Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

TUMOR SUPRAGLOTIS

Pembimbing:
Dr. Nurlina M. Rauf, SpTHT-KL

Dessy (406182044)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 15 APRIL 2019 – 19 MEI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :
Tumor Supraglotis

Disusun oleh :
Dessy (406182044)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu THT
RSUD Ciawi

Ciawi, 2 Mei 2019

Dr. Nurlina M. Rauf, SpTHT-KL

2
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................................................. 1
Lembar Pengesahan ........................................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 4
BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................................................... 5
2.1 Anatomi dan Fisiologi Laring .................................................................................................. 5
2.1.1 Kerangka Laring ................................................................................................. 5
2.1.2 Otot Laring ......................................................................................................... 5
2.1.3 Rongga Laring .................................................................................................... 7
2.1.4 Persarafan Laring ............................................................................................... 8
2.1.5 Pendarahan Laring .............................................................................................. 8
2.1.6 Pembuluh Limfa ................................................................................................. 9
2.1.7 Fisiologi Laring .................................................................................................. 9
2.2 Tumor Jinak Laring ............................................................................................................... 10
2.3 Kista Laring dan Tumor like-lession ...................................................................................... 13
2.4 Tumor Ganas Laring ............................................................................................................. 13
2.4.1 Epidemiologi .................................................................................................... 14
2.4.2 Etiologi ............................................................................................................ 15
2.4.3 Histopatologi .................................................................................................... 16
2.4.4 Gejala Klinis .................................................................................................... 16
2.4.5 Diagnosis.......................................................................................................... 18
2.4.6 Diagnosis Banding............................................................................................ 21
2.4.7 Penatalaksanaan ............................................................................................... 21
2.4.8 Prognosis .......................................................................................................... 23
BAB III KESIMPULAN .................................................................................................................. 24
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 25

3
BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Tumor Laring dibagi menjadi 2 jenis besar yaitu tumor jinak dan tumor ganas.
Tumor jinak jarang ditemukan, sedangkan tumor ganas laring merupakan tumor yang
terbanyak menyerang saluran pernapasan bagian atas. Tumor ganas laring cukup sering
ditemukan di bagian Telinga Hidung Tenggorokan ( THT ). Sebagai gambaran, diluar
negeri tumor ganas laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan di bidang
THT, sedangkan di RSCM menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor
ganas hidung dan sinus paranasal.1,2
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal
yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar
radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis. Insiden tumor laring sangat
berhubungan erat dengan kebiasaan merokok ,seperti juga meningkatnya kejadian tumor
leher dan kepala 6x lebih sering pada perokok dibandingkan dengan yang tidak
merokok.Risiko kematian pada tumor ganas laring berbanding lurus dengan
meningkatnya konsumsi rokok, terlebih lagi bila disertai dengan konsumsi alkohol.3
Salah satu akibat yang ditimbulkan dari tumor laring adalah terjadinya sumbatan
laring yang dapat berakibat kematian. Untuk itu diperlukan diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat dan sesuai dengan prinsip penanggulangan sumbatan laring,
yaitu menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru
yang dapat menjamin ventilasi.1,4
Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini
disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan
pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat
sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada
penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini. 1,5

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING

2.1.1. KERANGKA LARING


Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Batas atas
laring adalah aditus laring, batas bawahnya adalah batas kaudal kartilago krikoid.
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang yaitu tulang hyoid, dan beberapa
buah tulang rawan. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis,
kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago tiroid. Kartilago
krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Terdapat
sepasang kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring dan
membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang
kartilago kornikulata melekat pada kartilago aritenoid di daerah apex, sedangkan
sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik.Pada laring terdapat
2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi krikoaritenoid.1,5

2.1.2. OTOT-OTOT LARING


Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
intrinsik : 1,5,7

5
I.Otot-otot ekstrinsik laring :
1. Otot-otot Depressor :
- m. Omohyoid
- m. Sternohyoid
- m. Thyrohyoid
Otot-otot ini berfungsi menarik laring ke bawah.

