TERATOGENITAS
Tidak ada OAE yang dianggap pasti aman pada kehamilan . Malformasi congenital
mayor meningkat 2-3 kali pada bayi dari ibu yang mendapatkan obat antiepilepsi
monoterapi. Terdapat peningkatan efek teratogenisitas yang lebih tinggi pada ibu
menggunakan asam valproat serta penggunaan politerapi.
Oleh karena itu, direkomendasikan pemberian asam folat pada perempuan yang
merencanakan kehamilan pada saat hamil terutama pada trimester pertama dengan dosis
1-5 mg perhari untuk mencegah defek neural tube.
Pemberian asam folat perikonsepsial juga berhubungan positif dengan IQ anak yang
lahir dari perempuan menggunakan obat antiepilepsi. Beberapa obat antiepilepsi
generasi kedua yang relative kecil menimbulkan teratogenitas adalah lamotrigin,
leviteracetam, oxcarbazepin, dan topiramat.
TATALAKSANA SEBELUM KEHAMILAN
Berikan penyuluhan kepada setiap perempuan yang menggunakan OAE dalam
masa reproduksi tentang berbagai risiko dan keuntungan akibat pengguanaan
OAE terhadap kehamilan dan janin.
Terapi OAE diberikan dalam dosis optimal sebelum konsepsi (bila
memungkinkan periksa kadar obat dalam darah sebagai basis pengukuran.)
Bila memungkinkan diganti OAE yang kurang teratogenik, dan dosis efektif
harus tercapai sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum konsepsi.
Hindari penggunaan OAE politerapi.
Apabila memungkinkan, hindari penggunaan valproat. Apabila harus
menggunakan valproat, berikan dosis terkecil (kurang dari 750mg) dan gunakan
bentuk lepas lambat.
Epilepsi pada lanjut usia (≥65 tahun) seringkali terlambat terdiagnosis karena
menyerupai gejala penyakit lain.1,2 Diagnosis epilepsi seringkali baru dipikirkan bila
disertai bangkitan tonik klonik umum (generalized tonic clonic seizure), padahal tidak
seperti epilepsi pada anak atau usia muda, bentuk bangkitan ini lebih jarang terjafi pada
lanjut usia.
Pemberian dan pemilihan obat antiepilepsi pada lanjut usia perlu lebih berhati-
hati, karena terjadi perubahan parameter farmakodinamik dan farmakokinetik, adanya
penyakit komorbid, kemungkinan gangguan metabolik, dan interaksi dengan obat lain
karena penderita lanjut usia seringkali mengkonsumsi banyak obat lain.
ETIOLOGI
Stroke merupakan 30-50% penyebab epilepsi pada lanjut usia.8 Perdarahan
intraserebral merupakan penyebab tersering (15%) dan pada kelompok stroke yang
paling jarang adalah lakunan infark (2%).9 Insidensi timbulnya bangkitan epilepsi pada
demensia berkisar 2-16%.9 Trauma merupakan penyebab lain dari timbulnya epilepsi
pada lanjut usia, demikian pula penggunaan berbagai obat merupakan faktor penting
yang dapat memprovokasi timbulnya bangkitan epilepsi.
DIAGNOSIS
Pada umumnya sindrom epilepsi pada lanjut usia adalah epilepsi fokal, dengan
dan tanpa bangkitan umum sekunder.1,9 Gambaran klinis dapat menyerupai gejala
penyakit pembuluh darah otak (transient ischemic attack), demensia, atau kelainan
jantung.
Pada usia tua, fokus epileptik cenderung lebih sering terjadi pada lobus frontal
dan parietal, berbeda dengan gejala klinis yang berhubungan dengan epilepsi dengan
fokus di lobus temporal pada penderita epilepsi usia yang lebih muda, sehingga aura
dizziness dapat lebih sering muncul dibanding gejala khas epilepsi lobus temporal.
