Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah
satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf
pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi
dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.

Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit
yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan
pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab
meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang
disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada
usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan
Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak
kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia,
dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan
gangguan pendengaran 28%.

1.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui dan memahami tentang pengertian dari meningitis
2. Mengetahui dan memahami tentang etiologi dari meningitis
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari meningitis
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari meningitis
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik dari meningitis
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis dari meningitis
7. Mengetahui dan memahami tentang pengakajian keperawatan dari meningitis
8. Mengetahui dan memahami tentang diagnosa keperawatan yang akan muncul pada
anak dengan meningitis
9. Mengetahui dan memahami tentang perencanaan keperawatan dari meningitis
10. Mengetahui dan memahami tentang evaluasi keperawatan dari meningitis

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan inflamasi akut dalam meningen. Yaitu lapisan jaringan yang
mengelilingi otak dan korda spinal. Ketika organisme menginvasi meningen, cairan
serebrospinal menyebarkan agens infeksius ke otak dan jaringan sekitar neonatus memiliki
prognosis terburuk dan kesempatan terbesar untuk mengalami sekuela neurologis.

2.2 Klasifikasi
Jenis – jenis meningitis yaitu:
1. Meningitis bakterial
Melalui invasi langsung atau invasi tidak langsung dan infeksi pada lokasi tubuhyang lain
(gigi, sinus , paru , tonsil)
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis.
Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
3. Meningitis Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri.
Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem
nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem
vaskuler.Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes
simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell
cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau
neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
4. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada
klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang

2
akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan
menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah.

2.3 Etiologi
1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
2. Faktor predisposisi : jenis kelamin, laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita
3. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
4. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, anak yang
mendapat obat-obat imunosupresi.
5. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.

2.4 Patofisiologi

Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges. Organisme penyebab meningitis


bakterial memasuki areal secara langsung seabgai akibat cedera traumatik atau secara tidak
langsung bila di pindahkan dari tempat lain di dalam tubuh ke dalam cairan serebrospinal
(CSS).Berbagai agens dapat menimbulkan inflamasi pada meninge termasuk bakteri, virus,
jamur, dan zat kimia.
Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui
penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau sebagai
akibat kerusakan sawar anatomik normal secara konginetal, traumatik, atau pembedahan.
Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih
(hiperemi) dari pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan
pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri streptococcus
pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak, hidrosefalus dan
infark dari jaringan otak.
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat
menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan TIK. Efek
patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edem dan eksudasi yang
kesemuanya menyebabkan peningkatan intrakranial. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2,
2005). Penyebaran hematogen merupakan penyebab tersering, dan biasa terjadi pada adanya

3
fokus penyakit lain (misalnya, pneumonia, otitis media, selulitis) atau akibat bakteremia
spontan. Oleh karena patogen-lazim menyebar melalui jalur pernapasan , peristiwa awalnya
adalah kolonisasi traktus respiratorius bagian atas. Meningitis yang disebabkan oleh
penyebaran nonhematogen mencakup penyebaran infeksi dari daerah infeksi yang berdekatan
( otitis media, mastoiditis, sinusitis, osteomielitis vertebralis atau tulang kranialis) serta
kerusakan anatomi (fraktur dasar tengkorak, pasca-prosedur bedah saraf, atau sinus dermal
konginetal di sepanjang aksis kraniospinalis). Gambaran lazim setiap penyebab infeksi adalah
masuknya bakteri patogen ke dalam ruang subaraknoid dan perbanyakan bakteri. (Jay
Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )
Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang
ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak mudah
terangsang atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh
nyeri kepala. Anoreksia, obstipasi, dan muntah juga sering dijumpai. Stadium ini kemudian
disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala di atas menjadi lebih berat dan gejala
rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul
opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga
terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering
tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun
hingga timbul stupor. Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi
lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi
tidak teratur, sering terjadi pernafasan `Cheyne-Stokes`.
Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga
stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan lainnya,
namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal.
(Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)

2.5 Manisfestasi klinis


Neonatus
1. Suhu di bawah normal
2. pucat
3. Demam – biasanya derajat rendah
4. Rewel , muntah , kejang
5. Kurang makan dan/atau mengisap
6. Diare

4
7. Peningkatan sekresi hormon SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
8. Tonus buruk
9. Muntah
10. Kejang