2. Otot-otot Elevator :
- m. Myohyoid
- m. Geniohyoid
- m. Genioglossus
- m. Hyoglossus
- m. Digastric
- m. Stylohyoid
Otot-otot ini berfungsi menarik laring ke atas (elevasi).

II. Otot-otot intrinsik laring :


1. Adductor of the Vocal Cord (Constrictors) :
- m. Lateral Cricoarytenoid
- m. Thyroarytenoid
- m. Transverse Arytenoid
- m. Oblique Arytenoid

2. Abductor of the Vocal Cord (membuka laring) :


- m. Posterior Cricoarytenoid

3. Tensor of the Vocal Cord :

- m. Cricothyroid
- m. Thyroarytenoid
- m. Vocalis

6
2.1.3. RONGGA LARING
Batas atas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang yang
melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan belakang
epiglotis, tuberkulum epiglotis, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah
lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid, batas belakangnya ialah m. aritenoid
transversus dan lamina kartilago krikoid.1,5
Pada laring terdapat pita suara asli ( plika vokalis ) dan pita suara palsu ( plika
ventrikularis ). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, dan bidang
antara plika ventrikularis kiri dan kanan disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika
ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu : vestibulum
laring/supraglotik ( di atas plika ventrikularis ), glotik, dan subglotik ( di bawah plika
vokalis ).1,5

7
2.1.4. PERSARAFAN LARING
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n. laringis superior dan
n. laringis inferior. N. laringis superior mempersarafi m. krikotiroid. N. laringis inferior
bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus anterior mempersarafi
otot-otot intrinsik laring bagian lateral, ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik
laring bagian superior.1,5

2.1.5. PENDARAHAN LARING


Pendarahan laring terdiri dari 2 cabang, yaitu :1,5
1. Arteri laringis superior, merupakan cabang dari arteri tiroid superior. Berjalan
melewati bagian belakang membran tirohioid dan menembus membran ini untuk berjalan
di submukosa dari dinding lateral dan lantai sinus piriformis untuk mendarahi mukosa
dan otot-otot laring.
2. Arteri laringis inferior, merupakan cabang arteri tiroid inferior. Berjalan ke belakang
sendi krikotiroid, lalu masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m. konstriktor
faring inferior dan mendarahi mukosa dan otot laring.
Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a. laringis
superior dan inferior.

2.1.6. PEMBULUH LIMFA


Pembuluh limfa eferen dari golongan superior bergabung dengan kelenjar bagian
superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior bergabung dengan
kelenjar servikal dalam, dan beberapa menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikula.1,5

2.1.7 FISIOLOGI LARING


Laring berfungsi untuk :5,6,8
1. Proteksi
Yaitu mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea dengan cara menutup
aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.Terjadinya penutupan aditus laring karena
pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Penutupan rima
glotis terjadi karena adduksi plika vokalis.

8
2. Respirasi
Yaitu dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila m. krikoaritenid posterior
berkontraksi akan menyebabkan prosessus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral,
sehingga rima glotis terbuka.
3. Fonasi
Yaitu dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada.tinggi rendahnya
nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam adduksi, maka m.
krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m. krikoaritenoid posterior akan menahan atau
menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan efektif untuk
berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago
krikoaritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.Kontraksi serta
mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.
4. Refleks batuk
Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga
dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
5. Menelan
Laring membantu menelan melalui 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke
atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan
tidak masuk lagi ke dalam laring.

2.2 TUMOR JINAK LARING


Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua
jenis tumor laring.6,9,10

1. Papiloma
Merupakan tumor jinak laring yang paling sering ditemukan, dan dapat ditemukan
pada pasien usia muda ataupun dewasa. Kemungkinan penyebab dari papiloma laring
yaitu human papillomavirus (HPV) yang memiliki hubungan dengan perubahan
hormonal, papilloma sering ditemukan pada usia pubertas.

