek sosial dan kejiwaan yang timbul akibat tidak melakukan
khitan.27

27
Wahbah Zuhaili, Fiqh Al-Islami wa Adillatuh jilid I, (Damaskus: Daar Al-fikr al-Islami, 1985) h 356

18
H. Teknis dan waktu pelaksanaan khitan perempuan

Khitan perempuan dilakukan dengan cara menghilangkan sebagian kecil


kulit dari yang menutupi klitoris, bukan membuang nya sama sekali. Bahkan
Rasulullah Saw. Justru mengingatkan agar tidak berlebihan dalam memotong,
sebagaimana terungkap dalam hadist Ummu athia Al-Anshariyah di atas. Wahbah
Zuhaili dalam kitab Fikih Islami wa Adillatuh berkata “Khitan pada wanita adalah
memotong sedikit mungkin dari kulit yang terletak pada farj. Dianjurkan agar
tidak berlebihan, artinya tidak boleh memotong jengger yang terletak pada bagian
paling atas dari farj, demi tercapainya kesempurnaan kenikmatan pada waktu
bersenggama.”28

Adapun waktu khitan bagi perempuan yang paling baik adalah hari ke tujuh
dari kelahirannya. Terkait dengan kapan waktu terbaik untuk melaksanakannya,
maka dalam Kitab Tuhfatul Habib disebutkan bahwa:

‫ ويسَتحب أِن يِخَتن َفى‬،‫ وِإنما يجب الِخَتاِن بعْد البلوغ‬: ‫وَقال األصحاب‬
‫سبع من والدته ِإال أِن يكوِن ضعيفا ال يحَتمله َفيؤخر حَتى يحَتمله‬

Artinya, "Para santri Imam Syafi'i berkata bahwa sesungguhnya khitan itu
wajib setelah dewasa. Namun pelaksanaannya sunah dilakukan saat bayi berusia
tujuh hari dari hari kelahirannya, terkecuali bila kondisi bayi tersebut lemah dan
tidak mampu menanggungnya, maka pelaksanaannya bisa ditunda sampai ia
dewasa.

Ulama berbeda pendapat tentang penetapan hitungan hari ketujuh. Ada yang
berpendapat hari pertama kelahiran dihitung satu hari, dan ini berpendapat yang
kuat, sementara itu, ada yang menganggap hari pertama yang tidak dihitung.

19
BAB III
Penutup
Kesimpulan

Banyak yang menegemukakan pendapat mengenai khitan perempuan yang


terdapat pro dan kontra didalamnya,mengenai hukum khitan perempuan, sebagian
ulama yang diantaranya termasuk Imam Syafi’i berpendapat bahwa khitan bagi
wanita hukumnya adalah wajib, ada ulama yang didalamnya termasuk imam abu
hnifah mengatakan sunnah, dan adapula yang mengatakan bahwa khitan bagi
wanita tidak dianjurkan karena ketiadaan dalil. Sebagian ulama mencoba mencari
hikmah khitan bagi perempuan dengan mengatakan bahwa khitan menjadi kendali
nafsu dan syahwat perempuan. Adapun khitan perempuan jika dilakukan dengan
cara yang benar dan sesuai dengan anjuran kedokteran, tentu tidak akan berdampak
buruk bagi perempuan. Disamping itu, menurut Dr. al-Bar dalam paper yang islami
yang disebutkan, hikmah khitan bagi perempuan sebagai berikut:

1. Mengikuti syari’ah Allah Swt. dan sunnah Nabi Saw.


2. Thaharah
3. Kebersihan yang dapat mencegah infeksi saluran kencing.
4. Menstabilkan syahwat.
5. Menetapkan pengganti yang sesuai untuk memerangi adat yang tidak
sesuai. dengan syari’ah dan mendatangkan dharar.
6. Meninggalkan syi’ar ibadah, bukan adat istiadat.
7. Memelihara aspek sosial dan kejiwaan yang timbul akibat tidak
melakukan khitan.

saran

Demikian makalah dari kelompok kami, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Terlepas dari itu, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang dapat membangun dari para pembaca sangat
kami harapkan.

20

Anda mungkin juga menyukai