Bayi dan Anak Kecil


1. Anoreksia , rewel
2. Pucat , mual muntah , makin sering menangis , minta di gendong
3. Peningkatan tekanan intrakranial
4. Peningkatan lingkar kepala
5. Kejang

Anak yang Lebih Besar


1. Sakit kepala , demam
2. Muntah , pucat , rewel
3. Kaku kuduk tulang belakang
4. Syok
5. Kejang

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis, meliputi laboratoriurn klinik rutin
(Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan faal hemostasis diperlukan
untuk mengetahui secara dini adanya DIC. Serum elektrolir dan glukosa dinilai untuk
mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal
pungsi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Analisis
cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah
dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak
adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya
menurun dari nilai normal. Untuk lebih spesifik mengetahui jenis mikroba, organism
penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan
darah. Counter Immuno Electrophoreses (CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi
antigen hakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal dan urine.

5
Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis klien, meliputi foto rontgen paru, dan CT scan
kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebral atau penyakit saraf
lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

2.7 Komplikasi
1. Tuli , buta
2. Hidrosefalus
3. Edema serebral
4. Gangguan kejang kronis
5.Perkembangan terlambat dan gangguan intelektual

6
BAB III
Asuhan Keperawatan Meningitis Pada Anak

3.1 Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 10.00 WIB di Ruang
anak RSUD Dr. M. Djamil Padang.

Pengkajian meliputi :
 Biodata klien
Nama : By. L
Tempat tanggal lahir : Padang, 17 november 2013
Usia : 22 bln 18 hari / 1 tahun 10 bln 18 hari
Jenis kelamin : Perempuan.
Nama ayah/ ibu : Tn. S/ Ny. S
Pendidikan ayah/ ibu : SMA/ SMP
Agama : Islam
Alamat : Belimbing

 Riwayat kesehatan yang lalu


1) Apakah pernah menderita penyakit ISPA dan TBC ?
2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
3) Pernahkah operasi daerah kepala ?

 Riwayat kesehatan sekarang


1) Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK.
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
4) Makanan/cairan

7
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
6) Neurosensori
Gejala :Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan
sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman.
Tanda :letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan
memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki
positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan
reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
7) Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal).
Tanda : gelisah, menangis.
8) Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
2. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
4. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang, fiksasi kurang
optimal.

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa 1: Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam keluhan nyeri berkurang/rasa sakit terkendali.
Kriteria hasil:
 klien dapat tidur dengan tenang
 wajah rileks
 dan klien memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

8
Intervensi
1. Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang.
R/ Menurunkan reaksi terhadap ransangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk beristirahat.
2. Compress dingin (es) pada kepala.
R/ Dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak.
3. Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi nafas dalam.
R/ Membantu menurunkan (memutuskan ) stimulassi rasa nyeri.
4. Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati
R/ Dapat membantu ralaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri atau rasa
tidak nyaman.
5. Kolaborasi pemberian analgesic.
R/ Pemberian analgesic dapat menurunkan rasa nyeri.

Diagnosa 2: Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari
patogen.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam penyebaran infeksi tidak terjadi
penyebaran infeksi.
Dengan KH :
· Tidak ada tanda – tanda penyebaran infeksi
· RR 16-20x/menit
· Nadi 60-100x/menit
· Suhu 36-37ºC
Intervensi
1. Lakukan Healt Education tentang akibat dan penyebaran infeksi
R : Pasien dapat mengetahui penyebab dan akibat penyebaran infeksi
2. Berikan isolasi sebagai pencegahan
R : Pada fase awal meningitis, isolasi mungkin diperlukan sampai organisme diketahui/dosis
antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain
3. Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
R : Menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber
infeksi
4. Ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam

9
R : Memobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko
terjadinya komplikasi terhadap pernapasan
5. Observasi TTV pasien
R : TTV pasien dapat terpantau
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi seperti antibiotik iv: penisilin G,
ampisilin, klorampenikol, gentamisin
R : Obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu

Diagnosa 3: Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan


Tujuan : Setelah dilakukan selama 1x24 jam kerusakan mobilitas fisik tidak terjadi, Dengan
KH : Pasien dapat melakukan mobilisasi dengan baik

Intervensi
1. Lakukan Healt Education tentang faktor dan penyebab kerusakan mobilitas fisik
R : pasien dapat mengerti tentang faktor dan penyebab kerusakan mobilitas fisik
2. Bantu latihan rentang gerak.
R : Mempertahankan mobilisasidan fungsi sendi/posisi normal akstremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis
3. Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
R : Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit, dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi
kulit
4. Berikan matras udara atau air, perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
R : Menyeimbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi dan membantu meningkatkan
arus balik vena untuk menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan.
5. Observasi mobilisasi pasien
R : Mobilisasi pasien dapat teppantau
6. Lakukan kolaborasi dengan tim medis tetang program latihan dan penggunaan alat
mobiluisasi.
R : Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan
secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut
Diagnosa 4: Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang, fiksasi
kurang optimal.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam , klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan
penurunan kesadaran.