9
Papiloma dapat digolongkan dalam 2 jenis yaitu, Papiloma Laring Juvenil, dan
Papiloma Laring pada orang dewasa. Tipe Juvenil ditemukan pada anak, biasanya
berbentuk multipel, dan mengalami regresi pada saat dewasa. Tumor ini dapat tumbuh
pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik. Dapat pula tumbuh pada plika
ventrikularis atau aritenoid. Secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei,
berwarna putih kelabu atau kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh, dan kalau
dipotong tidak menimbulkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini adalah
sering tumbuh kembali setelah dilakukan pengangkatan. Pada orang dewasa biasanya
berbentuk tunggal, dan biasanya berubah ke arah keganasan.
Gejala papiloma laring yang utama ialah suara parau. Terkadang terdapat pula
batuk, apabila tumor telah menutup rima glotis akan timbul gejala sesak napas dengan
stridor. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan laring,
biopsi serta pemeriksaan patologi anatomik.
Terapi pada papiloma laring merupakan ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro
atau juga menggunakan sinar laser. Oleh karena itu sering muncul kembali, pada
sebagian kasus sudah tampak papilom yang mulai tumbuh lagi setelah dilakukan
ekstirpasi. Terapi definitif terhadap penyebabnya belum memuaskan, karena sampai saat
ini etiologi dari papiloma laring belum diketahui dengan pasti.

Pappiloma Laring

2. Kondroma
Kondtroma merupakan lesi yang pertumbuhannya lambat (Slow growing lession)
yang tersusun atas kartilago hialin. Lebih sering ditemukan pada Pria dibandingkan

10
dengan Wanita. Tempat paling sering ditemukannya kondroma adalah pada aspek
internal dari bagian posterior kartilago krikoid, thyroid, arytenoid, dan epiglotis.
Gejala klinis yang sering ditemukan adalah suara parau, dyspnea, disfagia dan
rasa penuh di daerah tenggorokan. Pada pemeriksaan dengan laringoskopi tampak massa
yang halus, lunak, berbentuk bulat atau modular, dan biasanya tertutup oleh mukosa yang
normal. Pemeriksaan imaging merupakaan pilihan yang tepat sebagai modalitas
diagnostik seperti laringogram dan laminogram, tumor akan tampak seperti gambaran
kalsifikasi pada foto x-ray.
Terapi pada kondroma yaitu tindakan eksisi pada tumor, thyrotomy dilakukan jika
letak tumor pada aspek anterior dari krikoid. Rekurensi sering ditemukan apabila tumor
tidak di angkat seluruhnya. Laringektomi total dilakukan pada rekurensi jika dibutuhkan.

3. Neurofibroma
Neurofibroma merupakan tumor yang jarang ditemukan, tumor ini berasal dari sel
Schwann. Pada umumnya tumor jenis ini tumbuh di sekitar aryepligotic fold. Jumlah
kasus pada wanita sebanyak 2:1.

4. Mioblastoma Sel Granuler


Mioblastoma diduga berasal dari jaringan neurogenik. Dapat ditemukan di semua
usia dan lebih sering ditemukan pada pria. Tumor ini sering ditemukan pada aspe
posterior dari plika vokalis atau aritenoid. Mioblastoma merupakan tumor yang
berukuran kecil, lembut, dan berwarna keabu-abuan. Mukosa biasanya menampakan
gambaran hiperplasia pseudoepitel. Gejala yang paling sering muncul adalah suara serak.
Terapi dari mioblastoma adalah eksisi menggunakan laringoskopi direk.

5. Adenoma
Adenoma merupakan tumor laring yang jarang ditemukan, berasal dari kelenjar
mukus. Tempat predileksinya di sekitar plika ventrikularis, Terapi yang digunakan pada
adenoma laring adalah eksisi tumor per oral, atau dengan thyrotomi.

6. Hemangioma

11
Tumor ini lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dengan orang
dewasa. Hemangioma sering ditemukan pada plika vokalis, regio subglotik, dan sinus
piriformis. Tatalaksana berupa eksisi jaringan tumor, menggunakan mikrolaringoskopi
dengan CO2 atau Laser YAG. Faringotomi lateral juga dapat dilakukan sebagai terapi
pada hemangioma.

7. Lipoma
Lipoma merupakan tumor submukosa yang jarang ditemukan, biasanya muncul
pada daerah aryepligottic fold, epiglotis, plika vokalis, dan dinding faring. Terapi untuk
lipoma adalah tindakan eksisi dengan cara lateral faringotomi.

