Anda di halaman 1dari 10

PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT

DI PROVINSI LAMPUNG
(STUDI PERKEMBANGAN HUTAN KEMASYARAKATAN
HUTAN LINDUNG REGISTER 24 BUKIT PUNGGUR)

(Tesis)

Oleh

FREDY RAHMANDANI
1524151005

MAGISTER KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi hutan menunjukkan kuantitas yang semakin berkurang akibat

tingginya laju deforestasi, sekitar 1,13 juta hektar per tahun. (FWI, 2014).

Deforestasi merupakan kegiatan konversi lahan hutan ke non-hutan yang

dilakukan secara langsung oleh aktivitas manusia. Sementara itu degradasi

hutan adalah perubahan kelas tutupan hutan (misal dari hutan ke belukar)

yang disertai dengan penurunan kapasitas produksi. Beberapa penyebab dari

degradasi hutan adalah eksploitasi hutan, pengambilan kayu bakar,

penebangan kayu, kebakaran hutan, penggembalaan atau perladangan (Köhl

et al., 2009).

Tingkat deforestasi yang cukup tinggi dan kemiskinan yang masih

mencengkeram masyarakat di dalam dan sekitar hutan membuat berbagai

pihak termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencoba

mendorong program pemberdayaan masyarakat. Banyak istilah yang

digunakan dalam program pemberdayaan tersebut, antara lain Program

Pengelolaan Hutan berbasis Masyarakat (PHBM). Istilah PHBM merupakan

terjemahan dari community based forest management yang dikembangkan

dan dikenal menjadi perhutanan sosial atau social forestry digunakan dalam

program pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan Indonesia saat ini

(Rahmina, 2011).
Pemerintah secara legal formal memiliki banyak model pengembangan

kehutanan yang berpihak kepada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat

dengan asas pemberdayaan. Salah satu kebijakan yang mencerminkan hal

tersebut adalah P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tahun 2016

tentang perhutanan sosial. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk

mewujudkan kelestarian sumberdaya hutan dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat setempat di dalam dan atau

sekitar hutan. Hal ini juga bertujuan agar menghindari konflik kepentingan

dalam pengelolaan hutan, baik konflik antara pemerintah dengan masyarakat,

khususnya masyarakat yang bermukim di sekitar hutan, dan konflik yang

terjadi antara pemegang hak pengusaha hutan (HPH) dengan masyarakat.

Salah satu kebijakan pengelolaan hutan yang diberikan oleh pemerintah

dengan pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan

(IUPHkm).

Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP-Hkm) diatur dalam

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia

P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tahun 2016 tentang perhutanan

sosial. Tujuan dari pemberian izin ini adalah meningkatkan kesejahteraan

masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal,

adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan

lingkungan hidup. Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja

hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan

produksi.
Hutan Lindung Register 24 Bukit Punggur merupakan kawasan hutan yang

dikelola bersama masyarakat melaui model perhutanan sosial yaitu Program

Kehutanan Masyarakat (HKm). Melalui tahapan dan proses yang panjang

pada tahun 2011 dan 2013 terbitlah IUP-HKm. Luas wilayah yang telah diberi

izin pengelolaan yaitu 11.763 ha terbagi dalam 10 Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) dan 65 Sub kelompok. Meskipun pembangunan HKm di Provinsi

Lampung telah melibatkan masyarakat dan stakeholder lainnya, namun

masih menyisakan persoalan biofisik, sosial ekonomi dan ekologi.

Perambahan kawasan hutan merupakan salah satu faktor yang memicu

menipisnya lahan hutan. Berdasarkan tutupan lahan pada kawasan lindung

Bukit Punggur, wilayahnya didominasi pertanian lahan kering campur semak

(44,72%), semak belukar (28,10%) dan lahan kering (10,51%). Sedangkan

hutan lahan kering sekunder 7,84% (KPH Unit III Bukit Punggur, 2016).

Peran dan keterlibatan masyarakat desa hutan dalam pengelolaan hutan

merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pengelolaan hutan.

Keterlibatan masyarakat desa hutan dalam pemanfaatan sumber daya hutan

menjadi penting karena dapat menjaga kelestarian hutan. Selama kurun waktu

7 tahun Pengelolaan Hutan dengan skema HKm tumbuh dan berpengaruh

terhadap perekonomian masyarakat desa hutan. Keberadaannya mampu

membuka lapangan kerja dan usaha bagi masyarakat desa hutan.