Padahal gejala dizziness juga sering timbul pada penyakit neurologi lain, penyakit
jantung maupun penyakit sistem organ lainnya.
Gejala bangkitan parsial kompleks seperti gangguan kesadaran, pandangan kosong, atau
tampak bingung pada epilepsi lanjut usia sering disalahartikan sebagai onset gejala
demensia atau penyakit lain. Acute confusional state atau gangguan mental yang
fluktuatif dapat merupakan manifestasi dari iktal, postiktal, ataupun merupakan
manifestasi dari status epileptikus non konvulsius yangs seringkali disangka sebagai
manifestasi dari gangguan psikiatrik.
MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi abnormalitas anatomi.
Perubahan yang berkaitan dengan lanjut usia dapat berkaitan dengan atrofi difus,
hiperintensitas periventrikuler akibat hipertensi dan aterosklerosis umum terjadi dan
sebaiknya tidak diinterpretasikan sebagai penyebab bangkitan.
EEG rutin dapat tidak sensitif atau spesifik untuk menegakkan diagnosis pada
lanjut usia, tidak terdapatnya abnormalitas epileptiform, tidak menyingkirkan epilepsi.
Jika diagnosis diragukan, pasien dapat dilakukan monitoring video EEG.
PENATALAKSANAAN
Pemilihan Obat Anti Epilepsi pada Lanjut Usia
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) yang direkomendasikan untuk epilepsi fokal
pada lanjut usia lanjut dapat dilihat pada daftar dibawah. Obat antiepilepsi spektrum
luas perlu dipertimbangkan pada epilepsi umum atau pada tipe campuran (fokal dan
umum).
Rekomendasi epilepsi parsial pada lanjut usia (ILAE 2013)
- Level A : Gabapentin, Lamotrigin
- Level B : tidak ada
- Level C : Carbamazepine
- Level D : Topiramat, Asam Valproat
- Level E : lain-lain
- Level F : tidak ada\
Pemberian dimulai dari dosis sangat rendah dan peningkatan dosis (titrasi)
dilakukan secara sangat perlahan (start very low and go very slow) merupakan prosedur
yang perlu diperhatikan dalam pemberian OAE pada lanjut usia. Setengah dosis dewasa
yang direkomendasikan sebagai dosis awal dan awitan seringkali dapat mengontrol
kejang.
Perbedaan farmakokinetik dan Farmakodinamik
Pada lanjut usia terjadi berbagai perubahan fisiologis, seperti nafsu makan,
fungsi saluran cerna, dan fungsi hati yang dapat menyebabkan menurunnya kadar
albumin serum. Hal ini akan berdampak pada perubahan farmakokinetim yang
berhubungan dengan karakeristik ikatan dengan protein (protein binding).
Menurunnya kapasitas fungsi hati dan kemampuan filtrasi glomerulus ginjal
menurunkan clearance OAE pada lanjut usia. Hal tersebut mengakibatkan waktu
paruh akan jauh lebih panjang dibandingkan pada penderita usia muda. Interaksi
dengan berbagai macam obat non OAE juga mempengaruhi absorbsi, protein
binding, metabolisme hati, dan kemampuan filtrasi glomerulus. Perubahan
farmakokinetik tersebut akan mempermudah terjadinya toksisitas obat.
Pemberian OAE harus dimulai dari dosis yang lebih rendah dibanding
penderita usia muda. Pemeriksaan fungsi ginjal dan hati perlu dilakukan dan
diperiksa secara berkala. Pemberian politerapi OAE sedapat mungkin dihindari.
Efektivitas OAE monoterapi untuk mengontrol bangkitan epilepsi pada lanjut usiia
lebih baik dibanding pada penderita epilepsi usia muda.
PROGNOSIS
Pasien epilepsi lanjut usia mempunyai angka mortalitas dua sampai tiga kali lebih
tinggi daripada populasi umum. Epilepsi pada lanjut usia umumnya mempunyai
respon yang baik terhadap pengobatan.