8. Pseudoepitelial Hiperplasia
Merupakan perubahan epitel yang bersifat jinak, dan sering menyerupai jaringan
karsinoma. Sering disebabkan oleh tuberkulosis, sifilis, granular cell myoblastoma,
blastomikosis, papilary keratosis, dan radiasi.

2.3 KISTA LARING DAN TUMOR-LIKE LESSION

1. Retention Cyst
Kista ini sering ditemukan jika kelenjar mukus berlebihan. Tempat tempat yang
berpotensi terjadi kista antara lain plika ventrikularis, epiglotis, dan ariepiglotika. Terapi
pada kista retensi ini adalah pengangkatan menggunakan laringoskopi atau
marsupialisasi.11

2. Laringokel
Merupakan pembesaran yang berisi udara pada ventrikel, dibagi menjadi 3 tipe
yaitu :
1. Laringokel Eksterna : Bentuk yang paling sering ditemukan, kantungnya
mencakup bagian atas dari kartilago tiroid, dan membran tirohioid, dapat
tampak sebagai massa pada leher.
2. Laringokel Interna : Kantung terbatas pada kartilago tiroid

12
3. Tipe Campuran

Gambaran makroskopik dengen menggunakan laringoskopi direk berupa massa


yang bulging pada laring. Pemeriksaan penunjang yang bermakna adalah CT-Scan atau
MRI karena dapat melihat kelainan dan bentuk anatomis dengan baik untuk menunjang
dan membantu terapi.

2.4 TUMOR GANAS LARING

Tumor Ganas laring terbagi atas 3 bagian berdasarkan letaknya, yaitu : 2

a.Tumor Supraglotis: terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai batas atas
glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.

b.Tumor Glotis : mengenai pita suara asli.

c.Tumor Subglotis : tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli sampai
batas inferior krikoid.

13
2.4.1 EPIDEMIOLOGI
Kekerapan tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda. Di
Amerika Serikat pada tahun 1973 – 1976 dilaporkan 8,5 kasus karsinoma laring
per 100.000 penduduk laki-laki dan 1,3 kasus karsinoma laring per 100.000 penduduk
perempuan. Tumor ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan
dengan perbandingan 5 : 1 dan terbanyak pada usia 56-69 tahun.2,3
Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 – Juni 2003 dijumpai 97 kasus
karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia penderita berkisar
antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 – Februari 2000, 28 orang diantaranya
telah dilakukan operasi laringektomi total.2

2.4.2 ETIOLOGI
Belum diketahui pasti penyebabnya, namun beberapa penelitian epidemiologi
menggambarkan beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya tumor laring,
beberapa diantaranya yaitu :2,12,13
1. Umur
Insiden tumor ganas laring meningkat pada usia diatas 55 tahun.
2. Jenis kelamin
tumor laring 4x lebih sering mengenai laki-laki dibandingkan perempuan
3. Ras
Meningkat pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih
4. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya tumor ganas laring

14
5. Alkohol
Orang yang mengkonsumsi alkohol berkemungkinan lebih besar terkena
tumor laring dibandingkan orang yang tidak mengkonsumsi alkohol.
6. Riwayat keganasan pada kepala dan leher
Satu dari empat orang yang pernah menderita tumor pada kepala dan leher
berisiko tinggi terkena untuk kedua kalinya.
7. Pekerjaan
Pekerja-pekerja yang terpapar uap asam sulfat,nikel dan asbes akan beresiko
tinggi menderita tumor laring
8. Faktor-faktor lain seperti virus, makanan rendah vitamin A dan gastroesopha
geal reflux disease ( GERD ).