10
Kriteria hasil:
 klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang.

Intervensi
1. Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya.
2. Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat klien.
3. Pertahankan bedrest total selama fase akut.
4. Kolaborasi pemberian terapi; diazepam, fenobarbital.

3.4.Evaluasi
Angka motalitas meningitis sangat bervariasi, tergantung pada usia pasien dan patogen
penyebab. Pasien dengan meningitis meningokokus tanpa meningokoksemia berat
mempunyai angka fatalitas sebesar hanya 20%, sedangkan neonatus dengan meningitis gram
negative meninggal dalam 70 kasus. Angka kematian akibat H. influenzae dan S. pneumoniae
masing-masing adalah sekitar 3% dan 6%. Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30%
penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta petogen, dengan
insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi bakteri gram
negative dan S. pneumoniea.Gejala sisa neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-
25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cidera berat seperti hemiparesis
atau cidera otaku mum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa
neurologi pada saat pemulangan dari RS akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan
dalam implant koklea belum lama ini memberi harapan pada anak dengan kehilangan
pendengaran.Imunisasi aktiv terhadap H. influenzae telah menghasilkan penguangan dramatis
pada penyakit invasive, dengan pengurangan sebanyak 70-80% pada meningitis akibat
organisme tersebut. Saat ini imunisasi dianjurkan untuk bayi sebagai rangkain imunisasi tiga
dosis pada usia 2,4,6 bula

11
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Meningitis merupakan salah satu jenis infeksi yang menyerang susunan saraf pusat,
dimana angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pada banyak penyakit yang mempunyai
mobiditas dan mortalitas yang tinggi, prognosis penyakit sangat ditentukan pada permulaan
pengobatan. Beberapa bakteri penyebab meningitis ini tidak mudah menular seperti penyakit
flu, pasien meningitis tidak menularkan penyakit melalui saluran pernapasan. Resiko
terjadinya penularan sangat tinggi pada anggota keluarga serumah, penitipan anak, kontak
langsung cairan ludah seperti berciuman. Perlu diketahui juga bahwa bayi dengan ibu yang
menderita TBC sangat rentan terhadap penyakit ini.

Diagnose keperawatan yang muncul tergantung dengan kondisi saat pengkajian, tapi
yang utama adalah Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi; resiko terjadi peningkatan
tekanan intrakranial berhubungan dengan Infeksi pada selaput otak; resiko cedera
berhubungan dengan kejang, reflek meningkat; perubahan proses keluarga berhubungan
dengan anak yang menderita penyakit serius.

4.2 Saran

Pembaca diharapkan dapat mengerti dan memahami gejala meningitis sangat penting
untuk dapat menegakkan diagnosis sedini mungkin karena diagnosis dan pengobatan dini
dapat mencegah terjadinya komplikasi yang bersifat fatal serta mengetahui penyebab
meningitis sangat penting untuk menentukan jenis pengobatan yang diberikan. Sekedar
menambah informasi, vaksin untuk mencegah terjadinya meningitis bakterial telah tersedia,
dan sangat dianjurkan untuk diberikan jika berada atau akan berkunjung ke daerah epidemik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Luanne Linard – Palmer (2013) intisari pedriatrik,jakarta EGC

Bedrof H:Prevention, treatment, and outcomes of bacterial meningitis in childhood, prof nurs
17:100, 2001

Richard E. Behrman, MD . Victor C.Vaughan,III,MD , ilmu kesehatan anak bagian 1 , 1998

Cecily lynn betz – linda a sowden.2004.keperawatan pediatriEd5.Jakarta:Kedokteran EGC

Alpers,Ann.2006.Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20.Jakarta:EGC.


Http://www.anneahira.com
Brough,Hellen,et al.2007.Rujukan Cepat Pediatri dan Kesehatan Anak.Jakarta:EGC.
Suriadi, Rita Yuliani.2006.Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2.Jakarta:Percetakan Penebar
Swadaya

13

Anda mungkin juga menyukai