Kajian pengelolaan hutan dari waktu ke waktu untuk mengungkap

bagaimana pengelolaan hutan yang ada di masyarakat sangatlah penting

dilakukan. Untuk itu, dilakukan penelusuran tentang praktek-praktek


pengelolaan hutan oleh masyarakat dan berbagai kebijakan yang telah

mendorong praktek-praktek pengelolaan hutan. Ini merupakan salah satu

upaya yang dapat membantu dalam menyusun strategi pengelolaan kawasan

hutan. Strategi ini ditujukan untuk tercapainya pengelolaan hutan

berkelanjutan dengan mempertimbangkan tiga aspek penting yaitu aspek

sosial, ekonomi dan ekologi. Dengan demikian, maka penting dilakukan

suatu kajian tentang “Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Register 24

Bukit Punggur”

B. Rumusan Masalah

Kelestarian hutan dan kehidupan ekonomi masyarakat desa hutan merupakan

dua hal yang seringkali menjadi isu mengemuka. Isu kerusakan hutan sering

dikaitkan dengan sejumlah penduduk sekitar hutan yang mengalami kesulitan

ekonomi, sehingga mereka melakukan penebangan hutan secara liar.

Penduduk di dalam dan di sekitar kawasan hutan menunjang hidupnya

dengan melakukan pembukaan lahan hutan untuk dijadikan lahan tanaman

pangan seperti padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), kacang tanah (Arachis

hypogaea) seta tanaman perkebunan seperti kopi (Coffea sp.), kakao

(Theobroma cacao), dan lada (Piper nigrum). Pembukaan lahan hutan

umumnya dilakukan dengan cara penebangan tanaman hutan dan pembakaran

gulma dan sisa-sisa tanaman hutan, sehingga lahan hutan menjadi rusak

(kritis) karena kehilangan penutupan vegetasinya. Kondisi ini mengakibatkan

fungsi hutan sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur

iklim mikro dan retensi karbon semakin berkurang.


Pengelolaan hutan dihadapkan oleh perkembangan berbagai peristiwa penting

dari waktu ke waktu. Keberadaan hutan yang saat ini diakui merupakan hasil

perjalanan panjang pengelolaan hutan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan

pemerintah yang merupakan kebijakan publik dan adanya praktek-praktek

pengelolaan hutan oleh masyarakat yang telah berlangsung cukup lama telah

membawa dampak pada keberadaan dan kondisi hutan saat ini. Dari uraian di

atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh pengelolaan Hutan Kemasyarakatan terhadap

ekologi hutan ?

2. Bagaimana pengaruh pengelolaan Hutan kemasyarakatan terhadap

ekonomi anggota HKm?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh pengelolaan Hutan Kemasyarakatan terhadap

kondisi hutan saat ini?

2. Mengetahui pengaruh pengelolaan Hutan kemasyarakatan terhadap

ekonomi anggota HKm?

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan rekomendasi

kebijakan dalam penerapan pengelolaan hutan kemasyarakatan (hkm)

terhadap kelestaraian hutan dan kesejahteraan masyarakat.

E. Kerangka Pemikiran
Permasalahan yang terjadi pada kawasan hutan lindung Register 24 Bukit

Punggur adalah terjadinya kerusakan ekosistem berupa degradasi hutan

maupun deforestasi sebagai akibat dari adanya kegiatan penebangan dalam

rangka perluasan areal lahan pertanian dan perkebunan. Kondisi ekonomi

masyarakat yang lemah pasca krisis moneter dan reformasi, menyebabkan

mereka masuk ke kawasan hutan lindung dalam rangka pemenuhan

kebutuhan hidup. Munculnya gejala perambahan kawasan hutan, terjadinya

degradasi secara biofisik merupakan indikasi bahwa pola pengelolaan hutan

berbasis masyarakat dengan model HKm yang telah terbangun selama ini

belum memberikan hasil yang optimal.

Pada mulanya masih banyak masyarakat yang takut untuk masuk dan

menggarap lahan di kawasan hutan sehingga mereka hanya menggarap lahan

kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan lahan non-kawasan milik

masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu, masyarakat semakin banyak

yang ikut-ikutan dan semakin berani masuk lebih dalam ke kawasan hutan.