2.4.3 HISTOPATOLOGI
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring,
dengan derajat differensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah
karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.2
Karsinoma verukosa adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak,
akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak
mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat
membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi
metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan
merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.
Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering
dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glotis. Sering
bermetastase ke paru-paru dan hepar. Two years survival rate-nya sangat rendah.Terapi
yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi
pasca operasi.2
Kondrosarkoma, adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%,
tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun. Terapi yang
dianjurkan adalah laringektomi total.2

15
2.4.4 GEJALA KLINIS DAN SUMBATAN LARING AKIBAT TUMOR LARING

Gejala klinis dari tumor ganas laring yaitu :13

a. Serak
Merupakan gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala dini tumor pita
suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat
dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan
getaran, dan ketegangan pita suara.
Pada karsinoma laring,pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh
ketidakaturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, teserangnya otot-otot
vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya
tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut.
Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya
lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan napas,
atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila
tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila
tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian bawah plika ventrikularis atau di batas
inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis,
serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini,
gejala pertama tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang
mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak, kecuali tumor
eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam ( Hot potato voice ).

b. Dispnea dan stridor


Merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas dan dapat timbul
pada tiap tumor laring.Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan napas oleh massa
tumor, penumpukan kotoran atau sekret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor
supraglotik atau transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi secara
perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dispnea dan stridor
adalah tanda prognosis yang kurang baik.

16
c. Nyeri tenggorok
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.

d. Disfagi
Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring, dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas post
krikoid. Rasa nyeri ketika menelan ( odinofagi )menandakan adanya tumor ganas lanjut
yang mengenai struktur ekstra laring.

e. Batuk dan hemoptisis


Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan
tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering
terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.

f. Gejala lain
Berupa nyeri alih di telinga ipsilateral, halitosis, batuk, hemoptisis dan penurunan
berat badan menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh. Pembesaran
kelenjar getah bening dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang
menunjukkan tumor pada stadium lanjut. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang
disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan
perikondrium.

Gejala Sumbatan laring


Gejala dan tanda sumbatan laring yang tampak adalah :4
1. Sesak napas ( dispnea ).
2. Stridor ( napas berbunyi ) yang terdengar pada waktu inspirasi.

17
3.Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,
supraklavikula, interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernafasan
untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
4. Gelisah karena pasien haus udara ( air hunger ).
5. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.

2.4.5 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :2
1. Anamnesis.
Didapatkan keluhan berupa suara serak, nafas berbunyi, sulit bernafas, nyeri
tenggorokkan, batuk berdarah, sulit menelan dan kadang – kadang ditemukan bau mulut,
penurunan berat badan.
2. Pemeriksaan THT rutin .
3. Laringoskopi direk.
Pemeriksaan ini untuk memastikan lokasi tumor dan menilai penyebaran tumor.
4. Radiologi foto polos leher dan thorak .
Foto toraks diperlukan unuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses
spesifik dan metastasis di paru.
5. Pemeriksaan radiologi khusus separti CT-Scan, MRI.
CT-Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama,
misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta
metastasis kelenjar getah bening leher.
6. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomik dari bahan
biopsi laring dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari
hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.

Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC 1988 :


1. Tumor primer ( T )
Supraglotis :
T is : tumor in situ

18
T 1 : tumor terdapat pada satu sisi suara atau pita suara palsu ( gerakan masih baik ).
T 2 : tumor telah meluas ke satu dan dua sisi daerah supraglotis dan glotis masih bisa
bergerak ( tidak terfiksir ).
T 3 : tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah krikoid bagian
belakang, dinding medial dari sinus piriformis, dan kearah rongga pre-epiglotis.
T 4 : tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada
leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.
Glotis :
T is : tumor in situ.
T 1 : tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik,
atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior.
T 2 : tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak
atau sudah terfiksasi ( impaired mobility ).
T 3 : tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
T 4 : tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari
laring.
Subglotis :
T is : tumor in situ
T 1 : tumor terbatas pada subglotis .
T 2 : tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksasi.
T 3 : tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi.
T 4 : tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan keluar laring atau
dua-duanya.
2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)
N x : kelenjar tidak teraba.
N 0 : secara klinis tidak teraba kelenjar.
N 1 : klinis teraba kelenjar homolateral dengan diameter = 3 cm.
N 2 : klinis teraba kelenjar tunggal, ipsilateral dengan diameter 3 – 6 cm.
N 2a : klinis terdapat satu kelenjar ipsilateral dengan diameter > 3 cm dan tidak >6 cm.
N 2b : klinis terdapat kelenjar ipsilateral multipel dengan diameter tidak lebih dari 6 cm.
N 2c : metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.