Hal Ini menyebabkan kerusakan lahan hutan Register 24 bukit punggur yang

semakin hari semakin bertambah parah. Pengelolaan lahan yang dilakukan

masyarakat dengan sistem monokultur atau hanya dengan 1 jenis tanaman

saja yaitu Kopi. Tanaman kopi dipilih masyarakat, karena perawatan yang

mudah serta tidak menunggu waktu lama untuk memperoleh hasil. Disisi

lain, aktivitas masyarakat di dalam kawasan hutan masih bersifat Ilegal,

karena mereka tidak memiliki izin pengelolaan hutan. Keterbatasan akses

masyarakat desa hutan terhadap sumber daya hutan atau kawasan terlarang

bagi kegiatan produktif masyarakat (hutan lindung) berakibat tidak adanya


kesempatan bagi penduduk untuk memanfaatkan keberadaan hutan, yang

secara ekonomi dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat desa hutan (Awang, 2008).

Keterlibatan masyarakat dalam mengelola hutan dengan skema HKm

diharapkan menjadi solusi terhadap kerusakan ekosistem yang terjadi.

Keberadaannya mampu membuka lapangan kerja dan usaha bagi masyarakat

desa hutan. Kondisi ini diharapkan berdampak positif terhadap kesejahteraan

masyarakat desa hutan dan kelestarian hutan.

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui perkembangan

pengelolaan yang dilakukan masyarakat dalam mengelola lahan hutan dalam

peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan dan pelestarian hutan

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui dampak ekologi karena keberadaan

pengelolaan hutan bersama masyarakat dalam skema HKm dipergunakan

metode analisis citra dilakukan untuk mengetahui perubahan penggunaan

lahan dan penutupan lahan yang terjadi. Perubahan penggunaan lahan dan

penutupan lahan yang akan dianalisis pada penelitian ini yaitu perubahan

penggunaan lahan tahun 2000, 2009 dan tutupan lahan tahun 2017. Analisis

perubahan tutupan lahan menggunakan Aplikasi ArcGis 10.3 dan data Time

series citra landsat tahun 2000, 2009, dan 2017. Peta hasil analisis tutupan

lahan dapat menunjukkan kondisi hutan dari waktu ke waktu. Kemudian

dilakukan pengamatan lapang, yang bertujuan untuk mencocokan lahan yang

telah diinterpretasi pada citra dengan kondisi lahan di lapangan serta untuk

mengetahui jenis tanaman, jumlah tanaman dan cara pengelolaannya.


Untuk mengetahui dampak ekonomi karena keberadaan pengelolaan hutan

bersama masyarakat dalam skema HKm terhadap anggota dipergunakan

metode analisis pendapatan ekonomi rumah tangga dengan menggunakan

kriteria kemiskinan untuk daerah pedesaan menurut Sayogyo (1997) sebagai

barikut: 1) miskin sekali apabila pendapatan per kapita per tahun < 240 kg

beras, 2) miskin apabila pendapatan perkapita per tahun 240 – 320 kg beras,

3) nyaris miskin apabila pendapatan per kapita per tahun 320 – 480 kg beras,

4) tidak miskin apabila pendapatan per kapita per tahun > 480 kg beras.

Hasil dari penelitian ini adalah rekomendasi kepada stakeholder dalam

peningkatan efektivitas pengelolaan hutan bersama masyarakat dalam skema

HKm di Register 24 Bukit Punggur. Ini merupakan salah satu upaya yang

dapat membantu dalam menyusun strategi pengelolaan kawasan hutan.

Strategi ini ditujukan untuk tercapainya pengelolaan hutan berkelanjutan

dengan mempertimbangkan tiga aspek penting yaitu aspek sosial, ekonomi

dan ekologi, maka perlu disusun rekomendasi yang dapat dijadikan referensi

dalam pengembangan pengelolaan hutan lindung lainnya. Bagan kerangka

pikir dapat dilihat pada Gambar 1. berikut ini :

HL Reg. 24 Bukit Degradasi Lahan Hutan


Punggur

Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan


Ekologi Ekonomi

- Tutupan Lahan - Luas lahan


- Jenis - Pendapatan dan
Tanaman Pengeluaran dari
- Jumlah PHBM
Tanaman - Pendidikan
- Cara

Analisis Tutupan Analisis Ekonomi


Lahan Rumah Tangga Petani
(2000, 2009,2017)

Rekomendasi Arah
pengelolaan

Gambar 1. Bagan kerangka pikir penelitian.

Anda mungkin juga menyukai