19
N3 : metastase kelenjar limfe lebih dari 6 cm.
3. Metastase jauh ( M )
Mx : tidak terdapat / terdeteksi.
M 0 : tidak ada metastase jauh.
M 1 : terdapat metastase jauh.
4. Stadium :
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1/T2/T3 N1 M0
Stadium IV : T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M1

2.4.6 DIAGNOSIS BANDING


Tumor ganas faring dapat dibanding dengan :
1. TBC laring
2. Sifilis laring
3. Tumor jinak laring
4. Penyakit kronis laring

2.4.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tumor laring
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring, yaitu :14,15
1.Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
1. Laringektomi :
a. Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak
memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
b. Laringektomi total

20
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas
( epiglotis dan os hioid ) sampai batas bawah cincin trakea.
2. Diseksi leher radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini ( T1 – T2 ) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor
supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan
metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher.
Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.

2. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2
dengan hasil yang baik ( angka kesembuhannya 90% ). Keuntungan dengan cara ini
adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang
dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som,
Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan
maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang
melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500–5000 rad selama 4–6 minggu diikuti
dengan laringektomi total.

3. Kemoterapi17
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvan ataupun
paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–1000
mg/m2.

Rehabilitasi suara
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor
ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik. Setelah
laringektomi dilakukan rehabilitasi suara dengan pertolongan alat bantu suara yakni
vibrator yang ditempelkan didaerah submandibula atau menggunakan esophageal speech
dimana suara dihasilkan dari esofagus melalui proses belajar.1,2

21
Penatalaksanaan sumbatan laring
Dalam penanggulangan sumbatan laring prinsipnya diusahakan supaya jalan nafas
lancar kembali. Tindakan konservatif dengan medikamentosa dilakukan pada sumbatan
laring stadium 1. Tindakan operatif atau resusitasi yang dilakukan pada stadium 2 dan 3
yaitu intubasi endotrakea dan trakeostomi sedangkan krikotirotomi dilakukan pada
stadium 4.4

Intubasi endotrakea
Indikasi intubasi endotrakea yaitu 4:
1. Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas atas
2. Membantu ventilasi
3. Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial
4. Mencegah aspirasi sekret di rongga mulut atau yang berasal dari lambung
Ukuran pipa endotrakea harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan umumnya untuk
dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7 – 8,5 mm. Pipa endotrakea tidak boleh lebih
dari 6 hari dan selanjutnya dilakukan trakeostomi.

Trakeostomi
Merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan / anterior trakea untuk
bernafas. Menurut letak stroma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang
rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Indikasi trakeostomi yaitu 4:
1. Mengatasi obstruksi laring
2. Mengurangi ruang rugi di saluran nafas atas
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus
4. Untuk memasang respirator
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotis

Krikotirotomi
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pasien dalam keadaan gawat nafas
dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan cepat

22
walaupun persiapannya darurat. Kontraindikasi krikotirotomi pada anak dibawah 12
tahun, tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat laringitis.4

2.4.8 PROGNOSIS
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan
tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I
adalah 90 – 98%, stadium II adalah 75 – 85%, stadium III adalah 60 – 70% dan stadium
IV adalah 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five
years survival rate sebesar 50%.2

23
BAB 3

KESIMPULAN

Tumor laring secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu Tumor jinak dan
ganas, Tumor jinak jarang ditemukan dibandingkan dengan tumor ganas atau kanker.
Tumor jinak laring yang paling sering dijumpai adalah Papilloma, dan Kondroma. Tumor
ganas laring merupakan tumor yang terbanyak menyerang saluran pernapasan
bagian atas. Karsinoma sel skuamosa secara histopatologi merupakan jenis terbanyak dari
tumor ganas laring. Gejala klinis yang paling umum dari tumor laring adalah suara parau
atau serak (hoarseness). Penatalaksanaan tumor ganas laring tergantung dari stadium
tumor saat didiagnosis. Diagnosis ditegakan melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
atau temuan pemeriksaan makroskopik, pencitraan (imaging), biopsi jaringan, dan
pemeriksaan histopatologis. Tumor laring dapat menyebabkan terjadinya sumbatan laring
yang dapat berakibat kematian. Prinsip penanggulangan sumbatan laring, yaitu
menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang
dapat menjamin ventilasi.

24
Daftar Pustaka

1. Castellanos PF, S[ector JG, Kaiser TN, Tumors of the Larynx and
Laryngopharynx. In : Otorhinolaryngology head and neck surgery. Balenjjer JJ,
Snow JB Eds. Fifteenth Edition. Baltimore, Philadelphia, Hongkong, London,
Munich, Sidney, Tokyo. Lea & Febringer 1996 : p585-652.

2. Soepardi, Efiaty Arsyad, and Nurbaiti Iskandar. "Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala Leher." Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (2001).

3. Briger E and Smee RI. Early Glottic Cancer: Operative otolaryngology head and
neck surgery. Myers E ed. Philadelphia. London, Toronto, Sidney, Tokyo. WB
Saunders: 1977; p.403-15.

4. Eibling DE. Surgery for Glottic Carcinoma. In: Operative otolaryngology head
and neck surgery. Myers E ed. Philadelphia. London, Toronto, Sidney, Tokyo.
WB Saunders: 1977; p.416-43

5. Ballenger JJ, ed. Diseases of the Nose, Throat, and Ear. 13th Ed. Philadelphia:
Lea & Febiger, 1984.

6. Paparella MM, Shumrick DA. Otolaryngology. Vols. I-III. Philadelphia:


Saunders, 1980.

7. Hirano M. Phonosurgical anatomy of the larynx. In: Ford CN, Bless DN, eds.
Phonosurgery: Assesment and Surgical Management of Voice Disorders. New
York : Raven, 1991, p.25-41

8. Kirchner JA. Pressman and Kelemen’s Physiology of the Larynx. A Manual.


Rochester, MN: American Academy of Otolaryngology, 1970

9. Quiney RE, Hall D, Croft CB. Laryngeal papillomatosis: Corellation between


severity of disease and presence of HPV 6 and 11 detected by in situ DNA
hybridization. J Clin Pathol. 1989;42:694-698.

10. Swerdlow RS, et al. Cartilaginous tumors of the larynx. Arch Otolaryngology.
1974; 100:269.

11. Acierno SP, Waldhausen JH. Congenital cervical cysts, sinuses and fistulae.
Otolaryngol Clin North Am. 2007 Feb. 40(1):161-76, vii-viii.

12. Angouridakis N, Goudakos J, Karayannopoulou G, Triaridis S, Nikolaou A,


Markou K. Primary neuroendocrine neoplasms of the larynx. A series of 4 cases
reported and a review of the literature. Head Neck. Feb 6 2012;

25
13. Hoffman HT, Porter K, Karnell LH, Cooper JS, Weber RS, Langer CJ. Laryngeal
cancer in the United States: changes in demographics, patterns of care, and
survival. Laryngoscope. Sep 2006;116(9 Pt 2 Suppl 111):1-13.

14. Edge S, Byrd DR, Compton CC, Fritz AG, Greene FL, Trotti A. American Joint
Comittee on Cancer - Head and Neck cancer staging 2007. 7th. Philadelphia:
Springer; 2010:

15. Laccourreye O, Ishoo E, de Mones E, Garcia D, Kania R, Hans S. Supracricoid


hemilaryngopharyngectomy in patients with invasive squamous cell carcinoma of
the pyriform sinus. Part I: Technique, complications, and long-term functional
outcome. Ann Otol Rhinol Laryngol. Jan 2005;114(1 Pt 1):25-34

16. Bonner JA, Harari PM, Giralt J, et al. Radiotherapy plus cetuximab for squamous-
cell carcinoma of the head and neck. N Engl J Med. Feb 9 2006;354(6):567-78.

17. Zeitels SM, Vaughan CW, Domanowski GF. Endoscopic management of early
supraglottic cancer. Ann Otol Rhinol Laryngol. Dec 1990;99(12):951-6.

26

Anda mungkin juga menyukai